Pengin Jadi Orang Mapan, Tumbuhkan Asetmu
Siapa yang enggak mau jadi orang mapan? Kayaknya sih semua orang juga mau mapan. Buktinya, banyak orang tua yang pengin punya mantu idaman yang mapan. Betul enggak nih?
Yah, menjadi orang mapan memang sering dianggap sebagai tujuan hidup yang ideal. Tapi, kayak apa sih “mapan” itu? Apa ciri-ciri orang mapan itu?
Table of Contents
Ciri-Ciri Orang Mapan
Sebenarnya, enggak pernah ada definisi jelas seperti apa orang mapan itu. Bisa dibilang relatif. Seperti halnya orang kaya. Definisi kaya memang tak pernah jelas kan? Kaya itu yang bagaimana? Sekadar punya uang banyak?
Sama juga, orang mapan itu seperti apa? Apakah punya pekerjaan tetap sudah bisa langsung dianggap sebagai mapan?
Kalau melihat di sekitar kita, mungkin bisa didefinisikan bahwa ciri-ciri orang mapan itu di antaranya adalah:
- Stabil secara finansial, memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, bahkan bisa menabung dan berinvestasi secara rutin.
- Punya aset yang berkembang, seperti properti, investasi, atau tabungan yang terus bertambah nilainya.
- Punya manajemen utang yang baik, mampu mengelola utang dengan bijak, termasuk membayar cicilan tepat waktu.
- Memiliki tujuan keuangan yang jelas, seperti dana pensiun, pendidikan anak, atau investasi untuk masa depan.
- Sudah memiliki asuransi atau dana darurat yang cukup untuk menghadapi risiko tak terduga.
- Mampu membantu orang lain atau berdonasi tanpa mengorbankan kestabilan keuangannya.
- Punya gaya hidup sesuai kemampuan, enggak boros, dan dapat menyesuaikan pengeluaran dengan pendapatan.
Nah, gimana, apakah kamu setuju dengan ciri-ciri orang mapan seperti yang digambarkan di atas?
Kalau dilihat-lihat, ada satu ciri yang terutama sangat mendefinisikan arti mapan itu sendiri, yakni punya aset yang berkembang.
Setiap orang boleh saja memiliki standar berbeda tentang kemapanan, tetapi indikator utamanya adalah pertumbuhan aset dari tahun ke tahun. Pasalnya, pertumbuhan ini mencerminkan keberhasilan dalam mengelola keuangan dan membuat keputusan finansial yang tepat.
Aset yang terus bertambah memberikan keamanan finansial untuk menghadapi kebutuhan masa depan, seperti pendidikan, kesehatan, atau pensiun, tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pendapatan aktif.
Selain itu, kalau asetnya bertumbuh, itu artinya yang bersangkutan mampu memanfaatkan penghasilannya secara efisien dan punya kemampuan berinvestasi. Kondisi ini membantu menciptakan cadangan keuangan yang dapat diandalkan saat menghadapi situasi darurat atau peluang besar.
Aset yang berkembang juga memberikan fleksibilitas dalam mengambil keputusan hidup, seperti memulai bisnis, mengejar pendidikan lebih tinggi, atau pensiun lebih awal.
Nah, jadi sekarang sudah tahu ya, gimana caranya mencari tahu apakah seseorang itu bisa dibilang mapan atau enggak. Coba tanyakan asetnya.
Baca juga: 8 Aset yang Bekerja untuk Kita dan Bisa Mendatangkan Penghasilan
Cara Menumbuhkan Aset agar Cita-Cita Mapan Tercapai
Terus, kalau cita-citanya pengin jadi orang mapan dengan aset yang bertumbuh, gimana caranya? Yuk, kita lihat.
1. Buat Rencana Keuangan
Rencana keuangan adalah kunci untuk mencapai segala jenis cita-cita, termasuk jadi orang mapan. So, tentukan tujuan keuanganmu berdasarkan kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dengan begitu, kamu pun dapat lebih mudah menyusun prioritas dan menentukan langkah yang sesuai.
Rencana keuangan yang baik mencakup alokasi penghasilan, pengelolaan pengeluaran, dan strategi menabung atau berinvestasi. Misalnya, untuk jangka pendek, fokus pada pengelolaan dana darurat dan pembayaran utang berbunga tinggi. Untuk jangka menengah, alokasikan sebagian dana ke investasi rendah hingga menengah risiko.
Sedangkan untuk jangka panjang, pilih instrumen investasi yang dapat memberikan hasil optimal seperti saham atau properti. Langkah ini memastikan aset bertambah sesuai target yang telah ditetapkan.
2. Pilih Instrumen Investasi sesuai Profil Risiko dan Kebutuhan
Setiap orang memiliki toleransi risiko yang berbeda. Hal ini dapat memengaruhi jenis investasi yang ideal. Kalau enggak sesuai, aset akan sulit bertumbuh. Jadi, coba cari tahu profil risikomu sendiri, sebelum menentukan instrumen investasinya ya.
Selain menyesuaikan dengan profil risiko, kebutuhan juga menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan. Misalnya, untuk kebutuhan jangka pendek, hasil akan lebih optimal dengan reksa dana pasar uang.
Diversifikasi investasi juga penting untuk meminimalkan risiko, misalnya dengan mengalokasikan dana ke berbagai sektor atau jenis aset. Dengan strategi ini, pertumbuhan aset untuk jadi orang mapan akan lebih stabil dan terencana.
3. Kelola Utang
Mengelola utang dengan bijak adalah kunci untuk memastikan aset dapat terus bertumbuh. So, pembayaran utang harus jadi prioritas.
Hindari mengambil utang konsumtif yang enggak signifikan untuk tujuan jangka panjang. Jadi, jika memang harus berutang, pastikan utang tersebut digunakan untuk hal produktif.
Selalu evaluasi kemampuan membayar cicilan dengan mempertimbangkan rasio utang terhadap pendapatan. Rasio ideal adalah maksimal 30% dari total penghasilan bulanan. Dengan pengelolaan yang cermat, utang dapat menjadi alat keuangan yang mendukung pertumbuhan aset, bukan menjadi beban yang menghambatnya.
4. Tingkatkan Pendapatan
Meningkatkan pendapatan juga perlu, sehingga mempercepat pertumbuuhan asetmu. Jadi, mulailah dengan mengeksplorasi peluang pekerjaan sampingan yang sesuai dengan keterampilan. Pekerjaan tambahan ini juga dapat membuka peluang baru untuk memperluas jaringan profesional loh.
Gunakan pendapatan tambahan ini secara bijak, untuk mencapai cita-cita jadi orang mapan dengan lebih cepat. Alokasikan sebagian untuk investasi atau menambah aset produktif.
5. Lindungi Aset dengan Asuransi
Last but not least, penting juga bagi kamu untuk melindungi aset dengan asuransi. Asuransi memberikan perlindungan terhadap kerugian finansial akibat berbagai kejadian, seperti bencana alam, kecelakaan, kerusakan properti, atau masalah kesehatan yang membutuhkan biaya besar.
Tanpa asuransi, biaya tak terduga ini dapat mengganggu keuangan. Boro-boro bisa tercapai cita-cita jadi orang mapan. Bisa jadi aset malah berkurang kalau kamu enggak punya asuransi.
Baca juga: Aset Finansial: Pengertian, Contoh, dan Perbedaannya dengan Aset Riil yang Perlu Diketahui
Jadi orang mapan itu bukan cuma soal penghasilan, tetapi bagaimana mengelola dan menumbuhkan aset dengan bijak. Dengan langkah yang tepat, kestabilan keuangan dan masa depan yang lebih cerah dapat dicapai.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Cara Mengidentifikasi Lifestyle Inflation dalam Kehidupan Sehari-hari
Kadang secara enggak sadar, ternyata lifestyle inflation sedang terjadi. Ini tuh paling sering kejadian kalau penghasilan kita juga naik perlahan. Akhirnya, karena “ada”, tiba-tiba saja pola pengeluaran berubah. Entah posnya bertambah, atau nominalnya yang berubah.
Lifestyle inflation ini kalau enggak terkendali, bisa menggoyang rencana keuangan loh!
Table of Contents
Apa Itu Lifestyle Inflation?
Lifestyle inflation adalah peningkatan gaya hidup seiring dengan bertambahnya penghasilan. Pengeluaran cenderung meningkat untuk memenuhi keinginan baru, bukan kebutuhan, sehingga penghasilan tambahan enggak digunakan untuk menabung atau berinvestasi.
Akibatnya, meskipun pendapatan naik, kemampuan keuangan tuh tetep saja, enggak bertambah, karena pengeluaran terus mengikuti. Lebih fatal lagi, kadang malah melebihi kenaikan penghasilan tersebut.
Kalau kita enggak hati-hati, keuangan secara keseluruhan bisa goyah. Apalagi kalau ternyata kenaikan penghasilan itu sifatnya hanya sementara. Misalnya, secara kebetulan, kita ditunjuk untuk memimpin divisi tertentu, yang ada durasi jabatannya. Saat memimpin divisi itu, ada tambahan tunjangan yang kita terima. Jabatan tersebut hanya kita pegang selama 5 tahun. Setelah masa jabatan habis, tunjangan pun enggak lagi ada.
Terus, apa kabar pengeluaran yang tadinya sudah ada? Padahal, menurunkan standar hidup itu enggak semudah saat menaikkannya.
Fenomena ini dapat menghambat pencapaian tujuan keuangan jangka panjang. Nah, karena itu, kamu harus tahu nih ciri-ciri sedang terjadi lifestyle inflation, agar kamu bisa jadi lebih waspada akan pengeluaran tambahan yang “mendadak” ada ini.
Baca juga: 5 Cara Agar Gaya Hidup Sejalan dengan Gaji
Ciri-Ciri Sedang Terjadi Lifestyle Inflation
1. Besar Pasak daripada Tiang
Besar pasak daripada tiang, alias pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan adalah tanda utama gaya hidup yang enggak sehat secara finansial. Kalau hal ini kamu alami, maka kamu harus langsung waspada bahwa lifestyle inflation sedang terjadi.
Kondisi ini—jika dibiarkan berlarut-larut—bisa membuatmu bergantung pada utang atau kartu kredit. Bahkan kamu bisa terjebak menggunakan keduanya untuk menutupi kebutuhan harian.
Pastinya, ke depan akan semakin berat kalau enggak segera dikendalikan. Kebiasaan ini dapat menumpuk beban finansial, terutama dengan adanya bunga atau biaya tambahan dari utang. Dalam jangka panjang, situasi ini berpotensi menghambat kemampuan untuk menabung, berinvestasi, atau mencapai tujuan keuangan lainnya.
2. Keinginan Menjadi Kebutuhan
Dalam keuangan kita diajarkan untuk memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan. Keinginan boleh saja dipenuhi, asalkan kebutuhan sudah mencukup terlebih dulu. Yang masuk daftar keinginan adalah hal-hal atau barang yang sebelumnya dianggap sebagai kemewahan atau bersifat tersier. Misalnya seperti gadget keluaran terbaru, makan di restoran mahal, nonton konser, dan sejenisnya.
Ketika hal-hal yang bersifat tersier ini lantas dianggap sebagai kebutuhan pokok—yang kalau enggak dipenuhi, kita merasa jadi “terancam”—maka waspadalah, karena itu sudah jadi tanda-tanda lifestyle inflation.
Pola ini mencerminkan gaya hidup yang semakin meningkat seiring waktu. Jika enggak dikendalikan, kecenderungan ini dapat memengaruhi prioritas keuangan. Akhirnya hal ini bisa membuat pengeluaran enggak lagi sejalan dengan kemampuan, dan mengorbankan alokasi untuk hal yang lebih penting lainnya.
3. Frekuensi Belanja Meningkat
Meningkatnya frekuensi pembelian juga bisa menjadi salah satu indikator lifestyle inflation. Kebiasaan ini biasanya muncul ketika barang baru dianggap lebih menarik meski barang lama masih berfungsi dengan baik.
Contohnya adalah sering mengganti gadget, pakaian, atau peralatan rumah tangga hanya karena ingin mengikuti tren terbaru. Kebiasaan ini enggak hanya meningkatkan pengeluaran, tetapi juga tak ramah lingkungan.
Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengurangi kemampuan menabung dan membuat keuangan lebih rentan terhadap situasi darurat.
4. FOMO
Tuntutan gaya hidup sosial yang kemudian menjadi FOMO juga sering menjadi pemicu utama lifestyle inflation. Dorongan untuk mengikuti tren atau memenuhi ekspektasi lingkungan sekitar, seperti beli barang yang viral dan mahal yang sebenarnya enggak perlu-perlu amat dapat memengaruhi keputusan finansial.
Kebiasaan ini biasanya dipicu oleh kebutuhan akan pengakuan atau rasa ingin diterima dalam lingkungan sosial tertentu. Akibatnya, pengeluaran meningkat bukan karena kebutuhan, tetapi demi menjaga citra di mata orang lain.
Jika dibiarkan, hal ini dapat menguras tabungan, mengurangi alokasi investasi, dan memperburuk kondisi keuangan jangka panjang.
5. Aset Enggak Bertumbuh
Menurunnya nilai tabungan dan investasi menjadi salah satu dampak nyata dari lifestyle inflation. Gaji sih naik, penghasilan bertambah, tapi ternyata enggak ada pertumbuhan signifikan dalam aset. Ini juga tanda-tanda kamu harus waspada.
Coba cari penyebabnya. Bisa jadi karena sebagian besar pendapatan dialokasikan untuk memenuhi gaya hidup yang terus berkembang. Ketika prioritas beralih ke pengeluaran konsumtif, potensi keuntungan dari investasi atau tabungan menjadi terabaikan. Akhirnya tujuan jangka panjang ya tinggal wacana saja.
6. Uang Tambahan untuk Konsumtif
Menggunakan uang tambahan untuk konsumsi mungkin saja wajar. Tetapi sebenarnya, bisa jadi tanda lifestyle inflation loh.
Ketika bonus, insentif, atau penghasilan tambahan langsung dihabiskan untuk belanja, liburan, atau hiburan, peluang untuk memperkuat keuangan jangka panjang akan terlewatkan. Padahal, penghasilan ekstra yang dapat dialokasikan untuk menambah tabungan, melunasi utang, atau berinvestasi, yang bikin kita lebih cepat mencapai tujuan keuangan.
Kebiasaan ini enggak cuma menghambat pertumbuhan finansial, tetapi juga menciptakan pola konsumsi impulsif yang sulit dikendalikan jika terus dibiarkan.
Baca juga: 7 Jebakan Gaya Hidup Kekinian yang Bisa Bikin Jebol Dompet
Memahami tanda-tanda lifestyle inflation penting untuk menjaga keuangan tetap sehat. Dengan mengenali pola pengeluaran yang enggak terkendali, langkah pencegahan bisa segera dilakukan untuk mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Mengapa Banyak Karyawan Sulit Mengatur Cash Flow?
Mengelola cash flow adalah keterampilan penting yang sering kali diabaikan oleh karyawan. Kesulitan dalam mengatur arus kas bisa disebabkan oleh kurangnya edukasi keuangan, pengeluaran tak terduga, hingga gaya hidup konsumtif. Tanpa pemahaman yang memadai, merencanakan dan mengontrol pengeluaran menjadi tantangan besar.
Untuk membantu karyawan mengatasi masalah ini, berbagai strategi bisa diterapkan. Mulai dari meningkatkan edukasi keuangan, membuat rencana keuangan yang jelas, hingga mengadopsi gaya hidup yang lebih sederhana. Dengan langkah-langkah ini, stabilitas keuangan dapat dicapai dan tujuan finansial dapat terealisasi.
Table of Contents
Alasan Karyawan Sulit Atur Cash Flow
Memahami alasan karyawan sulit mengatur cash flow bisa memberikan wawasan penting untuk mengatasi masalah keuangan mereka. Berikut adalah beberapa alasan utama yang sering menjadi penyebab kesulitan dalam menjaga stabilitas keuangan.
1. Kurangnya Edukasi Keuangan
Banyak karyawan tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang dasar-dasar pengelolaan keuangan dan anggaran. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam merencanakan dan mengontrol pengeluaran mereka.
Akibatnya, mereka sering kali mengalami masalah dalam mengelola keuangan pribadi dan menjaga keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Edukasi keuangan yang baik bisa menjadi solusi untuk membantu karyawan meningkatkan pemahaman mereka dan mengelola keuangan dengan lebih efektif.
Baca juga: Tak Hanya Butuh Seminar Keuangan, Karyawan Juga Butuh 7 Hal Ini
2. Pengeluaran Tak Terduga
Biaya tak terduga seperti perbaikan rumah, masalah kesehatan, atau kerusakan kendaraan itu biasanya selalu datang tanpa peringatan. Tanpa perencanaan yang baik, pengeluaran ini bisa mengganggu keseimbangan cash flow yang sudah direncanakan. Dampaknya, bisa memicu stres keuangan dan menghambat pencapaian tujuan finansial jangka panjang.
Mengantisipasi dan menyisihkan dana khusus untuk pengeluaran tak terduga bisa membantu menjaga stabilitas keuangan.
3. Gaya Hidup Konsumtif
Kecenderungan untuk mengikuti gaya hidup konsumtif dapat menyebabkan pengeluaran melebihi pemasukan. Pengeluaran untuk barang-barang yang enggak penting atau yang sekadar FOMO bakalan mengganggu keseimbangan keuangan. Paling parah, hal ini dapat menyebabkan utang menumpuk dan kesulitan dalam mencapai tujuan keuangan.
Mengadopsi gaya hidup yang lebih sederhana dan fokus pada kebutuhan dibandingkan keinginan bisa membantu menjaga stabilitas keuangan.
4. Enggak Punya Rencana Keuangan
Tanpa adanya rencana atau anggaran bulanan yang jelas, sulit untuk mengontrol pengeluaran dan pendapatan. Akibatnya, cash flow bisa menjadi kacau dan tidak terarah.
Perencanaan keuangan yang baik memungkinkan kita untuk mengalokasikan dana secara tepat, memastikan kebutuhan terpenuhi, dan mencapai tujuan finansial. Tanpa rencana, kebocoran anggaran dan pengeluaran yang enggak terkendali bisa terjadi.
5. Pengelolaan Utang yang Buruk
Memiliki banyak utang dengan bunga tinggi dapat merusak cash flow. Ketika sebagian besar pemasukan dialokasikan untuk membayar bunga dan cicilan, maka hanya sedikit yang tersisa untuk kebutuhan lain—yang juga sangat penting. Hal ini bisa menyebabkan tekanan finansial yang signifikan dan menghambat pencapaian tujuan keuangan.
Strategi yang efektif termasuk mengurangi utang dengan bunga tinggi dan memprioritaskan pembayaran utang bisa membantu memperbaiki cash flow.
6. Penghasilan yang Enggak Stabil
Bagi karyawan yang penghasilannya tidak tetap atau bergantung pada komisi, merencanakan keuangan bisa menjadi tantangan besar. Ketidakpastian ini membuat sulit untuk menyusun anggaran yang konsisten. Dampaknya, mereka mungkin kesulitan untuk menabung, membayar utang, atau memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan aman.
Stabilitas keuangan menjadi sulit dicapai tanpa strategi pengelolaan yang bijak dan fleksibel.
7. Kurangnya Simpanan
Enggak punya dana darurat atau tabungan yang cukup bisa mengguncang cash flow saat kebutuhan mendesak muncul. Tanpa cadangan yang memadai, menghadapi situasi tak terduga menjadi sulit dan sering kali memaksa untuk berutang atau menunda pembayaran penting.
Membangun dana darurat adalah kunci untuk menjaga stabilitas finansial di tengah ketidakpastian.
Baca juga: Bagaimana Cara Training Keuangan Online Meningkatkan Literasi Finansial Karyawan?
Mengingat berbagai dampak yang bisa terjadi karena kesulitan mengatur arus keuangan, maka tak berlebihan kalau pemahaman tentang cash flow ini menjadi sangat penting. Bahkan, bisa dibilang, cash flow adalah pelajaran keuangan pertama yang harus dipelajari lebih dulu oleh karyawan, sebelum menginjak ke ilmu-ilmu yang lain.
Katakanlah mau investasi untuk dana pensiun, dana pendidikan anak, mengajukan KPR, semua harus diawali dengan cash flow yang lancar. Tanpa arus kas yang lancar, rasanya mustahil untuk mewujudkan semua tujuan keuangan tersebut. Setuju?
Karena itu, ayo belajar bareng QM Financial. Kenapa harus QM Financial? Karena:
- Tailored curriculum: Kurikulumnya berjenjang mengikuti kebutuhan karyawan
- Experiential learning: Belajarnya perpaduan presentasi, permainan, dan aktivitas
- Fun delivery: Penyampaiannya seru dan interaktif
So, yuk, undang QM Financial untuk mengadakan kelas keuangan yang komprehensif dan praktis di kantor. Hubungi QM Financial sekarang ya!
Mengenal Money Dysmorphia: Gangguan Persepsi Keuangan yang Sering Terabaikan
Pernah dengar money dysmorphia? Sepertinya istilah ini asing ya, tetapi kalau kamu paham maksudnya, bisa jadi kemudian kamu akan merasa banyak menjumpai fenomena ini di sekitar kamu. Atau, lebih parah, kamu sendiri mengalaminya.
Money dysmorphia dapat memengaruhi banyak orang dalam cara mereka melihat dan mengelola keuangan pribadi. Gangguan ini menyebabkan distorsi dalam persepsi keamanan finansial. Orang yang mengalami “penyakit” ini bisa merasa terlalu miskin atau terlalu kaya dibandingkan dengan realita yang sebenarnya.
Dalam dunia yang semakin terobsesi dengan gambaran kekayaan dan status sosial, penting untuk memahami bagaimana money dysmorphia dapat memengaruhi pengambilan keputusan keuangan dan kesejahteraan emosional.
Memisahkan fakta dan perasaan tentang uang bisa menjadi langkah pertama untuk menghadapi dan mengelola kondisi ini dengan lebih efektif.
Table of Contents
Apa Maksudnya Money Dysmorphia?
Mengutip secara bebas artikel dari The New York Times, money dysmorphia adalah kondisi psikologis pada seseorang yang membuatnya memiliki persepsi yang terdistorsi—atau berbeda—tentang situasi keuangannya sendiri.
Orang dengan money dysmorphia mungkin merasa punya lebih sedikit uang daripada kenyataannya, atau sebaliknya, merasa lebih kaya daripada kondisi finansial sebenarnya.
Kondisi ini lantas bisa menyebabkan kecemasan, perilaku pengeluaran yang tidak sehat, dan kesulitan dalam mengelola keuangan secara efektif. Gangguan ini sering terkait dengan masalah harga diri dan bisa dipengaruhi oleh tekanan sosial atau pengalaman masa lalu.
Baca juga: Stop Mental Miskin: Ini Cara Kamu Berdaya dan Berhenti Merendahkan Diri Sendiri
Apa yang Menyebabkan Money Dysmorphia?
Beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang mengalami money dysmorphia. Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Pengalaman Masa Kecil
Pengalaman keuangan di masa kecil, seperti melihat orang tua yang sering cemas atau bergumul dengan masalah keuangan, bisa memengaruhi cara seseorang memandang uang saat dewasa.
2. Tekanan Sosial
Media sosial memang menjadi “pemicu” utama money dysmorphia ini di zaman sekarang. Adanya tekanan untuk memenuhi standar kekayaan atau gaya hidup tertentu bisa membuat seseorang merasa enggak cukup berkecukupan, meskipun kenyataannya enggak begitu.
Kalau kata netijen teh, “Enggak bersyukur!”
Terus-menerus membandingkan situasi keuangan dengan orang lain yang tampak lebih sukses atau stabil di media sosial seperti ini sangat bisa menimbulkan persepsi yang terdistorsi tentang keadaan finansial sendiri.
3. Masalah Kejiwaan
Gangguan kecemasan atau depresi juga bisa memengaruhi cara seseorang mempersepsikan realitas, termasuk kondisi keuangan mereka. Delulu, kalau kata gen Z.
4. Kurangnya Pendidikan Keuangan
Kurangnya pemahaman tentang pengelolaan uang dan perencanaan keuangan juga bisa menimbulkan money dysmorphia ini. Orang jadi merasa enggak aman atau enggak yakin tentang kondisi keuangannya sendiri, karena mereka tak terbiasa mencatat keuangan, enggak pernah financial check up.
5. Pengalaman Traumatis Terkait Uang
Misalnya seperti pernah kehilangan pekerjaan, sempat punya utang yang besar, atau mengalami kebangkrutan. Hal-hal seperti ini bisa meninggalkan trauma yang memengaruhi cara seseorang berpikir tentang uang dan keamanan finansial.
Nah, jika kamu mengalami money dysmorphia seperti ini, memahami penyebab timbulnya ini menjadi penting. Pasalnya, dengan begitu, kamu bisa mengidentifikasi cara-cara yang tepat dalam mengatasinya. Bahkan kalau perlu, kamu bisa menacri konseling keuangan atau terapi psikologis.
Dampak dari Money Dysmorphia
Tak bisa disepelekan, dampak money dysmorphia bisa sangat negatif. Bahkan, tak cuma untuk diri sendiri, tetapi juga cukup luas, baik secara finansial maupun psikologis, dan bisa melibatkan orang lain juga. Misalnya seperti apa?
1. Perilaku Pengeluaran yang Buruk
Kecenderungan ini bisa membuat pengeluaran menjadi berlebihan karena merasa enggak pernah cukup. Atau, bisa juga terjadi penghematan ekstrem dalam belanja karena takut kehabisan uang, bahkan jika finansialnya stabil.
2. Kecemasan dan Stres
Kamu jadi punya kekhawatiran yang konstan tentang uang, baik nyata maupun hanya di bayanganmu saja. Hal ini kalau dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan stres berat dan akhirnya memengaruhi kesehatan mental secara keseluruhan.
3. Dampak pada Hubungan
Ketidakstabilan dalam cara memandang keuangan juga dapat menyebabkan konflik dengan pasangan, keluarga, atau teman. Terutama jika perilaku keuangan yang buruk berdampak pada orang lain.
4. Enggak Mau Mengelola Keuangan
Muncul akibat kurangnya edukasi keuangan, ditambah lagi dampak bahwa kamu semakin menghindari pengelolaan keuangan karena takut atau cemas. Akibatnya ya bisa diduga, akan ada potensi masalah keuangan yang lebih besar, seperti utang tidak terkontrol atau kurangnya tabungan untuk masa depan.
5. Dampak Karier
Munculnya masalah mengenai persepsi uang ini juga bisa menghalangi kamu dari menjalani karier yang sehat. Bahkan, malah bisa mendorong kamu untuk bekerja berlebihan. Keduanya ini dapat merusak kesejahteraan jangka panjang loh!
6. Masalah Kesehatan Fisik
Pada akhirnya, semua stres yang ditimbulkan akan berpengaruh juga pada masalah kesehatan fisik, seperti sakit kepala, masalah pencernaan, atau tekanan darah tinggi.
Mengatasi money dysmorphia akan memerlukan pendekatan menyeluruh. Tetapi yang pasti, kamu memang kudu sadar dulu bahwa kamu mengalaminya.
Apa yang Harus Dilakukan agar Tak Harus Mengalami Money Dysmorphia?
Untuk menghindari atau mengelola money dysmorphia, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Edukasi Keuangan
Meningkatkan pengetahuan tentang manajemen keuangan, investasi, dan perencanaan keuangan dapat membantumu merasa lebih percaya diri dan mengendalikan keuangan pribadi kamu.
So, coba ceki-ceki kelas keuangan yang QM Financial tawarkan ya. Kamu bisa memilih kelas yang paling kamu butuhkan lebih dulu sekarang, agar bisa terhindar dari money dysmorphia. Akan lebih bagus lagi jika kamu ikut kelas secara berkelanjutan, dari kelas basic hingga mencapai kelas advanced, agar pengetahuan keuanganmu bisa berkembang optimal.
2. Pengaturan Anggaran
Buat rencana keuangan, terutama buat tujuan keuangan kamu. Dengan adanya tujuan keuangan, kamu bisa lebih tahu kebutuhan uang yang kamu perlukan sehingga tak lagi delulu mengenai kondisi keuanganmu.
Membuat dan mematuhi anggaran yang realistis dapat membantumu merasa lebih terkontrol atas keuangan pribadi kamu dan mengurangi kecemasan.
3. Meditasi dan Mindfulness
Belajar praktik-praktik meditas dan mindfulness. Kamu bisa mencarinya di YouTube, ada banyak video yang bisa kamu praktikkan sebagai pemula.
Praktik ini bisa mengurangi stres dan membantumu menjaga perspektif yang lebih seimbang tentang keuangan dan kekayaan.
4. Menghindari Perbandingan Sosial
Kurangi deh waktu di media sosial. Kalau di Instagram, kamu bisa mengatur berapa jam dalam sehari yang boleh kamu habiskan untuk scroll.
Cobalah untuk fokus pada tujuan pribadi daripada membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dengan begitu, kamu dapat mengurangi perasaan enggak pernah cukup tersebut.
5. Mengakui dan Mengelola Emosi
Mengenali bagaimana emosi memengaruhi keputusan keuangan dan belajar cara mengelola emosi tersebut bisa mengurangi pengambilan keputusan keuangan yang didorong oleh kecemasan atau ketakutan.
Untuk bisa melakukannya, kamu bisa menemukan orang yang tepat untuk diajak ngobrol. Berbicara tentang kekhawatiran keuangan dengan keluarga atau teman dapat membantu mengurangi beban emosional dan memberikan perspektif baru yang bisa jadi lebih objektif untukmu.
Baca juga: Sudah Saatnya Kita Perhatikan Kesehatan Mental, Fisik, dan Finansial secara Seimbang
Memahami money dysmorphia dan dampaknya memberikan kesempatan untuk mengubah cara pengelolaan keuangan dengan lebih sehat. Dengan pendekatan yang tepat, gangguan ini bisa ditangani, membuka jalan menuju kesehatan finansial dan emosional yang lebih baik.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Strawberry Generation dan 7 Masalah Keuangan yang Dihadapi
Beberapa waktu yang lalu, viral sebuah cuitan di platform X dari seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang konon terganggu kesehatan mentalnya karena kuliah. Dari cuitan ini, lantas mengemukalah istilah strawberry generation.
Apakah kamu sudah tahu apa arti strawberry generation ini? Atau, apakah kamu termasuk di dalamnya?
Table of Contents
Siapa Itu Strawberry Generation?
Dikutip dari situs DJKN Kemenkeu, istilah generasi strawberry pertama kali muncul di Taiwan untuk menggambarkan generasi yang lahir sekitar tahun 1990-an. Nama ini diberikan karena generasi ini dianggap berkarakter seperti buah stroberi; tampak cantik dari luar tetapi “rapuh” atau mudah “memar” alias enggak tahan banting saat menghadapi tekanan.
Istilah ini sering kali mengacu pada beberapa karakteristik berikut:
- Generasi stroberi tumbuh dalam era kemajuan teknologi, sehingga mereka sangat familier dengan perangkat digital dan internet.
- Banyak dari mereka memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya.
- Mereka cenderung memiliki harapan yang tinggi terhadap karier dan kehidupan kerja.
- Mereka lebih mengutamakan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.
- Mereka dianggap lebih sensitif terhadap kritik dan kesulitan dibandingkan generasi sebelumnya.
Baca juga: Perbedaan Cara Perencanaan Keuangan Generasi X, Millenials, dan Gen Z
Penyebab Munculnya Strawberry Generation
Prof. Renald Kasali, dalam bukunya Strawberry Generation, menganalisis fenomena strawberry generation ini untuk mencegahnya menjadi seperti tren flexing atau crazy rich palsu. Ada beberapa penyebab mengapa fenomena ini muncul.
Yang pertama adalah self-diagnosis yang terlalu cepat tanpa melibatkan ahli. Generasi muda sekarang sangat cerdas, mampu menyerap informasi dari media sosial dengan cepat. Namun, informasi tersebut sering tidak tepat dan mereka mencoba mencocokkan apa yang terjadi pada diri mereka dengan apa yang mereka baca di media sosial.
Akibatnya, muncul kesimpulan bahwa mereka stres, tertekan, atau bahkan depresi, lalu merasa butuh “healing.” Padahal, istilah yang lebih tepat sering kali adalah “refreshing.”
Penyebab yang lain, masih menurut Prof. Rhenald Kasali, adalah kehidupan sekarang umumnya lebih makmur dibandingkan beberapa dekade lalu. Tumbuh dalam keluarga sejahtera adalah berkah, tetapi ada konsekuensinya. Orang tua dalam keluarga sejahtera cenderung memenuhi semua keinginan anak-anak mereka. Sering kali, mereka menggantikan waktu bersama dengan uang atau barang, padahal perhatian langsung tidak bisa digantikan. Selain itu, orang tua sekarang jarang memberikan konsekuensi atas kesalahan anak-anak mereka.
Kesalahan lain yang dilakukan orang tua adalah menetapkan ekspektasi yang tidak realistis. Anak-anak sering disebut sebagai princess, prince, atau yang paling hebat. Kenyataannya, di luar rumah, mereka akan menghadapi tantangan yang lebih besar dan menemukan orang lain yang lebih pintar.
Akibatnya, mereka lebih mudah kecewa dan tersinggung saat menghadapi kenyataan yang berbeda dari apa yang biasa mereka terima di rumah.
Masalah Keuangan yang Sering Dihadapi Strawberry Generation
Dari beberapa kebiasaan dalam hidup, akhirnya generasi strawberry juga sering menghadapi berbagai masalah keuangan. Penyebabnya juga beragam, terutama karena adanya beberapa faktor unik yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya. Berikut adalah beberapa masalah keuangan yang umum dihadapi oleh generasi ini.
1. Gaya Hidup Konsumtif
Generasi ini cenderung lebih konsumtif dan mengutamakan gaya hidup yang lebih mewah, seperti sering makan di luar, traveling, dan membeli barang-barang elektronik terbaru. Terutama sih yang dilakukan atas nama “healing” atau “self reward”. Hal ini bisa menyebabkan pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan.
Baca juga: 7 Jebakan Gaya Hidup Kekinian yang Bisa Bikin Jebol Dompet
2. Kurangnya Investasi dan/atau Tabungan
Banyak dari mereka yang enggak memiliki pengetahuan atau kesadaran tentang pentingnya tabungan dan investasi untuk masa depan, sehingga mereka kurang mempersiapkan dana pensiun atau investasi jangka panjang. Ya, gimana mau nabung kan, kalau gaya hidup saja masih konsumtif?
3. Ketergantungan pada Utang Konsumtif
Ya, lagi-lagi persoalan konsumtif. Mungkin ini ada hubungannya dengan kebiasaan generasi ini yang sudah menikmati lebih banyak hal enak dalam hidup, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Rhenald Kasali.
Sejak kecil ada yang sudah tahu cara menggunakan kartu kredit, atau paylater. Bebas dipakai, karena pelunasan jadi tanggung jawab orang tua. Padahal, ke depannya, penggunaan kartu kredit dan pinjaman pribadi yang berlebihan dan enggak bijak untuk membiayai gaya hidup bisa menyebabkan masalah utang yang serius.
4. Pasar Kerja yang Kompetitif
Meskipun memiliki pendidikan tinggi, para strawberry generation ini sering menghadapi pasar kerja yang sangat kompetitif dan sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapan gaji dan posisi. Padahal, mereka maunya ya bisa mendapatkan work-life balance. Akibatnya, banyak strawberry generation yang enggak bisa segera mandiri secara keuangan.
5. Kurangnya Tabungan Darurat
Banyak dari strawberry generation yang enggak memiliki dana darurat yang memadai, sehingga rentan terhadap kejadian tak terduga seperti kehilangan pekerjaan atau keadaan darurat kesehatan.
6. Kenaikan Biaya Hidup
Biaya hidup yang semakin tinggi, termasuk biaya perumahan, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari. Kondisi politik, inflasi, dan banyak faktor lain ikut berperan. Konon, milenial adalah generasi yang sulit punya rumah, strawberry generation kemungkinan juga harus berjuang lebih keras untuk punya rumah di masa depan.
7. Kurangnya Edukasi Keuangan
Banyak dari mereka yang belum sadar bahwa edukasi keuangan itu penting banget. Padahal sebenarnya sumber dayanya mencukupi, karena strawberry generation itu sangat melek teknologi dann informasi. Namun, menjadikan keuangan sebagai hal yang less priority membuat mereka menunnda untuk belajar keuangan. Akibatnya banyak di antara strawberry generation yang enggak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengelola keuangan pribadi dengan baik.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Keuangan Adalah Maut kalau Kamu Melakukan 7 Hal Ini!
Ipar yang tidak bisa jaga sikap, bisa jadi ipar adalah maut. Nah, ternyata hal yang sama juga terjadi pada keuangan. Kalau keuangan enggak dikelola dengan benar, bisa jadi keuangan adalah maut juga. Apalagi kalau melibatkan kebiasaan-kebiasaan buruk—yang sebenarnya kamu tahu kalau itu enggak bagus buat kesehatan keuangan—tetapi ya tetep saja dilakukan.
Kayak apa saja tuh?
Table of Contents
Keuangan Adalah Maut, kalau 7 Hal Ini Kamu Lakukan Terus!
1. Hobi Utang tanpa Berhitung
Enggak bosan-bosannya nih mengingatkan kamu, bahwa utang tidak dilarang, tetapi harus diatur supaya enggak membebani keuangan.
Kadang utang memang diperlukan, apalagi kalau utangnya dipakai sebagai “alat pengungkit”. Artinya, kamu harus yakin bahwa di balik utang, ada aset yang bisa diandalkan. Artinya (lagi) utang bukan untuk konsumtif, tetapi untuk tujuan produktif. Dengan berutang, kamu bisa menambah aset.
Selain harus memastikan produktif, kamu juga harus berhitung. Hitung apa? Hitung gimana bayarnya dong. Namanya utang ya harus dibayar, enggak ada cara lain lagi. Jadi, ketika baru mau niat berutang, kamu sudah harus berhitung, mau bayar pakai apa.
Dengan begitu, terhindar dari keuangan adalah maut.
Baca juga: Butuh Dana Cepat, Begini Cara Mengumpulkannya Tanpa Berutang
2. Hobi Belanja di Luar Anggaran
Belanja itu ya penting. Belanja buat kebutuhan dapur dan kebutuhan hidup lainnya. Yang harus dilakukan adalah belanja dengan bijak. Salah satunya adalah dengan membuat anggarannya lebih dulu. Kenapa? Supaya terkontrol dan semua kebutuhan bisa dipenuhi dengan baik.
Keuangan adalah maut kalau sampai terlalu banyak dan sering belanja di luar anggaran. Lapar mata dan impulsif. Belanja sesuai kebutuhan tidak akan mubazir, karena hasil belanja pasti akan terpakai untuk kebutuhan. Tapi, belanja impulsif bisa jadi mubazir, karena semua cuma keinginan belaka. Pasti ada banyak barang yang akhirnya enggak terpakai, karena memang tidak dibutuhkan.
Kalau keseringan, wah, keuangan pasti ambyar.
3. Punya Gaya Hidup Sultan, padahal Gaji UMR
Punya gaji UMR biasanya orang mengeluh karena tidak cukup untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Namun, enggak jarang “enggak cukupnya” gaji UMR itu karena gaya hidupnya yang kayak sultan.
Enggak mau menghakimi, tapi seharusnya memang kudu berhitung. Apa yang masuk seharusnya seimbang dengan apa yang keluar. Manusia itu memang banyak mau, tetapi enggak semua bisa dipenuhi. Karena itu ada prioritas. Supaya enggak kejadian keuangan adalah maut, ya harus diseimbangkan.
4. Enggak Punya Dana Darurat
Ada banyak orang yang masih belum punya dana darurat. Bahkan, konon lebih dari 60% anak muda di Indonesia enggak punya dana darurat. Kok bisa? Ya, banyak penyebabnya. Salah satunya terlalu terpapar media sosial, katanya.
Wah, apa jadinya kalau seseorang enggak punya dana darurat? Salah satu akibatnya yang cukup fatal ya terjerat pada utang. Lebih parah lagi, utangnya ke rentenir atau pinjol ilegal. Sudah pasti keuangan adalah maut kalau seperti ini.
So, punyailah dana darurat. Kalau perlu, jadikan sebagai tujuan keuangan. Idealnya mulai dari tiga kali pengeluaran bulanan. Tentu harus lebih besar kalau punya banyak tanggungan. Dengan adanya dana darurat, kamu bisa tenang menjalani hidup kalaupun ada kendala ini dan itu.
5. Enggak Punya Asuransi
Banyak orang meremehkan asuransi, karena katanya, enggak ada gunanya. Iuran terus, tapi enggak terpakai, dan uang enggak bisa kembali.
Padahal ya mindsetnya yang keliru. Asuransi tidak terpakai artinya semua berjalan dengan baik. Seharusnya hal ini bikin kita bersyukur, bukan malah menyalahkan asuransi. Nanti, kalau ada apa-apa, klaim ditolak juga asuransi yang disalahkan. Padahal memang si pemegang polis yang enggak paham.
Fungsi asuransi kurang lebih sama dengan dana darurat; membuat jaring pengaman keuangan untuk hidup kita. Hidup itu selalu dipenuhi risiko. Tinggal bagaimana kita mengelola risiko tersebut, supaya kalaupun jatuh ya enggak sakit-sakit banget.
Jadi, supaya enggak kejadian keuangan adalah maut—enggak punya asuransi jadi kudu bayar biaya perawatan rumah sakit yang besar, misalnya—milikilah asuransi. Minimal yang paling dasar: asuransi kesehatan dan asuransi jiwa untuk si pencari nafkah keluarga.
6. Investasi FOMO
Dulu zamannya pandemi, investasi menjadi bahan perbincangan di mana-mana. Semua orang pengin dapat cuan dari investasi, karena terdorong oleh kesulitan ekonomi yang dialami saat harus menjaga jarak. Saat itu, banyak orang FOMO. Namun, akhirnya harus gigit jari karena banyak investasi bodong.
Investasi memang bukan sesuatu yang seharusnya diviralkan. Investasi seharusnya diedukasikan, karena seseorang tidak akan bisa sukses berinvestasi tanpa pemahaman yang baik. Investasi FOMO bisa jadi salah satu bentuk keuangan adalah maut. Pasalnya, bukan mendapatkan hasil yang baik, malah jadi kerugian yang didapat.
7. Main Judol
Judi online seperti halnya judi pada umumnya, akan membuat keuangan adalah maut. Sepertinya sih ini enggak perlu dijelaskan lagi kan?
Baca juga: Judi Online: Mengapa Orang Masih Saja Terjebak?
Nah, gimana nih? Apakah ada di antara kebiasaan di atas yang masih kamu lakukan? Semoga enggak ada ya, supaya enggak ada keuangan adalah maut di kehidupan kamu.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Hal Keuangan yang Bisa Bikin Ipar Adalah Maut
Sudah nonton film Ipar Adalah Maut? Atau seenggaknya, pernah mengikuti ceritanya yang sempat viral di media sosial, khususnya TikTok, beberapa waktu yang lalu?
Yah, sebagai informasi saja, mungkin ada yang belum tahu, cerita ini konon memang terjadi secara nyata, dan diviralkan oleh salah satu akun di TikTok. Intinya, sebuah rumah tangga “harus” hancur karena hubungan yang tidak seharusnya antara suami dan adik ipar—alias adik istrinya.
Mari untuk tidak menghakimi, tetapi umumnya sih, kalau dalam satu hubungan suami istri kemudian ada “pihak ketiga” pasti jadinya akan terganggu. Enggak cuma soal hati, soal finansial juga loh.
Hal finansial apa saja nih, yang bisa ruwet gara-gara ipar; yang bisa bikin ipar adalah maut?
Table of Contents
Ipar Adalah Maut dalam 5 Hal Finansial Ini
1. Hobi Utang
Kalau punya hobi utang dengan enggak bertanggung jawab, itu bisa juga jadi ipar adalah maut. Misalnya, kalo pinjamannya enggak dikembalikan sesuai janji, bisa-bisa bikin suasana jadi canggung dan tegang.
Makanya, sebelum memutuskan untuk kasih pinjam uang, ada baiknya dipikir-pikir dulu. Usahakan juga untuk selalu menjelaskan semuanya dari awal, seperti kapan harus dibayar dan berapa, biar enggak ada salah paham yang bisa merusak hubungan.
Hal ini juga bisa jadi masalah kalau misalnya ipar kita punya utang ke orang lain, terus entah gimana ceritanya, kita yang harus membayar. Ini bisa bikin situasi jadi lebih ruwet lagi.
Pasti akan muncul perasaan enggak adil karena harus menanggung beban utang orang lain, apalagi kalau nggak ada kesepakatan jelas sebelumnya. Hal kayak gini penting banget untuk dibicarakan dengan terbuka, supaya nggak ada yang merasa dirugikan atau terbebani lebih dari yang seharusnya.
Baca juga: Yang Bergaji 40 Juta Pun Terasa Berat, Ini Contoh Perencanaan Keuangan Sandwich Generation
2. Gaya Hidup yang Berbeda
Kadang, keluarga juga punya gaya hidup yang berbeda, termasuk cara mengatur keuangan. Sedikit banyak, perbedaan ini bisa menimbulkan gesekan juga. Misalnya, mungkin kita lebih hemat, sementara ipar kita hobi banget belanja impulsif.
Sebenarnya sih ini bisa saja enggak saling mengganggu. Namun, akan jadi lebih rumit kalau misalnya si ipar minta kita untuk membiayai gaya hidupnya yang mewah atau berbeda itu. Pastinya kita merasa keberatan dong. Terutama kalau gaya hidupnya “enggak wajar”.
Hal seperti ini butuh diobrolkan dengan baik-baik, supaya enggak ada yang merasa terbebani dan hubungan antar keluarga bisa tetap lancar tanpa ada yang tersakiti.
3. Numpang Hidup
Kalau ada ipar yang numpang hidup di rumah, numpang makan, tetapi malas kerja, itu bisa jadi masalah juga. Situasi kayak gini mungkin awalnya sih oke-oke saja, tetapi lama-lama bisa bikin kesal juga, kan? Rasanya kayak enggak mau usaha sendiri, malah terus bergantung pada orang lain.
Jika hal ini terjadi, maka penting banget untuk diobrolkan terutama antara pasangan dan si ipar. Beri tahukan bagaimana perasaan kita, lalu dorong mereka buat mulai mandiri. Harus ada kesepakatan yang jelas soal tanggung jawab masing-masing, supaya enggak ada ipar adalah maut dan agar enggak ada yang merasa diperlakukan enggak adil.
4. Biaya Nikah
Biasanya, sih, ini terjadi kalau keluarga pasangan kita atau kita sendiri punya tradisi atau kesepakatan tertentu yang mengharuskan kita ikut andil dalam pembiayaan. Bisa jadi kita merasa keberatan, terutama jika kondisi keuangan kita lagi nggak mendukung.
Penting banget untuk jujur tentang kemampuan finansial kita dan mengobrolkannya secara terbuka dengan pasangan atau keluarga besar. Bicarakan baik-baik soal apa yang bisa dan enggak bisa kita bantu, biar semuanya jelas dan nggak ada yang merasa kecewa.
Usahakan untuk tetap mendukung dalam hal lain, seperti persiapan atau pemberian moral, supaya meski kita enggak bisa bantu banyak secara finansial, ipar tetap merasa didukung dan dihargai.
5. Warisan
Jangankan sama ipar, soal warisan ini bisa jadi topik yang panas banget sama keluarga sendiri. Misalnya, kalau sudah ngobrol soal bagi-bagi harta warisan, kadang bisa muncul masalah karena ada yang merasa enggak adil atau kurang jelas mengenai pembagiannya.
Misalnya, si A dapat lebih banyak daripada si B, atau ada yang merasa dirugikan karena enggak terlibat dalam pengambilan keputusan. Situasi seperti ini bisa bikin suasana jadi tegang dan bikin hubungan antar keluarga, termasuk dengan ipar, jadi enggak enak.
Yang paling penting itu, coba pastikan bahwa semua jelas dan adil dari awal. Usahakan juga untuk komunikasi terbuka tentang ekspektasi dan kebutuhan masing-masing, supaya enggak ada yang merasa tersisih atau terluka hatinya. Dengan cara ini, mudah-mudahan bisa menghindari keributan dan menjaga hubungan keluarga tetap harmonis.
6. Biaya Kuliah
Ikut membiayai kuliah bisa jadi masalah yang cukup berat juga. Mungkin kita pengin membantu karena merasa sudah seperti keluarga sendiri, tetapi di sisi lain, bisa jadi ada rasa keberatan karena itu juga bukan tanggung jawab kita secara langsung. Apalagi, kuliah itu kan enggak murah.
Penting banget buat duduk bareng dan lagi mengobrolkannya secara terbuka. Cari tahu apa yang bisa kita lakukan tanpa harus merasa keberatan. Misalnya, mungkin kita bisa bantu dengan biaya buku atau biaya hidup lainnya, bukan langsung semuanya.
Dengan begitu, kita tetap bisa tunjukkan dukungan tanpa harus terbebani secara finansial. Yang paling penting, pastikan keputusan yang diambil enggak mengganggu kondisi keuangan kita sendiri.
Baca juga: Peduli Masa Depan, Hentikan Rantai Sandwich Generation di Kamu!
So, menentukan batasan memang perlu. Apalagi dengan hal-hal yang bisa mengganggu keseimbangan hidup. Dalam hubungan suami istri, kebutuhan keluarga inti pastinya harus selalu jadi prioritas. Jangan sampai jadi ipar adalah maut.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Kuliner Murah Meriah: Cara Menikmati Makan-Makan Tanpa Merusak Anggaran
Menikmati sajian kuliner spesial di restoran bisa menjadi kegiatan refreshing yang penting dilakukan sekali-sekali, termasuk bagi keluarga muda. But of course, kalau memang bujet mepet, ya kudu pinter-pinter memilih kuliner murah.
Mencoba menu baru di restoran yang baru buka atau mengikuti tren gaya hidup dapat menjadi aktivitas yang menyenangkan. Namun, jika makan di restoran dilakukan hampir setiap pekan atau bahkan setiap hari, ya akhirnya bisa ngefek juga buat kondisi keuangan.
Memang, makan di luar rumah, seperti di restoran, memerlukan biaya lebih besar dibandingkan memasak sendiri di rumah. Soalnya, restoran kan enggak cuma menjual makanan, tetapi juga menjual suasana dan pengalaman. So, wajar kalau pengunjung restoran harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk menikmati hal tersebut.
Ada cara agar bisa menikmati pengalaman makan di restoran tanpa merusak cash flow. Kuncinya adalah pengelolaan anggaran keuangan pribadi dan pinter memilih kuliner murah.
Dalam perspektif personal finance, makan di restoran spesial termasuk kategori pengeluaran untuk gaya hidup. Oleh karena itu, alokasi anggarannya perlu diatur dengan baik agar tidak menjadi tindakan pemborosan.
Table of Contents
Cara Tetap Bisa Makan di Luar, Tanpa Merusak Anggaran dengan Kuliner Murah
Menikmati hasil kerja keras dengan berbagai cara sesekali adalah hak setiap orang. Termasuk buat kamu dan juga keluarga kamu. Kamu berhak banget ajak keluarga untuk makan di luar sesekali. Ya masa mau senang-senang sendiri?
Nah, agar kegiatan rekreatif tidak merusak keuangan, pertama-tama perlu memastikan alokasi anggaran yang tepat.
Misalnya, dengan penghasilan total Rp10 juta per bulan dan cicilan Rp3 juta per bulan, sisa penghasilan adalah Rp7 juta. Sisa ini harus dibagi untuk kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
Dengan kondisi ini, mengalokasikan Rp2 juta untuk kegiatan rekreatif seperti makan di restoran menjadi kurang proporsional. Idealnya, alokasi bujet untuk kegiatan hiburan tidak lebih dari 10% dari penghasilan total atau sekitar Rp700 ribu. Hal ini memastikan kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi dengan baik.
Nah, kalau sudah punya alokasinya, sekarang waktunya cari kuliner murah tapi enggak murahan, yang suasananya asyik, nyaman, dan pastinya makanannya enak.
Baca juga: 5 Langkah Cara Mengatur Keuangan Rumah Tangga dengan Gaji 3 Juta
Berikut beberapa tip jitu yang bisa kamu lakukan untuk bisa menikmati kuliner murah.
1. Gunakan Aplikasi atau Website Kuliner
Salah satu aplikasi yang bisa kamu manfaatkan adalah Google Maps. Biasanya, ada tuh daftar menu yang bisa kamu telusuri dulu di Google Maps sebelum datang ke restorannya. Coba cari yang kira-kira masuk ke bujet dulu.
Kamu juga bisa memanfaatkan situs aggregator kuliner. Misalnya seperti pergikuliner.com. Situs-situs semacam ini bisa membantu menemukan restoran dengan harga terjangkau atau pusat kuliner murah. Banyak aplikasi juga menyediakan ulasan dari pengunjung, sehingga bisa memilih tempat yang murah dan enak.
2. Cari Promo dan Diskon
Manfaatkan promo dan diskon yang sering ditawarkan oleh aplikasi pemesanan makanan atau restoran. Banyak tempat makan yang memberikan diskon khusus pada hari-hari tertentu atau untuk pelanggan baru, atau bahkan ketika sedang ulang tahun. Ada juga restoran yang bikin promo tematik setiap bulan. Biasanya sih, promonya bisa ditemukan di meja makannya, misalnya paket bundling.
3. Kunjungi Pasar atau Food Court
Pasar tradisional atau food court sering kali menawarkan berbagai pilihan makanan dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan restoran. Jangan salah, kualitas dan rasa makanan di tempat-tempat ini enggak kalah lo, dengan restoran mahal.
4. Manfaatkan Media Sosial
Ikuti akun-akun kuliner di media sosial yang sering membagikan rekomendasi kuliner murah dan enak. Biasanya mereka juga memberikan informasi mengenai promo atau diskon yang sedang berlangsung.
5. Bertanya pada Warga Lokal
Jika sedang berada di daerah yang tidak familier, atau misalnya pergi ke tempat wisata, sebaiknya hindari untuk makan di lokasi wisata tersebut. Pasalnya, biasanya sih harganya akan lebih mahal. Begitu juga kalau menginap di hotel, lebih baik mencari warung lokal yang ada di sekitarnya.
Bertanya pada warga lokal bisa menjadi cara efektif untuk menemukan kuliner murah. Warga lokal biasanya mengetahui tempat-tempat makan yang enak dan ramah di kantong.
6. Coba Street Food
Street food atau makanan kaki lima sering kali menawarkan makanan yang lezat dengan harga yang sangat terjangkau. Banyak tempat di mana street food menjadi andalan dan memiliki cita rasa yang autentik.
Kuliner murah bukan berarti mengorbankan kualitas atau rasa. Dengan mengikuti langkah-langkah sederhana seperti yang disebutkan di atas, menikmati makan-makan bisa tetap menyenangkan tanpa harus merusak anggaran.
Menemukan makanan enak dan ramah di kantong memungkinkan untuk menikmati berbagai kuliner tanpa khawatir dengan kondisi keuangan. Selalu ada cara cerdas untuk menikmati makanan lezat tanpa perlu membayar mahal.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Gaji Pemain Bola Muda dan Kiat Keuangan yang Tepat
Keberhasilan Timnas U23 yang maju sampai semifinal Piala AFC 2024 dengan mengalahkan Australia, Yordania, dan Korea Selatan, menunjukkan betapa pentingnya investasi pada talenta muda. Gaji pemain bola yang tinggi tidak hanya sebagai pengakuan atas bakat, tetapi juga sebagai alat motivasi untuk mengeluarkan performa terbaik di tingkat internasional.
Namun, tantangan yang dihadapi tidak berhenti di lapangan hijau. Pengelolaan keuangan menjadi aspek kritis yang sering terabaikan oleh banyak pemain muda. Tanpa strategi keuangan yang matang, gaji pemain bola yang besar bisa cepat terkuras. Hal ini menekankan pentingnya pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip manajemen keuangan yang solid agar keberhasilan di lapangan dapat berlanjut menjadi kestabilan finansial di masa depan.
Table of Contents
Berapa sih Gaji Pemain Bola?
Nathan Tjoe-A-On yang telah resmi menjadi warga negara Indonesia melalui proses naturalisasi adalah pemain termahal saat ini. Menurut data dari m.aiscore.com, gaji pemain bola pemain Swansea yang sedang menjalani masa pinjaman di SV Heerenveen ini sebesar 104 ribu Euro. Angka ini setara dengan Rp1,8 miliar. Setiap minggu, ia menerima 2.000 Euro, yang jika dikonversi menjadi Rp34,8 juta. Situs Transfer Markt mencatat nilai pasar dari pemain sayap kiri ini sebesar Rp6,08 miliar.
Sementara Rizky Ridho, kapten Timnas U-23 dan pemain belakang Persija Jakarta, termasuk dalam daftar pemain dengan pendapatan tertinggi di Indonesia. Ia menerima gaji tahunan sebesar Rp5,65 miliar. Nilai pasarnya saat ini mencapai Rp6,95 miliar.
Ivar Jenner, pemain FC Utrecht, memiliki gaji tahunan sebesar 27.560 poundsterling, yang setara dengan Rp559 juta. Setiap minggu, ia mendapatkan 530 poundsterling atau Rp10,7 juta. Menurut data dari transfermarkt.co.id, nilai pasarnya mencapai Rp5,21 miliar.
Pratama Arhan baru saja menandatangani kontrak dengan Suwon FC dan mendapatkan gaji sebesar 282,1 juta won per musim. Jika dikonversi, angka ini menjadi sekitar Rp3,2 miliar. Pemain sayap kiri ini memiliki nilai pasar sebesar Rp4,35 miliar.
Gimana? Gaji kamu seper berapanya, gaes?
Gaji tinggi yang diterima oleh pemain sepak bola memang memungkinkan mereka untuk memiliki kehidupan yang berkecukupan. Namun, tanpa pemahaman yang baik tentang pengelolaan keuangan, gaji besar tersebut bisa saja cepat habis. Pengetahuan tentang cara mengelola dan menginvestasikan uang dengan bijak sangat penting untuk memastikan kestabilan finansial jangka panjang, terlepas dari besarnya penghasilan. Tanpa keterampilan ini, bahkan pendapatan yang tinggi sekalipun bisa terbuang sia-sia.
Maka tak heran kan, kalau kita juga sering dengar berita, mengenai beberapa mantan atlet nasional yang pernah berjaya di eranya, kini hidup pas-pasan bahkan ada yang sampai kekurangan.
Baca juga: Punya Gaji 2 Digit Juga Kudu Punya Keterampilan Mengelola Keuangan yang Baik – Mengapa?
Kiat Mengelola Gaji Pemain Bola dan Keuangan Mereka secara Umum
So, setuju ya, kalau soal pengelolaan gaji—lebih umumnya pengelolaan keuangan—ini memang penting buat semua orang. Termasuk para pemain sepakbola, meskipun bukan rahasia lagi bahwa gaji pemain bola itu sangat tinggi. Terutama mereka yang berprestasi.
Namun, prestasi tak ada artinya jika nanti di saat pensiun, hidup jadi sengsara. So, coba lakukan beberapa hal berikut untuk membuat keuangan kamu menjadi stabil, wahai pemain bola idaman bapack-bapack se-Indonesia Raya.
1. Kiat Pengelolaan Keuangan Standar
Kiat standar ini adalah beberapa langkah pengelolaan standar, yang seharusnya memang dilakukan oleh semua orang. Termasuk untuk mengelola gaji pemain bola. Apa saja?
- Buat anggaran yang realistis dan catat semua pengeluaran, sehingga kamu dapat memantau arus kas dan menghindari pemborosan.
- Investasikan uang di berbagai instrumen keuangan sesuai tujuan keuanganmu, untuk meningkatkan potensi penghasilan pasif.
- Miliki asuransi yang memadai, terutama asuransi kesehatan dan kecelakaan, mengingat risiko cedera yang tinggi dalam olahraga.
- Punya dana pensiun, mengingat karier yang cenderung pendek. Manfaatkan skema pensiun atau buat rencana pensiun pribadi untuk memastikan keamanan finansial di masa depan.
- Sempatkan waktu untuk belajar tentang dasar-dasar keuangan, pajak, investasi, dan manajemen risiko.
- Tekan utang konsumtif seperti kartu kredit dengan tingkat bunga tinggi atau pinjaman untuk barang-barang mewah yang tidak penting.
- Siapkan dana darurat yang cukup untuk menutup biaya hidup minimal 6 bulan
2. Manajemen Karier Pascapensiun
Mengingat karier profesional dalam sepak bola cenderung berlangsung singkat, penting bagi pemain untuk merencanakan karier kedua. Misalnya saja—kalau mau yang berhubungan dengan karier sekarang—menjadi pelatih, analis olahraga, atau memulai usaha dalam industri yang diminati.
Menyiapkan diri untuk transisi ini selagi masih aktif bermain dapat memperlancar perpindahan ke kehidupan setelah pensiun dari sepak bola.
3. Memiliki Tim Keuangan
Kalau memang perlu, memiliki tim keuangan sendiri juga akan sangat membantu loh.
Dibandingkan dengan kebanyakan orang, pemain bola sering kali menghadapi situasi keuangan yang lebih kompleks dan berpotensi mendapatkan pendapatan yang sangat besar dalam waktu singkat.
Memiliki tim keuangan, yang bisa termasuk penasihat keuangan, akuntan, dan bahkan pengacara, bisa membantu mengelola kekayaan, pajak, dan investasi secara lebih efektif.
4. Memanfaatkan Endorsement dan Kontrak Iklan
Pemain bola sering memiliki peluang untuk meningkatkan dan menambah pintu penghasilan melalui endorsement dan kontrak iklan.
Nah, yang perlu diperhatikan adalah pilih kesepakatan yang tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi juga tidak membahayakan reputasi atau nilai sebagai atlet. Negosiasi kontrak yang cerdas sangat krusial di sini.
5. Perlindungan Hukum untuk Penghasilan
Pastikan bahwa semua kontrak, baik itu kontrak klub maupun kesepakatan pribadi, secara hukum melindungi kepentingan sebagai pemain bola. Termasuk di dalamnya adalah memperjelas syarat-syarat seperti gaji, bonus, dan klausul perlindungan jika cedera.
6. Atur Gaya Hidup
Live below your means—artinya hiduplah secara sederhana, tidak berlebihan. Apalagi punya gaya hidup melebihi gaji. Apalagi dengan gaji pemain bola, bisa saja tergoda untuk membelanjakan uang untuk barang-barang mewah. Namun, akan sangat penting untuk bisa menjaga gaya hidup yang relatif moderat dan berkelanjutan. Hal ini akan dapat mencegah pemborosan penghasilan selama masa puncak karier dan mempersiapkan masa ketika penghasilan mungkin berkurang.
Baca juga: 5 Cara Agar Gaya Hidup Sejalan dengan Gaji
Nah, demikianlah. Menerapkan kiat-kiat ini dapat membantu mengelola gaji pemain bola dengan lebih baik tetapi juga mempersiapkan masa depan yang lebih aman dan stabil.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Punya Gaji 2 Digit Juga Kudu Punya Keterampilan Mengelola Keuangan yang Baik – Mengapa?
Punya gaji 2 digit? Duh, kebayang deh, bebasnya mau ngapain aja bisa.
Eits, tapi jangan salah loh. Mau punya gaji 2 digit, gaji 3 digit, gaji 1000 digit, kalau enggak tahu cara mengelola keuangan dengan baik, pada akhirnya ya bakalan boncos juga. Mubazir, kasihan deh uangnya enggak ada gunanya.
Punya gaji besar bukan berarti tinggal ongkang-ongkang saja menikmati gaji. Kudu dikelola dengan baik juga, supaya ada manfaatnya. Kalau enggak untuk diri sendiri, ya untuk sesama. Bener nggak sih?
Sudah banyak bukti tuh, ada yang kerja dan mendapat gaji besar, punya banyak barang mewah, tetapi ternyata enggak punya tabungan. Bukan mendoakan, tetapi kadang di hidup itu juga ada badai. Misalnya, ndilalah badainya terlalu besar, dan kita enggak siap, gimana? Punya gaji segede apa pun, enggak ada artinya kan?
Table of Contents
Mengapa Pengelolaan Keuangan Itu Penting, Juga untuk yang Punya Gaji 2 Digit?
Pada prinsipnya, pengelolaan keuangan adalah proses merencanakan, mengatur, mengarahkan, dan mengontrol aset finansial dalam kehidupan kita. Termasuk di dalamnya ada kegiatan seperti budgeting, mengatur prioritas, investasi, menabung, hingga aktivitas sosial, seperti membayar zakat misalnya.
Tujuan pengelolaan keuangan ini sama saja—baik untuk yang punya gaji besar ataupun yang UMR—untuk memastikan bahwa kita dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, sambil juga menabung untuk tujuan jangka panjang dan menghadapi keadaan darurat tanpa stres finansial yang enggak perlu.
Nah, konsep dasar ini harus dipahami dengan baik dulu, karena pengelolaan keuangan yang baik itu dapat memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan kita. Dari membeli kebutuhan sehari-hari, membayar tagihan, menyisihkan dana untuk pendidikan atau pensiun, hingga berinvestasi untuk masa depan. Semua ini memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang cermat agar dapat tercapai tanpa mengorbankan kestabilan finansial.
Kesalahan Pengelolaan Keuangan Mereka yang Punya Gaji 2 Digit
Betul, sering banget lihat sambat finansial di media-media sosial, seperti di akun fess atau perseorangan. Katanya, gaji besar, tapi kok susah nabung ya?
Nah, di kalangan orang berpendapatan tinggi, ada beberapa kesalahan pengelolaan keuangan yang umum dilakukan sehingga membuat mereka jadi enggak bisa stabil secara finansial (meskipun gajinya besar). Di antaranya:
- Terjadi inflasi gaya hidup. Yes, istilah ini merujuk pada meningkatnya gaya hidup atau lifestyle ketika gaji naik. Akibatnya, muncul pengeluaran tambahan yang mengikis pendapatan, tanpa meningkatkan tabungan atau investasi.
- Kurang diversifikasi. Berinvestasi dalam satu aset atau sektor saja, yang meningkatkan risiko finansial jika pasar aset atau sektor tersebut turun.
- Enggak punya asuransi atau dana darurat, karena merasa cukup nyaman dengan pendapatan rutin yang tinggi. Akhirnya begitu ada yang di luar rencana dan biayanya besar, jadi bingung kan?
- Pengelolaan utang yang buruk. Ada banyak kasus, ketika orang bergaji tinggi ternyata punya utang konsumtif yang tinggi juga. Mirisnya, mereka justru enggak punya rencana keuangan yang solid untuk mengembalikan pinjamannya.
So, pengelolaan keuangan yang baik adalah kunci untuk mencapai dan memelihara kestabilan finansial. Bukan soal nominal banyak dan sedikit yang didapatkan, tetapi justru pada pengeluarannya.
Keterampilan Pengelolaan Keuangan yang Wajib Dimiliki
Mengelola keuangan pribadi bagi yang punya gaji 2 digit akan membutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan yang bijaksana. Berikut adalah beberapa keterampilan utama yang perlu dimiliki oleh kamu yang bergaji besar, agar bisa mengelola keuangan dengan baik.
1. Budgeting: Cara Membuat Anggaran yang Realistis
Mulailah dengan mendokumentasikan semua sumber pendapatan dan mencatat semua pengeluaran untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang situasi keuangan kamu.
Bedakan antara kebutuhan dan keinginan. Alokasikan dana terlebih dahulu untuk kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan. Tetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dan buat anggaran yang membantu kamu mencapai tujuan tersebut.
Sesuaikan anggaran secara berkala agar dapat beradaptasi dengan cepat jika terjadi perubahan dalam pendapatan atau pengeluaran.
2. Investasi: Memilih Investasi yang Sesuai Tujuan
Untuk bisa memulai investasi, kamu perlu membuat rencana keuangan dulu. Tentukan judul, jangka waktu, dan targetnya. Meskipun gajimu besar, tiga hal ini—judul, jangka waktu, dan target investasi—tetap perlu kamu miliki ya.
Dengan adanya judul, jangka waktu, dan target, kamu akan bisa melakukan investasi dengan lebih terarah. Hingga nanti akhirnya, kamu enggak gampang menyabotase keuanganmu sendiri demi hal-hal lain yang kurang penting.
Setelah menentukan judul, jangka waktu, dan target, selanjutnya kamu bisa memilih instrumennya. Sesuaikan karakter instrumen dengan rencana investasi yang sudah kamu buat. Dengan demikian, diharapkan, investasimu dapat berkembang secara optimal.
3. Hemat dan Efisien: Mengurangi Pengeluaran
Periksa pengeluaran bulanan dan identifikasi area di mana kamu bisa berhemat. Meskipun gaji besar, tak ada salahnya jika kamu menerapkan frugal living. Justru, dengan konsep ini, bisa dipastikan, tabungan dan investasimu akan berkembang dengan lebih baik.
4. Perencanaan Pajak: Jadi Warga Negara yang Baik
Bayar semua pajak yang diwajibkan ya. Simpan dokumen dan bukti terkait pajak dengan rapi untuk memudahkan pelaporan dan audit. Update segala peraturan yang berlaku, agar memudahkanmu dalam proses pembayarannya.
5. Persiapan untuk Masa Depan: Asuransi dan Dana Pensiun
Asuransi itu penting dimiliki oleh siapa saja, baik yang bergaji UMR maupun yang punya gaji 2 digit. Apalagi kalau kamu merupakan tulang punggung keluarga. Pastikan semua orang yang hidupnya kamu tanggung memiliki asuransi kesehatan. Paling basic adalah BPJS Kesehatan. Kalau perlu, boleh dilengkapi dengan asuransi kesehatan swasta.
Jangan lupa untuk melindungi dirimu sendiri dengan asuransi jiwa. Agar jika terjadi apa-apa, orang-orang terkasih yang hidupnya bergantung padamu bisa tetap bertahan hidup.
Rencanakan juga dana pensiun kamu. Jangan sampai lupa untuk menyisihkan kontribusi ke dana atau program pensiun, baik yang diberikan oleh kantor ataupun yang kamu bangun secara mandiri. Pastikan masa pensiunmu nanti juga senyaman sekarang, saat kamu masih punya gaji 2 digit.
Nah, jadi meskipun punya gaji 2 digit, ternyata PR-nya juga banyak kan?
Menguasai keterampilan ini membutuhkan waktu, kesabaran, dan praktik. Namun, dengan komitmen untuk belajar dan menerapkan prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan, kamu pasti dapat membangun dasar yang kuat untuk kesejahteraan finansialmu sendiri dan keluarga, bahkan bisa menjamin masa pensiunmu tetap bisa dijalani seperti sekarang saat masih bergaji besar.
Nah, gimana? Kalau mau, kamu bisa mengundang QM Financial team untuk mengadakan financial training di kantormu, untuk memastikan semua orang punya skill pengelolaan keuangan yang baik, dari yang gajinya sudah besar maupun yang masih entry level. Kamu bisa langsung menghubungi ini ya!