Pernah merasa uang yang dulu cukup buat belanja seminggu, sekarang cuma bertahan beberapa hari? Itu salah satu tanda perubahan daya beli. Daya beli bukan cuma soal punya uang atau enggak, tapi seberapa jauh uang itu bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Banyak orang nggak sadar, tapi daya beli punya pengaruh besar dalam hidup. Apa yang bisa dibeli, bagaimana cara mengatur pengeluaran, bahkan keputusan kecil seperti pilih makan di rumah atau di luar — semuanya berkaitan.
Buat yang pengin memahami lebih dalam, penting banget untuk tahu apa itu daya beli dan kenapa perannya begitu sentral.
Table of Contents
Apa Itu Daya Beli?

Daya beli bisa diartikan sebagai kemampuan uang untuk ditukar dengan barang dan jasa. Kalau kata Investopedia, purchasing power atau daya beli adalah jumlah barang dan jasa yang bisa dibeli dengan satu unit uang.
Semakin banyak yang bisa dibeli dengan jumlah uang tertentu, berarti daya belinya tinggi. Sebaliknya, kalau jumlah barang yang bisa dibeli malah makin sedikit, artinya daya beli menurun.
Contohnya begini. Hari ini, Rp10.000 bisa buat beli dua roti. Tapi setahun kemudian, harga rotinya naik, dan dengan uang yang sama cuma dapat satu. Padahal uangnya masih Rp10.000 juga. Inilah yang disebut daya beli turun. Uangnya nggak berubah, tapi nilainya jadi terasa lebih kecil karena harga barang naik.
Tapi daya beli ini nggak melulu soal waktu, tapi bisa juga tempat. Misalnya, uang Rp50.000 di kota besar kayak Jakarta mungkin cuma cukup buat makan sekali. Tapi di daerah yang harga barangnya lebih murah, jumlah yang sama bisa cukup untuk dua atau tiga kali makan.
Intinya, daya beli itu soal nilai, bukan angka. Dan nilai itu sangat bergantung pada kondisi ekonomi — terutama harga barang dan tingkat inflasi.
Jadi meskipun penghasilan nggak berubah, kalau harga-harga naik terus, maka kemampuan membeli otomatis menurun.
Baca juga: Tip Belanja Cerdas di Tengah Daya Beli yang Menurun
Faktor yang Memengaruhi Daya Beli

Daya beli bukan cuma soal punya uang atau nggaknya. Ada banyak hal lain yang ikut berperan. Kadang, meskipun gaji tetap, tiba-tiba terasa uang cepat habis. Nah, di situlah faktor-faktor ini mulai terasa dampaknya.
1. Pendapatan
Pendapatan jadi kunci utama dalam urusan daya beli. Logikanya simpel: makin besar penghasilan, makin banyak hal yang bisa dibeli.
Misalnya, orang yang digaji Rp10 juta per bulan tentu punya pilihan belanja lebih luas dibanding yang penghasilannya Rp3 juta.
Tapi penting juga dilihat, seberapa besar pengeluaran tetapnya. Kadang gaji besar tapi cicilan dan tagihannya juga besar, ujung-ujungnya sama saja.
Jadi, pendapatan yang efektif adalah yang masih menyisakan ruang untuk kebutuhan lain setelah pengeluaran pokok terpenuhi.
2. Harga Barang dan Jasa (Inflasi dan Deflasi)
Harga barang yang naik pelan-pelan tapi terus-menerus sering nggak terasa langsung. Tapi tahu-tahu, uang belanja bulanan jadi nggak cukup. Itulah yang disebut inflasi.
Ketika harga naik tapi penghasilan tetap, otomatis daya beli melemah. Contohnya, kalau dulu Rp50.000 bisa belanja sayur untuk tiga hari, sekarang mungkin cuma cukup dua hari.
Sebaliknya, kalau harga barang turun — atau terjadi deflasi — uang yang sama bisa membeli lebih banyak. Tapi deflasi juga bisa bahaya kalau terlalu lama, karena bisa bikin roda ekonomi melambat.
Intinya, daya beli sangat dipengaruhi seberapa besar uang bisa melawan kenaikan harga.
3. Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar rupiah terhadap dolar atau mata uang asing lain juga ikut menentukan. Apalagi buat barang-barang impor.
Misalnya, harga gadget, bahan makanan tertentu, atau barang kebutuhan industri. Kalau nilai tukar rupiah melemah, harga barang impor ikut naik. Dampaknya, harga barang-barang itu di pasaran lokal jadi lebih mahal. Akibatnya, konsumen harus merogoh kocek lebih dalam untuk barang yang sama.
Dalam jangka panjang, pelemahan rupiah bisa bikin daya beli masyarakat turun, terutama yang bergantung pada produk-produk luar negeri.
4. Pajak dan Subsidi
Pajak juga bisa berpengaruh. Kalau pemerintah menetapkan pajak tinggi pada barang tertentu, otomatis harga jualnya jadi lebih mahal. Misalnya, pajak rokok atau mobil mewah. Ini bisa membuat masyarakat mengurangi konsumsi barang-barang itu.
Sebaliknya, kalau pemerintah memberi subsidi — seperti subsidi BBM, listrik, atau sembako — harga jadi lebih terjangkau. Dengan harga yang lebih rendah, masyarakat bisa membeli lebih banyak dengan uang yang sama.
Jadi, kebijakan pajak dan subsidi bisa jadi alat yang cukup kuat untuk menjaga atau menurunkan daya beli, tergantung arahnya ke mana.
Mengapa Daya Beli Sangat Memengaruhi Kehidupan Sehari-hari?

Kalau bicara soal pengaruh ekonomi yang paling terasa langsung ke hidup sehari-hari, daya beli termasuk yang paling nyata.
Tanpa harus paham teori ekonomi yang rumit, siapa pun bisa merasakan dampaknya. Uang belanja yang makin cepat habis, pilihan belanja yang makin terbatas, sampai gaya hidup yang harus disesuaikan. Semua itu berakar dari daya beli yang berubah.
Untuk melihat seberapa besar pengaruhnya, mari bahas satu per satu dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Menentukan Apa yang Bisa Dibeli
Daya beli secara langsung memengaruhi seberapa banyak barang atau layanan yang bisa dipenuhi dari uang yang dimiliki. Kalau harga-harga masih terjangkau, kebutuhan pokok bisa dibeli dengan lebih leluasa. Tapi kalau harga terus naik sementara pendapatan tetap, maka pilihan makin sempit.
2. Memengaruhi Pola Konsumsi Harian
Ketika daya beli menurun, orang jadi lebih hati-hati dalam membelanjakan uang. Pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat hiburan atau pelengkap biasanya dipotong duluan.
Yang biasanya bisa ngopi di kafe setiap hari, jadi lebih sering bikin kopi sendiri di rumah. Langganan streaming bisa dihentikan, atau belanja online mulai dikurangi.
Pola konsumsi berubah pelan-pelan, dan keputusan membeli jadi lebih selektif karena harus benar-benar dipikirkan untung-ruginya.
3. Langsung Terasa di Kebutuhan Pokok
Penurunan daya beli paling terasa justru di kebutuhan pokok. Makanan, listrik, air, dan transportasi adalah pengeluaran rutin yang nggak bisa dihindari. Tapi saat harga-harga naik, gaji bulanan terasa cepat habis hanya untuk mencukupi kebutuhan ini saja.
Sering terjadi, akhir bulan jadi masa “survival mode”. Stok bahan makanan menipis, isi dompet juga sama. Ini yang bikin banyak orang merasa pendapatannya makin nggak cukup, padahal jumlahnya nggak berubah. Yang berubah adalah nilai belinya.
4. Mengubah Gaya Hidup dan Prioritas
Orang jadi mulai menyesuaikan gaya hidup supaya tetap bisa bertahan. Keinginan-keinginan kecil mulai dikorbankan.
Yang tadinya punya jadwal liburan tahunan, mungkin menundanya dulu. Belanja baju baru diganti dengan pakai yang lama, asal masih layak. Pilihan transportasi pun bisa berubah, dari naik mobil pribadi ke transportasi umum demi menekan biaya.
Semua keputusan kecil ini berakar dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan yang sudah nggak seimbang lagi.
5. Bisa Berdampak ke Kesehatan dan Pendidikan
Kalau uang makin terbatas, dampaknya bisa meluas ke hal-hal yang sebenarnya sangat penting, seperti kesehatan dan pendidikan. Misalnya, orang mulai memilih makanan yang lebih murah meskipun kandungan gizinya minim. Atau menunda periksa ke dokter padahal sakit sudah terasa.
Dalam jangka panjang, ini bisa berdampak ke kondisi tubuh dan kesejahteraan. Untuk anak-anak, dana pendidikan termasuk biaya sekolah atau les tambahan mungkin dikurangi, padahal pendidikan itu investasi jangka panjang.
6. Menambah Tekanan Mental dan Emosional
Uang yang cepat habis padahal kebutuhan belum semua terpenuhi bisa jadi sumber stres yang besar. Perasaan khawatir soal keuangan muncul terus-menerus. Kadang sampai susah tidur mikirin cicilan atau tagihan yang belum dibayar.
Hal seperti ini bukan cuma memengaruhi pikiran, tapi juga relasi dalam keluarga. Suami istri bisa jadi sering cekcok. Anak pun bisa ikut merasakan ketegangan di rumah. Masalah keuangan bukan sekadar soal angka, tapi juga soal beban mental yang berat kalau tidak segera tertangani.
Baca juga: Tanggal Tua VS Tanggal Muda: Apa yang Perlu Dilakukan Supaya Semua Tanggal Jadi Baik?
Memahami daya beli bukan cuma soal teori ekonomi, tapi soal bagaimana kita menjalani hidup sehari-hari. Dari belanja kebutuhan pokok sampai rencana keuangan jangka panjang, semua dipengaruhi oleh kekuatan uang yang kita miliki.
Saat daya beli melemah, dampaknya bisa langsung terasa di meja makan, dompet, bahkan kesehatan. Karena itu, penting untuk terus sadar kondisi ekonomi sekitar dan menyesuaikan cara mengatur pengeluaran.
Uang yang sama bisa punya nilai berbeda, tergantung bagaimana kita menggunakannya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update