Cara Mengidentifikasi Lifestyle Inflation dalam Kehidupan Sehari-hari
Kadang secara enggak sadar, ternyata lifestyle inflation sedang terjadi. Ini tuh paling sering kejadian kalau penghasilan kita juga naik perlahan. Akhirnya, karena “ada”, tiba-tiba saja pola pengeluaran berubah. Entah posnya bertambah, atau nominalnya yang berubah.
Lifestyle inflation ini kalau enggak terkendali, bisa menggoyang rencana keuangan loh!
Table of Contents
Apa Itu Lifestyle Inflation?
Lifestyle inflation adalah peningkatan gaya hidup seiring dengan bertambahnya penghasilan. Pengeluaran cenderung meningkat untuk memenuhi keinginan baru, bukan kebutuhan, sehingga penghasilan tambahan enggak digunakan untuk menabung atau berinvestasi.
Akibatnya, meskipun pendapatan naik, kemampuan keuangan tuh tetep saja, enggak bertambah, karena pengeluaran terus mengikuti. Lebih fatal lagi, kadang malah melebihi kenaikan penghasilan tersebut.
Kalau kita enggak hati-hati, keuangan secara keseluruhan bisa goyah. Apalagi kalau ternyata kenaikan penghasilan itu sifatnya hanya sementara. Misalnya, secara kebetulan, kita ditunjuk untuk memimpin divisi tertentu, yang ada durasi jabatannya. Saat memimpin divisi itu, ada tambahan tunjangan yang kita terima. Jabatan tersebut hanya kita pegang selama 5 tahun. Setelah masa jabatan habis, tunjangan pun enggak lagi ada.
Terus, apa kabar pengeluaran yang tadinya sudah ada? Padahal, menurunkan standar hidup itu enggak semudah saat menaikkannya.
Fenomena ini dapat menghambat pencapaian tujuan keuangan jangka panjang. Nah, karena itu, kamu harus tahu nih ciri-ciri sedang terjadi lifestyle inflation, agar kamu bisa jadi lebih waspada akan pengeluaran tambahan yang “mendadak” ada ini.
Baca juga: 5 Cara Agar Gaya Hidup Sejalan dengan Gaji
Ciri-Ciri Sedang Terjadi Lifestyle Inflation
1. Besar Pasak daripada Tiang
Besar pasak daripada tiang, alias pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan adalah tanda utama gaya hidup yang enggak sehat secara finansial. Kalau hal ini kamu alami, maka kamu harus langsung waspada bahwa lifestyle inflation sedang terjadi.
Kondisi ini—jika dibiarkan berlarut-larut—bisa membuatmu bergantung pada utang atau kartu kredit. Bahkan kamu bisa terjebak menggunakan keduanya untuk menutupi kebutuhan harian.
Pastinya, ke depan akan semakin berat kalau enggak segera dikendalikan. Kebiasaan ini dapat menumpuk beban finansial, terutama dengan adanya bunga atau biaya tambahan dari utang. Dalam jangka panjang, situasi ini berpotensi menghambat kemampuan untuk menabung, berinvestasi, atau mencapai tujuan keuangan lainnya.
2. Keinginan Menjadi Kebutuhan
Dalam keuangan kita diajarkan untuk memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan. Keinginan boleh saja dipenuhi, asalkan kebutuhan sudah mencukup terlebih dulu. Yang masuk daftar keinginan adalah hal-hal atau barang yang sebelumnya dianggap sebagai kemewahan atau bersifat tersier. Misalnya seperti gadget keluaran terbaru, makan di restoran mahal, nonton konser, dan sejenisnya.
Ketika hal-hal yang bersifat tersier ini lantas dianggap sebagai kebutuhan pokok—yang kalau enggak dipenuhi, kita merasa jadi “terancam”—maka waspadalah, karena itu sudah jadi tanda-tanda lifestyle inflation.
Pola ini mencerminkan gaya hidup yang semakin meningkat seiring waktu. Jika enggak dikendalikan, kecenderungan ini dapat memengaruhi prioritas keuangan. Akhirnya hal ini bisa membuat pengeluaran enggak lagi sejalan dengan kemampuan, dan mengorbankan alokasi untuk hal yang lebih penting lainnya.
3. Frekuensi Belanja Meningkat
Meningkatnya frekuensi pembelian juga bisa menjadi salah satu indikator lifestyle inflation. Kebiasaan ini biasanya muncul ketika barang baru dianggap lebih menarik meski barang lama masih berfungsi dengan baik.
Contohnya adalah sering mengganti gadget, pakaian, atau peralatan rumah tangga hanya karena ingin mengikuti tren terbaru. Kebiasaan ini enggak hanya meningkatkan pengeluaran, tetapi juga tak ramah lingkungan.
Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengurangi kemampuan menabung dan membuat keuangan lebih rentan terhadap situasi darurat.
4. FOMO
Tuntutan gaya hidup sosial yang kemudian menjadi FOMO juga sering menjadi pemicu utama lifestyle inflation. Dorongan untuk mengikuti tren atau memenuhi ekspektasi lingkungan sekitar, seperti beli barang yang viral dan mahal yang sebenarnya enggak perlu-perlu amat dapat memengaruhi keputusan finansial.
Kebiasaan ini biasanya dipicu oleh kebutuhan akan pengakuan atau rasa ingin diterima dalam lingkungan sosial tertentu. Akibatnya, pengeluaran meningkat bukan karena kebutuhan, tetapi demi menjaga citra di mata orang lain.
Jika dibiarkan, hal ini dapat menguras tabungan, mengurangi alokasi investasi, dan memperburuk kondisi keuangan jangka panjang.
5. Aset Enggak Bertumbuh
Menurunnya nilai tabungan dan investasi menjadi salah satu dampak nyata dari lifestyle inflation. Gaji sih naik, penghasilan bertambah, tapi ternyata enggak ada pertumbuhan signifikan dalam aset. Ini juga tanda-tanda kamu harus waspada.
Coba cari penyebabnya. Bisa jadi karena sebagian besar pendapatan dialokasikan untuk memenuhi gaya hidup yang terus berkembang. Ketika prioritas beralih ke pengeluaran konsumtif, potensi keuntungan dari investasi atau tabungan menjadi terabaikan. Akhirnya tujuan jangka panjang ya tinggal wacana saja.
6. Uang Tambahan untuk Konsumtif
Menggunakan uang tambahan untuk konsumsi mungkin saja wajar. Tetapi sebenarnya, bisa jadi tanda lifestyle inflation loh.
Ketika bonus, insentif, atau penghasilan tambahan langsung dihabiskan untuk belanja, liburan, atau hiburan, peluang untuk memperkuat keuangan jangka panjang akan terlewatkan. Padahal, penghasilan ekstra yang dapat dialokasikan untuk menambah tabungan, melunasi utang, atau berinvestasi, yang bikin kita lebih cepat mencapai tujuan keuangan.
Kebiasaan ini enggak cuma menghambat pertumbuhan finansial, tetapi juga menciptakan pola konsumsi impulsif yang sulit dikendalikan jika terus dibiarkan.
Baca juga: 7 Jebakan Gaya Hidup Kekinian yang Bisa Bikin Jebol Dompet
Memahami tanda-tanda lifestyle inflation penting untuk menjaga keuangan tetap sehat. Dengan mengenali pola pengeluaran yang enggak terkendali, langkah pencegahan bisa segera dilakukan untuk mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
6 Barang FOMO yang Sempat Populer, Tapi Sekarang Apa Kabar?
Boneka Labubu yang banyak diburu akhir-akhir ini sebenarnya bukanlah barang FOMO pertama. Pada dasarnya, kita memang selalu punya kehebohan sesaat di waktu-waktu tertentu. Ketika semua orang ngomongin, ada sebagian dari kita yang enggak rela banget kalau enggak ikutan tren.
Apakah kamu salah satunya?
FOMO, itu dia. Fear of Missing Out, ketakutan yang kita rasakan ketika orang lain pada ramai ngomongin, sementara kita enggak update apa-apa. Didukung oleh media sosial yang memang cepat banget kalau soal penularan “virus” semacam ini, jadi deh, ribut di mana-mana.
Sebenarnya FOMO ini—kalau dirasa-rasakan—adalah dorongan dari dalam diri kita agar bisa diterima oleh lingkungan sekitar. Bener enggak sih? Agar kita sama dengan teman-teman, supaya kalau ngobrol nyambung, dan seterusnya.
Table of Contents
Barang FOMO yang Dulu Menghebohkan Banget, Sekarang Masih Adakah yang Menyimpannya?
So, mungkin kamu ada yang pernah punya berbagai barang FOMO ini. Pertanyaannya, apakah kamu sekarang masih punya minat yang sama kayak dulu?
1. Spinner Fidget
Ada yang pernah suka mainin ini? Mainan ini booming di tahun 2017. Konon, bisa jadi alat penghilang stres. Enggak cuma di Indonesia, spinner fidget menjadi tren global yang dibicarakan di media sosial dan banyak dijual di toko-toko dengan berbagai desain dan warna. Bahkan, muncul versi premium berbahan logam dan edisi kolektor dengan harga tinggi, yang justru membuatnya semakin diburu.
Namun, popularitasnya enggak bertahan lama. Setelah beberapa waktu, minat terhadap spinner fidget meredup. Kini, mainan ini jarang kelihatan dan hanya sesekali ditemukan sebagai barang nostalgia atau barang koleksi bagi penggemar lama.
2. Sepeda Brompton
Nah, inget kan, dulu barang FOMO satu ini sempat menghebohkan. Di awal pandemi, sepeda ini menjadi simbol tren gaya hidup sehat dan alternatif transportasi yang praktis. Desainnya yang ringkas dan kemudahan dilipat membuat Brompton menjadi pilihan favorit banyak orang.
Harganya sempat menembus ratusan juta, karena permintaan meningkat tajam. Sudah mahal, kalau mau beli masih kudu indent pula. Sampai berbulan-bulan daftar tunggunya. Bisa dibilang, Brompton adalah simbol status sosial.
Seiring dengan kembalinya mobilitas normal dan berkurangnya minat terhadap tren sepeda, popularitas Brompton juga meredup. Sekarang, sejauh pengamatan dari marketplace-marketplace terkemuka, harganya sudah kembali ke kisaran normal, yakni Rp30 – 40 juta. Ya, tetep masih mahal sih.
Baca juga: Cara Mengelola Pengeluaran untuk Hobi Koleksi Boneka Labubu agar Keuangan Tetap Stabil
3. Funko Pop! Figures
Dulu kurang lebih barang FOMO ini kayak demam boneka Labubu sekarang. Dengan bentuk kepala besar dan mata khas, Funko Pop! menawarkan karakter-karakter dari berbagai film, serial, video game, hingga tokoh ikonik.
Edisi-edisi langka, termasuk yang dirilis dalam jumlah terbatas atau hanya tersedia di acara tertentu, menjadi incaran kolektor dan sering kali dijual kembali dengan harga tinggi. Namun, karena terus diproduksi massal dan ada figur-figur baru hampir setiap bulan, eksklusivitas dan daya tariknya mulai berkurang.
Sekarang, Funko Pop! Masih tetap populer sih di kalangan penggemar setia. Tapi enggak yang bikin demam kayak dulu. Bahkan, beberapa kali menemukan figur-figur yang dulunya dicari dan konon langka, sekarang gampang ditemukan dengan harga miring.
4. Tanaman Hias Monstera Variegata
Di masa pandemi, Monstera Variegata menjadi salah satu tanaman hias yang paling dicari, terutama oleh kalangan urban yang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Daunnya yang besar dengan lubang artistik di sana sini, bikin Monstera Variegata kelihatan eksotis.
Permintaan yang tinggi dan pasokan yang terbatas menyebabkan harga tanaman ini melonjak drastis. Pernah ada yang sampai ratusan juta per pot untuk varietas tertentu. Ibarat simbol gaya hidup dan status sosial, pemiliknya sering dengan bangga memamerkan tanaman langka ini di akun media sosialnya.
Namun, seiring dengan berakhirnya tren tanaman hias yang membara di masa pandemi, minat terhadap Monstera Variegata dan tanaman hias lainnya juga mulai mereda. Harga tanaman ini kini jauh lebih terjangkau. Ada yang masih jutaan, tapi lebih banyak lagi yang ratusan ribu. Meski demikian, Monstera Variegata tetap punya penggemar setia, terutama di kalangan kolektor.
5. NFT
Di puncak tren kripto, NFT atau Non-Fungible Token sempat merevolusi dunia seni digital dan koleksi virtual. NFT memungkinkan seseorang memiliki karya seni, musik, atau objek digital lainnya secara unik, karena kepemilikannya tercatat dalam blockchain. Kesannya eksklusif banget.
Semua-mua jadi ada NFT-nya. Mulai dari karya seni digital oleh seniman terkenal, koleksi kartu digital, hingga aset virtual dalam game dan metaverse. Ingat kan, dengan NFT fenomenal foto selfie Ghozali? Salah satu versinya bahkan dilelang dengan harga mencapai triliunan rupiah saat itu.
Di fase bear market pasar kripto circa 2022-an, penjualan NFT Ghozali juga ikut meredup. Namun, kabarnya di awal tahun 2024, Ghozali kembali menawarkan seri NFT selfie terbaru. Konon, NFT selfie terbarunya ini ditawarkan dengan harga tertinggi Rp3 triliun. Akankah masa kejayaan NFT Ghozali kembali?
6. Lato-Lato
Nah, barang FOMO yang satu ini belum lama banget nih, dan trennya di kalangan anak-anak—meski kadang juga lihat orang dewasa memainkannya. Harganya juga enggak sampai mencapai jutaan atau triliunan kayak NFT. Tapi, pas lagi tren di akhir tahun 2022-awal tahun 2023, kita bisa menemukan semua anak memainkannya, bahkan sampai ke lorong-lorong sempit di kampung.
Sebenarnya permainan ini hanya terdiri atas dua bola plastik yang digantungkan pada tali. Dengan diayunkan kencang-kencang, kedua bola itu saling bertabrakan, menghasilkan suara “klak-klak” yang khas. Simpel banget maininnya, tapi butuh keahlian. Bahkan sampai banyak kompetisi lo. Lagi-lagi media sosial pun turut berperan dalam meramaikan tren ini, dengan banyaknya video tutorial dan tantangan lato-lato yang viral.
Namun, seperti banyak tren permainan lainnya, popularitas lato-lato pun meredup. Minat untuk memainkannya sudah menurun, terutama karena permainan ini dianggap repetitif dan enggak variatif. Apalagi—yang banyak dikeluhkan—berisik.
Baca juga: Tas Branded sebagai Instrumen Investasi: Yay or Nay?
Yah, begitulah. Barang FOMO datang dan pergi mengikuti tren yang cepat berubah. Meski sempat populer, banyak barang FOMO kini ditinggalkan dan hanya dikenang sebagai bagian dari euforia sesaat. Boneka Labubu bisa jadi akan berakhir sama. Pertanyaan besarnya, setelah beli barang yang hype tersebut–dan ternyata kemudian enggak ngetren lagi–apakah kamu akan menyesal? Apalagi kalau tadinya sampai beli dengan harga mahal.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
7 Sikap Contoh Less Literate secara Finansial yang Bisa Merugikan
Ada well literate keuangan, tentu saja ada less literate keuangan. Faktanya, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia itu masih cukup rendah. Contoh less literate paling jelas adalah masih tingginya korban pinjol.
Yes, tingkat literasi keuangan yang rendah sering kali berujung pada meningkatnya korban pinjaman online ilegal. Meskipun akses ke layanan keuangan terbilang luas, dengan 85 dari 100 orang telah mengaksesnya, hanya 49 yang benar-benar memahami aspek keuangan dengan baik.
Data dari OJK menunjukkan bahwa, meskipun ada peningkatan signifikan dalam inklusi keuangan hingga 85,1 persen di tahun 2024 ini, tingkat pemahaman atau literasi keuangan masih terpaut jauh di angka 49,68 persen. Kesenjangan ini menciptakan ruang bagi masalah serius, termasuk maraknya pinjaman online ilegal yang merugikan banyak orang.
Table of Contents
Contoh Less Literate yang Masih Banyak Ditemui di Indonesia
Memang masih banyak contoh less literate yang bisa ditemukan di sekitar kita. Bahkan, mungkin di antara kita pun masih banyak yang melakukannya.
1. Merasa Enggak Butuh Anggaran
Ada orang yang merasa enggak butuh bikin anggaran. Alasannya, karena duit saja enggak ada, apanya yang dibikin anggaran?
Nah, ini jelas contoh less literate, karena kalau well literate maka orang tersebut akan membuat anggaran agar kemudian ada uang untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Memang mindsetnya berbeda di sini. Makanya, sudah uangnya enggak ada, masih juga enggak bikin anggaran. Enggak heran kan, kalau sering kehabisan uang sebelum akhir bulan?
Baca juga: Stop Mental Miskin: Ini Cara Kamu Berdaya dan Berhenti Merendahkan Diri Sendiri
2. Kartu Kredit Dianggap sebagai ATM
Ada orang yang menganggap kartu kredit sebagai ATM, dan uang yang didapatkan dari menggesek kartu kredit adalah penghasilan tambahan, atau bahkan uang kaget.
Penggunaan kartu kredit tanpa memahami sepenuhnya cara kerjanya, termasuk paham kalau ada bunga dan biaya yang berlaku, dapat menyebabkan utang yang terus bertambah. Ini adalah contoh less literate yang juga masih sering ditemukan sekarang ini.
3. Investasi Sama dengan Judi
Menganggap investasi sama dengan judi menunjukkan kurangnya pemahaman tentang dasar-dasar keuangan dan merupakan salah satu contoh less literate secara finansial. Investasi dan judi adalah dua konsep yang sangat berbeda dalam hal tujuan, strategi, dan risiko.
Investasi dilakukan dengan tujuan mengembangkan nilai aset melalui berbagai instrumen, seperti saham, obligasi, properti, atau instrumen lainnya. Pengembangan ini dilakukan berdasarkan analisis dan strategi yang matang. Untuk bisa mendapatkan hasil yang baik—sesuai dengan harapan—investasi harus dibarengi dengan riset tentang profil risiko, pasar dan instrumen investasi, serta mempertimbangkan faktor eksternal dan internal yang bisa memengaruhi nilai aset. Dengan begitu, risiko bisa diminimalkan melalui diversifikasi portofolio dan manajemen yang bijaksana.
Sebaliknya, judi bergantung sepenuhnya pada keberuntungan dan peluang. Tidak ada strategi nyata yang dapat memprediksi hasil dari judi secara akurat. Risiko kerugian dalam judi sangat tinggi dan tidak bisa dikontrol.
4. FOMO
FOMO dan mengikuti tren konsumsi tanpa pertimbangan merupakan salah satu contoh less literate secara finansial. Karena FOMO, orang akan sering melakukan belanja yang impulsif dan enggak terencana. Pastinya, hal ini dapat mengganggu kestabilan keuangan jangka panjang.
Biasanya sih, memang ini sering kejadian terutama kalau ada barang baru yang populer atau banyak digunakan oleh orang lain. Apalagi sering wira-wiri di media sosial, diendorse sama influencer. Banyak orang akhirnya beli tanpa mempertimbangkan apakah barang tersebut memang dibutuhkan, atau sesuai dengan kemampuan.
Tak hanya soal belanja barang sih. Di sini juga berlaku tentang investasi. Beberapa waktu yang lalu, pernah booming investasi saham. Banyak orang mencoba “peruntungan” membeli saham yang saat itu sedang naik daun, tanpa disertai riset yang cukup—hanya berbekal rekomendasi influencer di media sosial. Akibatnya, banyak orang membeli saham dengan uang panas—dengan uang arisan, uang pajak, uang hasil pinjaman, dan sebagainya.
5. Menganggap Semua Asuransi sebagai Penipuan
Menganggap setiap asuransi sebagai penipuan adalah salah satu contoh less literate yang cukup fatal. Kalau sampai ada orang yang menganggap asuransi adalah penipuan, maka itu menunjukkan kurangnya pemahaman tentang konsep dan fungsi asuransi dalam manajemen risiko.
Asuransi dirancang untuk memberikan perlindungan finansial terhadap risiko yang tidak terduga, seperti sakit, kecelakaan, atau kerusakan properti. Sikap skeptis terhadap asuransi bisa mengakibatkan keputusan yang merugikan dalam mengelola risiko tersebut.
Baca juga: 5 Ciri Orang yang Bisa Jadi Contoh Well Literate secara Finansial
6. Menganggap Utang sebagai Solusi Kekurangan Uang
Ada banyak orang menganggap utang sebagai solusi kekurangan dana. Padahal, justru ketika kita berani mengambil pinjaman, saat itu juga kita harus yakin bahwa kita punya uang untuk mengembalikannya.
Menganggap utang sebagai solusi kekurangan uang merupakan salah satu contoh less literate yang juga banyak ditemukan di masyarakat. Tak cuma berutang ke bank atau pinjaman online, bahkan berutang juga ke teman—yang kalau ditagih malah galakan yang ditagih.
7. Judi Dianggap sebagai Penghasilan
Ini lebih parah lagi daripada menganggap kartu kredit sebagai ATM dan utang sebagai solusi kekurangan uang. Tapi yang beneran anggap judi sebagai penghasilan itu benar-benar ada. Ini adalah contoh less literate terbesar sepertinya.
Judi berbeda jauh dari sumber penghasilan yang dapat diandalkan. Pasalnya, judi didasarkan pada keberuntungan dan kemungkinan yang tidak terprediksi, bukan pada keterampilan atau upaya yang konsisten.
Memahami contoh less literate secara finansial dan menghindari sikap-sikap tersebut dapat mencegah kerugian finansial. Melalui edukasi dan kesadaran, dapat tercipta pengelolaan keuangan yang lebih baik dan kehidupan finansial yang lebih stabil.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Mengelola Keuangan untuk Generasi TikTok: Dari FOMO ke JOMO (Joy of Missing Out)
Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang enggak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Apalagi sekarang, saat muncul generasi TikTok.
Siapa nih yang sempat kecanduan buat belanja TikTok live? Sudah pernah menghitung belum, habis berapa sampai dengan fitur ini menghilang? Apakah barang yang dibeli (atau diborong) kemarin, sekarang masih digunakan? Masih bermanfaat penuh? Atau sudah dianggurin?
Ya, memang. TikTok, sebagai salah satu platform media sosial yang paling cepat berkembang, telah mengubah cara kita berkomunikasi, berbagi informasi, dan bahkan memengaruhi perilaku konsumsi kita.
Dengan kontennya yang menarik dan mudah diakses, TikTok menjadi sarana hiburan yang tak hanya menghibur tapi juga sering kali memicu perbandingan sosial di antara generasi TikTok itu sendiri.
Table of Contents
Apa Itu FOMO dan JOMO pada Generasi TikTok?
FOMO, itu dia. Hal yang kemudian menjadi masalah generasi zaman sekarang, termasuk generasi TikTok.
FOMO, atau Fear of Missing Out, merujuk pada perasaan cemas atau takut ketinggalan tren. Baik itu experience, acara, aktivitas, atau tren apa pun deh yang (terlihat) seru dinikmati oleh orang lain.
Dalam konteks keuangan, FOMO terutama dapat memicu keputusan pembelian impulsif yang akhirnya harus dialami oleh generasi TikTok. Artinya, kita melakukannya hanya agar bisa merasa “termasuk” atau update, alias enggak ketinggalan tren terkini.
Ya, akibatnya daripada manfaat dan keuntungannya, justru lebih banyak buntungnya. Banyak generasi TikTok mengalami tekanan keuangan karena berusaha memenuhi standar gaya hidup yang ditetapkan oleh lingkaran sosial atau influencer di media sosial—tanpa sadar sama kondisi diri sendiri.
Nah, terlalu banyak yang FOMO, muncul JOMO. Sebagai reaksi terhadap FOMO, Joy of Missing Out atau JOMO ini bisa digambarkan sebagai perasaan puas atau bahagia karena sudah memutuskan untuk enggak mengikuti tren.
Dengan semangat JOMO, kita akhirnya jadi bisa lebih fokus pada apa yang benar-benar memberi kepuasan dan kebahagiaan. Nah, dalam konteks keuangan, JOMO bisa jadi “alat” yang membuat generasi TikTok menjadi lebih bijaksana dan berpikir panjang. Terutama sih terhadap pengeluaran.
Efek terdekatnya, keputusan pembelian bisa dilakukan atas dasar value yang sebenarnya. Bukan cuma biar kelihatan edgy doang. Pastinya, hal ini akan lebih bagus efeknya untuk jangka panjang, karena membantu generasi TikTok membangun kebiasaan keuangan yang sehat.
Mengadopsi JOMO dalam mengelola keuangan bukan berarti menghindari pengeluaran sepenuhnya, melainkan membuat pilihan yang lebih “sadar”. Kita bisa membuat prioritas pada pengeluaran yang memang penting sesuai kebutuhan dan tujuan jangka panjang.
So, intinya memang pada menemukan keseimbangan antara menikmati kehidupan saat ini sambil juga menyiapkan diri untuk masa depan.
Dengan begitu, kita perlu tahu nih, bagaimana generasi TikTok dapat mengatasi tekanan FOMO dan merangkul JOMO sebagai cara untuk mengelola keuangan secara lebih efektif dan memperoleh kepuasan hidup yang lebih dalam.
Strategi Anti-FOMO, Menuju JOMO
Jadi, apa yang kudu dilakukan pertama, biar generasi TikTok ini bisa switching dari FOMO ke JOMO?
Ya pastinya kita harus mengatasi dulu rasa takut untuk ketinggalan tren. Kalau sudah enggak takut ketinggalan tren, rasanya FOMO bisa segera disingkirkan. Iya nggak sih?
1. Mengenali Value Diri Sendiri
Luangkan waktu untuk benar-benar memikirkan apa sih value kita sebenarnya? Apa yang membuat kita bahagia dan puas?
Dengan tahu apa value kita sebenarnya, kita bisa mendapatkan gambaran, apakah antara value dan kebutuhan dengan pengeluaran itu sudah selaras?
Gampangannya gini. Kalau dari meluangkan waktu di atas, ternyata kita sadar bahwa kita menganggap kesehatan mental dan fisik itu penting, misalnya. Maka, mungkin kita lebih butuh untuk membangun rutinitas olahraga, mengubah pola makan, atau belajar meditasi. Bukan belanja pakaian baru.
2. Membuat Anggaran
Nah, kalau sudah tahu sebenarnya maunya kita apa, maka selanjutnya, ya sudah pasti harus membuat anggarannya.
Misalnya, kalau mau pakai contoh yang sama dengan di atas, berarti mungkin kita lebih baik meluangkan waktu untuk mencari solusi tentang bagaimana supaya bisa rutin olahraga. Nah, di sini perlu hati-hati juga sih, teteup. Jangan sampai, kita merasa solusi terbaiknya adalah langganan gym, tapi ternyata ke depan membership itu dianggurin saja (lagi). Ya, itu sih namanya belum ketemu solusinya.
So, coba deh, diluangkan waktu, cari solusi yang bener-bener sesuai dengan masalahmu dan buat anggarannya. Kalau memang perlu membership gym ya enggak apa. Pastikan, beneran dipakai. Lalu, masukkan anggaran membership ini di anggaran rutin.
3. Penggunaan Media Sosial secara Sadar
Menggunakan media sosial dengan cara yang lebih sadar bisa membantu kita mengurangi perasaan harus selalu ikut serta dalam tren atau melakukan pembelian impulsif. Berikut adalah beberapa langkah konkret untuk menggunakannya dengan lebih bijak:
- Batasi Waktu Media Sosial: Tentukan batasan waktu harian untuk menggunakan media sosial. Misalnya, batasi diri hanya 30 menit atau 1 jam setiap hari.
- Evaluasi dan Kurangi Akun yang Diikuti: Lihat daftar akun yang diikuti. Tanyakan pada diri sendiri, apakah akun-akun ini membuat kita merasa positif? Apakah akun-akun itu mendorong kita untuk menghabiskan uang tanpa perlu? Jika iya, mungkin saatnya untuk berhenti mengikuti atau membatasi interaksi dengan akun-akun tersebut.
- Ikuti Akun Positif: Cari dan mulai mengikuti akun yang menyebarkan energi positif atau konten yang inspiratif. Ini bisa berupa akun yang fokus pada pengembangan diri, motivasi, tabungan dan investasi. Seperti akun QM Financial, misalnya?
- Waktu Detoks Media Sosial: Tentukan satu hari dalam seminggu sebagai hari detoks dari media sosial. Gunakan waktu ini untuk melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan internet, seperti membaca buku, berolahraga, atau menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman.
Yang pasti sih, kudu sadarkan diri sendiri bahwa apa yang orang post di media sosial sering kali merupakan hal-hal yang bagus-bagus doang. Realitanya, bisa saja enggak sebagus itu. So, enggak perlu banget membandingkan hidup kita dengan snapshot momen terbaik orang lain.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, generasi TikTok bisa mengurangi dampak negatif media sosial terhadap keuangan dan kesejahteraan mental. Pada akhirnya, kita pun bisa lebih menikmati kehidupan nyata dan membuat pilihan yang lebih sehat dan lebih bijaksana.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
7 Kesalahan Umum dalam Cara Main Saham Pemula
Saham adalah instrumen yang sering dibahas oleh berbagai kalangan karena mempunyai tingkat capital gain yang tinggi. Saham juga dikatakan sebagai salah satu instrumen yang cocok sebagai dana pensiun. Sayangnya, banyak orang melakukan cara main saham pemula cenderung ugal-ugalan dan tidak memperhitungkan segala konsekuensi dengan cermat.
Yah, mungkin mereka melihat orang lain yang bisa meraih banyak tujuan keuangan dengan menggunakan instrumen saham. Namun, mereka hanya fokus pada hasil akhir, tanpa mau tahu bagaimana proses untuk berinvestasi saham dengan pintar.
Perlu diingat bahwa tingkat risiko yang dihadapi dalam instrumen tersebut cukup tinggi. Bahkan, tidak jarang para investor pemula membuat kesalahan yang bersifat merugikan. Oleh karena itu, penting sekali untuk mempelajari berbagai risiko dan tantangan yang ada di depan mata.
Kesalahan Cara Main Saham Pemula
Melakukan kesalahan dalam investasi saham sebenarnya wajar, apalagi bagi investor pemula. Namun, jika kesalahan yang sudah diperbuat terus diulang-ulang, maka hal tersebut akan membuat kamu rugi besar.
Nah, sebenarnya kita diuntungkan dengan adanya beberapa kesalahan yang dibuat oleh orang lain yang ugal-ugalan dalam main saham ini. Kita bisa belajar dari kesalahan tanpa perlu melakukannya lebih dulu.
So, seperti apa kesalahan cara main saham pemula yang sering terjadi itu? Yuk, kita coba lihat satu per satu.
1. Mengabaikan Riset
Banyak orang tertarik untuk melakukan cara main saham pemula karena keuntungan (yang katanya) menggiurkan. Mereka lantas memilih saham dengan cara-cara yang bisa dibilang absurd, mulai dari cuma ikut-ikutan, “kayaknya ini saham bagus”, dan berbagai cara instan lain untuk memilih saham.
Padahal riset ini sangat penting. Bahkan investor yang berpengalaman pun akan riset secara mendalam sebelum memilih saham untuk dibeli dengan berbagai tujuan investasi. Mengabaikan riset termasuk kesalahan umum yang membuat banyak orang mendapatkan kerugian.
Dalam berinvestasi, penting sekali untuk memikirkan setiap langkah yang akan diambil dengan bijak. Beberapa hal yang perlu diselidiki terlebih dahulu sebelum berinvestasi adalah manajemen, laporan keuangan, prospek perusahaan, dan lainnya.
2. Berdasarkan Emosi
Kesalahan lain yang umumnya dilakukan dalam cara main saham pemula adalah hanya mengandalkan emosi. Misalnya, saat pasar merosot tajam, investor yang takut merugi akan bergegas menjual saham mereka dengan harga rendah. Keputusan yang gegabah ini secara tidak langsung akan membuat kamu rugi besar.
Bukan hanya itu, bentuk emosi lain yang sering memengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi adalah terlalu serakah. Umumnya, para pemula ingin bergegas memperoleh keuntungan besar, sehingga langsung menanamkan investasi tanpa memikirkannya secara rasional.
Oleh karena itu, investor pemula perlu melakukan pertimbangan untuk investasi tujuan jangka panjang dan tidak terlalu mengikuti emosional semata dalam berinvestasi.
3. Mengabaikan Diversifikasi
Kesalahan yang cukup serius saat melakukan cara main saham pemula adalah mengabaikan diversifikasi. Istilah ini menitikberatkan pengedaran investasi ke berbagai jenis saham untuk menekan risiko.
Jika kamu berinvestasi hanya pada satu sektor atau satu jenis instrumen saja, maka risiko yang pertama kali harus kamu hadapi adalah tentang fluktuasi. Tidak ada seorang pun yang mampu menebak arah pasar secara akurat 100% secara terus menerus. Anything can happen! Di pasar saham, pagi menghijau, sore memerah adalah hal yang sangat biasa. Bahkan kadang dalam satu periode saham bisa anjlok berkepanjangan.
Inilah kenapa kamu harus melakukan diversifikasi, agar risiko investasi bisa tersebar, sehingga meningkatkan peluang dalam menghasilkan keuntungan.
4. FOMO
FOMO (Fear of Missing Out) merupakan kesalahan yang terjadi saat investor membeli saham hanya karena ikut-ikutan tren pasar. Mereka takut kehilangan peluang, sehingga mengabaikan riset dan analisis yang matang.
FOMO juga termasuk bentuk keputusan yang impulsif dan sering kali menyebabkan kerugian finansial. Bisa saja yang terjadi adalah kamu membeli saham saat harganya sedang berada di puncak, dan kemudian harga anjlok hingga berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bahkan ada loh, saham yang tinggi karena diviralkan oleh orang tertentu, dan ternyata setelah itu amblas enggak pernah muncul di permukaan lagi.
So, investor pintar tidak boleh FOMO, karena investor pintar akan berpikir dalam jangka panjang, bukan sekadar pengin memanfaatkan situasi.
5. Beli Saham Murah tanpa Lihat Prospek
Dalam membeli saham, jangan hanya berfokus pada harga yang murah. Kamu juga perlu mempertimbangkan prospek perusahaan ke depannya untuk memprediksi untung atau rugi di masa depan.
Karena ya, memang begitulah prinsip investasi kan? Menanam modal hari ini, untuk mendapatkan keuntungan di kemudian hari.
Oleh karena itu, investor pemula perlu melihat rekan jejak perusahaan, mulai dari manajemen, perjalanan sejarah, dan peluang di masa depan, dan lainnya. Jangan hanya melihat saham dari harga murah atau mahal saja.
6. Tidak Memiliki Rencana Investasi
Bagaimana bisa berinvestasi tanpa diiringi dengan rencana keuangan? Ya karena kita adalah investor, bukan seseorang yang sekadar beli gorengan di pinggir jalan.
Investor pemula perlu memahami bahwa menyusun rencana atau strategi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan keuangan dan berinvestasi.
Namun, faktanya masih banyak investor pemula yang tidak memiliki rencana yang jelas dan spesifik. Mereka umumnya tidak mengetahui batasan risiko dan strategi yang perlu dilakukan saat investasi berjalan tidak sesuai yang diharapkan. Itulah mengapa, mulai dari sekarang harus memikirkan rencana jangka panjang dalam berinvestasi saham.
7. Tidak Mempersiapkan Diri untuk Kerugian
Hal yang perlu diingat dari kegiatan investasi adalah tidak ada untung atau rugi yang abadi. Apalagi, saham termasuk jenis investasi yang memiliki risiko yang tinggi, sehingga kamu perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi kerugian.
Investor pemula perlu menyadari bahwa kerugian adalah bagian untuk berproses. Itulah pentingnya menata mental dan mempersiapkan dana darurat saat menghadapi kerugian. Dengan begitu, kamu tidak akan mengambil keputusan yang impulsif.
Beberapa kesalahan cara main saham pemula yang dijelaskan di atas bisa dijadikan pembelajaran agar tidak melakukannya di kemudian hari. Akan lebih baik lagi jika kamu mampu belajar dari pengalaman para investor yang telah sukses, sehingga dapat menerapkannya dalam berinvestasi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Gaji PNS Naik, Jangan Sampai Melakukan Kesalahan Ini Lagi!
Membaca berita hari ini ada wacana bahwa gaji PNS bakal naik! Presiden Jokowi bakal ngasih pengumuman resmi tanggal 16 Agustus 2023 pas lagi ngebahas RUU APBN 2024. Demikian yang disampaikan oleh Ibu Sri Mulyani. Sementara, gaji PNS terakhir kali diutak-atik itu tahun 2019. Waktu itu, gaji prajurit TNI dan polisi juga ikutan disesuaikan.
So, ngomong-ngomong soal gaji PNS, sekarang ini besarannya sudah diatur sesuai dengan yang ada di Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2019. Itu berdasarkan pangkat, golongan, sama ruang kerjanya. Fair play, katanya.
Konon, yang jadi pertimbangan pemerintah sehingga mau mengatur ulang gaji PNS, dengan berpijak dari pengalaman di 2019, tujuannya biar nilai dari gaji itu tetap oke dan para PNS tetap bisa hidup nyaman dan sejahtera.
Nah, pasti sekarang sudah pada semangat deh, dengar kabar gaji PNS naik ini, ya? Tapi, tunggu dulu! Sebelum mulai mimpi berencana beli ini itu, ada baiknya kita ngomongin sesuatu yang sering terjadi.
Ini penting banget, soalnya kadang-kadang pas gaji naik, kita langsung lupa diri dan melakukan beberapa kesalahan yang bisa bikin kantong jadi bolong lagi. Jadi, coba yuk, kita lihat, apa aja sih kesalahan umum yang biasanya terjadi pas gaji PNS baru naik. Jangan-jangan ini juga yang akan kamu lakukan.
Tenang, ini bukan buat bikin mood jadi down, tapi buat bikin kamu semakin bijak mengatur keuangan.
Kesalahan yang Sering Dilakukan saat Gaji PNS Naik
Oke, jadi gaji PNS naik berarti uang yang masuk ke kantong setiap bulan tambah banyak dong! Sekarang pertanyaannya, bakalan kamu pakai buat apa saja nih uangnya? Borong barang, jalan-jalan, nambahin koleksi hobi, atau masukkan tabungan atau investasi?
Nah, ini yang perlu diperhatikan. Kadang-kadang tanpa sadar, seiring dengan gaji yang naik, keinginan belanja juga ikut meroket! Uang sih makin banyak, tapi pengeluaran juga makin nggak ketulungan. Ini makin parah buat yang suka banget belanja, hobi ngabisin duit, atau tipe yang boros. Kesannya, gaji naik tapi duitnya kayak ilang entah ke mana, seakan-akan nggak ada untungnya.
Yuk, kita bahas beberapa blunder yang sering dilakukan para PNS, dan juga karyawan lainnya, pas dapet tambahan duit dari kenaikan gaji. Biar kamu bisa hindari dan lebih pinter mengatur uangmu.
Level up gaya hidup
Ini nih, klasik banget: duit tambah, pengeluaran juga tambah gede. Banyak pegawai yang ketika gajinya naik, langsung kepingin upgrade gaya hidup. Duit lebih banyak masuk, hasrat buat beli barang kesukaan juga melonjak.
Akhirnya nanti kamu juga yang akan mengalami beban keuangan yang berat. Gaji PNS naik, tapi beban juga naik. Awalnya hepi banget gaji naik, lambat laun bakal berubah jadi pusing tujuh keliling karena kejar-kejaran sama biaya-biaya yang dibikin sendiri tanpa perhitungan yang matang. Kesel banget kan!
Lupa bekal pensiun
Usia kita kan nggak akan pernah mundur ya. Usia akan selalu bertambah terus sampai kita udah jadi oma-opa.
Di usia segitu, kita pasti udah enggak segar bugar lagi, produktivitas turun, dan akhirnya tiba waktunya pensiun. Kalau udah pensiun, ya jelas gaji udah enggak masuk lagi dong. Oke, PNS sih ada uang pensiun ya? Tapi apakah yakin cukup? Kalau pakai skema yang baru, uang pensiun nantinya akan diterimakan lumpsum loh! Yakin nggak kita bisa mengelolanya dengan baik? Jangan-jangan, kita malah menghabiskannya untuk sesuatu yang tidak produktif, padahal kita enggak punya sumber dana pensiun yang lain.
Buat yang enggak mikirin menyiapkan dana pensiun yang cukup buat hari tua, bisa-bisa bakalan tetep sibuk kerja dong di usia pensiun cuma buat memenuhi kebutuhan?
Ini yang sering keskip dari pikiran banyak orang pas lagi di masa jayanya kerja. Gaji PNS naik, mereka langsung mikirin belanja sana-sini, foya-foya, tanpa memikirkan masa depan. Sering banget lupa atau nggak peduli buat menyisihkan sedikit dari gaji buat tabungan pensiun.
Mendingan mulai sekarang deh, sisihkan sedikit dari gaji PNS yang diterima buat dana hari tua. Biar nanti bisa santuy, nggak perlu pusing memikirkan uang lagi.
Gaji naik, utang makin banyak
Ada pula fenomena yang sering terjadi pas gaji naik: utang juga ikutan meroket.
Hal ini lazim banget terjadi karena pas gaji naik, seringnya kita jadi merasa punya uang lebih dan hal ini bikin percaya diri secara berlebihan untuk mengambil utang lebih banyak. Misalnya, ngebuat orang berani ambil KPR buat rumah yang lebih gede, beli mobil dengan cicilan yang lebih tinggi, atau pakai kartu kredit dengan limit yang lebih besar. Orang mikirnya, “Gaji udah naik, pasti bisa bayar cicilannya.”
Belum lagi pada FOMO, merasa harus ‘ikut-ikutan’ sama teman atau lingkungan sekitar yang gaya hidupnya sudah naik. Mereka nggak mau dibilang ketinggalan, jadi sering kali tergoda buat beli barang atau ikut gaya hidup yang sebenernya di luar kemampuan, dan ini berujung pada penggunaan utang.
Ya, boleh saja sih ambil kredit terutama untuk menambah aset. Tapi ya tetap harus diperhitungkan dengan saksama. Pastikan kamu utang secara sehat, dan mampu bayar! Ingat, bahwa cicilanmu harus tidak boleh lebih dari 30% dari penghasilan setiap bulan. Jangan sampai karena kamu merasa gaji PNS besar, eh … jadi utang dengan cicilan yang melebihi batas aman tersebut.
Selamat Gaji PNS Naik! Ingat, Tanggung Jawab Mengikuti
Ini yang perlu kita sadari, semakin tebal dompet kita, seringnya beban kerja juga ikutan nambah. Ini bukan cuma kamu doang, tapi hampir semua pekerja gitu. Gaji PNS naik? So, biasanya juga diiringi oleh tanggung jawab yang lebih berat, dan tuntutan untuk menjadi lebih baik.
Siap kan?
Nah, sudah jelas kan ya, tentang apa aja yang sering jadi kesalahan saat gaji PNS naik? Dari nambahin utang, gaya hidup yang makin naik sampai lupa menjaga cash flow, hingga alpa memikirkan bekal di masa depan.
Ini semua perlu diwaspadai loh. Kuncinya adalah: jadi bijak dalam mengatur keuangan. Gaji PNS naik itu bukan berarti buat hura-hura doang, tapi harus diimbangi sama pengelolaan keuangan yang tepat dan bertanggung jawab. Belajarlah buat ngerencanain keuangan, investasi, dan tabungan dengan baik. Jangan lupa juga, sebagai PNS, kamu adalah pelayan masyarakat. Dengan gaji yang naik, harusnya kualitas pelayanan juga ikutan naik.
Yuk, jadi PNS yang gak cuma sukses di kantong, tapi juga sukses dalam memberikan manfaat buat banyak orang. Selamat berkontribusi!
Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 + 5 Cara Jitu Mengatur Keuangan untuk Perempuan
Jadi perempuan itu sebaiknya tahu cara jitu mengatur keuangan. Intinya, harus melek keuangan! Mengapa?
Karena, dengan melek keuangan, maka perempuan bisa memiliki konsep dasar finansial yang lebih baik. Nantinya akan berguna banget untuk mengatur keuangan diri sendiri—dan juga keluarga, nantinya—biar enggak besar pasak daripada tiang. Bisa mengelola rezeki dengan baik, sebagai ungkapan rasa syukur, dan menggunakannya sebaik mungkin.
Tapi, faktanya, tingkat literasi keuangan perempuan itu masih lebih rendah daripada laki-laki. Survei dari Otoritas Jasa Keuangan menyatakan, bahwa tingkat literasi keuangan perempuan hanyalah sebesar 36.13%, sementara tingkat literasi keuangan laki-laki sebesar 39.94%.
Jadi, ayo, kita tingkatkan lagi literasi keuangan kita, bestie! Kita bisa mulai dengan mencari tahu bagaimana cara jitu mengatur keuangan pribadi dulu, sebelum nantinya kita harus punya cara jitu mengatur keuangan keluarga. Mulai dari yang kecil dulu, baru yang besar. Kalau kita tidak mampu mengatur uang receh, uang besar juga bakalan sulit diaturnya.
Yuk, mulai dengan melakukan dan tidak melakukan hal-hal berikut ini sebagai cara jitu mengatur keuangan kamu.
Cara Jitu Mengatur Keuangan: 5 Do’s
1. Catat pengeluaran dan buat anggaran
Ini adalah hal keuangan yang paling basic harus dilakukan sebagai cata jitu mengatur keuangan untuk perempuan. Kalau mencatat pengeluaran dan membuat anggaran ini masih sering terlupakan, yang lainnya juga akan lebih sulit.
Kenapa harus membuat pencatatan ini? Mencatat pengeluaran dan penghasilan, serta membuat anggaran akan membantumu dalam merencanakan keuangan hingga jauh ke depan. Ibaratnya, catatan pengeluaran ini akan menjadi standar kemampuan finansialmu. Pasalnya, boleh saja banyak mau, tapi kita tetap harus menyesuaikan dengan kemampuan, biar enggak halu.
Zaman sekarang buat mencatat pengeluaran ada banyak tools-nya. Mulai dari catatan manual, sampai aplikasi keuangan. Tinggal pilih sesuai kenyamanan masing-masing. Seharusnya sih, sudah enggak ada alasan lagi.
2. Buat tujuan keuangan
Tujuan keuangan adalah cita-cita, mimpi, dan keinginan yang pengin kamu wujudkan atau capai, baik dalam jangka pendek, menengah, atau panjang. Perempuan sekarang sudah boleh banget punya banyak cita-cita, ya kan? Semua bisa diwujudkan jika kamu punya tujuan keuangan yang jelas, realistis, dan kemudian didukung dengan rencana keuangan yang komprehensif.
Setelah tahu kemampuan diri sendiri, maka inilah yang menjadi cara jitu mengatur keuangan dan perlu untuk kamu pikirkan selanjutnya. Kamu pengin apa? Kamu ingin mencapai apa? Mimpi kamu apa?
3. Miliki dana darurat
Dana darurat ini sangat penting sebagai jaring pengaman keuangan yang utama, dan harus dibangun sejak awal kamu mulai bekerja dan produktif.
Saat kamu single, kamu perlu setidaknya dana darurat sebesar 4 kali pengeluaran rutin bulanan. Nah, kalau sudah menikah dan punya anak, tentu dana darurat harus disesuaikan juga; lebih besar.
Jadikan dana darurat ini sebagai tujuan keuangan pertama. Enggak harus langsung ideal, kamu bisa membaginya sesuai kemampuan. Misalnya, 2 bulan pertama, kumpulin 1 bulan pengeluaran dulu, 2 bulan kedua, 1 bulan pengeluaran lagi sehingga terkumpul 2 bulan pengeluaran. Dan seterusnya.
4. Beli asuransi
Jika kamu sudah bekerja di sebuah perusahaan, maka biasanya kamu akan secara otomatis diikutkan dalam BPJS Kesehatan sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan. Untuk perempuan, BPJS Kesehatan coverage-nya cukup lengkap, bahkan mengcover juga untuk pemeriksaan kesehatan selama hamil dan melahirkan.
Namun, jika terasa belum cukup, kamu juga bisa menambah dengan asuransi kesehatan swasta sesuai kebutuhan.
5. Bijak berutang
Sebagai perempuan, hobi belanja itu sudah mendarah daging. Boleh saja kok kalau kamu memang hobi belanja. Tetapi, bijaklah kalau belanja dengan berutang. Utang tidak dilarang, bahkan utang bisa dimanfaatkan sebagai daya ungkit agar kita bisa membangun aset produktif.
Tapi, jika tidak bijak dalam berutang, bisa jadi utang akan menjadi bumerang. So, pertimbangkanlah dengan saksama setiap kali hendak berutang untuk tujuan apa pun.
Cara Jitu Mengatur Keuangan: 5 Dont’s
1. Impulsif
Kalau soal belanja, perempuan itu lebih impulsif. Karena itu, kamu harus mengenali red flags ini dengan sepenuhnya. Kalau kita sadar jika kita impulsif, maka akan lebih mudah juga untuk mengatasinya.
Seringnya sih, perempuan terjebak di sini. Kalau kemudian terjerat utang, ada kemungkinan di masalah ini juga. Apalagi atas nama diskon tanggal cantik. Atas nama, “Mumpung diskon! Kapan lagi diskon begini?”
Padahal ya, setiap tanggal cantik ada diskon.
2. FOMO
FOMO adalah fear of missing out—perasaan takut kudet, takut ketinggalan info, takut ketinggalan hype. FOMO sih sebenarnya bukan hanya penyakit perempuan, laki-laki juga banyak yang mengalaminya.
Biasanya dipicu oleh “huru-hara” yang ada di media sosial. Influencer lagi ramai bahas kripto, jadi pengin. Di media sosial lagi hype smartphone keluaran terbaru, ikut inden. Dan seterusnya.
Padahal ya, enggak semua yang lagi tren harus diikuti kan? Hati-hati, FOMO bisa membuatmu menyabotase rencana keuanganmu sendiri lo!
3. Menunda investasi
Kadang kalau masih terlalu jauh, kita males buat memikirkannya. Betul? Katakanlah buat rencana dana pendidikan anak, padahal menikah saja baru kemarin. Mikirin pensiun, padahal baru juga diterima kerja sebagai fresh graduate.
Tapi, tahukah kamu, bahwa inilah justru yang menjadi kesalahan keuangan banyak orang, tak terkecuali perempuan. Menunda investasi, karena masih terlalu jauh.
Padahal, justru masih jauh, maka semua kebutuhan itu harus dipikirkan sejak sekarang. Pasalnya, kebutuhan dananya cukup besar. Tanpa rencana investasi yang matang, rasanya tujuan keuangan apa pun juga bisa jadi akan gagal.
4. Malas upgrade pengetahuan
Sering banget dengar celetukan, “Buat apa belajar mengatur keuangan sekarang? Duitnya aja nggak ada. Ntar aja deh, kalau sudah ada yang diatur. Sudah ada uangnya.”
But you know what, bisa jadi kamu merasa belum ada yang bisa diatur karena kamu memang tidak mau belajar untuk mengaturnya. Karena memang dari situlah akar masalah kebanyakan orang. Merasa uangnya hanya sedikit, lantas beranggapan untuk enggak perlu diatur. Padahal, kalau yang kecil saja kita tak bisa mengaturnya, yang besar pun akan kesulitan.
So, justru mulailah belajar mengatur keuangan dari yang kecil. Upgrade pengetahuan seiring waktu, seiring perkembangan perjalanan keuanganmu.
5. Remehkan pengeluaran kecil
Bocor halus, begitulah kami di QM Financial menyebutnya. Bentuknya macam-macam, seperti jajan-jajan kecil pas berangkat atau pulang kantor, kopi kekinian atau boba 3 kali sehari, pesan makanan online, dan sebagainya. Latte factor, istilah kerennya.
Jangan remehkan pengeluaran-pengeluaran ini—yang kalau dikumpulkan sebulan ternyata bisa ratusan ribu hingga jutaan. Yang kecil-kecil bisa banget memengaruhi cash flow lo, waspadalah.
Nah, itu dia cara jitu mengatur keuangan untuk perempuan, yang baik mulai diterapkan sejak masih single hingga sudah berkeluarga.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
7 Bias dalam Investasi: Kenali supaya Bisa Diatasi!
Bias dalam investasi bisa terjadi pada siapa pun. Tak terkecuali pada mereka yang sudah expert.
So, ya memang, menjadi seorang investor bisa dibilang enggak mudah. Harus melawan rasa takut, bimbang, hingga dilema. Pasalnya, keputusan yang diambil ini akan berdampak pada pertumbuhan aset, apalagi jika nominalnya terbilang besar. Salah perhitungan, terjadi bias dalam investasi tujuan finansial yang jadi taruhannya.
Jadi bisa dibilang, bias dalam investasi ini menjadi tantangan tersulit yang harus dialami oleh setiap investor karena berpeluang menggagalkan return potensial.
Bias dalam investasi ini ada hubungannya dengan kognitif otak manusia karena saling terhubung. Bias dalam investasi biasanya dapat memengaruhi pilihan yang akan dibuat dalam berinvestasi. Namun tak perlu khawatir, menurut ahli psikolog, kita sebenarnya dapat menyadari bagaimana cara kerja bias dalam investasi, dan mengatasinya untuk memastikan keputusan yang diambil masih rasional.
Setidaknya kamu bisa menerapkan lima tahapan dalam membuat keputusan investasi yang baik, yaitu:
- Menerima jika setiap individu pasti memiliki bias
- Berlatih untuk membuat keputusan dengan sadar
- Menyadari bahwa bias memang bisa memengaruhi keputusan,
- Cari saran dari orang lain tetapi tidak menjadikannya sebagai satu-satunya bahan pertimbangan
- Belajar dari berbagai sumber tanpa kenal lelah
7 Jenis Bias dalam Investasi yang Harus Dihindari
Ada beberapa jenis bias dalam investasi yang harus kamu hindari saat menjadi investor dan membuat keputusan tentang uang dan investasi, berikut ini bias-bias yang harus diwaspadai menurut ahli psikologi.
1. Reactive Devaluation Bias
Bias dalam investasi ini terjadi saat seseorang ditolak karena punya masalah pribadi dengan kita.
Misalnya begini. Ada orang yang enggak kamu sukai, dan dia memberikan insight investasi. Karena kamu enggak suka, maka kamu mengabaikan strategi investasi dari orang tersebut. Nah, jika ini terjadi, bisa jadi kamu melewatkan sesuatu yang sebenarnya baik untuk investasimu. Bisa saja strategi dari orang yang tak kamu sukai ini efektif lo!
2. Confirmation Bias
Bias dalam investasi ini membuat seseorang menafsirkan atau memastikan sebuah informasi sesuai dengan keyakinan yang ia setujui atau inginkan sendiri. Confirmation bias membuat investor menghindari rasa ketidaknyamanan secara emosional karena ia berpikir bahwa kemungkinan kecil dirinya salah.
Dalam konteks investasi, bias ini akan meyakinkanmu, sebagai investor, bahwa kamu tidak akan membuat kesalahan. Karenanya, kamu pun tetap melanjutkan strategi, padahal justru langkahmu ini menyebabkan kerugian.
3. Optimism Bias
Bias dalam investasi ini akan membuat seseorang merasa optimis terhadap hasil akhir yang akan diraihnya. Padahal, otak memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan optimisme.
Kalau tidak dihindari, hal ini bisa menyebabkanmu terlalu pede. Padahal rasa optimis yang berlebihan, justru membuatmu lengah dan risiko terbesarnya kamu bisa kehilangan banyak uang.
4. Loss Aversion
Mirip seperti optimism bias di atas, hanya saja bias ini akan membuatmu merasa lebih rugi kalau menyerah sekarang, dan memilih untuk bertahan meski sebenarnya tanda-tanda tak bagus sudah mulai terlihat dengan nyata.
Misalnya saja, kamu mempertahankan untuk berinvestasi pada instrumen tertentu dan keukeuh meskipun sebenarnya sudah terlihat bahwa kerugiannya sudah besar. Waspadalah jika ini terjadi, karena bias ini sering muncul ketika kita denial sudah berinvestasi pada investasi bodong.
5. FOMO
Fear of Missing Out, atau disebut FOMO, merupakan sebuah kondisi ketika seseorang merasa takut ketinggalan atau kehilangan kesempatan. Hal ini akan membuat seseorang melakukan apa pun agar hal yang diinginkannya tercapai.
Biasanya bias ini dapat membuat investor melakukan investasi di instrumen yang sedang hype, padahal beberapa saat kemudian nilainya anjlok, karena ada manipulasi pasar yang terjadi.
6. Illusion of Control
Bias dalam investasi ini membuat investor beranggapan bahwa dirinya bisa mengontrol semuanya karena merasa hebat. Ia merasa bisa mengontrol dirinya sendiri atas beban seberat apa pun, termasuk mengontrol masa depan.
Hal ini hanya akan membuat seorang investor terlena tanpa mempertimbangkan hal lainnya dalam berinvestasi.
7. Hindsight Bias
Bias dalam investasi ini membuat seorang investor seolah-olah bisa meramal masa depan dengan pola-pola harga saham di masa lalu, yang kemudian membuatnya merasa pasti hal yang sama akan berulang di masa depan.
Pola tersebut lantas membuat dirinya yakin bahwa bisa memprediksi masa depan. Padahal, dia hanya mengandalkan firasatnya saja, tanpa adanya analisis yang mendasar mengenai instrumen yang diincarnya.
Bagaimana Cara Meminimalkan Munculnya Bias dalam Investasi?
Bagi seorang investor, bias dalam investasi bisa jadi enggak dapat dihindari, tetapi sebenarnya dapat diminimalkan. Setiap investor akan merasakannya, tapi paling tidak lakukan pengukuran investasi seobjektif mungkin.
Penuhi pengetahuan diri dengan banyak membaca cara berinvestasi menggunakan taktik atau strategi. Cukupi ilmu mengenai dunia investasi agar kamu tidak mudah dikelabui oleh perasaan. Pasalnya bias investasi ini membuat persepsi seolah-olah semua begitu mudah, padahal ya, enggak gitu juga. Selalu lakukan riset dan analisis mendalam, setiap kali kamu hendak berinvestasi pada instrumen apa pun.
Selain itu, buat rencana investasi dengan menentukan kriteria saham atau investasi seperti apa yang akan dijadikan portofolio. Kondisi seperti apa yang akan menentukan diri dalam membeli saham.
Disiplinlah terhadap rencana investasi yang telah ditentukan. Jangan loyal terhadap produk, tetapi loyallah pada tujuan. Produk investasi bisa berubah, menyesuaikan dengan kondisi dan tujuan keuangan kita. Jangan mendadak mengubah strategi dalam masa chaos, hal ini tidak direkomendasikan karena akan banyak bias-bias yang memengaruhi seorang investor.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 “Penyakit” yang Bikin Anak Muda Gagal dalam Perencanaan Keuangan
Jadi anak muda sekarang tuntutannya banyak. Betul? Dari mulai soal karier, jodoh, sampai soal perencanaan keuangan. Ya maklum sih, anak muda kan harapan bangsa. Tsah.
Iya, kok memang berat. Apalagi kalau dari si anak muda itu sendiri punya “penyakit”. Penyakit apa? Penyakit keuangan yang disebabkan oleh banyak hal. Ada yang memang literasinya kurang, atau ya karena memang merasa masih muda—masih berhak untuk senang-senang, menikmati hidup. Nanti ya dipikirkan nanti saja.
Pada akhirnya, kalau yang bersangkutan enggak sadar juga akan penyakitnya, boro-boro bisa membuat perencanaan keuangan, hidup pun hanya paycheck to paycheck. Memang tak semua gaya hidup paycheck to paycheck akibat adanya penyakit ini. Namun, yang punya penyakit berikut pada umumnya akan hidup paycheck to paycheck, terlilit utang, dan gagal dalam perencanaan keuangan untuk masa depannya sendiri.
Penyakit apa sajakah itu?
5 Penyakit yang Bikin Perencanaan Keuangan Gagal
1. Kebiasaan lapar mata
Lihat ini, beli. Lihat itu, eh lucu, beli. Belanja secara impulsif, menuruti kata hati dan keinginan, tanpa berpikir panjang.
Yang punya penyakit ini, jangankan bisa membuat perencanaan keuangan yang komprehensif. Sering sabotase tabungan sendiri malah. Uang yang dikumpulkan untuk apa, jadinya apa. Maunya cuma beli pasta gigi sama sabun, eh, pulang bawa baju, sepatu, sampai tas.
2. YOLO
You only live once. Begitu kepanjangan YOLO ini.
Sebenarnya, jargon ini digunakan untuk memotivasi agar kita tak menyia-nyiakan peluang bagus atau kesempatan emas yang datang pada kita. Sayangnya, akhir-akhir ini justru maknanya jadi bergeser.
Jadi pembenaran, bahwa hidup hanya sekali, maka kita berhak untuk bersenang-senang terus setiap waktu. Tanpa ingat menabung, tanpa sadar juga bahwa banyak risiko hidup yang harus dihadapi ke depannya. Pun, enggak sadar, bahwa masih ada masa depan yang panjang, yang seharusnya jadi kesempatan untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita. Semua karena “hari ini masih bisa hidup, maka ayo, senang-senang.”
3. FOMO
Fear of Missing Out, begitulah. Alias, enggak mau ketinggalan tren. Lihat orang-orang heboh apa, pengin ikutan.
Zamannya ramai pada liburan luar negeri, ikut liburan. Trennya beli tas branded, ikutan beli. Ramai orang-orang antre inden smartphone tercanggih, enggak lupa ikut inden juga. Zamannya orang-orang beli kripto atau NFT, tentu saja enggak mau ketinggalan.
Tujuannya satu: supaya dianggap keren dan mendapatkan pujian. Padahal, ya, enggak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Dampak dari FOMO ini bisa sangat merugikan kita loh. Yang tadinya berharap untung, tapi akhirnya buntung, tidak sadar risiko yang dihadapi, hingga bisa terjerat utang, karena pada dasarnya orang-orang FOMO juga tidak sadar akan kemampuan diri sendiri.
4. Latte Factor
Latte factor adalah pengeluaran kecil yang kita lakukan setiap hari, bahkan bisa sampai beberapa kali sehari, tetapi sayangnya kita enggak sadar bahwa ketika diakumulasikan ternyata menjadi sangat besar.
Contohnya adalah biaya ngopi setiap pagi sambil jalan ke kantor, pesan makanan online terus, biaya admin bank, parkir, dan sebagainya. Pengeluaran-pengeluaran ini sebenarnya bisa dihemat jika kita mau loh, tetapi enggak kita lakukan karena berbagai sebab.
Di QM Financial, kita mengenalnya sebagai ‘bocor halus’. Ibarat ban yang mengalami bocor halus, kita enggak menyadarinya hingga akhirnya ban benar-benar kempis bin gembos, kehilangan tekanan. Apalagi jika ditambah kita malas mencatat pengeluaran, saat itulah kita baru bertanya-tanya, ke mana ya perginya uang? Enggak terasa.
5. Tarsok Tarsok
Tarsok tarsok alias bentar besok bentar besok. Artinya, hobi menunda. Istilah keren zaman now: procrastinating. Menunda mulai belajar keuangan, menunda mulai membuat perencanaan keuangan, menunda berinvestasi, dan sebagainya.
Kadang hal ini kita lakukan karena kita enggak tahu cara memulainya, atau justru merasa takut kalau nantinya gagal. Padahal, kalau kita gagal merencanakan, maka saat itu pula kita berencana untuk gagal loh. Jika kita menunda perencanaan, maka kita tidak akan pernah memulai apa pun.
Agar Tak Gagal dalam Perencanaan Keuangan
Gagal dalam perencanaan keuangan bisa cukup fatal akibatnya. Pasalnya, dalam sebuah perencanaan keuangan, biasanya akan terangkum berbagai cita-cita, tujuan hidup, bahkan janji pada diri sendiri untuk memberikan kualitas yang baik pada hidup kita sendiri.
Mumpung masih berstatus anak muda, akan lebih baik jika kita berpikiran jauh ke depan, karena apa yang akan kita dapatkan di masa depan nanti merupakan hasil dari apa yang kita rencanakan sekarang.
Mulai sekarang
Yuk, jangan menunda lagi. Apa yang bisa kamu lakukan sekarang, sekecil apa pun itu, bisa mengubah masa depanmu nanti. Mulai belajar keuangan, mulai membuat rencana keuangan.
Enggak perlu terlalu jauh, kamu bisa mulai dari langkah-langkah kecil dulu. Misalnya, tahu dulu prinsip dasar dari Blueprint of The Money, lalu tahu ciri keuangan yang sehat. Dengan begitu, kamu bisa memperbaiki dulu kondisinya, baru kemudian belajar lagi langkah-langkah berikutnya.
Kamu bisa belajar di FCOS QM Financial, karena sudah disusun sedemikian rupa secara berjenjang, sehingga kamu akan merasa dituntut step by step sesuai kondisi dan kemampuan.
Yang penting, mulai dulu sekarang.
Pengendalian diri
Kalau melihat sebagian besar “penyakit” di atas, akar masalah terbesarnya sebenarnya cuma satu: pengendalian diri.
Belanja impulsif, pengin senang-senang saja di masa sekarang, nggak mau ketinggalan tren, mengeluarkan uang sedikit demi sedikit setiap hari, semua itu berkaitan dengan kemampuan kita dalam mengendalikan diri sendiri.
Dengan adanya perencanaan keuangan, kamu akan punya kontrol mengenai apa yang perlu diprioritaskan dan yang bisa ditunda. Bisa jadi, kamu memiliki penyakit-penyakit di atas karena kamu tidak punya perencanaan keuangan yang baik. Jadi bener kan, bahwa kamu merencanakan untuk gagal?
Disiplin
Kalau sudah punya rencana keuangan, maka selanjutnya yang kamu perlukan adalah disiplin diri. Ini adalah koentji agar semua rencana bisa diwujudkan dengan sukses.
Nah, gimana? Pengin sembuh kan, dari segala penyakit di atas? GWS ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Investasi Saham Tanpa FOMO: 5 Cara untuk Melakukannya
Kami di QM Financial sering merasa sedih, ketika membaca atau mendengar berita mengenai terjebaknya banyak orang dalam berbagai bentuk investasi yang tak bertanggung jawab. Termasuk adalah investasi saham.
Memang, saham menjadi salah satu instrumen investasi yang dikatakan dapat memberikan keuntungan yang relatif besar, sehingga banyak orang pun tergiur.
Tapi sayangnya, hal ini tak dibarengi dengan kedewasaan dalam berinvestasi. Pasalnya, saat kita memutuskan untuk mulai berinvestasi—terutama pada instrumen dengan risiko tinggi—maka akan ada faktor psikologis yang harus dikendalikan. FOMO, atau fear or missing out, adalah salah satunya.
Apa Itu FOMO?
FOMO, atau fear of missing out, adalah perasaan takut atau khawatir yang berlebihan akibat ketinggalan tren atau update kekinian.
FOMO pertama kali diperkenalkan sebagai istilah untuk menyebut perasaan cemas atau berlebih yang dirasakan seseorang, ketika tahu bahwa orang-orang di sekitarnya bisa berkumpul, tanpa dirinya. Misalnya, ketika kamu tahu, bahwa semua rekan kerjamu diundang pesta pernikahan atasan di kantor, sedangkan kamu tidak menerima undangan sama sekali. Nah, perasaan ‘left out’ itulah yang disebut sebagai FOMO.
Meski bisa saja disebabkan oleh berbagai hal, tetapi rata-rata FOMO dikaitkan dengan kecanduan media sosial.
Ya enggak heran sih, karena media sosial sekarang menjadi salah satu sumber berita (dan ajang pamer) terbesar akhir-akhir ini. Jadi salah kalau main media sosial? Ya, pastinya enggak salah. Hanya saja, kembali pada kita bagaimana memanfaatkannya.
Tanpa ada kecerdasan dan kebijakan yang menyertai, media sosial memang bisa menjerumuskan. Kayak yang terjadi pada kasus investasi saham selama pandemi. Jumlah investor baru yang meningkat ternyata juga dibarengi oleh angka kerugian yang juga bertambah. Semua karena postingan dan berita di media sosial yang hanya ditelan begitu saja, tanpa dicermati dan dicerna dengan baik.
FOMO dan Investasi Saham
Investasi saham sendiri—seperti yang sudah kita pelajari—memiliki risiko yang tinggi. Risikonya berupa risiko pasar, yaitu ketika harga atau nilainya anjlok dalam tempo yang cukup cepat, selain juga bisa meningkat tajam dalam hitungan jam saja.
Roller coaster ini, kalau untuk investor yang sudah senior sih B aja. Tapi, bagi pemula, bisa menyebabkan panic attack, yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk panic selling ataun panic buying.
Nah, inilah yang bahaya. FOMO. Serbatakut; takut ketinggalan nggak kebagian cuan, takut juga rugi terlalu banyak.
Mengatasi FOMO saat Investasi Saham
Jadi gimana dong ya? FOMO bisa dikatakan sebagai ‘gangguan emosi’ jika dalam konteks investasi saham. Karena merasa FOMO, kita jadi takut ketinggalan tren, hingga melupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menganalisis kondisi saham. Akibatnya, bisa terjadi salah beli. Pastinya, hal ini akan menimbulkan kerugian. Besar ataupun kecil, kerugian dalam investasi saham, ya tetaplah kerugian. Seharusnya, hal ini bisa dihindari.
Karena itu, penting bagi kita untuk bisa mengatasi FOMO jika ingin berinvestasi saham.
1. Sadari risiko investasi
Setiap instrumen investasi akan menyimpan risiko, dan hal ini berbanding lurus dengan potensi keuntungannya. So, ketika kamu berinvestasi pada instrumen yang memberikan potensi keuntungan besar, seperti saham, kamu juga harus siap dengan segala risikonya yang tinggi.
Ini sudah dalil, dan merupakan basic knowledge banget buat investor pemula di semua instrumen.
Masalahnya, keuntungan yang besar inilah yang sering kali menjadi penyebab utama timbulnya FOMO. So, coba deh, mindset-nya dibuat benar terlebih dulu. Bahwa risiko akan meningkat, seiring potensi keuntungan yang besar. Siap enggak menerima segala risikonya, kalau seumpama mengejar profit yang tinggi seperti ini?
Kalau tidak, nah, ini bisa jadi rem buatmu agar tidak FOMO.
2. Balik ke #TujuanLoApa
Yes, ini akan selalu jadi “senjata” ampuh untuk kembali ke track, saat kita tergoda untuk berjalan ke arah yang lain.
Tujuan pertama mau investasi itu untuk apa sih? Untuk dana pendidikan anak, dana pensiun, … dan lainnya?
Investasi tanpa tujuan, pada akhirnya pasti akan sia-sia belaka. Memiliki tujuan investasi yang pasti, akan menghindarkanmu dari sekadar ikut-ikutan apa yang lagi tren. Punya rencana investasi yang komprehensif akan membuatmu tetap bisa berada di jalur yang benar, dan tidak akan membahayakan tujuan keuanganmu sendiri karena pengin coba ini dan itu.
3. Endapkan berita dan cerna dengan baik
Berita dan isu-isu biasanya adalah pemantik timbulnya FOMO. So, kalau mau supaya FOMO-nya nggak muncul, ya hindari membaca berita-berita atau isu-isu yang enggak jelas sumbernya. Jika memang sumbernya tepercaya, maka kamu juga sebaiknya mencernanya dulu dengan baik, sebelum bereaksi.
Jika bombardir isu membuatmu terus menerus merasa cemas akan rencana investasimu—hingga tergoda untuk FOMO—segera tinggalkan dulu media sosial. Hindari dulu membaca berita, kalau perlu jeda sejenak dari internet.
Lakukan hal lain yang mengasyikkan, sembari mengendapkan segala berita dan isu yang ada, sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih untuk mengambil keputusan.
4. Cek statistik
Data tak pernah bohong, betul? Karena itu, jika kamu melihat lonjakan harga pada instrumen investasi saham tertentu, coba deh cermati statistik harga yang selama ini ada. Di situ, kamu akan melihat, apakah kenaikan itu tren sesaat semata, ataukah memang fundamental yang memengaruhinya?
Jika terlihat hanya tren semata, maka lebih baik kamu hindari saja. Kecuali jika kamu berniat (dan berkemampuan) untuk trading jangka pendek, demi mengejar keuntungan singkat.
5. Evaluasi
Kita sudah banyak melihat, betapa orang banyak yang terjebak kerugian akibat FOMO. So, ada baiknya, kamu tak mengulangi kesalahan yang sama.
Lakukan evaluasi terhadap rencana keuangan dan realisasinya sampai sejauh ini; apakah ada yang perlu disesuaikan, atau semua masih berkembang sesuai harapan? Jika masih berkembang, maka ada baiknya kamu biarkan investasimu bertumbuh sesuai rencana. Jangan diutak-atik, kecuali ada situasi dan kondisi yang berubah lagi.
So, investasi saham tanpa FOMO? Harus!
FOMO bisa banget dihindari dengan 5 hal di atas. jadi, sudah enggak ada alasan lagi buat takut ketinggalan dapat cuan.
Teruslah belajar dan membuka pikiranmu akan perubahan dunia investasi, agar kamu kemudian bisa membuat rencana yang sesuai, tanpa harus terjebak FOMO.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!