Beberapa waktu yang lalu, kita dihebohkan dengan berita mengenai terjeratnya ratusan mahasiswa IPB dalam pinjol dan penipuan toko online. Jumlah korban mencapai 300-an orang, dengan kerugian hingga mencapai Rp2.1 miliar.
Sungguh miris mendengar beritanya. Ada apa dengan para mahasiswa ini? Apakah mereka hedon sedemikian rupa sehingga “terpaksa” meminjam uang ke aplikasi pinjol? Apakah platform pinjol ilegal ini sekarang sudah merangsek ke kampus-kampus, atau gimana?
Penasaran kan?
Kronologi Kasus Penipuan Toko Online yang Menjerat Ratusan Mahasiswa IPB
Menurut penelusuran, ini merupakan modus penipuan yang cukup baru. Pelaku menawarkan kerja sama usaha penjualan gadget atau laptop dari toko online miliknya. Ada komisi sebesar 10% yang ditawarkan pada korban untuk setiap transaksi yang dilakukan.
Pelaku meminta korban untuk membeli barang di toko online milik pelaku. Jika korban tidak punya uang, maka pelaku meminta korban untuk memanfaatkan pinjol. Saat uang pinjaman disetorkan, barang tidak dikirimkan kepada korban sebagai pembeli, tetapi tetap disimpan oleh pelaku. Ternyata, komisi juga tidak diberikan sesuai perjanjian.
Menurut Satgas Waspada Investasi, sudah ada 5 aplikasi pinjol yang terlibat dalam kasus ini. SWI pun menetapkan bahwa kasus ini merupakan kasus penipuan toko online dan bukan sebagai masalah pinjol, karena uang diterima oleh pelaku, sementara barangnya fiktif.
Saat artikel ini ditulis, pelaku penipuan toko online ini sudah ditangkap dan sudah diproses oleh pihak berwajib.
Terhindar dari Penipuan Toko Online
Sebenarnya miris ya, bahwa kasus penipuan seperti ini masih terjadi. Lebih miris lagi, hal ini terjadi pada mahasiswa, yang seharusnya merupakan karakter-karakter yang kritis. Korban penipuan toko online yang mencapai ratusan ini menjadi tanda, bahwa literasi keuangan kita memang masih belum baik, meskipun menurut data, sudah terjadi peningkatan.
Data di atas adalah menunjukkan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia tahun 2019. Sementara hasil SLINK tahun 2022 menunjukkan adanya peningkatan indeks literasi keuangan sebesar 49.68%, yang meningkat dari 38.03% di tahun 2019 tersebut.
Bahkan, menurut OJK, ada beberapa masalah yang muncul seputar tingkat literasi keuangan pada generasi muda ini. Yang paling miris adalah mudahnya generasi muda sekarang percaya dengan kata influencer, sehingga lebih mudah teperdaya untuk berinvestasi secara ilegal dan berpeluang lebih besar untuk terjerat penipuan.
Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa terhindar dari berbagai jenis penipuan toko online seperti para mahasiswa IPB ini?
1. Cek legalitas
Menurut OJK, untuk setiap investasi atau iming-iming bodong seperti modus penipuan toko online ini, setiap dari kita harus memperhatikan 2L, yaitu legal dan logis.
Nah, kita bahas dulu yang pertama. Legal, artinya harus terdaftar dan diawasi oleh institusi yang berwenang. Jika terkait jasa layanan keuangan, kita bisa mengeceknya ke OJK. Jika terkait dengan produk bursa berjangka, seperti kripto, forex, dan sejenisnya, kita harus mengecek ke Bappebti. Jika terkait dengan perusahaan seperti penipuan toko online ini, cek SIUP atau surat izin usaha perdagangannya. Jika perlu cari website resmi usahanya, bahkan sampai ke laporan keuangan perusahaan terkait, jika ada.
Kita bisa cek identitas perusahaannya, cek kantornya apakah benar-benar ada. Jika yang bersangkutan adalah toko online yang menitipkan lapaknya ke marketplace atau ecommerce, kita bisa mengecek berapa banyak produk sudah terjual, ke mana saja, berapa rating dari pembeli, dan apakah ada testimoni negatif yang patut diperhatikan.
Jika informasinya belum memuaskan, kita juga bisa menelusurinya dari Google. Jika memang tidak ada rekam jejak yang cukup valid, maka sebaiknya tunda dan pikirkan kembali.
Kita wajib waspada terhadap segala sesuatu yang tidak jelas.
2. Berpikir kritis
Salah satu korban kasus penipuan toko online ini bercerita, bahwa mereka dijanjikan mendapatkan komisi 10% dari setiap transaksi dengan pinjol yang mereka lakukan. Sebenarnya, dari sini pun sudah cukup bisa dirasakan keganjilan skemanya.
Jika korban meminjam dana dari pinjol Rp3 juta untuk membeli laptop, dan kemudian mendapatkan komisi Rp300.000, lalu bagaimana dengan Rp2.7 juta yang lain? Apalagi untuk meminjam dana dari aplikasi itu nama korbanlah yang dipakai, bukan nama pelaku, bukan? Lalu, bagaimana korban bisa membayarnya kembali? Karena pasti korbanlah yang kemudian ditagih.
Jadi, di sinilah L yang ke-2 dalam 2L itu harus diperhatikan. Logis, artinya jangan hanya fokus pada return yang dijanjikan, tetapi skema bisnisnya sendiri juga harus masuk logika. Jika cacat logika, atau ada bagian yang terasa “hilang” atau tidak klop, lebih baik urungkan niat dan pikirkan kembali.
3. Update berita
Kadang kita merasa overwhelmed dengan berita-berita ya? Memang sih, tapi ada pentingnya juga kita update, karena dari berita-berita seperti inilah kita kadang mendapatkan pemahaman baru.
Seperti modus penipuan toko online ini sepertinya cukup baru ya, sehingga enggak heran kalau menelan korban yang cukup banyak. Konon, banyak di antara mahasiswa yang tertipu ini memang sedang bergerak untuk mencari dana kegiatan yang sedang mereka adakan. Si pelaku memanfaatkan kebutuhan ini untuk menjerat mereka dalam skema penipuan toko online.
Faktanya, para penipu memang sering memanfaatkan kebutuhan korban akan dana seperti ini. Ditambah dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman para korban, sehingga jerat pun bisa dilancarkan oleh pelaku.
Ke depannya, bukan tak mungkin berbagai modus penipuan lain juga akan muncul. Karena itu, kita memang harus waspada. Update terus berita, dan ingat kata OJK, 2L untuk setiap hal baru yang kita temui.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!