Pentingnya Training Keuangan Berkelanjutan di Tempat Kerja
Training keuangan berkelanjutan di tempat kerja adalah kunci untuk membangun fondasi keuangan yang kuat bagi karyawan.
Apalagi sekarang, ketika ada banyak tantangan ekonomi, memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola keuangan pribadi enggak hanya memberi ketenangan pikiran, tetapi juga membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah.
Dengan demikian, pelatihan ini bukan hanya tentang angka dan anggaran, tetapi tentang memperkuat kemampuan setiap orang untuk membuat keputusan finansial yang cerdas.
Table of Contents
Mengapa Training Keuangan Berkelanjutan Penting bagi Karyawan
Memahami keuangan bukan hanya perkara menabung atau berinvestasi. Namun, lebih tentang bagaimana mengelola setiap sen yang diperoleh dengan bijak.
Banyak karyawan sering kali terjebak dalam situasi sulit finansial, seperti terlilit utang, kesulitan mengatur penggunaan gaji, atau bingung cara berinvestasi dengan benar. Situasi ini enggak hanya bisa memengaruhi dompet, tetapi juga kesehatan mental.
Bayangkan stres yang dirasakan saat tagihan menumpuk, sementara tabungan tidak kunjung bertambah. Stres semacam ini dapat merembet ke berbagai aspek kehidupan, termasuk di tempat kerja.
Akibatnya, produktivitas menurun, fokus terpecah, dan kebahagiaan di tempat kerja menjadi taruhan.
Dengan training keuangan berkelanjutan, peluang untuk memecahkan masalah ini terbuka lebar, memberi ruang bagi kesejahteraan yang lebih baik, baik secara finansial maupun mental.
Manfaat Training Keuangan Berkelanjutan untuk Perusahaan
Nah, terus, kalau buat perusahaan, apakah pelatihan keuangan ini ada manfaatnya?
Jelas ada dong! Training keuangan berkelanjutan di tempat kerja membawa lebih dari sekadar manfaat pribadi bagi karyawan doang.
Ketika karyawan lebih mengerti cara mengelola keuangan dengan baik, perusahaan juga merasakan dampak positif. Sebuah lingkaran positif tercipta; karyawan yang tidak lagi dibebani masalah finansial cenderung lebih fokus dan produktif. Hal ini bukan hanya teori; banyak studi sudah menunjukkan peningkatan nyata dalam produktivitas di perusahaan yang menyediakan pelatihan keuangan untuk karyawannya.
Lebih jauh, pelatihan keuangan menunjukkan komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan karyawannya. Bukan cuma soal angka dan keuntungan, tetapi juga tentang membangun sebuah komunitas dan budaya positif di tempat kerja yang mendukung dan memperhatikan setiap anggotanya.
Dengan memasukkan pelatihan keuangan sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), perusahaan tidak hanya meningkatkan citranya di mata publik tetapi juga memperkuat nilai-nilai inti yang mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan jangka panjang.
Hal ini bisa dianggap sebagai investasi yang memperkuat fondasi perusahaan dari dalam, menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif.
Prinsip Pelatihan Keuangan yang Tepat Sasaran
Nah, sekarang, udah nih. Sudah yakin ada manfaatnya untuk karyawan, dan sudah ada manfaatnya juga untuk perusahaan. Lalu, apa yang harus dipahami untuk bisa memberikan training keuangan yang tepat sasaran?
1. Sesuai Jenjang
Training keuangan berkelanjutan merupakan proses edukasi secara berlanjut yang membantu pekerja memahami dan mengelola keuangan mereka dengan lebih baik.
Nah, yang harus dipahami, bahwa belajar keuangan itu enggak hanya untuk saat ini tetapi juga untuk masa depan.
Tujuannya adalah untuk membekali karyawan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membuat keputusan keuangan yang bijaksana sepanjang hidup mereka. Dengan pendekatan ini, pelatihan sebaiknya enggak hanya sekali jadi, tetapi diberikan secara berkelanjutan.
Lalu, kapan saja pelatihan keuangan ini sebaiknya diberikan, jika memang penting untuk berkelanjutan? Ya, sebaiknya di setiap jenjang karier. Dari mulai saat bergabung sebagai karyawan baru, atau entry level, kemudian saat karyawan sudah ada di level menengah, hingga nantinya ketika karyawan sudah mulai bersiap untuk pensiun.
2. Sesuaikan dengan Kebutuhan
Kebutuhan setiap karyawan bisa jadi berbeda-beda, karena masalah keuangannya juga berbeda. Perusahaan sebaiknya bisa mengakomodasi perbedaan ini, dan kemudian memberikan pelatihan sesuai kebutuhan.
Misalnya seperti masalah budgeting atau anggaran, yang merupakan dasar dari semua pengelolaan. Mulai dari cara mengalokasikan pendapatan secara efisien untuk memenuhi kebutuhan, menabung, dan berinvestasi.
Mungkin karyawan juga butuh pemahaman lebih tentang investasi, sehingga karyawan tahu bagaimana cara memperbanyak kekayaan mereka dan mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Keterampilan ini bersama-sama membentuk fondasi keuangan yang kuat, memungkinkan karyawan untuk mengatur keuangan mereka dengan lebih percaya diri.
3. Metode yang Pas dan Enggak Membosankan
Metode training keuangan berkelanjutan sebaiknya dapat diadaptasi sesuai dengan kebutuhan dan preferensi karyawan. Workshop dan seminar memberikan kesempatan untuk belajar dalam setting kelompok, memfasilitasi diskusi, dan pertukaran ide.
Webinar menawarkan fleksibilitas bagi karyawan yang mungkin memiliki jadwal yang sibuk atau untuk perusahaan yang memiliki cabang di kota-kota yang berbeda. Metode ini memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dari mana saja.
Untuk pendekatan yang lebih personalisasi, bisa juga digunakan metode 1 on 1 dengan trainer, sehingga bisa langsung mendapatkan insight yang lebih sesuai dengan situasi keuangan individu.
Dengan memanfaatkan berbagai metode ini, perusahaan dapat memastikan bahwa pelatihan keuangan mereka menjangkau dan memberi manfaat kepada pekerja sebanyak mungkin, mendorong pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan finansial.
Implementasi Pelatihan Keuangan di Tempat Kerja
So, sudah tahu apa manfaat dan prinsipnya, sekarang waktunya impelementasi training keuangan berkelanjutan ini.
1. Cari Tahu Kebutuhan Karyawan
Agar pelatihan keuangan bisa diberikan secara tepat sasaran, perusahaan wajib memahami kebutuhan karyawan terlebih dulu. Hal ini bisa dilakukan, misalnya melalui survei atau wawancara.
Dengan demikian, perusahaan bisa memastikan bahwa program yang dikembangkan relevan dan menargetkan area yang paling dibutuhkan oleh karyawan.
2. Pilih Penyedia Jasa Training
Setelah kebutuhan teridentifikasi, perusahaan dapat memilih penyedia jasa pelatihan yang memiliki reputasi baik dan pengalaman dalam memberikan materi training keuangan berkelanjutan yang sesuai. Penting untuk memilih penyedia yang fleksibel dan dapat menyesuaikan kontennya dengan kebutuhan spesifik perusahaan dan karyawannya.
Ngapain jauh-jauh, kan ada QM Financial. Tim #QMTraining berpengalaman memberikan beragam topik untuk banyak financial training di perusahaan-perusahaan. Kurikulumnya bisa disesuaikan, metode yang digunakan fun, pasti enggak akan bikin bosan.
3. Pastikan Karyawan Terlibat Aktif
Untuk memastikan partisipasi dan keterlibatan karyawan, beberapa tip yang bisa diikuti antara lain:
- Komunikasi yang Efektif: Gunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyebarkan informasi tentang program pelatihan, termasuk email, intranet perusahaan, dan poster di area kerja.
- Menyediakan Insentif: Tawarkan insentif untuk meningkatkan partisipasi, seperti hadiah, sertifikat, atau bahkan bonus kecil bagi mereka yang menyelesaikan kursus.
- Jadwal Fleksibel: Buat jadwal pelatihan yang fleksibel atau tawarkan sesi rekaman agar karyawan yang memiliki jadwal padat tetap dapat mengikuti pelatihan.
- Pembelajaran yang Interaktif: Gunakan metode pembelajaran yang interaktif dan menarik, seperti game, simulasi, dan diskusi kelompok, untuk mempertahankan minat karyawan.
- Dukungan dari Manajemen: Dukungan dari manajemen atas merupakan kunci untuk menunjukkan pentingnya pelatihan keuangan, memotivasi karyawan untuk mengikuti dan menerapkan pembelajaran dalam kehidupan mereka.
Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, perusahaan dapat berhasil mengimplementasikan training keuangan berkelanjutan yang tidak hanya meningkatkan literasi finansial karyawan. Namun, juga membantu membangun budaya perusahaan yang mendukung dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan.
Nah, bagaimana? Tertarik untuk mengundang tim QM Financial untuk memberikan program financial training di kantor kamu?
Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
Kompensasi dari Perusahaan yang Ditentukan oleh Performance Karyawan: Apa Manfaatnya?
Dalam dunia korporat modern, bagaimana kompensasi dari perusahaan yang ditentukan oleh performance karyawan telah menjadi isu sentral dalam strategi manajemen sumber daya manusia.
Konsep ini kini tidak hanya dilihat sebagai imbalan standar atas jasa, tetapi semakin berkembang menjadi instrumen untuk mendorong kinerja, memotivasi, dan memastikan keselarasan antara tujuan karyawan dengan tujuan bisnis perusahaan.
Pada era ketika talenta adalah kunci keberhasilan bisnis, kompensasi dari perusahaan yang diberikan dengan berdasarkan performa karyawan muncul sebagai pendekatan yang kritis, menggantikan model-model kompensasi tradisional yang sebelumnya mendominasi industri.
Namun, apa sebenarnya manfaat dari pendekatan ini bagi perusahaan dan karyawannya?
Manfaat Kompensasi dari Perusahaan bagi Karyawan
Dalam dunia kerja kontemporer, pendekatan kompensasi dari perusahaan berbasis performance karyawan seperti ini semakin diminati oleh banyak perusahaan. Meskipun alasan utama perusahaan mengadopsi model ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tak dapat dimungkiri bahwa kompensasi dari perusahaan berbasis performa juga membawa manfaat signifikan bagi karyawan. Apa saja?
1. Pemberian Penghargaan atas Prestasi
Salah satu keinginan dasar manusia dalam pekerjaannya adalah dihargai. Kompensasi dari perusahaan berbasis performance karyawan ini, pada intinya, merupakan bentuk pengakuan langsung atas hasil kerja seseorang.
Karyawan yang bekerja dengan keras, berinovasi, dan memberikan kontribusi besar bagi perusahaan akan merasa dihargai melalui insentif finansial yang diterima. Ini mendorong rasa pencapaian dan kepuasan kerja, yang keduanya krusial bagi kesejahteraan emosional karyawan.
2. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Ketika upaya karyawan dihargai dengan imbalan finansial, hal ini pun mendorong motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari adanya hadiah.
Namun tak hanya itu, kompensasi berbasis performa juga bisa menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari keinginan untuk melakukan tugas dengan baik karena merasa puas dengan tugas tersebut. Melalui pengakuan dan hadiah, karyawan dapat merasa pekerjaan mereka memiliki makna dan nilai.
3. Kesempatan untuk Meningkatkan Pendapatan
Salah satu keuntungan paling jelas dari pemberian kompensasi dari perusahaan berbasis performa adalah potensi untuk meningkatkan pendapatan. Sebagai gantinya dari sistem gaji tetap yang terbatas oleh posisi atau senioritas, karyawan memiliki kesempatan untuk meningkatkan penghasilan mereka berdasarkan kontribusi nyata yang diberikan.
Hal ini menawarkan kesempatan bagi mereka yang ambisius untuk mencapai kesejahteraan finansial yang lebih baik.
4. Transparansi dan Keterbukaan
Kompensasi dari perusahaan berbasis performance karyawan yang dirancang dengan baik harus transparan. Karyawan harus mengetahui kriteria apa yang digunakan untuk menilai performa mereka dan bagaimana hal itu dihubungkan dengan kompensasi dari perusahaan.
Transparansi ini memberikan kejelasan bagi karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana mereka dapat mencapai target tersebut.
5. Pengembangan Profesional
Dengan insentif yang jelas untuk meningkatkan kinerja, karyawan akan lebih termotivasi untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan mereka. Hal ini bisa dicapai melalui pelatihan formal, belajar mandiri, atau inisiatif pengembangan lainnya.
Hasilnya, karyawan tidak hanya mendapat kompensasi dari perusahaan yang lebih baik tetapi juga pertumbuhan profesional yang berkesinambungan.
Manfaat Kompensasi dari Perusahaan bagi Perusahaan Itu Sendiri
Kompensasi dari perusahaan yang diberikan berdasarkan performance karyawan ini juga bukan hanya sekadar tren semata. Namun, merupakan refleksi dari pemahaman yang mendalam tentang bagaimana mengoptimalkan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan bisnis.
Perusahaan yang berhasil mengimplementasikan strategi ini bukan hanya menghargai kinerja karyawan, tetapi juga menikmati sejumlah manfaat korporat yang berkelanjutan. Apa saja?
1. Peningkatan Produktivitas
Inti dari kompensasi dari perusahaan adalah memberikan insentif bagi karyawan untuk bekerja dengan efisiensi dan efektivitas maksimal. Dengan imbalan yang langsung terkait dengan performa, karyawan lebih cenderung untuk meningkatkan produktivitas mereka. Hasilnya adalah output yang lebih tinggi dengan sumber daya yang sama atau bahkan lebih sedikit.
2. Alokasi Sumber Daya yang Efisien
Dengan menghubungkan kompensasi dari perusahaan dengan performa, perusahaan dapat mengalokasikan sumber daya mereka dengan cara yang lebih efisien. Gaji dan insentif dialokasikan kepada mereka yang paling berkontribusi terhadap kesuksesan perusahaan, memastikan bahwa investasi dalam tenaga kerja memberikan imbal hasil maksimal.
3. Mendorong Budaya Berorientasi Hasil
Ketika kompensasi dari perusahaan diberikan dan dikaitkan dengan kinerja, seluruh organisasi bisnis akan cenderung bergerak ke arah budaya yang berorientasi pada hasil. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang memungkinkan pencapaian karyawan dirayakan dan dihargai.
4. Retensi Talent
Karyawan berkinerja tinggi ingin dihargai sesuai dengan kontribusi mereka. Kompensasi dari perusahaan yang diberikan berdasarkan performa menawarkan pengakuan finansial atas kontribusi tersebut, meningkatkan peluang perusahaan untuk mempertahankan talenta-talenta terbaiknya.
Hal ini menghemat biaya yang berhubungan dengan perekrutan, pelatihan, dan orientasi karyawan baru.
5. Kemampuan Adaptasi dalam Lingkungan yang Berubah
Dalam lingkungan bisnis yang cepat berubah, perusahaan harus fleksibel dan adaptif. Dengan adanya kompensasi dari perusahaan seperti ini, perusahaan dapat dengan cepat menyesuaikan insentif berdasarkan prioritas bisnis yang berubah, memastikan bahwa karyawan tetap fokus pada tujuan utama saat ini.
6. Meningkatkan Kolaborasi dan Inovasi
Dengan sistem reward yang tepat, perusahaan dapat mendorong karyawan untuk berkolaborasi dan berinovasi. Insentif berbasis tim, misalnya, bisa mendorong kolaborasi lintas departemen, sedangkan bonus untuk inovasi dapat mendorong pemikiran kreatif.
Dengan adanya kompensasi dari perusahaan berdasarkan performance karyawan ini, secara langsung dan tidak langsung, perusahaan mengakui bahwa karyawan adalah aset berharga. Insentif akan menjadi modal bagi mereka untuk lebih berkembang dan memberikan yang terbaik.
Dalam lingkungan bisnis yang terus berubah dan kompetitif, perusahaan memerlukan strategi yang tidak hanya menarik talenta terbaik tetapi juga mempertahankan dan memotivasi mereka untuk berkinerja optimal. Dengan menerapkan sistem kompensasi dari perusahaan yang berorientasi pada hasil, perusahaan dapat membangun hubungan win-win dengan karyawan, yang memungkinkan keduanya saling mendukung dalam mencapai keberhasilan bersama. Ini bukan hanya tentang pembayaran; ini adalah investasi dalam masa depan organisasi bisnis perusahaan terkait.
Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Mengapa Kepuasan Kerja Menjadi Faktor Penting dalam Meningkatkan Retensi Karyawan?
Mengapa kepuasan kerja itu penting? Pertanyaan ini sering kali menjadi topik utama dalam diskusi tentang manajemen sumber daya manusia. Sejauh ini, kepuasan kerja telah terbukti sebagai faktor yang krusial dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan harmonis.
Kepuasan kerja bukan hanya memengaruhi kesejahteraan karyawan secara individu, tetapi juga berkontribusi langsung pada kinerja dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Karena alasan ini, pemahaman yang mendalam tentang kepuasan kerja dan faktor-faktor yang memengaruhinya menjadi sangat penting.
Dalam konteks retensi karyawan, peran kepuasan kerja menjadi semakin kritikal. Menjaga karyawan agar tetap setia dan bertahan dalam jangka panjang merupakan tantangan yang dihadapi oleh banyak organisasi. Perusahaan atau korporasi yang berhasil menciptakan lingkungan kerja yang memuaskan cenderung mampu mempertahankan karyawan mereka lebih lama, menunjukkan bahwa kepuasan kerja secara langsung berpengaruh terhadap retensi karyawan.
Jadi, mari kita telusuri lebih lanjut mengapa dan bagaimana kepuasan kerja itu penting dan berdampak pada retensi karyawan.
Apa Itu Retensi Karyawan?
Retensi karyawan merujuk pada kemampuan dan upaya sebuah organisasi atau perusahaan dalam mempertahankan karyawannya. Dalam kata lain, retensi karyawan adalah strategi atau tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mencegah karyawan meninggalkan perusahaan dan mencari pekerjaan lain.
Strategi retensi karyawan dapat mencakup berbagai hal, termasuk:
- Penghargaan dan kompensasi yang adil, bisa berupa gaji yang kompetitif, bonus, tunjangan, dan manfaat lainnya yang membuat karyawan merasa dihargai dan puas.
- Peluang pengembangan karier, mulai dari menyediakan peluang untuk promosi, pelatihan profesional, dan pengembangan keterampilan bisa membuat karyawan merasa bahwa mereka memiliki masa depan di perusahaan dan memberikan motivasi untuk bertahan.
- Budaya kerja yang positif, seperti melibatkan komunikasi yang baik, pengakuan dan apresiasi atas kerja keras, dan dukungan untuk keseimbangan kerja-hidup.
- Dukungan manajemen dari manajer dan pemimpun dapat membantu karyawan merasa dihargai dan diperlakukan secara adil, yang dapat meningkatkan retensi.
Tujuan utama retensi karyawan adalah untuk meminimalkan turnover karyawan, yang bisa mahal dan mengganggu bagi perusahaan. Hal ini mencakup biaya langsung untuk merekrut dan melatih pengganti, serta biaya tidak langsung seperti penurunan moral, produktivitas, dan pengetahuan dan keterampilan yang hilang.
Mengapa Kepuasan Kerja Itu Penting?
Kepuasan kerja memegang peranan penting dalam retensi karyawan karena berbagai alasan seprti berikut ini.
Pengurangan Turnover
Karyawan yang puas dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan lebih lama di perusahaan. Mereka memiliki tingkat turnover yang lebih rendah, yang berarti biaya rekrutmen dan pelatihan karyawan baru dapat dikurangi.
Produktivitas
Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaan mereka cenderung lebih produktif. Mereka lebih bersemangat untuk bekerja dan cenderung menunjukkan kinerja yang lebih baik, yang berdampak positif pada kesuksesan perusahaan secara keseluruhan.
Komitmen Organisasional
Karyawan yang puas biasanya memiliki komitmen yang lebih tinggi terhadap organisasi mereka. Mereka lebih cenderung berusaha untuk mencapai tujuan organisasi dan kurang cenderung mencari pekerjaan lain.
Kesejahteraan Karyawan
Kepuasan kerja berhubungan langsung dengan kesejahteraan karyawan. Karyawan yang bahagia dan puas lebih sehat secara fisik dan mental, yang berarti mereka akan absen lebih sedikit dan lebih mungkin untuk berprestasi di tempat kerja.
Perbaikan Reputasi Perusahaan
Organisasi yang memiliki tingkat kepuasan karyawan yang tinggi cenderung memiliki reputasi sebagai tempat kerja yang baik, yang dapat membantu dalam menarik talenta-talenta baru.
Jadi, jelas bahwa berbagai faktor seperti kompensasi yang adil, lingkungan kerja yang positif, peluang pengembangan karier, dan respons yang baik terhadap umpan balik karyawan sangat penting dalam mendorong kepuasan kerja.
Namun, tak hanya itu. Masih ada aspek lain yang tidak boleh diabaikan ketika membahas kepuasan kerja, yaitu kondisi keuangan pribadi karyawan. Aspek ini sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup, padahal memiliki pengaruh signifikan terhadap bagaimana karyawan merasakan pekerjaan mereka.
Hubungan Kepuasan Kerja dan Kondisi Keuangan Pribadi Karyawan
Kepuasan kerja dan kondisi keuangan pribadi karyawan saling berinteraksi dalam beberapa cara sebagai berikut.
Penghasilan
Secara umum, tingkat penghasilan berpengaruh pada kepuasan kerja. Jika karyawan merasa bahwa mereka dibayar secara adil dan mampu memenuhi kebutuhan finansial mereka, maka mereka cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka.
Work Life Balance
Keseimbangan kerja-hidup yang baik dapat berkontribusi pada kepuasan kerja dan stabilitas keuangan. Jika seorang karyawan harus bekerja terlalu banyak jam atau menangani stres kerja yang tinggi, hal ini bisa berdampak negatif pada kehidupan pribadi mereka dan bahkan bisa berpengaruh pada situasi keuangan mereka, misalnya jika mereka harus membayar lebih untuk penitipan anak atau pengeluaran kesehatan.
Manfaat dan Tunjangan
Manfaat dan tunjangan kerja, seperti asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, dan lainnya, dapat membantu menstabilkan kondisi keuangan pribadi karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja mereka.
Meskipun kondisi keuangan pribadi memengaruhi tingkat kepuasan kerja, penting juga untuk memahami bahwa faktor-faktor lain seperti lingkungan kerja, hubungan antarkaryawan, peluang karier, dan rasa dihargai juga berperan besar dalam menentukan tingkat kepuasan kerja.
Salah satu cara untuk menggabungkan berbagai elemen ini adalah melalui pendidikan atau pelatihan finansial. Inisiatif ini tidak hanya membantu karyawan memahami dan mengelola kondisi keuangan pribadi mereka dengan lebih baik, tetapi juga dapat berdampak positif pada aspek lain dari kepuasan kerja.
Financial Training untuk Meningkatkan Kepuasan Kerja
Ya, pelatihan finansial bisa membantu meningkatkan kepuasan kerja dalam beberapa cara berikut.
Meningkatkan Keterampilan dan Kompetensi
Financial training bisa membantu karyawan untuk memahami lebih baik tentang manajemen keuangan pribadi dan perusahaan. Karyawan yang merasa kompeten dalam pekerjaan mereka cenderung lebih puas.
Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik
Financial training bisa membantu karyawan membuat keputusan keuangan yang lebih baik, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional mereka. Karyawan yang merasa memiliki kontrol atas kehidupan finansial mereka cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.
Membantu Mencapai Tujuan Finansial Pribadi
Dengan pelatihan finansial, karyawan dapat merencanakan dan mencapai tujuan finansial pribadi mereka, seperti membeli rumah, pendidikan anak, atau pensiun. Ini bisa menambah rasa keberhasilan dan kepuasan.
Penghargaan dan Motivasi
Jika perusahaan menyediakan pelatihan finansial, ini bisa dianggap sebagai bentuk investasi dalam pengembangan karyawan, yang bisa meningkatkan moral dan kepuasan kerja.
Meningkatkan Produktivitas
Ketika karyawan merasa lebih nyaman dengan kondisi keuangan pribadi mereka, mereka cenderung kurang terganggu oleh masalah finansial dan dapat lebih fokus pada pekerjaan mereka, yang dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.
Secara keseluruhan, pelatihan finansial adalah alat yang efektif untuk memberdayakan karyawan, membantu mereka merasa lebih aman dan kompeten dalam hal keuangan, dan akhirnya bisa meningkatkan kepuasan kerja.
Mengingat semua poin yang telah dibahas, jelas bahwa kepuasan kerja merupakan elemen penting dalam strategi retensi karyawan. Karyawan yang puas dengan pekerjaan mereka cenderung untuk bertahan lebih lama dalam perusahaan, yang pada akhirnya menurunkan biaya dan sumber daya yang diperlukan untuk rekrutmen dan pelatihan karyawan baru. Lebih jauh, kepuasan kerja juga terkait erat dengan kondisi keuangan pribadi karyawan. Sebagai tambahan, melalui pelatihan finansial, perusahaan dapat memberikan nilai tambah kepada karyawan, memperkuat komitmen mereka, dan meningkatkan kepuasan mereka dalam pekerjaan.
Oleh karena itu, investasi dalam pelatihan finansial untuk karyawan bukan hanya mendukung kesejahteraan finansial individu, tetapi juga membantu membangun lingkungan kerja yang lebih puas dan produktif, yang pada akhirnya meningkatkan retensi karyawan.
Dengan ini, jelas bahwa kepuasan kerja, retensi karyawan, dan pelatihan finansial semuanya saling terkait dan membantu membentuk fondasi yang kuat untuk sukses organisasi bisnis jangka panjang.
Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya! Training karyawan dari QM Financial dikemas secara interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Gen Z, Selamat Datang di Dunia Kerja! Ini 5 Pekerjaan yang Cocok Untukmu!
Here comes the next generation of workers: Gen Z! Yes, meskipun industri dan perusahaan-perusahaan masih berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan karakter angkatan kerja Millenials–alias para gen Y–namun para generasi baru ini sudah mulai bersiap untuk merangsek masuk ke dunia kerja, setelah lulus dari kuliah mereka.
Kamu juga termasuk ke dalam generasi baru ini? Generasi digital native, gen Z yang pada sudah mulai mendekati akhir masa studi mereka?
Pekerjaan macam apa ya yang kira-kira menarik minat mereka the most? Well, memang agak terlalu dini untuk memprediksi sih, tapi menurut beberapa sumber, ada 5 jenis pekerjaan yang tampaknya sangat cocok dilakukan oleh para gen Z–sesuai dengan karakter mereka.
5 Jenis Pekerjaan yang Cocok untuk Gen Z
1. Yang berhubungan dengan media sosial dan aplikasi
Generasi millenial–without a doubt–sangat mahir kalau soal media sosial dan juga teknologi pada umumnya. Tapi gen Z bisa dibilang enggak akan bisa hidup tanpa teknologi. Karena teknologi sudah begitu melekat pada gaya hidup mereka, sejak mereka lahir.
So, jenis-jenis pekerjaan yang akan banyak melibatkan media sosial dan teknologi sehari-hari akan sangat menarik minat mereka. Bahkan mereka akan memasukkan “berteknologi canggih” sebagai kriteria mereka dalam mencari pekerjaan.
Namun, masih menurut penelitian, sifat dan karakteristik kinerja gen Z ini cenderung malah mirip dengan generasi Baby Boomer, ketimbang Millenial. Para gen Z ini berorientasi pada detail, terampil mengambil keputusan, namun tetap kreatif dan jauh lebih mudah untuk bekerja sama dalam tim dibandingkan generasi Millenial.
2. Cenderung melakukan apa yang orang tua mereka juga lakukan
Lebih dari 80% responden sebuah penelitian yang seperti dirilis oleh Lifehack.com, yang merupakan gen Z mennegaskan, bahwa orang tua mereka memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap apa yang harus mereka lakukan begitu lulus kuliah.
Hal ini berbeda dengan generasi Millenials, yang cenderung ingin membebaskan diri dari tradisi, gen Z–konon–lebih suka untuk menerima tradisi yang kemudian mereka olah dengan pilihan dan opsi pribadi mereka masing-masing.
Hal inilah yang kemudian membuat generasi ini lebih suka memilih untuk mengikuti jejak orang tua mereka–terutama jika orang tua berhasil memberikan role model yang baik, terbukti sukses dan loyal terhadap pekerjaannya.
Selain itu, gen Z juga lebih sangat peduli terhadap kestabilan dibandingkan generasi Millenials.
3. Yang akan berhubungan dengan banyak orang
Satu lagi keterampilan khas gen Z yang kurang dipunyai oleh generasi-generasi sebelumnya. Mereka punya keterampilan interpersonal yang baik.
Dikombinasikan dengan keterampilan untuk mengoperasikan teknologi canggih, maka hal ini menjadi semacam deadly combination criteria saat mereka sedang networking, dan berhubungan dengan banyak orang.
Bekerja di perusahaan distribusi akan menjadikan mereka semacam “menemukan diri mereka sendiri seutuhnya”.
4. Non profit work
Sama seperti generasi Millenials, para gen Z juga merupakan orang-orang yang peduli pada lingkungan dan komunitasnya. Mereka punya jiwa sosial yang sangat tinggi.
Masih menurut hasil penelitian yang dipublikasikan oleh Lifehack.com, 30% dari pekerja generasi Z ini bersedia memotong gaji mereka sendiri untuk dana sosial. Bahkan mereka rela gajinya dikurangi oleh pihak perusahaan selama digunakan untuk sosial.
Karena itu, bekerja di perusahaan non profit juga menjadi salah satu impian para gen Z. Berbeda dengan generasi Millenials yang cenderung lebih suka untuk mendirikan sendiri perusahaan nirlabanya, gen Z puas dengan hanya “mendarmabaktikan” hidupnya dengan bergabung ke perusahaan nirlaba yang sudah berdiri lebih dulu.
5. Manajer pemasaran
Hampir 80% gen Z yang menjadi responden penelitian yang sama–yang dipublikasikan oleh Lifehack–menggambarkan lingkungan kerja yang ideal bagi mereka adalah bisnis skala menengah ataupun perusahaan internasional besar.
Saat bekerja, lebih dari 50% gen Z lebih suka berkolaborasi dalam kelompok-kelompok kecil ketimbang harus berurusan dengan terlalu banyak orang? Karena itu jenis-jenis pekerjaan yang melibatkan aktivitas dan strategi pemasaran akan sangat menarik minat mereka.
Gen Z pada dasarnya adalah pribadi-pribadi yang kreatif dan komunikatif, bahkan mereka siap bekerja in long hours. Tugas-tugas sebagai orang marketing akan mereka anggap sebagai tantangan untuk lebih kreatif, menjadi peluang bagi mereka untuk belajar banyak hal yang baru, dan kemudian memantapkan posisi mereka sendiri di organisasi perusahaan.
Itulah yang pada dasarnya menjadi tujuan mereka bekerja.
Nah, itu dia 5 jenis pekerjaan yang cocok bagi para gen Z. Hmmm, meski sama-sama terlahir di zaman teknologi canggih, somehow memang sedikit berbeda karakter dengan generasi Millenials ya?
Tapi, ada juga sih kesamaannya, yaitu angkatan kerja baru selalu tak pernah siap untuk pensiun. Ya, gimana siap? Baru juga masuk kantor, udah ditanya pensiun? Mendingan ditanya, kapan liburan ke Jepang?
Tapi eh tapi, masa pensiun itu nyata, bukan pilihan. Kepastian. Sementara liburan ke Jepang itu opsi. Dan banyak yang enggak sadar, bahwa dengan menyiapkan dana pensiun sejak awal, itu berarti beban hidup akan lebih ringan.
Dana pensiun yang disiapkan sejak awal, mungkin hanya butuh menyisihkan Rp500.000 saja sebulan. Beda dengan kalau disiapkan ketika sudah 10 tahun bekerja, bisa jadi perlu menyisihkan Rp5.000.000 per bulan agar bisa pensiun sejahtera.
Pilih mana?
So, yuk, ceki-ceki jadwal kelas finansial online QM Financial. Banyak kelas yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhanmu. Enggak cuma soal dana pensiun, tetapi juga untuk tujuan finansial yang lain.
Karyawan Terbaik Anda Ingin Resign? Ini Dia 5 Cara Terbaik untuk Mempertahankannya
Sempat baca tweet berbalut curhat seseorang, “Lapangan kerja banyak. Yang nganggur banyak. Tapi kenapa susah banget dapetin karyawan yang bener-bener bisa kerja. Susah dapat karyawan terbaik tuh.”
Terus, tiba-tiba saja nggak lama kemudian, ada sahabat yang curcol pengin resign dari tempatnya bekerja selama 13 tahun. Padahal tahu banget, bahwa dia adalah staf berdedikasi, smart, dan jadi tangan kanan bos banget deh. Kirain bakalan awet kerja di perusahaan yang sekarang, ternyata dia sudah menyimpan begah selama setahun terakhir.
Ditanya alasannya apa kok pengin resign, padahal sudah 13 tahun kerja di situ? Jawabannya, ada masalah dengan bos barunya, terutama soal penghargaan atas ide dan gagasan. Lantas dia mengaku, ide-ide yang ia lontarkan di private meeting sama si bos baru, dibawa ke bos besar. Ya, ini enggak akan jadi masalah kalau bos kecil nggak mengakui ide itu sebagai idenya sendiri.
Wah, pantas saja dia nggak betah lagi. Apalagi ini enggak cuma sekali dua kali terjadi.
Kadang memang karyawan terbaik enggak hanya akan bertahan di satu perusahaan karena gaji, tapi ada beberapa hal yang memang mereka dapatkan yang melebihi gaji.
So, jika sebuah perusahaan berniat mempertahankan karyawan terbaik yang mereka punya, berikut ada beberapa hal yang bisa dilakukan–menurut seorang teman yang menjabat sebagai staf HR di suatu perusahaan.
5 Cara yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan karyawan terbaik
1. Beri apresiasi untuk setiap ide dan gagasannya
Seperti kasus di atas, si karyawan merasa tidak diapresiasi ide dan gagasannya oleh atasan sehingga ia merasa tidak perlu lagi bertahan di kantor tempat ia bekerja sekarang. Apalagi kemudian ide dan gagasannya itu malah diaku sebagai milik orang lain. Wah, tambah kecewa deh pastinya.
Terkadang sebagai karyawan, kita enggak selalu mengharapkan imbalan berupa materi, tetapi juga sebuah apresiasi ataupun penghargaan. Sekadar ucapan terima kasih, atau pengakuan atas ide-ide yang dilontarkan, itu sudah cukup.
Karyawan terbaik biasanya sering mampu memberikan ide-ide yang solutif yang baik untuk kepentingan bersama. Kalau ide-ide mereka tidak diapresiasi dengan selayaknya, sudah pasti akan mematikan kreativitasnya, bukan?
2. Beri ruang untuk gagal
Karyawan tentu diharapkan untuk kreatif dan inovatif menemukan solusi dan ide demi kelancaran bisnis perusahaan.
Menurut artikel yang dilansir oleh Forbes ini, salah satu cara untuk menjaga kreativitas karyawan adalah dengan memberi ruang pada mereka untuk gagal.
Ya, kalau dipikir-pikir sih ya, bener juga ya? Kalau takut gagal, berarti kita akan takut mencoba. Takut mencoba berarti enggak ada perkembangan.
Masih menurut artikel yang sama, kegagalan atau kesalahan akan membuat para karyawan terbaik ini untuk mengevaluasi langkah-langkah yang sudah dilakukan, dan berusaha menemukan letak kesalahan atau masalah untuk kemudian dicari langkah perbaikannya.
3. Pastikan haknya terpenuhi
Hak di sini enggak melulu soal gaji dan tunjangan, serta benefit materi lainnya. Hak karyawan juga mencakup beberapa kompensasi non finansial yang diberikan oleh perusahaan–baik sebagai apresiasi ataupun sebagai stimulasi terhadap perkembangan keterampilan karyawan.
Misalnya seperti hak karyawan untuk bisa bekerja di lingkungan kantor yang sehat, hak karyawan untuk beristirahat, juga adanya jaminan jenjang karier yang jelas.
Pastikan karyawan terbaik di perusahaan Anda mendapatkan hak-hak mereka, agar mereka nyaman dan betah bekerja.
4. Beri ruang privasi
Karyawan terbaik bukan berarti mereka harus mau standby 24 jam untuk pekerjaan. Bagaimanapun, mereka butuh sisi hidup yang lain–sisi kehidupan pribadi yang akan membawa manfaat baik untuk kesehatan mentalnya.
Bayangkan, jika mereka tengah bersantai bersama keluarga, dan kemudian tiba-tiba mendapatkan telepon atau pesan singkat tentang kerjaan yang sudah ditunggu di hari Minggu siang.
Oh yes. Yang pasti, setiap karyawan butuh punya kehidupan pribadi, jadi berikanlah ruang privasi juga pada mereka agar bisa menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya.
5. Fasilitasi keinginannya untuk berkembang
Pada dasarnya, setiap manusia itu selalu ingin berkembang, selalu ingin menjadi yang lebih baik. Begitupun para karyawan terbaik yang bekerja di perusahaan Anda.
So, coba jadwalkan untuk memfasilitasi keinginan mereka untuk berkembang ini dengan mengadakan training-training yang bisa meningkatkan skill mereka.
Salah satunya dengan memberikan training pengelolaan keuangan pribadi untuk mereka. QM Financial punya program #QMTraining yang interaktif dengan silabus yang komprehensif. Bisa disesuaikan dengan kebutuhan karyawan. Untuk kelas finansial online, siapa pun bisa ikutan, di mana pun mereka berada. Tinggal pilih saja sesuai kebutuhan.
Perusahaan dan karyawan, keduanya saling berkorelasi secara erat. Masing-masing saling membutuhkan, so, ada baiknya untuk saling menghormati dan menghargai.
Semoga perusahaan Anda selalu bisa mempertahankan para karyawan terbaik ini ya!
5 Tanda Kamu Bekerja di Perusahaan Toxic
Ada karyawan toxic di tempatmu bekerja? Well, kamu patut berhati-hati kalau begitu, karena bisa saja rekan toxic ini akan ikut andil menciptakan suasana kerja tak nyaman di kantor, bahkan bisa membuat kantormu menjadi perusahaan toxic.
Karena oh karena … sebuah perusahaan itu ter-define oleh siapa saja yang bekerja di dalamnya. Kan, karyawan adalah aset perusahaan yang utama?
So, barangkali ada di antara kamu yang sekarang sedang mengalami burnout berkepanjangan, jadi nggak semangat kerja, malas berangkat ke kantor, kalau sudah di kantor juga pengin buru-buru pulang … nah, perlu dicari nih penyebabnya. Bisa jadi penurunan produktivitas kamu itu terjadi karena kamu bekerja di perusahaan toxic.
Sekarang coba deh dicek, apakah ada tanda-tanda berikut di kantor tempat kamu bekerja?
5 Tanda dan gejala perusahaan toxic
1. Penuh dengan politik kantor
Sebenarnya politik kantor ini enggak selalu buruk sih, tergantung juga pada tujuannya. Ada beberapa hal yang memang harus dilakukan secara strategis, demi tujuan baik bersama.
Namun, tentu saja, yang sedang kita bicarakan di sini bukanlah tipe politik kantor yang positif, tetapi politik kantor yang membawa vibe negatif pada suasana kerja. Seperti apa, misalnya? Persaingan antar karyawan yang tidak sehat adalah salah satunya.
Biasanya ini terjadi ketika sedang ada “musim promosi”. Satu-dua karyawan kurang berkompeten terlihat berusaha keras mendapatkan promosi atau kenaikan gaji yang sebenarnya tak layak mereka dapatkan, dengan cara-cara yang kurang elok.
Ada memang yang beginian? Ada, makanya ada sebutan karyawan toxic akan membentuk perusahaan toxic.
2. Hanyak kritik, tanpa apresiasi
Para atasan dan pihak manajemen juga ikut andil dalam membentuk lingkungan kerja perusahaan toxic. Adanya tekanan yang terus menerus pada bawahan, tanpa ada sedikit pun apresiasi atau penghargaan, lama kelamaan juga akan membangun suasana yang tak nyaman saat bekerja.
Mana ada sih orang yang mau bekerja dengan kritik terus menerus? Kalaupun sesekali menunjukkan performa atau hasil kerja yang baik–memang bukan kritik yang diterima sih–tetapi ada anggapan bahwa itu wajar saja terjadi karena toh karyawan sudah dibayar untuk melakukan tugasnya.
Duh, kayak PLN banget enggak sih? Kalau listrik nyala dan lancar, enggak ada yang muji. Kalau listrik padam aja, semua ngebully.
3. Tidak memberi ruang privasi
Kemarin sempat baca curhatan seseorang di Twitter, yang mengunggah surat edaran dari kantor tempatnya bekerja (tentu saja dengan menyamarkan nama kantor, dan nama-nama orang yang bertanda tangan di atasnya), bahwa seorang staf tidak boleh mengabaikan pesan pribadi atasan/bos di handphone mulai dari pukul 08.00 sampai pukul 23.00.
Kalau terlambat menjawab pesan sampai 3 jam, ada denda Rp100.000! Dan, ini berlaku akumulatif.
Wah, udah kayak ongkos parkir di mal aja ya? Tarif flat 3 jam, berikutnya berlaku kelipatan.
Bagaimanapun, seorang karyawan sebenarnya berhak untuk menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kehidupan profesionalnya. Ini memang tidak pernah diatur secara hukum–dalam artian ada di undang-undang pemerintah seperti halnya cuti, upah, dan tunjangan sih. Tapi, seharusnya ini menjadi etika saja di setiap kehidupan di dunia kerja.
Demi kesehatan mental bersama.
4. Birokrasi berbelit
Apakah kamu harus menunggu berminggu-minggu hanya untuk mendapatkan persetujuan untuk membeli ATK sederhana keperluan untuk ngantor sehari-hari? Apakah kamu harus berkali-kali menanyakan ke bagian finance, apakah vendor tertentu sudah dibayar atau belum karena akan segera ada order baru lagi.
Birokrasi yang panjang dan berbelit juga merupakan salah satu tanda perusahaan toxic, karena birokrasi seperti ini akan menghambat produktivitas dan efisiensi kerja siapa pun.
5. Kurang kesempatan untuk meningkatkan skill pribadi
Perusahaan yang sehat adalah perusahaan yang peduli terhadap karyawan, dan berusaha memfasilitasi perkembangan mereka ke arah yang lebih baik. Salah satu caranya adalah dengan memberikan dukungan berupa training-training yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan.
So, ayo, cek. Apakah kamu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri dan meningkatkan skill pribadi ini? Perusahaan kamu pernah mengadakan training orientasi perusahaan saat kamu mulai bergabung dulu? Apakah pernah ada training manajerial untuk meningkatkan skill kepemimpinan? Pernahkah diadakan training keuangan, demi meningkatkan kemampuanmu untuk mengelola keuangan pribadimu?
Jika ya, maka, selamat! Perusahaan tempat kamu bekerja bukanlah perusahaan toxic yang enggak peduli dengan karyawannya.
Tetapi jika tidak atau belum pernah, well … ada baiknya kamu berinisiatif untuk mengusulkan diadakan training-training untuk mengembangkan keterampilan pribadimu. Terutama skill mengelola keuangan. Mengapa hal ini penting? Jelas penting, karena ada banyak korelasi antara kemampuan pengelolaan keuangan karyawan dengan kinerja di kantor.
Hubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
3 Jenis Gratifikasi yang Harus Ditolak dan Beberapa yang Tidak Harus Dilaporkan oleh Karyawan
Sepertinya, sudah diketahui secara umum, bahwa menjadi PNS itu berarti juga harus wajib mewaspadai peluang terjadinya gratifikasi. Bagi PNS, ada beberapa jenis gratifikasi yang harus ditolak, lantaran masuk ke daftar pengawasan KPK. Sedangkan ada pula yang masuk golongan gratifikasi, namun masih boleh diterima dan tak harus dilaporkan pada KPK.
Itu untuk PNS. Lalu, bagaimana dengan karyawan swasta? Apakah aturan KPK ini juga berlaku bagi karyawan swasta? Well, jangan salah. Seperti berita yang dilansir oleh Liputan6, KPK saat ini sudah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Dalam undang-undang tersebut disebutkan, bahwa KPK perlu juga untuk menangani praktik korupsi di kalangan swasta. Alasannya, jelas, saat ini perusahaan swasta masih belum tersentuh penelusuran KPK sehingga praktik korupsi sangat masif.
Meski demikian, banyak juga perusahaan swasta yang sudah mengadopsi aturan mengenai gratifikasi yang ditetapkan oleh KPK ini, dan kemudian menyesuaikannya dengan kondisi perusahaan masing-masing. Bahkan banyak yang sudah mencantumkannya dalam surat kesepakatan kerja dengan karyawan. Salah satunya di QM Financial :)
Nah, agar kita semua–para karyawan yang berdedikasi dan berkompetensi ini–bisa terhindar dari berbagai bentuk praktik gratifikasi, ada baiknya kita kenal dulu dengan berbagai jenis gratifikasi, baik yang harus ditolak maupun yang boleh tidak dilaporkan.
3 Jenis gratifikasi yang harus ditolak
1. Komisi atau cashback
Misalnya, dari pihak perusahaan melalui bagian purchaser, membeli keperluan bahan baku produksi ke vendor. Telah disepakati harga, dan juga sudah dibayar oleh perusahaan. Sebagai ucapan terima kasih, vendor pun memberikan “cashback” kepada purchaser. Jumlahnya lumayan.
Dalam hal ini, akan lebih baik jika purchaser melaporkannya dan memberikan cashback itu kepada perusahaan, sebagai hak dari perusahaan yang sudah membeli bahan produksi pada sang vendor.
Jika purchaser tidak melaporkan ataupun mengembalikan cashback ini, maka hal itu bisa dianggap sebagai gratifikasi.
Ada pula kasus, memberikan mata uang asing sebagai ucapan terima kasih, dengan alasan supaya praktis atau ringkas. Nah, hati-hati. Dalam aturan KPK, hal ini juga termasuk salah satu jenis gratifikasi.
2. Bingkisan
Pemberian bingkisan atau hadiah juga merupakan salah satu jenis gratifikasi yang harus ditolak, apalagi jika hadiah ataupun bingkisan itu seharga nominal yang cukup besar. Misalnya, hadiah rumah atau mobil.
Kalau menurut aturan KPK, bingkisan atau hadiah yang tidak harus dilaporkan adalah yang berupa barang seharga di bawah Rp1.000.000. Selebihnya, PNS wajib melaporkannya, dan kalau sangat lebih dari itu, maka PNS harus menolaknya dengan segera.
By the way, aturan ini juga ada di undang-undang beberapa negara maju di dunia lo, salah satunya Amerika Serikat. Hanya saja nominalnya yang berbeda. Batas gratifikasi di AS adalah tidak boleh melebihi $50, yang berarti–kalau dihitung dengan kurs sekarang–kurang lebih Rp700.000.
Dalam hal ini juga termasuk pemberian hadiah dalam rangka ulang tahun, pernikahan, perayaan keagamaan, atau yang lainnya. Misalnya saja, ada PNS yang menikahkan anaknya, dan kemudian biaya konsumsi ditanggung oleh pengusaha tertentu. Nah, ini juga termasuk jenis gratifikasi yang harus ditolak.
Peraturan nominal bingkisan atau hadiah yang boleh diterima atau yang harus ditolak ini sebagian juga sudah diadopsi oleh perusahaan-perusahaan swasta dalam peraturan kerja resmi, demi menjaga integritas bisnis mereka.
3. Tiket perjalanan
Jenis gratifikasi lain yang harus ditolak oleh karyawan adalah tiket perjalanan, baik dalam rangka dinas maupun pribadi.
Dalam hal ini, juga termasuk biaya atau ongkos naik haji lo.
Nah, melihat beberapa jenis gratifikasi yang harus ditolak di atas, lantas jenis gratifikasi yang boleh diterima dan tidak perlu dilaporkan itu yang seperti apa?
Beberapa di antaranya:
- Pemberian hadiah dalam hubungan karyawan dengan orang lain sebagai keluarga, asal tidak menimbulkan konflik kepentingan.
- Pemberian hadiah dalam rangka ulang tahun, pernikahan, aqiqah, dan lain sebagainya, asal tidak melebihi Rp1.000.000.
- Bantuan atas musibah, dengan nominal maksimal juga Rp1.000.000
- Mengajak makan siang, misalnya, dengan sajian atau hidangan yang biasa atau umum dijumpai.
- Penerimaan laba, keuntungan, atau bunga dari investasi atau penempatan dana pribadi yang berlaku umum
- Penerimaan manfaat dari koperasi atau organisasi yang berlaku umum
- Seminar kit atau merchandise yang didapatkan dari workshop, seminar, atau event apa saja, baik yang diikuti dalam rangka penugasan kerja ataupun pribadi
- Penerimaan beasiswa atau tunjangan, dalam rangka meningkatkan keterampilan demi prestasi kerja sesuai peraturan
- Penerimaan kompensasi di luar tugas, selama tidak menimbulkan konflik kepentingan dan tidak melanggar kode etik perusahaan.
Nah, ternyata agak rumit kan ya, membedakan antara mana jenis gratifikasi yang boleh diterima dan mana jenis gratifikasi yang sebaiknya ditolak demi integritas dan reputasi. Memang, sebagai karyawan, kita adalah aset perusahaan. Karena itu, meski mungkin tidak tertulis, menjaga integritas perusahaan itu juga menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita, begitu kita menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
So, menjadi bijak adalah penting. Nggak hanya dalam mengenali mana yang harus ditolak dan mana yang harus diterima, tetapi bijak dalam mengelola keuangan pribadi secara keseluruhan. Lo, hubungannya apa? Ada dong, hubungannya. Kalau kita pintar mengelola keuangan sendiri sudah pasti, apa pun jenis gratifikasinya, kita bisa dengan mudah memilah mana yang boleh diterima, dan mana yang harus ditolak (tanpa ada godaan untuk menerimanya).
Yuk, ikutan kelas finansial online-nya QM Financial! Kamu bisa belajar mengelola gaji dengan lebih baik, sehingga akan merasa tak perlu menerima jenis gratifikasi apa pun. Cek jadwalnya di web Event QM Financial ya. Dan jangan lupa, follow Instagram QM Financial untuk mendapatkan update, info, dan trik keuangan terbaru dari QM Financial.
5 Cara Perusahaan Bantu Karyawan Menjaga Kesehatan Mental
Mentah health, atau kesehatan mental, akhir-akhir ini jadi topik hangat. Terutama sih di media sosial. Banyak yang mulai sadar akan arti pentingnya kita menjaga kesehatan mental, selain menjaga kesehatan secara fisik.
Banyaknya penyakit mental yang ditemui di keseharian sepertinya juga memicu akan awareness ini. Lalu bagaimana dengan kita, para kuli korporasi?
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Labour Force Survey (LFS) di Inggris, menemukan fakta bahwa ada 526.000 kasus stres kerja hingga depresi di tahun 2016-2017. Kalau dibikin prosentase, maka ada 1.610 orang di antara 100.000 pekerja mengalami stres di tempat kerja.
Oh wow!
Kalau di Indonesia, bagaimana? Well, WHO pernah merilis data sekitar bulan Mei 2019 yang lalu, bahwa sedang terjadi fenomena “burnout” di kalangan para pekerja di Indonesia dewasa ini. Bahkan lebih spesifik lagi, WHO menjelaskan kondisi ini dengan kalimat, “Telah terjadi stres kerja kronis yang belum berhasil dikelola di Indonesia.”
Seperti dilansir oleh situs beritagar.id, jajak pendapat Gallup 2018 menemukan 23% karyawan selalu merasa kelelahan bekerja, sementara 44%-nya melaporkan merasa “kadang-kadang” merasakan burnout.
Baik kondisi burnout atau kelelahan dan juga stres kerja, tentu akan berdampak tak baik pada kesehatan mental karyawan, pada akhirnya bukan? Karena itu, sebelum akhirnya menjadi “penyakit mental”, maka sudah seharusnya hal ini mulai dicegah sejak muncul kelelahan pada karyawan saat mereka bekerja.
5 Cara perusahaan bantu karyawan menjaga kesehatan mental selama jam kerja
1. Jalin komunikasi yang intens
Kesehatan mental memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Tapi biasanya yang menjadi pemicu utama kita “sakit” secara mental adalah karena adanya stres di tempat kerja.
So, kalau mau menjaga kesehatan mental karyawan, tentunya perusahaan bisa mulai dari mencegah atau meminimalkan penyebab stres di tempat kerja. Ada beberapa pemicu sih, di antaranya adalah beban kerja, adanya konflik, hingga kurangnya komunikasi antarkaryawan.
Nah, kita bisa mulai dari masalah komunikasi, karena biasanya kondisi seseorang akan lebih mudah dikenal saat kita secara intens berkomunikasi dengannya. Berikan perhatian ekstra jika ada karyawan pengin curhat atau menceritakan kebutuhannya, biasanya sih ini tugas HR ya? Kalau perlu, buka meja konsultasi di hari-hari tertentu sesuai jadwal, agar siapa pun yang hendak sekadar ngobrol bisa leluasa mencurahkan unek-uneknya pada pihak HR.
2. Memperhatikan beban kerja karyawan
Hal paling besar yang berperan penting dalam memicu stres hingga membahayakan kesehatan mental adalah adanya beban kerja yang berlebih. Dalam hal ini, HR perlu bekerja sama dengan supervisor ataupun manajer masing-masing divisi di perusahaan, agar bisa membagi beban kerja yang sesuai untuk para karyawan.
Selain membagi beban kerja yang sesuai porsi masing-masing, HR bersama dengan supervisor dan manajer perlu juga untuk mengadakan evaluasi secara berkala, apakah sudah waktunya untuk merekrut karyawan baru lagi lantaran target dan beban kerja yang semakin bertambah kian harinya.
Memang ada faktor efisiensi yang harus selalu diperhatikan terkait sumber daya manusia ini. Artinya, jangan sampai ada energi terbuang percuma. Akan tetapi, pihak perusahaan juga harus peka dan tanggap, ketika para karyawan mulai mengalami burnout, apalagi kemudian berlanjut ke stres. Ada kemungkinan, kapasitasnya terlampaui.
Ingat, setiap orang punya batasan. Saat batasan ini dilanggar, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Kalau sampai karyawan burnout, stres, hingga kemudian depresi, nah, bisa jadi semua pihak jadi rugi, bukan?
3. Pastikan karyawan bebas masalah yang bisa memengaruhi kinerja di kantor
Jangan bawa masalah di rumah ke kantor, begitupun jangan bawa urusan kantor ke rumah.
Katanya sih begitu. Tapi dalam praktiknya, hal ini sulit betul dilakukan. Mau enggak mau, setiap sisi kehidupan akan saling memengaruhi.
Taruh saja si karyawan punya masalah keuangan pribadi yang berat. Terjerat utang, misalnya. Meski bukan untuk keperluan kantor, tapi utang pribadi bisa menjadi beban pikiran yang berat bagi karyawan hingga memengaruhi kinerjanya di kantor.
So, untuk menjaga kesehatan mental para karyawan, pastikan bahwa mereka terbebas dari segala masalah yang bisa memengaruhi kinerja di kantor. Berikan support dan dukungan sesuai kebutuhan mereka.
4. Pastikan kesehatan fisik baik
Tahu enggak, bahwa kondisi kesehatan mental itu juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik kita? Ingat akan pepatah, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat kan? Pepatah ini bukan sekadar kata bijak saja lo, tapi ada benarnya banget.
Saat tubuh kita sehat dan fit, maka pikiran pun akan terang, hati juga senang. Bye, stres!
Jika sekarang kantor belum punya jadwal tetap untuk medical check up bareng, maka ada baiknya mulai direncanakan. Ketahui kondisi kesehatan karyawan secara fisik secara pasti, untuk kemudian bisa mengelola kesehatan mental mereka.
5. Segera minta bantuan jika terlihat gejalanya
Jika terjadi gejala-gejala karyawan mengalami burnout, stres, depresi, hingga terlihat membahayakan kondisi kesehatan mental, segeralah mencari bantuan pada mereka yang ahli dan profesional. Jangan biarkan terlambat dan berlarut-larut.
Dengan kondisi kesehatan mental yang baik, pastinya diharapkan karyawan akan lebih baik pula kinerjanya, lebih kreatif melahirkan ide-ide baru yang berguna untuk mengembangkan bisnis perusahaan, lebih lincah memecahkan masalah yang muncul, dan bisa menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, antara satu dengan yang lainnya.
Menjadi Karyawan yang Baik dan Bisa Diandalkan, Ini 5 Cara untuk Meningkatkan Kualitas Diri
Menjadi karyawan yang baik itu memang nggak mudah, tapi harus diusahakan. Tak hanya perusahaan yang wajib mengelola sumber daya manusianya seoptimal mungkin, tapi dari pihak karyawannya sendiri juga harus punya kemauan dan motivasi yang cukup untuk meng-upgrade dirinya sendiri.
Rasanya, meskipun perusahaan berusaha memberikan training, benefit dan segala fasilitas yang dibutuhkan sedemikian rupa, kalau si karyawannya sendiri nggak punya niat untuk memperbaiki kualitas diri ya … nggak akan berhasil guna juga.
So, semua memang harus dijalankan secara beriringan dan kompak, oleh karyawan dan juga oleh pihak perusahaan.
Nah, untuk menjadi karyawan yang baik, yang berkompeten, dan siap berkembang (bersama perusahaan), terus apa nih yang bisa kita lakukan? Banyak sebenarnya. Mari kita lihat satu per satu.
5 Cara untuk Menjadi Karyawan yang Baik
1. Jadilah di atas rata-rata
Apakah kita selalu menyelesaikan pekerjaan yang memang sudah ada dalam job desc kita? Apakah pekerjaan itu bisa diselesaikan dengan baik, tuntas, dan tepat waktu? Apakah hasil pekerjaan sesuai dengan standar yang diberikan perusahaan?
Jika ada jawaban ‘belum’, maka sepertinya kita harus bekerja lebih keras lagi. Kalau jawabannya ‘sudah’, juga jangan dulu menepuk dada, karena itu artinya kita sudah menyelesaikan pekerjaan yang memang menjadi kewajiban kita. Kita digaji untuk menyelesaikannya bukan? Berarti itu nggak lebih dong ya.
Kalau kita sudah menyelesaikan pekerjaan yang memang jadi job desc, itu berarti kita hanya menjadi karyawan yang rata-rata saja. Untuk menjadi karyawan yang baik dan menonjol, hingga dikatakan berprestasi, kita harus menunjukkan performa ekstra. Misalnya saja, kita bisa menyelesaikan pekerjaan yang menjadi job desc kita lebih cepat dari target waktu yang diminta oleh kantor.
2. Bangun kredibilitas
Selain bisa dipercaya, menjadi karyawan yang baik itu juga harus kredibel dan bertanggung jawab. Misalnya, ketika diberikan tugas, kita nggak sekadar menyelesaikannya saja (apalagi asal cepat selesai), tetapi kita juga bertanggung jawab agar hasilnya sesuai dengan harapan.
Kredibilitas ini bisa dibangun dengan cara selalu menyesuaikan tindakan dengan apa yang kita ucapkan, atau janjikan. Jangan sampai kita dicap ‘omong doang’.
Kita juga wajib memelihara dan selalu membuka jalur komunikasi dengan orang-orang di sekitar kita. Terutama, mereka yang memiliki hubungan kerja atau bisnis dengan kita.
Selalu tanggapi email, pesan WhatsApp, panggilan telepon, atau apa pun yang kita terima dari atasan, rekan kerja, partner, ataupun stakeholder yang lain. Fast response. Kalaupun ada yang sempat tak terjawab, segeralah untuk difollow up begitu kita sempat.
3. Upgrade diri secara teratur
Untuk menjadi karyawan yang baik, kita harus selalu siap untuk belajar. Hanya karena sudah merasa ahli akan satu hal, jangan biarkan diri sendiri berhenti belajar. Pasti masih banyak hal yang bisa kita pelajari, yang bisa mendukung performa kerja.
Misalnya, sebagai seorang manajer, kita perlu paham mengenai teknik manajerial terbaru supaya proses coaching terhadap anak buah menjadi lebih efektif.
Meski bukan keharusan, tetapi pasti juga banyak hal di luar pekerjaan yang perlu untuk diketahui juga, kan? Misalnya, ada platform media sosial terbaru yang lagi ngehits. Wah, ada bagusnya juga kalau kita ikut mencoba. Siapa tahu bisa menambah networking.
4. Networking
Yes, networking juga perlu kita lakukan jika ingin menjadi karyawan yang baik dan berprestasi.
Bekerja nine to five di dalam kantor setiap hari jangan sampai membuat kita jadi menutup diri dari dunia luar. Luangkanlah waktu untuk update situasi. Meetup dengan teman-teman, juga koneksi lainnya.
Jalin persahabatan dengan siapa pun yang berniat baik. Siapa tahu bisa jadi rekanan sehingga bisa meningkatkan performa kerja kita kan?
5. Atur keuangan pribadi
Dan, yang terakhir nih, untuk menjadi karyawan yang baik, aturlah keuangan pribadi kita juga dengan baik. Sudah tahu kan, apa hubungan antara masalah keuangan yang kita hadapi dengan performa kerja? Saat kita punya masalah keuangan pribadi, maka saat itu pula pasti akan berpengaruh pada fokus dan produktivitas kita dalam bekerja.
So, merasa gaji selalu tak cukup? Merasa gaji terlalu kecil? Merasa punya gaji 1 koma 4? Mungkin masalahnya bukan karena kantor kurang memberikan apresiasi yang pantas. Mungkin karena kita belum bisa mengelola gaji dengan benar, sehingga semua tanggal jadi tanggal tua terus.
Untuk membantu mengelola keuangan pribadi, bisa lo mengusulkan ke divisi HR untuk ngadain pelatihan keuangan. Atau coba cek jadwal-jadwal kelas finansial online di QM Financial ini, siapa tahu ada yang cocok. Coba usulkan pada HR agar bisa disupport juga.
Itu dia 5 cara menjadi karyawan yang baik, yang berprestasi dan siap berkembang terus. Bersama karyawan yang berkompetensi, pastilah perusahaan akan maju dan berkembang juga.
Mengenal Lebih Jauh Perbedaan Suap dan Gratifikasi di Kalangan Karyawan
Salah satu upaya terpenting untuk membentuk tim sumber daya manusia yang mumpuni dalam sebuah perusahaan adalah membangun integritas karyawan. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk upaya ini, di antaranya adalah meminimalkan peluang terjadinya suap dan gratifikasi, baik yang dilakukan oleh karyawan maupun terhadap karyawan.
Hmmm. Suap. Gratifikasi. Sepertinya dua istilah ini ‘KPK banget’ ya. Biasanya yang kita dengar mengenai berita suap dan gratifikasi adalah berita-berita seputar politik deh. Tapi ternyata enggak lo. Suap dan gratifikasi ini akrab juga ditemui di kalangan karyawan.
Tapi apa ya perbedaan suap dan gratifikasi, utamanya di kalangan karyawan, ini? Bukankah keduanya artinya sama saja, yaitu kurang lebih mengupayakan sesuatu untuk “melicinkan” atau memperlancar usaha?
Nah, mari kita lihat perbedaan antara gratifikasi dan suap, agar kemudian kita bisa menghindarinya, karena keduanya berpeluang menimbulkan fraud atau kecurangan di dalam organisasi perusahaan.
Tentang Suap dan Gratifikasi
Suap di Kalangan Karyawan
Memang perusahaan mempunyai kebijakan masing-masing sebagai upaya untuk mencegah penyebab fraud ini terjadi. Tapi, kita bisa melihat dari peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah sebagai patokan.
Suap (menurut Wikipedia) adalah tindakan memberikan uang, barang atau bentuk lain sebagai “balasan” atau “imbalan” dari pemberi suap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas kepentingan/minat si pemberi, walaupun sikap tersebut berlawanan dengan penerima.
Pasal 3 UU No. 3 Tahun 1980 juga menyebutkan definisi suap ini, yaitu bahwa penyuapan terjadi ketika ada orang yang menerima sesuatu atau janji, supaya ia melakukan (atau tidak melakukan) sesuatu yang menyangkut kepentingan umum atau perusahaan, bahkan yang berlawanan.
Seperti dikutip dari situs Kumparan, tentang suap ini lebih jauh diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73), UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor).
Hal ini tak hanya berlaku bagi para pegawai negeri ataupun penyelenggara negara saja, tapi juga bisa terjadi di kalangan karyawan di perusahaan swasta.
Contoh kasus yang paling mudah terjadi di kalangan karyawan misalnya seorang supplier atau vendor memberikan “amplop” kepada salah satu karyawan yang berwewenang agar mau ‘berbelanja’ kebutuhan produksi pada vendor yang bersangkutan. Padahal bisa saja, secara kualitas produk vendor belum masuk ke standar kualitas dari perusahaan.
Hal sebaliknya juga bisa terjadi. Misalnya karyawan dari sebuah perusahaan memberikan hadiah pada orang lain, misalnya di lembaga pemerintah, demi mendapatkan izin-izin tertentu untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu.
Jadi, nggak hanya diberi “hadiah”, memberi “hadiah” pun juga bisa terkena pasal Undang-Undang yang mengatur mengenai suap ini.
Gratifikasi di Kalangan Karyawan
Memang suap dan gratifikasi ini bisa terjadi beriringan. Bahkan pengertiannya kadang juga tertukar.
Gratifikasi terjadi ketika seseorang menerima pemberian uang tambahan, barang, diskon, komisi pinjaman tanpa bunga, ataupun fasilitas-fasilitas lain, misalnya tiket wisata gratis, biaya pengobatan gratis, dan lain sebagainya.
Pelaku tindak gratifikasi ini bisa dipidana lo, dengan hukuman penjara 4 – 20 tahun, dan denda Rp200 juta – Rp1 miliar. Hal ini diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12.
Sampai di sini bisa dilihat, beda gratifikasi dan suap adalah lebih ke intensinya. Kalau suap bersifat transaksional dan langsung, diberikan bersamaan dengan proses kerja sama yang sedang berlangsung. Sedangkan gratifikasi tidak bersifat transaksional–karena kadang diberikan setelah kerja sama selesai, atau bahkan belum ada sama sekali kerja sama. Ada yang menyebut gratifikasi ini sebagai “suap yang tertunda”, karena banyak yang dianggap sebagai “investasi” ataupun upaya untuk mencari perhatian.
Nah, kalau KPK sendiri, sebagai lembaga negara pengawas tindak korupsi dan kawan-kawannya, sempat mengeluarkan Buku Saku Memahami Gratifikasi, yang secara lengkap merincikan apa dan bagaimana tindakan gratifikasi itu. Well, lagi-lagi ini dibuat untuk mengatur jika ada kemungkinan terjadi di kalangan pegawai negeri ataupun penyelenggara negara. Tapi perusahaan swasta ada baiknya untuk juga mengerti dan memahami.
Kalau mengacu pada buku saku KPK tersebut, bentuk gratifikasi yang bisa terjadi di kalangan karyawan misalnya saja:
- Penerimaan hadiah atau parsel dari pihak luar perusahaan oleh rekanan
- Penerimaan komisi karena sudah merekomendasikan rekanan
- Penerimaan potongan harga atas produk dari rekanan yang kemudian tidak dilaporkan ke perusahaan
- Dibiayai liburan setelah proyek selesai
Dan masih banyak lagi.
Yes, kalau dilihat-lihat lagi, sebagian besar fraud karyawan yang terjadi akibat suap dan gratifikasi ini tampaknya adalah hal-hal yang biasa dan banyak kita temui praktiknya dalam proses jalannya perusahaan ya? Saking biasanya, bahkan kita kadang nggak sadar, kalau itu adalah bentuk suap dan gratifikasi. Saking umumnya, hingga menjadi bentuk budaya.
Pada akhirnya, tentu saja, hal ini bisa merugikan perusahaan. Banyak deh efeknya, dan biasanya efeknya ini jangka panjang.
Karena itu, adalah penting bagi pihak perusahaan–melalui divisi HR–untuk berupaya mencegah atau meminimalkan peluang terjadinya fraud karyawan, termasuk suap dan gratifikasi. Dari mana perusahaan bisa memulai? Bisa dari segi finansial, yaitu mengupayakan agar karyawan tidak mempunyai masalah keuangan pribadi yang bisa membuat mereka sempat tergoda untuk melakukan fraud.
Yuk, undang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan bagi karyawan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.