Gaji Kapan Cair? Ini Cara Biar Kamu Enggak Harus Selalu Nungguin Gajian
Gaji kapan cair? Kalau pertanyaan ini muncul di benak kamu sekali dua kali saja sepanjang karier kamu, itu wajar. Tapi, kalau kamu selalu bertanya-tanya seperti itu setiap bulan, maka sepertinya ada yang salah dengan keuangan kamu.
Pasalnya, kalau itu pertanyaan muncul setiap bulan, berarti kamu hidup paycheck to paycheck. Karena, orang enggak akan bertanya-tanya seperti itu, kalau uang gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga tiba tanggal gajian lagi.
Table of Contents
Gaji Kapan Cair? Hidup Paycheck to Paycheck Itu …
Istilah paycheck to paycheck—yang kemudian membuat pertanyaan gaji kapan cair muncul di setiap bulan—menggambarkan kondisi ketika seorang pekerja yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhannya hingga tiba hari ketika ia menerima gaji lagi.
Orang-orang yang hidup dengan gaji ke gaji biasanya menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk membiayai pengeluaran sehari-hari. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa mereka memiliki tabungan yang terbatas atau bahkan tidak memiliki tabungan sama sekali. Akibatnya, risiko finansial akan meningkat jika terjadi pengangguran mendadak atau keadaan darurat finansial lainnya.
Uniknya, fenomena ini tak hanya berlaku bagi masyarakat lapisan bawah. Mereka yang punya gaji dua digit pun bisa saja tak terhindar dari kondisi ini. Penyebabnya beragam, misalnya seperti penurunan di industri terkait atau kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan tetap yang sesuai dengan keahlian masing-masing.
Baca juga: Mengapa Gaji UMR Jakarta Sering Dianggap Tak Cukup untuk Memenuhi Kebutuhan?
Kondisi Paycheck to Paycheck yang Semakin Memprihatinkan
Dikutip dari Investopedia, pada April 2024, sekitar 65% penduduk Amerika dilaporkan hidup dari gaji ke gaji, meningkat 7% dibandingkan tahun 2023 berdasarkan polling oleh CNBC dan SurveyMonkey. Sebuah survei dari Zippia menunjukkan bahwa pada September 2022, 63% orang Amerika hidup tanpa simpanan yang memadai, termasuk 40% dari mereka yang berpenghasilan tinggi.
Lalu, bagaimana dengan kondisi di Indonesia?
Situasi serupa terjadi di Indonesia, di mana lonjakan harga pangan dan lapangan kerja yang terbatas membuat kondisi keuangan masyarakat semakin terjepit. Survei Konsumen oleh Bank Indonesia, seperti dibahas di artikel Bloomberg Technoz, menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk konsumsi masyarakat Indonesia sedikit menurun, namun proporsi untuk membayar cicilan utang justru meningkat.
Hal ini menurunkan kemampuan masyarakat untuk menabung, dengan penurunan proporsi tabungan dari pendapatan mereka. Mayoritas pendapatan masyarakat saat ini lebih banyak teralokasi untuk membayar cicilan, yang berdampak pada pengurangan kemampuan konsumsi dan menabung.
Alhasil, karena banyaknya cicilan ini, para pekerja Indonesia sering bertanya-tanya kapan gaji cair padahal masih di tengah bulan, dan akhirnya membuat mereka hidup paycheck to paycheck.
Tip biar Gak Nanya Gaji Kapan Cair Melulu Tiap Bulan
Lama-lama capek juga kan, nanya gaji kapan cair melulu setiap bulan? Iyalah, tapi masa cuma capek doang? Yuk, lakukan sesuatu biar pelan-pelan bisa lepas dari kondisi paycheck to paycheck.
1. Review Anggaran
Anggaran itu kan dibuat berdasarkan pendapatan dan kebutuhan. Kalau terjadi perubahan kondisi, seperti kenaikan harga bahan makanan, atau ada kebutuhan ekstra, maka anggaran ini bisa berubah.
Karena itu, pantauan anggaran sangat diperlukan, terutama di hari-hari awal kamu pengin lepas dari kondisi paycheck to paycheck. Cek ke mana saja uang dihabiskan. Di akhir bulan, bandingkan pengeluaran riil dengan yang direncanakan. Nantinya, kamu akan dapat menemukan bagian mana yang perlu perbaikan.
Menggunakan alat bantu seperti aplikasi keuangan dapat mempermudah proses ini, memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana uang dihabiskan setiap bulannya. Dari situ, penyesuaian anggaran dapat dilakukan untuk mengurangi pengeluaran enggak penting dan mengalokasikan lebih banyak ke tabungan atau kebutuhan yang lebih mendesak.
2. Alokasikan Tabungan di Depan
Anggaplah tabungan sebagai salah satu pos pengeluaran, yang kamu alokasikan di depan saat kamu baru saja terima gaji. Dengan demikian, enggak ada lagi nabung dari hasil sisa belanja—karena, tidak akan pernah ada sisa uang belanja. Bikin rekening terpisah untuk tabungan, yang sedikit lebih sulit diakses dibandingkan rekening sehari-hari. Dengan begitu, kamu enggak tergoda untuk menyabotasenya sendiri.
Idealnya, tabungan ini sebesar 10% dari penghasilan. Namun, kalau persentase ini masih berat, kamu bisa menguranginya sesuai kondisi. Ingat, yang penting nabung dulu. Masalah nominal kamu selalu bisa menambahnya seiring waktu.
Langkah ini enggak hanya membantu dalam membentuk kebiasaan menabung, tetapi juga secara bertahap akan membangun dana darurat yang dapat digunakan saat terjadi situasi tidak terduga.
3. Bayar Utang sampai Lunas
Kamu bisa lihat dari data di atas, bahwa utang adalah salah satu faktor penyebab terbesar mengapa kamu selalu bertanya-tanya kapan gaji cair dan akhirnya hidup paycheck to paycheck.
So, kalau punya utang, fokuskan untuk melunasinya secepat yang kamu bisa. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi utang kartu kredit. Salah satunya adalah snowball method, yang memungkinkanmu membayar utang terkecil terlebih dahulu. Strategi lainnya adalah membayar utang dengan bunga terbesar lebih dulu. Alternatif lainnya adalah melakukan konsolidasi utang.
Selanjutnya, tekan utang semaksimal mungkin. Ingat 3 syarat utang sehat setiap kali kamu pengin berutang. Dengan begitu, kamu bisa mengendalikan diri dan akan bisa menabung dengan lebih baik.
Baca juga: Tiga Syarat Utang Sehat
4. Tingkatkan Income
Meningkatkan penghasilan bisa menjadi solusi efektif untuk memperbaiki kondisi keuangan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti memulai usaha sampingan, meminta kenaikan gaji atau promosi, atau mencari pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi. Pendapatan tambahan ini sangat berguna untuk mempercepat pembayaran utang atau meningkatkan jumlah tabungan.
Dengan pendapatan yang lebih besar, ruang gerak dalam mengelola keuangan juga akan lebih luas. Ini membuka peluang untuk lebih cepat bebas dari utang dan, pada akhirnya, memperkuat kestabilan finansial. Berbagai pilihan ini bisa disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, dan kesempatan yang ada, sehingga bisa mengambil langkah yang paling sesuai untuk meningkatkan penghasilan secara efektif.
Pertanyaan gaji kapan cair sering kali menghantui pikiran, terutama saat kebutuhan mendesak menanti. Namun, dengan mengelola keuangan secara lebih bijak dan proaktif, ketergantungan pada waktu gajian bisa dikurangi.
Mulailah dengan menyusun anggaran yang realistis, mengidentifikasi pengeluaran yang tidak perlu, dan menjalankan rencana untuk menabung. Ini tidak hanya membantu dalam menghadapi keadaan darurat tanpa stres menunggu gaji, tetapi juga memungkinkan untuk meraih kestabilan finansial jangka panjang.
Dengan demikian, pertanyaan mengenai gaji kapan cair akan menjadi kurang relevan, seiring bertumbuhnya kemandirian finansial.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Orang Indonesia Masih Suka Makan Tabungan: Apa Maksudnya dan Bagaimana Cara Mengatasinya
Di Indonesia, kebiasaan makan tabungan untuk membiayai kehidupan sehari-hari terus berlanjut hingga akhir 2023. Data dari Survei Konsumen Bank Indonesia yang dikutip oleh CNBC menyebutkan, bahwa sampai November 2023 menunjukkan bahwa rasio tabungan terhadap pendapatan menurun dari 15,7% di bulan Oktober menjadi 15,4% di bulan November.
Sementara itu, proporsi pendapatan yang digunakan untuk membayar cicilan atau utang mengalami peningkatan dari 8,8% menjadi 9,3% dalam periode yang sama.
Wah, jadi topik yang menarik untuk dibahas nih. Apalagi kalau kamu ternyata juga termasuk mereka yang makan tabungan buat hidup.
Table of Contents
Makan Tabungan buat Hidup – Yay or Nay
Dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif, praktik makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jadi “gaya hidup”. Ini sih ngeri-ngeri sedap. Tapi, ya kenyataannya begitu.
Survei tersebut juga menyoroti bahwa kelompok masyarakat berpenghasilan rendah adalah yang paling banyak terdampak, rasio kemampuan menabung mereka menurun. Contohnya, bagi kelompok yang mengeluarkan Rp 1-2 juta per bulan, kemampuan menabung mereka turun dari 16,1% menjadi 15,8%.
Tidak hanya golongan berpenghasilan rendah, kelompok dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta per bulan juga mengalami penurunan kemampuan menabung, dari 18% menjadi 16,3%.
Pada sisi lain, kelompok dengan pengeluaran bulanan antara Rp 2,1 juta hingga Rp 5 juta justru menunjukkan peningkatan dalam kemampuan menabung. Meskipun terjadi penurunan dalam rasio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi dari 75,6% pada Oktober menjadi 75,3% pada November, kelompok dengan pengeluaran lebih dari Rp 5 juta per bulan malah mengalami kenaikan konsumsi dari 68,4% menjadi 72,6%.
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa konsumsi menurun pada semua tingkat pengeluaran, kecuali bagi mereka yang berpengeluaran lebih tinggi.
Baca juga: Cara Menabung untuk Dapatkan 10 Juta Pertamamu
Supaya Enggak Harus Makan Tabungan, Apa yang Kudu Dilakukan?
Untuk menghindari makan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari dan meningkatkan kestabilan keuangan, berikut beberapa tip praktis yang bisa dilakukan.
1. Budgeting
Budgeting atau membuat anggaran bulanan merupakan langkah penting untuk mengelola keuangan dengan lebih efektif. Proses ini bisa kamu mulai dengan mencatat penghasilan dan pengeluaran yang terjadi dalam sebulan. Dengan catatan ini, kamu bisa melihat bagaimana kesehatan keuanganmu.
Kalau memang belum sehat, maka kamu perlu untuk fokus dulu membuatnya jadi sehat dan positif. Buat anggaran setiap bulan berdasarkan penghasilan yang kamu buat. Masukkan tabungan sebagai salah satu pos pengeluaran wajib. Pastinya dengan memperhitungkan kebutuhan lainnya.
Kamu bisa coba formula 4-3-2-1; 40% untuk kebutuhan rutin, 30% untuk cicilan utang, 20% untuk lifestyle, dan 10% untuk tabungan. Angka ini juga bukan angka mati. Kamu bisa kok menyesuaikannya dengan kebutuhan. Yang pasti, harus ada alokasi tabungan ya.
2. Mulai Biasakan Menabung dan Jangan Disabotase
Memulai kebiasaan menabung dengan jumlah kecil merupakan strategi efektif untuk membiasakan diri dengan pengelolaan keuangan yang baik, terutama bagi mereka yang merasa sulit untuk menabung dalam jumlah besar sekaligus. Langkah ini penting karena konsistensi dalam menabung sering kali lebih berdampak daripada jumlah yang ditabung pada satu waktu.
Nah, kalau sudah berhasil menabung, ya jangan disabotase ya. Ingat, bahwa kamu sudah punya anggaran untuk berbagai keperluan. Disiplinlah dengan anggaran tersebut, dan uang yang sudah “dikeluarkan” untuk ditabung tidak bisa balik lagi, seperti kalau kamu mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu.
Kamu juga bisa mencoba strategi menabung yang pernah dishare di web ini lo. Lumayan kan, kalau dalam satu tahun kamu bisa menabung 10 juta?
3. Kurangi Utang
Mengurangi utang dapat menekan peluang untuk menggunakan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari. Ketika kamu memiliki banyak utang, terutama dengan bunga tinggi, pembayaran bulanan yang besar dapat menguras pendapatan bulanan kamu. Akibatnya, hanya tersisa sedikit ruang untuk pengeluaran lainnya, termasuk menabung.
Dalam situasi seperti ini, tabungan yang seharusnya digunakan untuk tujuan jangka panjang atau darurat bisa terpakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau bahkan untuk membayar utang. Jadi, sementara kamu menyehatkan keuangan agar enggak makan tabungan, hindari dulu berutang dalam bentuk apa pun.
4. Cari Penghasilan Tambahan
Mencari sumber penghasilan tambahan adalah langkah strategis untuk memperkuat keuangan pribadi dan mengurangi peluang makan tabungan untuk biaya sehari-hari. Dengan menambahkan aliran pendapatan, kamu bisa meningkatkan total pendapatan bulanan. Hal ini secara langsung akan dapat membantu dalam mengurangi tekanan keuangan.
Pekerjaan sampingan atau memulai usaha kecil bisa sangat membantu dalam mengumpulkan uang ekstra yang tidak hanya menutup kebutuhan rutin tetapi juga memberikan ruang lebih untuk menabung. Pendapatan tambahan ini memungkinkan kamu untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus mengganggu tabungan yang sudah ada, yang idealnya disimpan untuk tujuan jangka panjang atau situasi darurat.
5. Bikin Tujuan Keuangan yang Serius
Menetapkan tujuan keuangan yang jelas adalah langkah penting dalam membangun disiplin finansial yang kuat. Tujuan ini berfungsi sebagai motivasi untuk terus menabung dan menghindari penggunaan uang tabungan secara sembarangan.
Dengan tujuan yang spesifik, kamu lebih mungkin untuk tetap pada rencana keuangan dan membuat keputusan yang bijaksana mengenai cara mengelola uang kamu.
So, buat tabungan kamu supaya punya “judul”. Mau dipakai buat apa nanti tabungannya? Buat liburan? Buat bayar DP rumah? Judul apa pun boleh, lalu tentukan nominal targetnya. Dengan begitu, kamu akan termotivasi agar tidak mengganggu tabungan.
Baca juga: Tujuan Keuangan Jangka Pendek yang Realistis: Bagaimana Menentukan Target yang Terjangkau
Nah, makan tabungan untuk keperluan sehari-hari dapat ditekan dengan beberapa hal yang kamu lakukan di atas. Jangan lupa, setelah satu bulan menggunakan anggaran yang telah dibuat, penting untuk mengulas kembali pengeluaran kamu dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
Proses evaluasi ini enggak hanya membantu kamu memahami kebiasaan belanja lebih baik tetapi juga memungkinkan kamu untuk membuat perubahan strategis yang meningkatkan efisiensi pengeluaran.
Dengan demikian, kamu dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya finansial dan menghindari kebiasaan mengambil uang dari tabungan, yang pada akhirnya akan mendukung kestabilan finansialmu dalam jangka panjang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Jadi Orang Introver Bisa Bikin Kaya! Emang Iya?
Katanya, dengan menjadi ekstover, seseorang punya peluang untuk sukses lebih besar. Anggapan ini mungkin berkaitan dengan kepribadian seorang ekstrover yang lebih terbuka sehingga punya banyak teman, bisa menjalin hubungan dengan baik, pun punya kemampuan berkomunikasi yang lebih baik. Lalu, kalau begitu bagaimana dengan orang introver, yang lebih tertutup, lebih tenang, dan reflektif? Apakah mereka tidak berpeluang bisa sukses? Bahkan enggak bisa jadi orang kaya?
Nah, ini nih. Banyak orang yang mungkin belum menyadari kekuatan seorang introver. Memang para introver itu lebih pemilih dalam pergaulan. Mereka enggak punya terlalu banyak teman, sirkelnya kecil. Namun, hal ini tidak menjadikan peluang untuk bisa kaya dan sukses mengecil.
Justru ada beberapa hal yang hanya dimiliki oleh para introver yang membuat mereka justru punya kesempatan lebih baik untuk sukses, termasuk dalam hal finansial. Enggak percaya?
Table of Contents
Karakteristik Orang Introver yang Bisa Membuatnya Kaya
Sebenarnya ini bukan versus mana yang lebih baik antara introver ataupun ekstrover. Keduanya tidak bisa dibandingkan, satu sama lain punya keunikan, kelebihan, dan kekurangan. Yah, namanya manusia ya kan?
Namun, ini lebih pada stereotip, yang sering kali menempatkan orang introver dalam posisi yang dianggap kurang menguntungkan dalam hal interaksi sosial. Padahal kemampuan interaksi sosial ini—oleh beberapa orang—dipandang sebagai kunci utama untuk sukses finansial.
Stereotip ini menggambarkan bahwa karena sifatnya yang lebih tertutup, introver mungkin menghadapi hambatan dalam mengembangkan jaringan atau memanfaatkan peluang yang sama seperti rekan ekstrovernya.
Namun, persepsi ini sangatlah salah kaprah.
Menjadi introver atau ekstrover memiliki pengaruhnya masing-masing terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk keuangan. Berikut beberapa keuntungan menjadi orang introvert dibandingkan orang ekstrovert dalam hal finansial.
1. Pengeluaran yang Lebih Terkendali
Orang introver cenderung menghabiskan waktu lebih banyak di rumah atau di lingkungan yang tenang. Artinya, mereka lebih bisa mengurangi pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti makan di luar, pergi ke klub, atau kegiatan sosial lain yang sering kali menghabiskan uang lebih banyak. Jatah untuk tabungan, investasi, atau dana darurat lebih longgar deh.
2. Lebih Banyak Mikir
Orang introver cenderung lebih banyak mikir sebelum bikin keputusan. Nah, karakter ini akan sangat menguntungkan kalau terkait soal finansial. Misalnya, jadi jauh dari peluang buat belanja impulsif. Mereka jadi bisa lebih fokus pada kebutuhan daripada keinginan, karena tiap kali mau beli sesuatu, mikir dulu.
3. Lebih Mudah Bikin Rencana Jangka Panjang
Orang introver juga akan lebih mudah membuat rencana keuangan jangka panjang. Karakternya yang reflektif akan sangat bermanfaat dalam merencanakan keuangan jangka panjang.
4. Hobinya Relatif Lebih “Murah”
Hobi orang introver cenderung lebih berorientasi pada kegiatan di dalam rumah atau yang bisa dilakukannya sendiri, seperti membaca, menulis, melukis, atau nonton film di streaming. Biayanya—harus diakui—lebih murah daripada pergi ke konser, nongkrong, atau hal-hal yang disukai orang ekstrover.
Ya, paling banter liburan sih, karena introver juga banyak yang suka traveling seperti halnya ekstrover.
5. Bisa Dapat Pendapatan Sampingan
Kecenderungan untuk menghabiskan waktu sendiri bisa mendorong introver untuk mencari sumber pendapatan sampingan yang enggak memerlukan interaksi sosial yang banyak. Contohnya seperti freelance writing, desain grafis, atau jadi investor. Hal ini bisa meningkatkan kapasitas finansial mereka tanpa meninggalkan zona nyaman masing-masing. Asyik banget!
6. Networking yang Lebih Fokus
Meskipun networking sering kali dianggap sebagai kegiatan yang lebih cocok untuk kaum ekstrover, tapi para introver ini juga bisa kok berjejaring. Justru, mereka bisa jadi lebih efektif dalam membangun koneksi yang lebih dalam dengan sejumlah kecil orang, yang bisa menguntungkan dalam hal karier dan peluang bisnis yang sedang mereka perjuangkan.
Nah, gimana? Relate enggak nih?
Tapi ingat ya, penting untuk dicatat bahwa uraian ini adalah generalisasi dan seseorang bisa saja memiliki karakteristik yang berbeda terlepas dari identifikasi mereka sebagai orang introver atau ekstrover.
Kedua tipe kepribadian memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing dalam konteks keuangan, dan banyak faktor lain yang berkontribusi pada keberhasilan finansial seseorang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Orang Indonesia Sulit Nabung, Cuma Bisa 3% dari Gaji, Kok Bisa?
Orang Indonesia ternyata beneran sulit nabung!
Kok bisa?
Di salah satu berita, terungkap bahwa di Indonesia, rasio tabungan terhadap produk domestik bruto (PDB) berada pada angka yang cukup rendah, yaitu hanya 20%. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti Malaysia dan Australia, di mana rasio tabungan mereka mencapai 80% dan 175% dari PDB masing-masing.
Fakta ini mengungkapkan bahwa banyak orang di Indonesia masih sulit nabung dan belum menyisihkan cukup dari penghasilan mereka untuk tabungan. Bahkan, rata-rata, masyarakat hanya mampu menabung sekitar 3% saja dari gaji bersih mereka.
Padahal, untuk memastikan kondisi keuangan yang sehat, dianjurkan untuk menabung minimal 10% dari penghasilan bersih.
Bahkan, ketika melihat ke dalam dana pensiun, angkanya pun menunjukkan kecenderungan yang sama. Porsi tabungan untuk dana pensiun di Indonesia hanya mencapai 6% dari PDB, menandakan bahwa persiapan untuk masa depan, khususnya pensiun, masih belum menjadi prioritas bagi banyak orang.
Table of Contents
Penyebab Sulit Nabung
Mengapa orang Indonesia sulit nabung? Dalam artikel terkait enggak dijelaskan sih. Tetapi, bisa jadi karena alasan-alasan berikut ini.
1. Fokus pada Keinginan Saat Ini
Banyak orang lebih mementingkan membeli barang-barang seperti gadget, tas, atau baju terbaru daripada menabung. Karena barang-barang ini bisa dilihat dan dirasakan, sementara tabungan hanya berupa angka.
2. Pengeluaran Setara Penghasilan
Kebiasaan menghabiskan seluruh penghasilan untuk memenuhi keinginan membuat enggak ada sisa uang untuk ditabung. Boro-boro nabung, ada yang sampai berutang demi keinginan tersebut.
3. Dampak FOMO
Informasi yang cepat beredar membuat orang ingin selalu mengikuti tren terbaru, sering kali mengabaikan kebutuhan utama. Akibatnya, uang yang seharusnya bisa ditabung, malah terpakai.
4. Tanpa Tujuan Finansial
Enggak punya tujuan finansial bisa membuat kondisi keuangan menjadi enggak stabil dan tak terarah, mirip dengan berkendara tanpa tujuan yang jelas.
Cara Efektif supaya Enggak Sulit Nabung dari Gaji
Memang, ada banyak strategi menabung yang sebenarnya bisa dilakukan. Namun, katanya tetep aja sulit nabung. So, ini ada beberapa cara alternatif agar bisa menabung lebih banyak yang barangkali belum pernah dicoba.
1. Challenge Tabungan
Coba bikin tantangan tabungan untuk kamu taklukkan sendiri. Misalnya, bikin tantangan 52 minggu yang memungkinkanmu menabung Rp1.000 lebih banyak setiap minggu. Atau, bisa juga tantangan sebaliknya, dimulai dengan jumlah yang besar dan berkurang setiap minggu. Ini membuat proses menabung lebih interaktif dan menyenangkan.
2. Tabungan “Tidak Terlihat”
Setiap kali kamu mendapatkan uang dalam bentuk kembalian saat berbelanja, simpan uang koin atau uang kertas kecil tersebut ke dalam tabungan. Cara ini membuat kamu “enggak sadar” menabung karena jumlahnya yang kecil setiap kali.
3. Hentikan atau Kurangi Kebiasaan Mahal
Identifikasi satu atau dua kebiasaan mahal yang kamu miliki. Misalnya minum kopi mahal setiap hari, merokok, atau membeli makanan siap saji. Lalu, hentikan atau kurangi secara signifikan. Alokasikan uang yang biasanya digunakan untuk kebiasaan tersebut ke dalam tabungan.
4. Round-Up Savings
Kamu suka belanja online? Di beberapa platform ecommerce, kamu bisa saja membulatkan nominal checkout ke atas. Selisihnya kemudian dipakai sebagai tabungan, seperti emas digital.
Nah, ini juga bisa menjadi jalan ninja menabung tanpa effort berlebihan kan? Misalnya, jika kamu membeli sesuatu seharga Rp49.500, aplikasi akan membulatkannya menjadi Rp50.000 dan Rp500 akan langsung disimpan ke dalam tabungan emas digital.
5. Tabungan Reward
Setiap kali kamu melakukan kegiatan tertentu—misalnya berolahraga, membaca buku, atau menyelesaikan tugas rumah tangga—sisihkan jumlah uang tertentu ke dalam tabungan. Anggaplah ini sebagai “reward” atas hal baik yang sudah kamu lakukan. So, dengan begini enggak cuma bisa bikin kamu nabung, tapi juga mendukung punya kebiasaan baik. Oke banget kan?
6. Jual Barang yang Tidak Digunakan
Lakukan decluttering, dan jual barang-barang yang enggak lagi kamu gunakan atau butuhkan. Kamu bisa mengadakan garage sale di rumah, atau bisa juga secara online. Uang dari penjualan ini bisa langsung ditambahkan ke dalam tabungan kamu.
7. Ikuti Kelas Keuangan Pribadi
Investasikan waktu dan mungkin sedikit uang untuk mengikuti kursus keuangan pribadi. Pengetahuan dan keterampilan yang kamu peroleh dapat membantumu membuat keputusan keuangan yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan tabunganmu.
Ya, kelas mana lagi kalau enggak FCOS-nya QM Financial?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Beban Kerja, Penghasilan, dan Tabungan: Menemukan Keseimbangan yang Tepat
Di dunia kerja yang semakin berubah budayanya, banyak karyawan berjuang demi menemukan keseimbangan antara beban kerja dan waktu yang tersedia untuk aspek lain dalam hidup. Termasuk soal keuangan pribadi.
Dilema ini lantas memunculkan pertanyaan penting: gimana caranya bisa menyeimbangkan beban kerja yang tinggi dengan kebutuhan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup, sekaligus memiliki tabungan yang memadai?
Nah, gimana hayo?
Dan, mengapa sih keseimbangan ini penting?
Table of Contents
Beban Kerja dan Pengaruhnya terhadap Penghasilan
Beban kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap penghasilan. Hal ini sih sebenarnya merupakan dinamika yang jamak terjadi. Apalagi di masa sekarang.
Satu sisi, beban kerja dinilai (seharusnya) berbanding lurus dengan penghasilan. Logikanya, memang, kalau beban tinggi maka imbalan yang diterima juga akan sepadan. Hal ini umum terjadi misalnya dalam industri perbankan dan konsultasi. Sudah jadi rahasia umum bekerja di bank itu, jam kerjanya panjang, dan dikompensasi dengan gaji yang tinggi.
Sayangnya, enggak semua karyawan bisa merasakan situasi yang sepadan ini. Bahkan, sering terjadi, ketika beban kerja berlebihan—dengan kondisi yang terus berlanjut—ternyata enggak diiringi oleh kompensasi yang setara juga. Akibatnya timbul konsekuensi negatif pada kualitas hidup dan kesehatan mental karyawan.
Stres kronis, kelelahan, dan burnout adalah bentuk yang sering terjadi. Hal ini enggak hanya merugikan karyawan, tapi juga perusahaan melalui penurunan produktivitas dan tingkat kehadiran. Industri kreatif, seperti desain dan teknologi, sering kali mengalami paradoks ini. Ketika kreativitas yang seharusnya berkembang dalam kebebasan dan ruang waktu yang lebih luas, terkadang justru tertekan di bawah beban kerja yang tak terkelola dengan baik.
So, penting bagi industri dan karyawannya untuk bisa menemukan titik keseimbangan, di mana beban kerja enggak hanya menghasilkan penghasilan yang memadai tetapi juga mempertahankan kesehatan mental dan kesejahteraan keseluruhan.
Penghasilan dan Potensinya untuk Tabungan
Penghasilan memainkan peran kunci dalam menentukan kemampuanmu untuk menabung. Hal ini akan dapat membuka jalan bagi keamanan finansial jangka panjang.
Aturan mainnya sebenarnya sudah cukup jelas; bahwa semakin tinggi penghasilan, semakin besar potensi untuk menyisihkan sebagian untuk tabungan. Namun, ternyata enggak cukup hanya punya penghasilan yang tinggi. Adalah penting juga buat karyawan untuk bisa mengoptimalkannya.
Gimana tuh caranya? Salah satunya bisa dengan meningkatkan keterampilan atau pendidikan tambahan. Dengan memiliki keterampilan yang lebih baik, maka pintu peluang yang lebih baik pun akan terbuka. Pada akhirnya, penghasilan juga akan lebih tinggi.
Sudah selesai? Sudah bisa terjamin bisa menabung? Ternyata, belum. Diversifikasi sumber penghasilan pun diperlukan sebagai bagian dari strategi cerdas agar kamu bisa menabung lebih banyak.
Yes, alih-alih bergantung pada satu sumber penghasilan, memiliki beberapa arus penghasilan—baik itu dari pekerjaan utama, pekerjaan sampingan, investasi, atau usaha sampingan—dapat memberikan lapisan keamanan tambahan.
Dengan begitu, enggak hanya mengurangi risiko finansial, peluang untuk menabung dan investasi juga akan semakin besar. So, kombinasi penghasilan yang stabil dan strategi diversifikasi yang bijaksana menjadi kunci untuk membangun tabungan yang kuat dan keamanan finansial jangka panjang.
Peran Tabungan dalam Keseimbangan Finansial
Tabungan memegang peranan penting dalam menciptakan keseimbangan finansial, terutama dalam hal keamanan finansial jangka panjang.
Enggak cuma tentang menyisihkan sebagian uang, tetapi tentang penjaminan terhadap masa depan dan di masa-masa darurat.
Investasi juga merupakan bagian dari tabungan, meskipun ya tetap berbeda karena investasi memiliki risiko. Namun dengan investasi, kita bisa melipatgandakan tabungan, berkat adanya compound interest.
Investasi ini bisa dalam bentuk saham, obligasi, reksa dana, atau properti. Jangan lupa untuk selalu melakukan riset dan memahami risiko sebelum memulai investasi. Diversifikasi portofolio investasi juga penting untuk mengurangi risiko dan memaksimalkan potensi pengembalian.
Dengan demikian, peran tabungan dalam keseimbangan finansial tidak hanya sebagai penyimpan nilai, tetapi juga sebagai alat untuk membangun kekayaan dan keamanan finansial jangka panjang.
Menemukan Keseimbangan
Lalu, gimana caranya menemukan keseimbangan antara ketiganya; beban kerja, penghasilan, dan tabungan? Supaya ketika beban kerja kamu besar, penghasilan juga sepadan, kamu juga bisa menabung dengan porsi yang juga setara.
Well, hal tersebut enggak mustahil kok diwujudkan. Kamu perlu melakukan beberapa hal berikut.
1. Menentukan Prioritas dengan Tepat
Bisa menentukan prioritas dan pengaturan waktu yang efektif bisa jadi koentji yang pertama untuk menemukan keseimbangan ini.
Untuk itu, kamu harus dapat menilai secara realistis terhadap berapa banyak waktu yang dapat dihabiskan untuk bekerja tanpa mengorbankan kesehatan dan kehidupan pribadi.
Misalnya nih, kamu memilih melakukan pekerjaan dengan jam kerja yang lebih fleksibel atau kurang menuntut untuk memastikan waktu yang cukup untuk kegiatan pribadi dan keluarga. Meskipun, dengan demikian, penghasilan bisa saja lebih rendah. Namun, di sisi lain, beban kerja yang lebih tinggi dapat diterima jika ini sesuai dengan tujuan jangka pendek, seperti menabung untuk tujuan tertentu.
2. Disiplin
Peran disiplin diri dan perencanaan juga tidak bisa diremehkan dalam menemukan keseimbangan ini.
Menetapkan anggaran bulanan dan mengevaluasi secara berkala pengeluaran dan tabungan adalah penting. Disiplin diri untuk tetap pada anggaran dan menunda kepuasan instan adalah langkah sangat penting selanjutnya. Mengapa? Karena untuk memastikan bahwa penghasilan enggak hanya terkelola dengan baik tetapi juga dialokasikan untuk tabungan dan investasi.
Contohnya, cobalah untuk mulai menghindari pembelian impulsif. Pertimbangan belanja seharusnya berdasarkan kebutuhan. Jika memang ingin membeli sesuatu sebagai rewards, pastikan bahwa kamu sudah menganggarkannya.
3. Menjalani Gaya Hidup yang Sesuai
Akhirnya, penyesuaian gaya hidup dan pola pikir juga diperlukan untuk mendukung keseimbangan ini. Mengakui kalau kamu tuh enggak selalu bisa untuk memiliki segalanya sekaligus itu penting! Dengan begitu, kamu pun akan bersedia membuat kompromi dalam jangka pendek, sehingga dapat membantu dalam mencapai tujuan jangka panjang.
Dengan pendekatan yang disiplin dan terencana, menemukan keseimbangan yang tepat antara beban kerja, penghasilan, dan tabungan adalah sangat mungkin. Pada akhirnya, hal ini akan bisa membawa manfaat yang signifikan buatmu, baik untuk kesehatan finansial maupun kepuasan pribadi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Training Keuangan bagi First Jobbers: Ini Dia 5 Alasan Pentingnya
Training keuangan merupakan salah satu jenis training penting yang sebaiknya diberikan oleh pihak human resource perusahaan yang perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya. Nggak hanya pada mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi di perusahaan, tetapi juga bagi mereka yang baru saja bergabung terutama yang masih first jobbers.
First jobbers adalah sebutan bagi mereka yang baru saja menapakkan kaki di dunia kerja yang qeras ini, lantaran baru lulus dari kuliah. Masih kinyis-kinyis, gitu katanya. Hal yang sering dirasakan pada fase ini biasanya adalah pengin buru-buru mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Karena itu, keterampilan untuk manajemen keuangan seharusnya sudah mulai dipelajari dan didalami. Gaji mungkin memang belum terlalu besar, tapi jangan salah, justru di sinilah garis start untuk mulai mengelola keuangan dengan benar.
Kamu bisa saja belajar keuangan sendiri, tetapi akan lebih komprehensif jika diberikan oleh perusahaan sesuai dengan jenjang kariermu. Saat pada fase recruit ini, kamu perlu membangun kebiasaan keuangan yang baik. Nanti setelah beberapa tahun kamu bekerja, fasenya akan berbeda lagi, dan perlu kembali mendapatkan training keuangan. Nah, saat menjelang pensiun, sebagai karyawan, kamu juga membutuhkan training keuangan sekali lagi, demi menyiapkan diri menghadapi masa pensiun yang sudah dekat.
Tapi, mengapa fase recruit ini penting untuk mendapatkan training keuangan? Kan gaji juga belum besar, bisalah diatur sendiri. Eits, jangan salah. Training keuangan itu bakalan dibutuhkan banget untuk first jobber. Ini dia alasan-alasannya.
Alasan Mengapa First Jobber Butuh Training Keuangan
1. Punya kebiasaan keuangan yang baik sejak dini
Faktanya, tak banyak orang yang memiliki keterampilan mengelola keuangan yang baik di masa mudanya. Apalagi, soal keuangan ini memang tak pernah diajarkan di bangku sekolah maupun kuliah.
Oleh orang tua kita? Biasanya yang diajarkan adalah kebiasaan menabung, tetapi jarang banget kita belajar bagaimana belanja dengan bijak sejak kecil. Betul? Padahal pada aktivitas belanja ini yang seharusnya kita fokus untuk belajar, biar enggak jor-joran.
Apalagi di fase entry level, ketika kita baru saja mandiri dan bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Perasaan jadi kayak mau balas dendam, betul?
Di sinilah kita perlu training keuangan, yang dapat melatih kita untuk terbiasa belanja dengan bijak agar tak membahayakan cash flow keuangan kita. Gaji harus dikelola dengan baik, supaya bisa dipakai sampai gajian lagi berikutnya.
2. Dapat segera menentukan tujuan keuangan
Di masa-masa fase awal, para first jobber biasanya juga belum tahu bahwa memiliki tujuan keuangan itu penting. Apalagi yang jangka panjang seperti pensiun. Baru saja dapat kerjaan, masa sih sudah mikirin pensiun? Gitu mungkin ya?
Padahal, justru saat baru mulai bekerja inilah, saat yang tepat untuk mulai membuat rencana pensiun, kalau kamu memang mau nanti ingin menjalani masa pensiun yang mandiri dan sejahtera.
Hal yang sama juga berlaku untuk berbagai tujuan keuangan penting lainnya. Pasalnya, menentukan tujuan keuangan itu sama dengan kita membuat tujuan hidup. Pertanyaannya tak pernah lepas dari: mau hidup seperti apa nanti? Pengin mencapai apa saja nanti? All about dreams and achievement!
Kalau nggak segera direncanakan melalui training keuangan, terus kapan lagi?
3. Nggak sembarangan berutang
Utang biasanya juga jadi jebakan betmen, apalagi bagi seorang first jobber yang baru saja pegang kartu kredit. Belum lagi dengan berbagai tawaran pinjol dan paylater yang belakangan berkembang secara luar biasa. Ditambah dengan belum bijak dalam belanja, jadi deh, perilaku konsumtif dipelihara. Dengan tambahan beban cicilan utang.
Tanpa training keuangan yang komprehensif, mengambil pinjaman dana alias utang bisa jadi sandungan besar dalam arus kas keuangan buat first jobber. Akibatnya ya jadi kebiasaan keuangan yang kurang baik ke depannya.
4. Bisa memilih proteksi dengan baik
First jobber itu biasanya kan masih lajang, masa sudah butuh asuransi? Eits, jangan salah loh! Kalau kamu adalah first jobber adalah sandwich generation, yang menjadi tulang punggung keluarga besarmu, maka kamu akan butuh asuransi jiwa sekarang juga.
Di samping itu, kamu juga butuh proteksi kesehatan. Memang sih, perusahaan-perusahaan sudah diwajibkan oleh pemerintah untuk mengikutsertakan karyawannya dalam BPJS Kesehatan. Akan tetapi, tentu ini mesti disesuaikan dengan kebutuhan.
Kalau kamu adalah sandwich generation, maka kamu juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan asuransi kesehatan untuk seluruh keluargamu. Ini adalah hal yang tidak akan terpikirkan kalau tidak melalui training keuangan yang komprehensif.
5. Segera punya tabungan dan investasi
Belanja teros … Bayar pakai kartu kredit dan paylater teros, tanpa bisa mengendalikan diri, atas nama healing dan self reward. Sampai-sampai tak pernah punya tabungan, apalagi investasi.
Lagu lama? Betul. Bisa jadi akan selalu ada first jobber yang punya masalah seperti ini, karena belum mendapatkan training keuangan yang pas dari kantor tempatnya bekerja.
Atau bisa jadi, nggak punya tabungan dan investasi, karena semua uang yang didapatkan langsung dipakai untuk kebutuhan keluarga besar.
Hal ini bisa kamu cari solusi, jika kamu memiliki keterampilan pengelolaan keuangan yang baik. Untuk itulah, training keuangan diperlukan.
Nah, itu dia beberapa alasan mengapa first jobber membutuhkan training keuangan yang komprehensif.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Dana Darurat dan Tabungan: Beda atau Sama?
Kamu pasti sudah tahu, betapa pentingnya memiliki tabungan dan membangun dana darurat yang ideal dalam rencana keuangan. Dengan adanya dua hal ini, keuangan di masa depan yang lebih aman.
Tapi ternyata, masih banyak yang rancu mengartikan keduanya. Dianggap sama, padahal keduanya punya fungsi yang berbeda.
Apa beda dana darurat dan tabungan? Nah, mari kita bahas dalam artikel kali ini.
Dana Darurat
Mari kita mulai dari pengertian dana darurat.
Dana darurat merupakan cadangan dana yang bisa kita manfaatkan untuk menghadapi kondisi yang darurat. Seperti yang selalu ditekankan oleh trainer QM Financial, bahwa dana ini merupakan salah satu tujuan keuangan yang paling penting dan utama yang harus dipenuhi dulu oleh setiap orang.
Jadi, bisa dibilang, bahwa dana darurat merupakan tulang penopang untuk rencana keuangan. Tanpa adanya cadangan dana ini, rencana keuangan akan dibayangi oleh risiko-risiko yang bisa terjadi di sepanjang perjalanan kita mewujudkan rencana.
Pastinya hal itu tidak kita inginkan, bukan?
Penggunaan Dana Darurat
Tujuan dari dana darurat adalah agar kita mempunyai dana yang cukup, yang bisa dipakai dulu untuk mengatasi masalah yang ada atau ketika muncul kondisi darurat, tanpa harus mengganggu cash flow harian.
Apa sih yang disebut dengan kondisi darurat ini?
Di antaranya:
- Tertimpa musibah, misalnya rumah kena banjir, untuk bersih-bersih dan memperbaiki yang rusak setelah banjir.
- Kehilangan mata pencaharian, misalnya terkena dampak pandemi sehingga bisnis menurun, atau terkena PHK, untuk menyambung napas sampai mendapatkan pekerjaan atau pemasukan lagi.
- Peralatan rusak, misalnya laptop yang biasa dipakai kerja, untuk biaya servisnya.
- Sakit, tetapi belum bisa mengklaim asuransi karena satu dan lain sebab.
Dengan adanya cadangan dana ini, kita bisa mengatasi masalah dan menyambung napas tanpa harus mengambil tabungan, yang mungkin sudah punya tujuannya sendiri.
Berapa Besarnya?
Idealnya, buat kamu yang masih single dan belum ada tanggungan, dana darurat harus mencukupi untuk hidup selama 4 kali pengeluaran bulanan.
Nah, jika kamu sudah menikah, apalagi sudah punya anak, maka besarannya harus disesuaikan juga. Sila cek artikel yang mengulas khusus tentang dana darurat ini ya, supaya lebih jelas.
Dana darurat bisa disimpan dalam bentuk rekening bank, reksa dana, juga deposito, sejauh instrumen tersebut dijamin keamanannya dan bisa dengan cepat dicairkan.
Tabungan
Tabungan adalah dana yang sudah ada peruntukannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan terbesarnya, lantaran dana darurat disimpan untuk “kondisi darurat” tanpa kita tahu kondisi daruratnya seperti apa.
Biasanya tabungan bisa dalam bentuk rekening bank, atau juga bentuk lain. Berbeda dengan dana darurat yang lebih mengutamakan keamanan dan likuiditas—atau kecepatan pencairan—tabungan bisa jadi dalam bentuk investasi, yang artinya dalam dikembangkan dengan potensi imbal yang menjanjikan. Meski demikian, tetap harus juga memperhatikan aspek keamanan dan likuiditasnya.
Besarnya Berapa?
Dalam ilmu mengelola keuangan, biasanya disarankan untuk kita bisa menabung setidaknya 10% dari penghasilan rutin kita setiap bulan. Nah, mau dialokasikan di mana, itu pastinya tergantung kondisi dan tujuan menabung masing-masing.
Target jumlahnya sudah pasti enggak tergantung pada berapa kali pengeluaran bulanan, melainkan secara nominal dengan jelas. Misalnya, satu juta, dua puluh juta, tiga miliar, dan seterusnya.
Penggunaan Tabungan
Tabungan biasanya sudah punya jatah sendiri, mau dipakai untuk apa. Misalnya untuk membeli gadget baru, buat kurban dan ngerayain Lebaran, atau yang lainnya.
Berikut beberapa hal yang biasanya menjadi alasan kita memiliki tabungan:
- Untuk pensiun, kita bisa menabung melalui DPLK, DPPK, atau bisa membuat tabungan sendiri. Dengan saham, misalnya, atau dengan instrumen yang lain.
- Untuk DP rumah, buat yang pengin punya rumah sendiri. Selain memikirkan skema untuk kredit, jika memang mau ambil, DP rumahnya sendiri juga butuh nominal yang enggak sedikit loh!
- Buat nikah, karena sudah enggak zamannya menikah dengan menjadi beban orang tua, betul?
- Liburan, beli mobil, beli gadget baru, dan seterusnya
Nah, itu dia perbedaan mendasar antara dana darurat dan tabungan yang perlu kamu tahu.
Mau tahu lebih banyak tentang dana darurat? Kamu bisa mempelajarinya di Udemy loh! QM Financial punya modul yang mencakup ilmu membangun dana darurat ini di Journey for Singles.
Enaknya belajar di Udemy, kamu enggak terikat oleh waktu. Kamu bisa mempelajari semua materi kapan pun, karena aksesnya lifetime untuk sekali pembayaran saja.
Asyik kan?
Yuk, belajar bareng di Udemy. Tim QM Financial tunggu di sana ya!
Ini Beda Aset Akumulatif dan Aset Generatif Beserta Contohnya
Bahas obrolan Keisha dan Erina yang ada di bagian visual narrative lesson di aplikasi Levio x QM Financial lagi yuk! Iya, seru banget soalnya. Nah, di sini ada bagian ketika mereka ngobrolin soal aset akumulatif dan aset generatif.
Apa sih bedanya, sebenarnya?
Yuk, kita lihat
Aset Akumulatif dan Aset Generatif: Ini Bedanya
Aset Akumulatif
Aset akumulatif adalah aset yang didapatkan ketika kita melakukan investasi atau menabung hingga mencapai jumlah tertentu, sesuai dengan perhitungan kita di awal. Tabungan atau investasi yang mencapai jumlah tertentu ini kemudian dapat kita pergunakan, tetapi kita harus ingat, bahwa jumlah tabungan ini nantinya akan habis pada waktunya.
Misalnya begini.
Kita mengumpulkan uang, katakanlah di tabungan, secara konsisten sesuai rencana hingga akhirnya dapat mencapai Rp100 juta. Pada waktunya, uang Rp100 juta ini kemudian dipakai untuk kebutuhan tertentu. Maka uang Rp100 juta ini pun habis.
Untuk punya uang lagi, kita harus mulai menabung lagi dari awal.
Contoh produk untuk aset akumulatif ini adalah tabungan, deposito, reksa dana, emas, dan unitlink.
Mari kita lihat contohnya pada tabungan dan deposito
Tabungan dan deposito sama-sama merupakan produk perbankan. Keduanya bisa menjadi aset akumulatif yang bisa menjadi instrumen kita untuk memenuhi beberapa jenis kebutuhan.
Biasanya, kita menabung untuk suatu tujuan dengan cara menyisihkan penghasilan dengan alokasi tertentu. Kamu dapat menabung kapan saja dan kamu dapat mengambil uang di tabungan kamu kapan saja, untuk keperluan apa saja.
Meskipun dengan tabungan kamu bisa mendapatkan bunga, tetapi kalau pokok tabungan itu sendiri kamu pergunakan, maka di suatu titik, tabungan akan habis.
Begitu juga dengan deposito. Jika dilihat sekilas, deposito hampir mirip dengan tabungan karena keduanya dapat berfungsi untuk menyimpan uang. Namun keduanya adalah hal yang berbeda. Deposito adalah produk dari bank yang dapat dikategorikan sebagai investasi. Deposito dapat habis, ketika kamu memakai pokok deposito saat sudah jatuh tempo untuk suatu kebutuhan.
Misalnya saja. Kita mendepositokan dana sebesar Rp200 juta, dengan suku bunga 5% untuk tenor 2 tahun. Di masa akhir jatuh tempo, dana pokok deposito tersebut cair. Berikut dengan bunganya, dana deposito kita ambil semua untuk membayar biaya sekolah anak di luar negeri.
Nah, ini artinya, dana di deposito habis. Untuk bisa mendapatkannya lagi, maka kita harus menyetorkan dana segar lagi ke deposito tersebut.
Aset Generatif
Aset generatif adalah aset aktif yang dikumpulkan dan kemudian bisa dikonversi sedemikian rupa sehingga mampu mendatangkan passive income.
Misalnya kita memiliki uang Rp2 miliar, lalu uang tersebut disimpan di bank dalam bentuk deposito. Bunga deposito yang diperoleh, katakanlah, 5% dalam satu tahun. Itu artinya, dalam satu bulan, kita akan menerima bunga yang bisa dipakai untuk mencukupi kebutuhan hidup kita. Dana pokok deposito tidak terganggu, kita “hanya” mengambil hasil pengembangannya saja untuk digunakan. Ini artinya, kita menggunakan deposito tersebut sebagai aset generatif.
Selain deposito, yang termasuk aset generatif lainnya adalah surat berharga dan properti.
Surat berharga
Surat berharga merupakan surat yang memiliki nilai dan diakui serta dilindungi oleh hukum sehingga dapat digunakan untuk alat transaksi perdagangan, penagihan, pembayaran dan sejenisnya. Terdapat 2 jenis surat berharga yaitu saham dan obligasi.
Saham merupakan surat berharga perusahaan yang memberikan peluang kepada investor untuk mendapatkan keuntungan. Aset generatif saham misalnya didapatkan dari pembagian dividen.
Obligasi atau surat utang merupakan aset aktif yang berupa surat pernyataan peminjaman dana yang berasal dari suatu pihak. Pihak yang mendapatkan pinjaman dana harus memenuhi beberapa kewajiban kepada pihak yang memberi pinjaman atau investor.
Salah satu kewajiban pihak peminjam yang biasanya disepakati adalah membayar bunga atau kupon secara berkala. Nah, kupon atau bunga ini bisaa digunakan untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan pokok pinjamannya “tidak terganggu” dan tetap utuh. Di sinilah, surat utang ini berfungsi sebagai aset generatif.
Properti
Aset aktif properti juga bisa menjadi aset generatif. Misalnya saja rumah petak. Kita punya dua rumah petak; yang satu ditinggali bersama keluarga, sedangkan yang lain disewakan, yang kemudian dapat memberikan penghasilan berupa uang sewa. Maka properti kedua ini adalah aset generatif.
Nah, sekarang sudah jelas kan ya, bedanya?
Kalau dalam modul di Levio, aset akumulatif dan aset generatif ini dianalogikan dengan ayam pedaging dan ayam petelur.
Pengin tahu lebih jauh tentang aset akumulatif dan aset generatif, atau mungkin penasaran dengan pelajaran finansial apa lagi yang bisa didapatkan di aplikasi Levio x QM Financial ini?
Yuk, segera daftarkan dirimu untuk bisa mencoba pengalaman belajar finansial seru dengan metode gamified microlearning di sini!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Mau Pakai Dana Darurat? Lakukan 5 Hal Ini!
Dana darurat memang ada sebagai cadangan dana di saat-saat sulit, seperti di masa pandemi COVID-19 ini. So, kalau sekarang kamu mengalami kesulitan arus kas, mungkin kamu bisa mempertimbangkan untuk pakai dana darurat untuk menyambung hidup.
Banyak orang yang kehilangan pekerjaan–yang berarti pengurangan penghasilan–selama kegiatan perekonomian terhenti. Di saat ini, yang harus kita utamakan memang kesehatan, sehingga semaksimal mungkin kita bekerja dari rumah. Tetapi, enggak semua orang punya privilege untuk membawa pulang pekerjaannya. Mereka yang mendapatkan imbalan harian agaknya akan harus mengalami masa sulit.
Sekarang, baru kerasa kan betapa pentingnya memiliki dana darurat? Dana darurat akan bisa memperpanjang napas, setidaknya beberapa bulan ke depan.
So, kamu mau pakai dana darurat untuk bertahan hidup? Boleh saja mulai kamu pertimbangkan. Karena dana darurat adalah dana cadangan, maka enggak boleh sembarangan juga dipakai; harus lebih berhati-hati. Karena, ingat, untuk sementara waktu, penghasilan kamu berhenti loh! Sungguh ketidakpastian yang membuat waswas kan? Makanya, harus diperhitungkan dengan baik.
Berikut beberapa pertimbangan yang harus kamu pikirkan jika kamu mau pakai dana darurat untuk bertahan hidup
1. Berapa kebutuhannya?
Berapa sih kekurangan biaya hidup yang harus kamu tanggung selama masa pandemi virus korona ini? Sudah kamu hitungkah?
Ayo, dihitung secara realistis. Berapa pengeluaranmu untuk kebutuhan hidup? Cobalah untuk membuat catatan pengeluaran lagi, karena pola arus kas sebelumnya sudah enggak relevan lagi. Banyak pos yang berubah kan? Pun banyak kebiasaan keuangan baru yang kita lakukan. Jangan sampai nih, kamu memutuskan untuk pakai dana darurat, tetapi sebenarnya masih ada pos pengeluaran lain yang belum dihemat.
Jadi, coba hitung lagi pengeluaran kamu, dan bandingkan dengan penghasilan yang mungkin masih ada. Dari situ akan terlihat, berapa banyak kebutuhanmu.
2. Cairkan sesuai kebutuhan
Biasanya, kita menaruh dana darurat di beberapa instrumen sekaligus, mulai dari tabungan biasa, tabungan berjangka, Reksa Dana Pasar Uang, logam mulia, dan lain sebagainya. Enggak perlu semua langsung dicairkan dong ya?
Kalau kamu sudah melakukan perhitungan kekurangan biaya hidup seperti di poin 1, mestinya kamu pun sudah bisa membayangkan seberapa banyak kamu harus pakai dana darurat itu. Lalu, cek besaran dana darurat yang ada di instrumennya, mana nih yang jumlah nominalnya mendekati?
Kamu juga perlu memperhitungkan kecepatan pencairannya ya. Untuk Reksa Dana Pasar Uang, mungkin bisa butuh beberapa hari. Begitu juga dengan logam mulia–emas misalnya, kamu akan butuh waktu untuk menjualnya. Kalau tabungan biasa dan tabungan berjangka mungkin enggak perlu waktu terlalu lama.
Namun, untuk tabungan berjangka dan deposito, kamu kan harus menanggung penalti jika dicairkan sebelum jatuh tempo. Nah, ini juga harus kamu perhitungkan ya, ketika hendak pakai dana darurat.
3. Gunakan dengan bijak
Keep in mind ya, bahwa kalau kamu pakai dana darurat, ini berarti kamu sedang menggunakan dana cadangan hidup kamu. Bukan uang kaget, uang yang tiba-tiba jatuh dari langit. Bukan uang yang bisa dihambur-hamburkan begitu saja.
Jadi, pergunakanlah dengan bijak. Kalau perlu buatlah anggaran pemakaian dana darurat ini, supaya tepat sasaran.
4. Catat pemakaiannya
Begitu pakai dana darurat, buatlah juga catatannya. Berapa banyak yang kamu pakai, dan berapa yang sudah dikeluarkan.
Dengan cara ini, kamu akan bisa mengevaluasi kembali nantinya saat kondisi sudah lebih baik. Untuk apa dievaluasi kembali? Nah, ini penjelasannya ada di poin selanjutnya.
5. Buat komitmen untuk mengganti
Ya, untuk menggantinya. Dana darurat ini memang bisa menjadi penolong di masa sulit, tetapi setelah pakai dana darurat ya harus diganti. Ke depannya kan hidup kita juga masih panjang. Siapa yang akan jamin semua akan lurus-lurus saja? Bisa saja masa sulit akan datang lagi kan, meski bentuknya lain.
Jadi, memang, untuk pakai dana darurat, kamu harus bijak dan setelah itu, buatlah komitmen untuk menggantinya ketika kondisinya sudah membaik nanti.
Bagaimana caranya? Kita akan bahas di artikel terpisah, supaya enggak terlalu panjang ya.
Nah, semoga dengan sedikit tip di atas, kamu bisa bijak ketika harus pakai dana darurat untuk bertahan hidup di masa sulit ini.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Pasangan Suami Istri Sering Saling Merahasiakan 5 Hal Keuangan Ini
Bagaimana jika pasangan suami istri saling mempunyai rahasia? Well, mungkin untuk beberapa hal–demi kebaikan bersama–masih bisa ditoleransi. Namun, kalau rahasia itu menyangkut keuangan, nah … itu bisa jadi runyam.
Pada kenyataannya, hal ini memang bisa terjadi. Alasannya bisa bermacam-macam, dan hanya pasangan suami istri tersebutlah yang tahu. Ya, pasti ada alasan yang cukup kuat hingga membuat masing-masing pihak saling merahasiakan, tetapi harus waspada, karena rahasia keuangan seperti ini berpeluang untuk menciptakan konflik di kemudian hari. Bisa jadi masalah besar.
Rahasia keuangan apa saja yang berpeluang menjadi konflik rumah tangga antara pasangan suami istri itu? Mari kita lihat satu per satu.
5 Hal Keuangan yang Sering Menjadi Rahasia Pasangan Suami Istri
1. Utang
Ini kisah yang benar-benar terjadi. Seorang teman menikah dengan teman masa kecilnya. Setelah pulang dari honeymoon, barulah terungkap bahwa sang istri memiliki utang pinjaman online puluhan juta rupiah. Alasan utangnya sebenarnya cukup miris, untuk membiayai ongkos rumah sakit ayahnya yang terkena stroke.
Si suami tentu saja shock. Sekian lama berpacaran, pasangannya ternyata bisa rapi menyembunyikan rahasia ini. Iya, dia tahu sih, kalau ayah (mantan) pacarnya itu sempat dirawat di rumah sakit, tapi enggak membayangkan kalau ongkosnya dibayar dengan pinjaman online.
Tak hanya bawaan masa lajang, utang yang dirahasiakan juga bisa terjadi ketika pasangan suami istri sudah berada dalam ikatan rumah tangga. Sudah sering dengar celetukan, “Lakinya kan enggak tahu, kalau bininya ngutang panci!”
Aduh, mirisnya. Dan, tak hanya pihak istri yang sering menyembunyikan utang seperti ini, pihak suami pun tak jarang juga melakukannya.
2. Belanja online
Sempat viral di media sosial beberapa waktu yang lalu. Sebuah toko online mem-publish capture-capture bagaimana para suami minta dibuatkan nota palsu ketika berbelanja di online shop tersebut. Kebetulan online shop tersebut berjualan barang-barang hobi yang biasa dilakukan oleh pria aka suami-suami.
Yang harganya Rp15 juta, diminta ditulis Rp2 juta saja. Yang harganya Rp5 juta, minta ditulis Rp500 ribu. Dan seterusnya. Memang sih, para suami ini membelanjakan uangnya sendiri–bukan uang istri, tapi mereka beralasan, supaya enggak dibawelin atau diomelin istri karena belanja segitu banyaknya hanya untuk hobi mereka.
Ya, kalau liat capture-capture yang dipublish ya lucu sih. Bikin ngakak. Tapi di balik itu, ya sedih. Sampai segitunya ya?
3. Tabungan
Punya tabungan rahasia? Bisa saja terjadi. Seorang teman mengaku merahasiakan tabungannya dari suaminya sendiri. Apa pasal? Demi menyelamatkan keuangan keluarga, lantaran si suami ini terkenal boros banget.
Well, untuk alasan itu, mungkin masih bisa diterima akal sehat sih. Tetapi, kalau untuk tujuan, misalnya seperti, “Tabunganku ya tabunganku. Tapi biar suami aja yang biayain kebutuhan hidup. Keenakan dia dong!” … nah, itu salah.
Bagaimanapun, peran pasangan suami istri yang seimbang sangat diperlukan di sini. Jika kelak pasangan tahu, bahwa salah satu pihak merahasiakan tabungannya, hal ini bisa memicu konflik dalam rumah tangga juga lo. Jadi, harus waspada ya.
4. Kartu kredit
Lah, punya kartu kredit dirahasiakan? Iya, memang. Dan, ada. Alasannya, ya supaya enggak dipakai belanja sama pasangannya.
Yah, mungkin memang ada alasan yang kuat, tetapi harus waspada. Karena seperti halnya rahasia-rahasia lain sebelumnya, hal ini juga berpeluang untuk menimbulkan konflik pada pasangan suami istri.
Ada baiknya untuk dibicarakan saja. Jika memang hanya untuk keperluan kantor (karena juga merupakan fasilitas kantor untuk mendukung kerjaan), misalnya, jelaskan pada pasangan. Buat dia mengerti, bahwa kartu kredit tersebut tidak untuk dipakai sendiri.
5. Penghasilan
Masih zaman ya, menyembunyikan jumlah penghasilan kalau sudah resmi jadi pasangan suami istri begini?
Ya, seharusnya enggak sih. Kalau masih masa pacaran sih, ya wajar. Kan, belum tentu jadi pasangan sehidup semati. Tapi, kalau sudah menikah dan berkomitmen membentuk keluarga–ditambah lagi, dengan punya cita-cita dan tujuan hidup jangka panjang–masa masih merahasiakan penghasilan masing-masing?
Kelima rahasia keuangan di atas memang menjadi hak masing-masing pihak. Percaya banget deh, bahwa pasti ada alasan mengapa harus dirahasiakan satu sama lain. Namun kelimanya juga bisa berpeluang untuk menimbulkan konflik di kemudian hari.
Jadi, gimana dong? Ya, duduk berdua, lalu bicara. Ajak ngobrol, yang santai, tanpa emosi yang meledak-ledak. Jika ada kesulitan, segera cari solusi berdua. Ingat, it takes two to tango. Sebuah keluarga enggak akan bisa harmonis bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama, kalau masing-masing pihak hanya mementingkan egonya sendiri.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.