Ini Dia Cara Mengatasi Karyawan Toxic yang Harus HR Tahu
Mengatasi karyawan toxic bisa jadi merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh HR dan manajemen dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif.
Pasalnya, perilaku toxic tidak hanya menghancurkan hubungan antar karyawan loh, tetapi juga menurunkan kinerja tim secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengatasi perilaku toxic sejak dini, guna meminimalkan dampak negatifnya terhadap organisasi.
Salah satu aspek penting dalam mengatasi karyawan toxic adalah memahami penyebab yang mendasari perilaku tersebut. Karena, pasti sesuatu itu ada pemicunya kan? Termasuk perilaku toxic yang dilakukan oleh karyawan. Pasti ada alasannya deh, mengapa mereka melakukan hal-hal yang tidak mengenakkan tersebut.
Memahami penyebab ini penting, karena dengan begitu, pihak perusahaan—dalam hal ini diwakili oleh divisi HR—akan dapat memikirkan solusi terbaik untuk mengatasi hal ini.
Apa Itu Perilaku Toxic di Lingkungan Kerja?
Perilaku toxic di lingkungan kerja adalah tindakan atau sikap negatif yang dilakukan oleh individu atau kelompok di tempat kerja, yang dapat merusak suasana kerja, hubungan antar karyawan, dan produktivitas.
Perilaku ini cenderung merugikan baik individu yang terlibat maupun organisasi secara keseluruhan. Contohnya seperti apa sih, perilaku toxic yang ditunjukkan oleh karyawan itu?
Misalnya, menyampaikan komentar negatif atau merendahkan terhadap kemampuan, penampilan, atau karakter karyawan yang lain. Atau, menyebarkan informasi yang tidak benar atau merugikan tentang rekan kerja, yang dapat merusak reputasi mereka. Sikap tidak kooperatif atau tidak berbagi informasi, seperti sengaja menyembunyikan informasi penting atau menolak bekerja sama dengan rekan kerja, yang menghambat kerja sama, itu juga termasuk perilaku karyawan toxic lo! Juga misalnya ada karyawan yang suka mengabaikan tugas atau tanggung jawabnya.
Nah, ternyata, jika karyawan memiliki perilaku toxic di lingkungan kerja salah satunya bisa berasal dari masalah keuangan yang mereka hadapi.
Ketika karyawan mengalami stres keuangan atau kesulitan dalam mengelola utang, tekanan dan kecemasan yang ditimbulkan dapat mempengaruhi keseimbangan emosional mereka. Emosi negatif tersebut kemudian dapat berdampak pada perilaku karyawan di tempat kerja, yang dalam beberapa kasus, bisa berujung pada perilaku toxic.
Masalah keuangan dapat menyebabkan karyawan merasa tidak mampu untuk fokus pada pekerjaan mereka, sehingga mereka mungkin menunjukkan sikap tidak kooperatif, mudah tersinggung, atau bahkan agresif terhadap rekan kerja. Mengakui dan mengatasi masalah keuangan sebagai salah satu penyebab potensial perilaku toxic sangat penting dalam upaya menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif bagi semua karyawan.
Cara Mengatasi Karyawan Toxic yang harus HR Tahu
Jika hal ini terjadi, maka pihak perusahaan harus segera ambil tindakan untuk mengatasi karyawan toxic.
Pasalnya, ada sejumlah dampak yang bisa terjadi jika perusahaan tak segera mengatasi karyawan toxic ini. Seperti misalnya perilaku toxic dapat menghancurkan hubungan antar karyawan dan menghambat kerja sama tim, yang pada akhirnya akan memengaruhi pencapaian tujuan bersama. Saat suasana kerja tidak kondusif, karyawan cenderung sulit berkonsentrasi dan produktivitas menurun, belum lagi stres, kecemasan, dan depresi pada karyawan yang terkena dampaknya juga bisa terjadi.
Hingga akhirnya, rekan kerja yang terus-menerus mengalami perilaku toxic mungkin memilih untuk meninggalkan perusahaan, yang dapat menyebabkan biaya rekrutmen dan pelatihan yang tinggi, yang kemudian bisa menimbulkan dampak lebih besar lagi.
So, sebelum terlambat, ada baiknya bagi perusahaan—dalam hal ini Human Resources (HR) yang menjadi bagian terdekat dengan karyawan—untuk segera melakukan beberapa hal.
Identifikasi karyawan yang berpotensi mengalami masalah keuangan
Jika memang disinyalir penyebab perilaku toxic ini adalah masalah keuangan, maka HR dapat memonitor kinerja dan perilaku karyawan, serta mencari tahu apakah ada perubahan yang mungkin terkait dengan masalah keuangan tersebut.
Dukungan yang tepat dan empati dari HR dapat membantu karyawan merasa didengar dan dihargai.
Pelatihan keuangan
Salah satu cara untuk membantu karyawan mengatasi masalah keuangan adalah dengan menyediakan pelatihan keuangan atau financial training.
Pelatihan ini dapat mencakup topik seperti mengelola gaji dan anggaran pribadi, pengelolaan utang, investasi, dan perencanaan pensiun. Dengan meningkatkan pemahaman karyawan tentang keuangan, mereka akan lebih mampu mengatasi masalah keuangan pribadi, sehingga mengurangi stres dan potensi perilaku toxic.
Program dukungan karyawan
HR dapat menyediakan program dukungan karyawan yang membantu mereka mengatasi berbagai masalah pribadi, termasuk keuangan. Dukungan ini dapat mencakup konseling, akses ke sumber daya keuangan, dan layanan bantuan darurat.
Budaya perusahaan yang inklusif dan positif
Membangun budaya perusahaan yang mendorong kerja sama, komunikasi terbuka, dan saling mendukung dapat membantu mengurangi perilaku toxic.
Karyawan yang merasa didukung oleh rekan kerja dan manajemen lebih mungkin untuk mengatasi masalah pribadi, termasuk masalah keuangan, tanpa mengganggu kinerja keseluruhan.
Pelatihan komunikasi dan penyelesaian konflik
HR dapat menyediakan pelatihan dalam komunikasi efektif dan penyelesaian konflik untuk membantu karyawan mengatasi situasi yang sulit dan menghindari perilaku toxic. Keterampilan ini akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, HR dapat membantu mengatasi karyawan toxic yang timbul akibat dari masalah keuangan karyawan. Efeknya, dampak perilaku toxic bisa ditekan, sehingga kinerja perusahaan secara keseluruhan tetap terjaga dengan baik.
Sebagai perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif, saatnya mengambil tindakan proaktif dalam mengatasi penyebab perilaku toxic di tempat kerja, termasuk masalah keuangan pribadi. Dalam upaya ini, mengundang QM Financial untuk mengadakan pelatihan keuangan di kantor atau perusahaan kamu bisa jadi langkah yang sangat tepat.
QM Financial memiliki keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menyediakan pelatihan keuangan yang efektif, membantu karyawan mengelola keuangan pribadi mereka dengan lebih baik, mengurangi stres, dan secara tidak langsung mengatasi karyawan toxic.
Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Ini 3 Masalah Keuangan yang Dihadapi oleh HR dari Karyawannya
Banyak yang mengira, bahwa masalah keuangan muncul sebagai akibat dari penghasilan sebagai karyawan yang terlalu kecil. Lalu, solusinya, karyawan pun menuntut pada perusahaan melalui divisi HR, atau Human Resources, untuk menaikkan gaji.
Nah, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah dengan begitu, masalah keuangan lantas bisa hilang atau terselesaikan? Ternyata, enggak juga. Faktanya, gaji naik eh … ternyata lifestyle juga naik. Gaji besar pun juga dirasa enggak cukup, karena seiring waktu, kebutuhan juga lebih banyak. Bahkan bisa jadi, gaji besar, utang juga besar. Ouch!
Mau tahu, masalah keuangan apa yang biasanya dihadapi oleh HR dari karyawan? Ternyata 3 hal ini loh yang paling sering.
3 Masalah Keuangan yang Paling Sering Dihadapi oleh Karyawan
1. Kelola gaji
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Virginia Tech Study di Amerika Serikat menyebutkan, bahwa 1 dari 5 karyawan terlilit masalah keuangan, yang lantas menghambat kinerja karyawan itu sendiri selama di kantor; tingkat ketidakhadiran tinggi dan produktivitas menurun. Sementara, QM Financial sendiri pernah melakukan survei, yang hasilnya menyebutkan bahwa 51% karyawan merasa gajinya tidak cukup.
Kedua hasil survei di atas mengungkapkan satu fakta besar: tingkat pengelolaan gaji karyawan masih kurang.
Sebagian besar perusahaan sudah memberikan gaji yang sesuai dengan aturan, yakni sama dengan atau di atas UMR. Tentu saja, banyak faktor lain yang juga memengaruhi besaran gaji karyawan. Tetapi, pada dasarnya, UMR ditentukan sudah melalui prosedur yang panjang, dengan beracuan pada besaran kebutuhan hidup minimal seorang lajang di domisili yang sama dengan kantornya. Jadi, seharusnya besaran gaji akan cukup jika digunakan dengan bijak.
So, besar kemungkinan akar masalahnya memang pada skill untuk mengelola gaji dengan baik. Tanpa pengelolaan keuangan yang benar, gaji seberapa besarnya pun pasti akan enggak cukup. Karyawan tidak dapat mengatur prioritas, sehingga tak pernah ada rencana keuangan. Kalau sudah begini, berbagai kebutuhan hidup bisa terhambat untuk dipenuhi.
2. Utang
Utang juga merupakan salah satu masalah keuangan yang kerap dihadapi oleh HR dari karyawan.
Salah satu contohnya adalah karyawan terlilit utang pinjaman online, alias pinjol. Faktanya, karyawan memang sasaran empuk penipu-penipu utang pinjol. Tak sedikit kasus lilitan pinjaman online, dari yang hanya Rp1 juta menjadi puluhan juta yang muncul dengan korban para karyawan. Dan, salah satu yang sering dibuat repot oleh karyawan karena utang pinjol adalah bagian HR kantor. Terutama jika pinjol yang bersangkutan adalah pinjol ilegal. Teman-teman sekantor ikut menjadi korban teror. Belum lagi banyaknya penawaran jenis utang lainnya, seperti paylater, kartu kredit, KTA, dan berbagai jenis utang lainnya.
Posisi sebagai karyawan sebenarnya menguntungkan, jika dilihat dari sudut pandang yang lain. Penghasilan yang teratur membuat skema pengembalian utang dengan cicilan seharusnya bisa dilakukan dengan baik. Memang utang sekali waktu bisa menjadi solusi, terutama untuk tujuan produktif. Namun, bahkan masih banyak yang belum paham beda utang yang perlu dan tidak perlu. Tanpa pertimbangan matang dan skema pengembalian yang sesuai, utang bisa jadi masalah keuangan yang cukup besar di kemudian hari.
3. Pensiun
Masalah keuangan lain yang juga sering harus dihadapi oleh HR dari karyawan adalah soal pensiun.
Masalah pensiun ini memang seharusnya menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing karyawan. Tetapi, perusahaan yang baik juga akan ikut mempersiapkan pensiun bagi karyawannya. Hal ini sesuai dengan UU No. 13 Taun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa perusahaan punya kewajiban untuk membayarkan imbalan pascakerja, yang termasuk di dalamnya adalah dana pensiun. Memang sudah ada Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun, dengan alokasi dana yang dibagi antara karyawan dan perusahaan, tetapi apakah memang cukup? Mengingat angka harapan hidup masyarakat Indonesia juga naik di tahun 2022 ini, dari 73.4 menjadi 73.5.
Tanpa menyiapkan dana pensiun yang memadai, bisa jadi nantinya cash flow perusahaan terganggu karena mendadak harus membayar dana pesangon pensiun untuk karyawannya. Apalagi jika ternyata, si karyawan juga tak siap dana pensiun secara mandiri.
Dikutip dari Detik Finance, dalam survei yang dilakukan oleh HSBC global bertajuk Future of Retirement, yang dilakukan terhadap 17.405 orang di 16 negara dengan 1.050 di antaranya responden dari Indonesia, menunjukkan fakta yang menarik. Tiga dari 4 responden dalam survei ini mengaku bahwa mereka mengharapkan bantuan dari orang lain—dalam hal ini, anak-anak mereka—untuk dapat memenuhi kebutuhan di masa pensiun. Sementara, sebanyak 2 dari 3 responden usia kerja bertekad akan terus bekerja setelah masa pensiun tiba, dengan 54% di antaranya ingin berwirausaha dan 25%-nya ingin kembali mencari pekerjaan.
Padahal seharusnya, masa pensiun adalah masa-masa karyawan menikmati hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun bekerja. Betul?
Kesimpulan
Kalau dilihat per masalahnya, kunci permasalahan yang umum terjadi adalah pada mindset karyawan yang masih keliru dalam pemahaman pengelolaan dan perencanaan keuangannya.
Bahwa bukan masalah besar kecilnya gaji yang jadi akar masalah keuangan yang dihadapi oleh karyawan, melainkan bahwa gaji yang tidak dikelola dengan baik maka tetap saja kebutuhan akan sulit dipenuhi. Alih-alih memanfaatkannya untuk hal-hal esensial, gaji malah dihabiskan untuk hal-hal yang kurang penting. Bahkan sering kali, karyawan malah enggak tahu ke mana saja gajinya pergi.
Tanpa pengelolaan dan perencanaan keuangan yang baik, tujuan keuangan—baik jangka pendek, menengah, hingga jangka panjang—akan sulit untuk dicapai.
Apakah kantor atau komunitasmu mengalami masalah keuangan yang sama? Ataukah, punya kebutuhan training finansial yang lain? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
Pentingnya Peduli terhadap Employee Wellness
Enam belas bulan sejak kasus positif COVID-19 pertama diumumkan oleh Presiden Joko Widodo, belum tampak tanda-tanda krisis bakalan segera berakhir. Dampaknya? Jelas luar biasa. Bagi banyak perusahaan, tak hanya memengaruhi secara ekonomi, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan employee wellness.
Di masa normal pun, sebenarnya masalah karyawan yang stres di tempat kerja juga menjadi masalah yang cukup klasik. Apalagi sekarang ditambah dengan kondisi krisis akibat pandemi berkepanjangan. Karena itu, sudah seharusnyalah employee wellness menjadi perhatian.
Kondisi Karyawan dalam Proses Bekerja
Kebijakan WFH di awal tampak memberi ruang santai lebih banyak pada karyawan. Namun ternyata, menyimpan potensi masalah yang lain. Bagi karyawan, di antaranya:
- Merasa ‘jauh’ dari perusahaan.
- Susah bagi waktu dan energi.
- Demotivated karena suasana pandemi.
Sedangkan bagi perusahaan:
- Kesulitan engaging karyawan.
- Kesulitan memantau kondisi karyawan.
- Kesulitan pengembangan personal development karyawan.
Dan hal ini tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan melanda seluruh pekerja di dunia. Di UK, misalnya, menurut laporan survei CIPD 2020 tentang Health and Wellbeing at Work, telah terjadi peningkatan 37% ketidakhadiran terkait stres di tempat kerja sejak tahun lalu (absenteeism), dan 89% karyawan mengatakan bahwa mereka telah bekerja sambil merasa tidak sehat (presenteeism).
Juga di Amerika Serikat, sumber McKinsey menyatakan bahwa stres di tempat kerja membebani pengusaha di AS hampir USD 200 miliar setiap tahun untuk biaya perawatan kesehatan.
Jadi, terlepas dari semua fasilitas dan benefit yang sudah direncanakan perusahaan, karyawan ternyata masih selalu dan terlalu stres di tempat kerja. Ini pastinya dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik mereka.
Aibatnya, karyawan akan mengajukan cuti sakit untuk sekadar berhenti dari tugas-tugas, dan kemudian berusaha memulihkan diri.
Fenomena WFH juga membawa kasus lain. Berjuang untuk kebutuhan yang tetap harus dipenuhi dan komitmen kerja, karyawan bisa jadi merasakan dorongan ekstra untuk bekerja meskipun merasa tidak enak badan. Isu-isu ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga bisnis secara keseluruhan melalui penurunan produktivitas dan kinerja.
Pentingnya Peduli terhadap Employee Wellness
Definisi employee wellness, atau kesejahteraan karyawan, mengacu pada keadaan kesehatan mental, fisik, dan finansial karyawan, yang dihasilkan dari dinamika di dalam—dan terkadang dari luar–tempat kerjanya. Dalam hal ini, termasuk juga hubungan antar rekan sekerja, pemanfaatan sumber daya, keputusan bisnis lebih besar yang memengaruhi diri dan pekerjaan mereka, serta banyak faktor lainnya.
Dalam istilah bisnis, memedulikan employee wellness dapat diterjemahkan menjadi:
- Mendorong produktivitas dan kinerja. Ketika merasa sehat, karyawan menunjukkan perilaku yang lebih sehat dan pengambilan keputusan yang lebih baik.
- Meningkatkan moral karyawan. Karyawan merasa lebih kompeten dan dihargai ketika kebutuhan mereka terpenuhi di semua tingkatan, termasuk fisik, mental, dan finansial.
- Mendorong minat dan bakat. Ketika perusahaan memiliki reputasi yang baik di pasar sebagai pemberi kerja yang menghormati dan mendukung keseimbangan kehidupan kerja karyawan, kemungkinan besar perusahaan akan dapat menarik kandidat yang berkualitas, terampil, dan berintegritas tinggi. Ini juga berarti perusahaan akan berpotensi dapat mempertahankan karyawan yang ada untuk waktu yang lebih lama.
- Peningkatan CRM, atau Customer Relationship Management. Karyawan yang bahagia adalah duta merek terbaik bagi bisnis perusahaan. Jika perusahaan memperlakukan mereka dengan baik, energi positif itu akan menular ke pelanggan juga, pada akhirnya. Karyawan tersebut akan termotivasi untuk memahami bagaimana produk dan layanan perusahaan, yang melayani kebutuhan pelanggan dengan baik.
Untuk mengamankan aset dan memelihara employee wellness ini, perusahaan dapat menawarkan berbagai manfaat kepada karyawan seperti:
- Manfaat finansial: mengikutsertakan karyawan dalam berbagai program pensiun, pemberian pelatihan pengelolaan keuangan dengan lebih baik secara berkesinambungan, pemberian bonus dan insentif, dan lain sebagainya.
- Manfaat kesehatan fisik: mengikutsertakan karyawan dalam asuransi kesehatan dan asuransi jiwa, diskon gym, cuti sakit, acara olahraga bersama, dan lain sebagainya.
- Manfaat kesehatan mental: layanan konseling, penyediaan jasa psikolog, dan lain sebagainya
Dari semua fakta yang sudah dibeberkan di atas, kita bisa menyimpulkan, bahwa mencegah akan selalu lebih baik daripada mengobati. Demikian juga mengenai peningkatan employee wellness ini. Mencegah terjadinya kelelahan dan stres di tempat kerja akan lebih baik ketimbang sudah harus menghadapi banyak karyawan mengalami penurunan produktivitas dan kinerja akibat kelelahan dan stres.
Perusahaan—melalui departemen atau divisi Human Resources dan Human Capital—sebaiknya menyadari betul akan hal ini, dan kemudian mengambil tindakan berupa berinvestasi terhadap berbagai layanan yang dapat mendukung dan mendorong employee wellness, sehingga kasus kelelahan, ketidakhadiran, cuti sakit, dan berbagai masalah karyawan ini tidak harus terjadi.
Apakah kantor atau komunitasmu mengalami masalah keuangan yang sama? Ataukah, punya kebutuhan training finansial yang lain? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
5 Penyebab Fraud Bisa Terjadi di Perusahaan oleh Karyawan
Fraud, atau kecurangan yang dilakukan oleh karyawan, bisa terjadi di perusahaan mana pun. Meski data menyebutkan, bahwa perusahaan dengan jumlah karyawan di bawah 100 orang lebih berpotensi, tapi fraud juga bisa terjadi di perusahaan besar yang sudah punya sistem dan struktur yang baik. Sebenarnya, apa yang menjadi penyebab fraud ini?
Apakah dari sisi perusahaan, ataukah dari sisi human-nya? Well, bisa jadi dari keduanya.
Kita lihat yuk, hasil penelusuran ke beberapa sumber dan juga wawancara dengan seorang staf HR.
5 Penyebab fraud sampai bisa terjadi di perusahaan
1. Adanya celah dan peluang
Fakta bahwa perusahaan dengan jumlah karyawan kurang dari 100 orang lebih rentan mengalami fraud ini bisa menjadi bukti, bahwa celah dan peluang itu akan selalu ada. Memang enggak semua perusahaan kecil mengalaminya sih, banyak juga yang berhasil mengelola SDMnya dengan baik sehingga meminimalkan risiko penyebab fraud.
Akan tetapi, dari merunut logika saja sebenarnya sudah masuk di akal. Perusahaan kecil biasanya belum mempunyai sistem dan struktur perusahaan yang paten, yang efektif dan efisien. Mereka biasanya masih fokus pada pengembangan bisnis, sehingga kadang menurunkan prioritas untuk mengembangkan sisi SDM yang berada dalam organisasinya.
Wajar sih. Kan kadang susah juga kalau semua mau diprioritaskan, bukan? Tapi, sebaiknya juga jangan dibiarkan berlarut-larut tanpa sistem yang jelas. Setidaknya peraturan perusahaan itu harus ada dan harus konsisten diterapkan sehari-hari.
2. Adanya tekanan dan masalah yang harus dihadapi oleh karyawan
Ada peluang, ditambah dengan “kebutuhan”, bisa menjadi penyebab fraud yang dilakukan oleh karyawan yang paling jujur sekalipun.
Kebutuhan ini bermacam-macam. Ya, siapa sih yang nggak punya kebutuhan hidup? Semua juga punya kebutuhan hidup, semua juga butuh uang. Tapi biasanya karyawan yang sampai hati melakukan fraud ini enggak sekadar butuh saja. Ada tekanan yang menyertai kebutuhan ini.
Misalnya, terlilit utang. Karena butuh dana untuk bisa melunasi utang, plus adanya kesempatan, maka ia pun memalsukan laporan keuangan, misalnya. Ouch.
3. Ada ketidakpuasan karyawan terhadap perusahaan
Ketidakpuasan karyawan juga bisa menjadi penyebab fraud mungkin terjadi. Bisa saja karena kenyamanan kurang bisa dicapai dalam bekerja, atau terlalu banyak beban kerja membuat karyawan tidak merasa mendapatkan apresiasi yang dibutuhkan.
Rasa tidak puas (dan ditambah dengan peluang, lagi) bisa menjadi motivasi bagi karyawan untuk melakukan fraud.
Dulu saat saya masih bekerja di sebuah perusahaan trading handicraft, saya sering merasakan ketidakadilan dari pihak manajemen. Salah seorang karyawan yang berada di posisi marketing selalu datang terlambat, kadang sejam kadang dua jam. Dan kemudian berakhir lembur. Saya pikir, lemburnya menjadi cara untuk “membayar” kembali jam kerja yang hilang di awal hari kerja itu. Ternyata enggak. Ia tetap mendapatkan uang lembur. Apa kabar saya yang rajin datang tepat waktu, bekerja efisien supaya sebisa mungkin enggak usah lembur? Padahal saya merasa, hasil dan target kerja saya enggak kurang, malah kadang lebih.
Di situ saya pun mulai merasa tak puas. Akibatnya, ya saya melupakan saja aturan datang tepat waktu. Saya sengaja terlambat datang, supaya nanti bisa lembur dan dapat uang tambahan.
Ketidakpuasan memicu saya untuk melakukan fraud secara personalia. Kecil memang, tapi yang kecil dan sepele begini bisa saja membesar seiring waktu.
4. Kompetensi dan dedikasi karyawan yang kurang
Saya pribadi sih percaya sebenarnya, bahwa tidak ada orang yang benar-benar jahat dari sononya. Selalu ada alasan di balik orang yang tega melakukan perbuatan yang tidak baik. Kadang peluang yang membuatnya jadi “kreatif”, kadang juga karena pengaruh lingkungan.
Pun namanya karakter manusia, memang beragam banget. Masing-masing dengan tingkat kompetensi, dedikasi, dan loyalitasnya. Kadang, beragamnya dan begitu heterogennya karyawan bisa memicu juga, menjadi penyebab fraud terjadi.
Misalnya, seorang karyawan diminta untuk menego agar izin legalitas bisnis disetujui. Agar lebih mudah, karena ia mungkin merasa skill negosiasinya kurang, maka ia pun menyuap rekanan atau orang lain terkait dengan urusan izin tersebut.
5. Rotten apple
Ha? Apel busuk? Iya, well, ini pepatah sih sebenarnya. Yang bilang, bahwa kalau ada satu apel busuk di dalam keranjang, maka akan bisa membuat busuk apel yang lainnya. Kalau pepatah yang lain–yang mungkin lebih populer–adalah karena nila setitik, rusak susu sebelanga, mungkin ya?
Budaya kerja dalam sebuah perusahaan biasanya terbentuk oleh manusia-manusia yang ada di dalamnya. Saat seorang karyawan baru bergabung, dan budaya kerja sudah kental aura fraud-nya, maka si karyawan baru bisa saja lantas melakukan hal yang sama.
Apalagi jika mereka-mereka yang berperan sebagai pemimpin di perusahaan tersebut juga melakukan hal yang sama. Anak buah biasanya akan berperilaku sama dengan atasan.
Kalau dibayangkan, mengerikan juga ya dampak dari penyebab fraud ini. Yang kecil-kecil pun akhirnya nanti bisa membesar, dan akhirnya bisa menimbulkan masalah yang bisa membahayakan perkembangan bisnis. Karena itu, ayo kelola SDM sebaik-baiknya agar terhindar dari fraud.
Untuk membantu perusahaan mengelola SDM yang baik, QM Financial menyediakan program training keuangan yang bisa didesain sesuai dengan kebutuhan. Dengan memberikan training keuangan yang komprehensif, maka diharapkan karyawan tidak lagi “butuh” dan “tertekan” hingga melakukan fraud, alih-alih mereka akan lebih produktif dalam bekerja.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
5 Tip Mengadakan Pelatihan dan Pengembangan SDM Agar Tepat Sasaran
Dalam artikel yang lalu disebutkan, bahwa 1 dari 3 pekerja sungkan untuk mengusulkan pengadaan pelatihan dan pengembangan SDM demi meningkatkan kompetensi diri mereka.
Hal ini sungguh ironis, mengingat 1 dari 2 pekerja mengaku pernah mendapatkan punishment terkait inkompetensi masing-masing, dan kurangnya kesadaran pentingnya pelatihan dan pengembangan SDM ini dari pihak perusahaan sendiri.
Alasannya bisa bermacam-macam. Mungkin dari pihak perusahaan sendiri khawatir, jika pelatihan yang diadakan akan mengganggu workload maupun jam kerja karyawan, atau mungkin belum menemukan cara bagaimana mengadakan pelatihan dan pengembangan SDM secara efektif dan efisien.
Karena itu, berikut ada sedikit tip untuk mengadakan pelatihan dan pengembangan SDM agar lebih tepat sasaran. Simak sampai selesai ya.
5 Tip untuk Memberikan Pelatihan dan Pengembangan SDM di Perusahaan agar Lebih Tepat Sasaran
1. Ketahui kebutuhan karyawan
Karena sasaran pelatihan dan pengembangan SDM ini adalah karyawan, maka kita harus mengetahui dulu dengan pasti, apa yang menjadi kebutuhan karyawan dalam meningkatkan kompetensi mereka. Kemampuan dan skill seorang karyawan tentulah berbeda satu dengan yang lainnya, pun yang menjadi kebutuhan masing-masing bagian atau divisi juga berbeda.
Maka dari itu, dari pihak HR sendiri harus memetakan dulu kekuatan maupun kelemahan karyawan dalam divisi masing-masing ini. Saat kekuatan dan kelemahan sudah bisa diketahui dengan pasti, saat itulah akan bisa diketahui pula pelatihan dan pengembangan SDM seperti apa yang dibutuhkan.
2. Kenali jenis-jenis pelatihan
Ada beberapa jenis pelatihan yang umum diberikan untuk meningkatkan kompetensi karyawan, di antaranya training orientasi, training product knowledge, training manajerial, training teknis, training keuangan, dan lain-lain.
Pihak HR dapat memilih dan menentukan jenis pelatihan ini yang sesuai dengan kebutuhan karyawan seperti yang sudah dipetakan di poin pertama di atas. Mungkin saja akan butuh untuk diselenggarakan beberapa pelatihan, namun tidak harus sekaligus dalam satu waktu. Tentukan prioritas sesuai dengan kebutuhan.
3. Pilih waktu dan tempat yang tepat
Proses pelatihan dan pengembangan SDM yang diselenggarakan demi meningkatkan kompetensi karyawan ini tentu membutuhkan waktu. Tak hanya satu atau dua jam dalam sehari, mungkin saja akan makan waktu sampai beberapa jam.
Bahkan banyak perusahaan melakukan pelatihan dan pengembangan SDM beberapa hari, hingga mereka harus menyewa tempat khusus agar lebih fokus. Kadang, yah, sambil refreshing juga di luar kantor. Banyak yang mengadakan pelatihan ini di lokasi-lokasi wisata yang adem dan nyaman.
Ada beberapa jenis pelatihan yang memang bisa dilakukan di dalam ruangan, namun ada pula pelatihan yang paling baik jika dilakukan di luar ruangan atau outdoor. Biasanya jenis pelatihan interpersonal skill ini paling bagus jika dilakukan sambil outbond atau camping.
Di mana pun perusahaan memutuskan untuk mengadakannya, tentu ini menjadi pertimbangan masing-masing. Yang penting adalah hasil akhir yang harus sesuai dengan yang diharapkan. Untuk waktunya, bisa disesuaikan dengan workload masing-masing karyawan ataupun divisi. Pastinya kan nggak akan sibuk sepanjang tahun kan?
4. Ukur kompetensi sebelum pelatihan diadakan
Sebelum pelatihan dan pengembangan SDM benar-benar dilaksanakan, lakukan dulu semacam pretest terhadap kompetensi karyawan untuk mendapatkan data-data terkait kondisi sebelum ada training. Hal ini penting untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas training nantinya.
Akan lebih baik jika perusahaan bekerja sama dengan lembaga-lembaga penyedia jasa pelatihan dan pengembangan SDM ini, karena metode dan hasilnya biasanya akan lebih objektif. Pastikan materinya benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh karyawan.
5. Lakukan observasi menyeluruh setelah pelatihan diadakan
Setelah proses pelatihan dan pengembangan SDM dilaksanakan, maka tiba waktunya untuk melakukan observasi, apakah menampakkan hasil seperti yang diharapkan. Perhatikan apakah ada perubahan yang lebih baik, berapa lama efek dari pelatihan yang sudah diadakan akan bertahan, kemudian lakukan evaluasi bersama atasan masing-masing divisi.
Perusahaan dapat melakukan review terhadap hasil pelatihan ini secara periodik. Buka diskusi dengan para atasan pun dengan karyawan yang mengikuti pelatihan, apakah hasil pelatihan sudah bisa mereka rasakan manfaatnya ataukah perlu dilakukan pelatihan lanjutan lagi.
Yang paling penting dari diadakannya pelatihan dan pengembangan SDM ini bahwa manfaat yang diperoleh setelahnya tidak hanya untuk kepentingan perusahaan semata, namun kembali pada pribadi karyawan masing-masing. Saat mereka rajin meng-upgrade diri sendiri, maka saat itulah kualitas mereka sebagai individu–tak hanya sekadar menjadi karyawan–juga akan meningkat.
Khusus untuk training keuangan, Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Ini 5 Alasan Resign Karyawan yang Tak Dapat Ditawar Lagi
Hari gini, mencari kerja itu bisa dibilang sulit bukan main. Maka ketika pekerjaan sudah di tangan, sebisa mungkin harus kita pertahankan. Jangan biarkan masalah-masalah sepele menghambat jenjang karier yang sudah direncanakan, dan menetap di suatu tempat. Setiap kali muncul keinginan yang bisa menjadi alasan resign, maka kita perlu mempertimbangkannya masak-masak agar tak menyesal kemudian.
Kecuali, jika kita menemukan 5 masalah berikut ini, yang bisa menjadi alasan resign yang tak dapat ditawar lagi. Karena resign menjadi pilihan yang paling masuk akal.
5 Alasan resign dari tempat kerja yang tak dapat ditawar lagi
1. Dilecehkan
Apa pun bentuknya, pelecehan adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi sama sekali. Tindakan pelecehan membuat orang yang dilecehkan merasa tidak berarti.
Kalau kita harus menghadapi pelecehan, hal pertama yang harus kita lakukan adalah melawan. Namun, jika kita tidak mampu untuk melawannya, menjauh adalah jalan yang terbaik. Ini adalah alasan resign yang tidak akan bisa ditawar sampai kapan pun.
Karier bisa dibangun di mana saja. Tapi membiarkan diri kita dilecehkan, sama saja dengan membiarkan orang lain melakukan pembunuhan karakter.
2. Jenjang karier mentok
Lingkungan kerja menyenangkan, atasan juga bisa diajak bekerja sama dengan baik. Rekan kerja? They’re a bunch of fun!
Tapi, setelah bertahun-tahun bekerja di perusahaan tersebut, jabatan tak juga naik. Gaji naik sih, tapi karena perhitungan inflasi. Juga sepertinya tak ada kesempatan lain untuk bisa unjuk gigi.
Bukan karena kita yang kurang kompeten, tetapi hierarki perusahaan yang sempit jadi menyulitkan para karyawan untuk naik jabatan atau mendapatkan promosi, termasuk kita.
Well, kalau ambisi kita cukup untuk menaiki jenjang karier yang panjang, juga untuk sukses dan berkembang, maka hal ini bisa menjadi alasan resign yang cukup kuat. Mulailah pikirkan untuk mencari peluang lain, sebelum usia tidak lagi produktif untuk berganti pekerjaan.
3. Stres berlebih
Dalam jangka panjang, pekerjaan menyebabkan stres berat hingga memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Hubungan kita dengan keluarga dan teman juga jadi berantakan.
Kalau sudah begini, kita memang harus segera melakukan sesuatu agar stres tak semakin parah. Salah satu cara untuk mengurangi stres adalah dengan menjauhkan diri dari sumber stres. Kalau sudah berbagai cara sudah ditempuh untuk mengurangi stres dan kita tidak mampu lagi untuk menghadapi tekanan pekerjaan, maka ini bisa menjadi alasan resign yang tak bisa ditawar lagi.
Berhenti bekerja adalah cara untuk menyelamatkan diri yang paling masuk akal.
4. Tidak menyukai pekerjaan
Tidak peduli seberapa banyak kita digaji, atau seberapa tingginya jabatan di kantor, pertanyaan terbesar yang harus dijawab adalah apakah kita merasa bahagia saat mengerjakan semua tugas dan job description yang harus dikerjakan setiap hari itu?
Pekerjaan akan menguras seluruh waktu. Dalam sehari, kita barangkali bisa bekerja 8 – 12 jam, bahkan lebih. Itu berarti lebih dari separuh waktu kita dihabiskan untuk mengurusi pekerjaan di kantor. Bayangkan dalam waktu sebegitu lama harus menghadapi pekerjaan yang tidak kita sukai.
Rasanya hidup jadi terasa sia-sia, buang waktu percuma, karena kita tidak pernah menikmati waktu bekerja. Solusinya? Well, mungkin kita masih bisa membicarakan hal ini dengan pihak HR perusahaan. Bila mungkin, kita masih bisa meminta untuk dimutasi ke bagian lain, yang lebih cocok. Pihak HR sendiri biasanya juga mengerti, bahwa kecocokan antara tugas dan karakter karyawan itu memang penting, sehingga besar kemungkinan mereka akan mempertimbangkan permintaan kita untuk pindah divisi atau pindah bagian, jika memang sesuai.
Namun, jika memang sudah benar-benar tak bisa dihindari lagi, hal ini bisa menjadi alasan resign yang tak dapat ditawar lagi. Lebih baik, cari peluang lain di luar sana yang pasti masih terbuka lebar.
5. Kurang tertantang
Ini adalah salah satu alasan resign yang bagus; kita kurang tertantang dengan pekerjaan yang ada saat ini.
Dengan terus berada di sana, kita bisa merasa bahwa hidup kita berhenti tumbuh. Kita hanya menjalani pekerjaan sebagai rutinitas tanpa gereget yang berarti. Adrenalin tidak terpacu, semangat pun datar-datar saja setiap harinya.
Barangkali kita menginginkan tanggung jawab yang lebih besar dan mencari kesempatan yang tidak akan didapatkan dalam perusahaan sekarang. If so, ini bisa menjadi alasan resign yang tak dapat ditawar lagi.
Nah, bagaimana? Adakah yang sedang merasakan kegalauan lantaran punya beberapa alasan resign tapi masih ragu? Well, lebih baik memang pertimbangkan lagi masak-masak, jangan biarkan emosi sesaat yang menjadi pengambil keputusan.
Namun, jika ada salah satu dari alasan resign di atas, maka sepertinya ini sudah waktunya mencari peluang baru, yang lebih baik.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
Sering Pindah Kerja dan Menjadi Kutu Loncat, Apa Untung dan Ruginya?
Sebagian dari kita–orang-orang yang berstatus sebagai karyawan ini–mungkin percaya bahwa pengalaman kerja merupakan hal penting, bukan hanya untuk kemajuan karier namun juga untuk menambah wawasan. Adalah wajar kalau kemudian kita mencoba berbagai hal dan selalu ingin mencari kesempatan yang lebih baik. Namun, kalau terlalu sering pindah kerja, maka bisa-bisa HRD akan menganggap kita sebagai kutu loncat.
Hmmm, sebenarnya, kecenderungan menjadi kutu loncat lantaran terlalu sering pindah kerja ini lebih berindikasi ke positif atau negatif sih? Mari kita telaah lebih lanjut.
Menjadi Kutu Loncat dan Sering Pindah Kerja, Apa Pengaruhnya?
1. Dari sisi karyawan
Dibutuhkan periode waktu tertentu bagi seorang karyawan untuk mempelajari bidang atau bagian tertentu, sampai ia dinyatakan kompeten, mahir, hingga akhirnya ia berhak dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Makin sederhana peran, tanggung jawah, pekerjaan, dan tuntutan koordinasi dengan pihak lain, makin cepat pula karyawan menguasai bidang tersebut sampai ke level advanced. And, vice versa.
Begitu pun semakin pandai karyawan, semakin ia memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar, dan semakin banyak pula support dari perusahaan, maka ia juga semakin cepat menjadi kompeten di bagian tersebut. Hal ini juga berlaku sebaliknya.
Bila jam terbang kita sebagai karyawan di satu bagian dalam perusahaan dinyatakan mencukupi oleh pihak perusahaan, maka kemungkinan kita sudah kompeten dan sudah bisa melalui bagian tersebut. Namun bila jam terbang kita sebenarnya belum mencukupi–apalagi kalau masih banyak PR, catatan, dan saran peningkatan performance di bagian tersebut–maka kalau kita meninggalkan bagian tersebut terlalu cepat dan pindah kerja, bisa dikatakan sebenarnya kita belum siap.
Dengan demikian, meski pengalaman sudah ada, tapi pendalamannya belum memadai. Pada akhirnya, jika hal ini terlalu sering terjadi–kita kerap pindah kerja dan menjadi kutu loncat–bisa saja kita tak pernah sampai ke level terampil atau advanced tersebut. Kita akan selalu menjadi “pemula”, dan bisa saja saat kita mulai dinyatakan terampil, ternyata usia sudah mengharuskan kita untuk pensiun. Ouch.
2. Dari sisi perusahaan
Setiap perusahaan pasti membutuhkan karyawan yang mampu menuntaskan tanggung jawab dan pekerjaan dengan cara yang tepat, memproduksi dengan benar, dan menghasilkan output yang sesuai dengan yang diharapkan.
Setiap perusahaan juga lebih membutuhkan karyawan yang baik dan berkomitmen tinggi terhadap pekerjaan, tanggung jawab, dan organisasi.
Apalagi perusahaan yang berorientasi profit, mereka cenderung akan cepat menerima dan mempromosikan karyawan yang dapat berpikir secara strategis. Perusahaan–tak bisa dimungkiri–juga perlu mendapatkan profit, serta perlu meluaskan market share mereka, bukan?
Dari sini sudah terlihat, jika kita cenderung menjadi kutu loncat dan sering pindah kerja lalu ingin melamar kerja di suatu perusahaan, maka kita harus lebih jeli membidik perusahaannya. Kira-kira perusahaan dengan profil seperti apa yang bisa terbuka menyambut karyawan bertipe kutu loncat dan sering pindah kerja ini sebagai karyawan baru?
Kalau kita memang sudah mampu berpikir strategis, taktis, memiliki nilai jual tinggi sehingga mampu menarik profit lebih bagi organisasi, maka pastinya hal ini bisa menjadi keunggulan tersendiri. Perusahaan yang memang mengutamakan kriteria karyawan seperti ini akan memprioritaskan kita, sehingga desain pengembangan bisnis perusahaan pun akan relatif lebih pendek. Perusahaan akan memperhitungkan mutual benefit apa yang bisa digali dari kedua belah pihak dalam waktu sesingkat mungkin.
Sementara bagi perusahaan yang membutuhkan karyawan berkomitmen tinggi pada organisasi untuk tumbuh dan berkembang bersama, maka kita perlu meyakinkan mereka dalam proses seleksi dengan lebih ekstra. Hal apa saja sih yang bisa menjadi pertimbangan kita sehingga kita cenderung hanya mau tinggal sebentar dan kemudian segera pindah kerja? Dalam waktu relatif singkat itu, kontribusi apa yang dapat kita berikan secara maksimal pada perusahaan?
Jadi, sebaiknya, apa yang harus kita lakukan?
Akan lebih baik jika kita fokuskan lagi pada apa yang ingin diraih dalam karier, dan susun strategi sesuai dengan keinginan tersebut supaya lebih banyak manfaatnya bagi kita ke depan. Agar semakin mumpuni secara profesional, maka selalu bekali diri dan buktikan bahwa–sebagai karyawan–kita:
- Dapat mengelola, memimpin proyek dengan koordinasi yang cukup luas dengan hasil baik
- Taktis memanfaatkan sumber-sumber yang ada di dalam dan luar organisasi, sesuai aturan perusahaan, sehingga selalu dapat menampilkan performa kinerja yang optimal.
- Memiliki networking luas yang dapat menunjang penuntasan kerja dan perluasan bisnis perusahaan.
- Peka terhadap kebutuhan pelanggan dan stakeholders perusahaan, memiliki etos kinerja yang baik.
- Cepat belajar, cepat paham kebijakan perusahaan, terkait peran kita sebagai karyawan dalam perusahaan tersebut.
Lakukan review terhadap career goals secara periodik dari waktu ke waktu. Ketahui tantangan dan keuntungan apa saja yang akan kita terima dalam masa karier kita dalam perusahaan itu. Telaah lagi keuntungan dan kerugiannya kalau niat untuk resign dari kantor mulai timbul.
Karena pengalaman sebenarnya tak hanya bisa didapatkan dengan bekerja di tempat yang berbeda-beda. Kita bisa memaksimalkan dan upgrade diri melalui pengalaman dari perusahaan yang sama, jika kita memang mempunyai inisiatif yang besar untuk melakukannya.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
Jangan Jadi Dinosaurus! 3 Evolusi Dunia Kerja.
Saya berdiskusi dengan seorang klien. Ia adalah seorang manajer di sebuah perusahaan telekomunikasi. Perusahaan tempatnya bekerja mengundang saya menjadi pembicara di sebuah seminar internal. Duduk-duduk ngobrol dengan secangkir kopi, ia bercerita betapa cepatnya perubahan yang sedang terjadi di industri telekomunikasi.