Pengin bekerja di startup? Kenapa tertarik kerja di sana? Karena gaji yang besar? Ya enggak salah sih, memang ada beberapa startup yang berani memberikan gaji jauh di atas rata-rata.
Tapi ada baiknya tetap dipertimbangkan baik-baik. Terutama yang menyangkut 3 hal berikut.
3 Hal yang harus dipertimbangkan kalau pengin bekerja di startup
1. Self asseses
Tanpa terus bisa mengevaluasi dan memotivasi diri sendiri secara terus menerus, kita nggak akan survive bekerja di startup. Kemampuan kita untuk beradaptasi dituntut tinggi.
Terutama kita harus memberi perhatian pada:
- Perubahan. Bekerja di startup itu penuh dengan perubahan. Fast pace! Segala hal bisa berubah setiap hari, bahkan setiap jam. Mengapa? Karena startup biasanya berbasis teknologi, dan tahu sendirilah perkembangan teknologi seperti apa. Kalau enggak siap sejak awal, bakalan keteteran terus. Apalagi kalau startupnya–selain berbasis teknologi–juga berbasis tren. Ugh. Harus siap perubahan terjadi setiap waktu. Dan perubahan yang terlalu banyak dan terlalu cepat itu exhausting lo!
- Kemauan untuk belajar. Sounds cliche, tapi hal ini nggak bisa dimungkiri. Akibat perubahan yang terlalu cepat itu, maka kita harus dapat menyesuaikan diri dengan cepat pula. Mau nggak mau harus belajar segala sesuatunya juga dengan cepat. Dan bahkan mungkin, mandiri. Belajar sendiri dengan banyak trial and error.
- Chaos. Orang-orang tipe melankoli dan introver jelas harus berjuang keras di sini. Banyak startup yang berkantor di coworking space, yang mana enggak ada privacy sama sekali antar satu laptop dengan yang lainnya. Semua campur baur jadi satu. Kalaupun punya ruang kerja, ya ruang kerja bersama dengan open plan alias tanpa dinding pemisah. Bahkan kubikel pun enggak ada. Siapkah dengan lingkungan kerja seperti ini? Nggak semua orang bisa bekerja di area publik lo! Beberapa di antaranya adalah orang-orang berkepribadian melankoli dan introver itu. Mesti banget cari cara supaya bisa tetap fokus kerja, meski berada di tengah “keributan”.
Tanpa adanya disiplin diri dan manajemen terhadap diri sendiri yang baik, bekerja di startup akan sangat melelahkan. So, mau kerja di startup? Coba tanyakan pada diri sendiri dulu, apakah siap untuk menjadi pribadi yang tangguh.
2. Kondisi perusahaan
Startup menggaji karyawan dalam jumlah yang bikin mata melek, bahkan tanpa kopi. Well, iya sih, untuk startup unicorn. Pernah juga dibahas di sini. Sudah baca belum nih?
Dan yes, belum semua startup bervaluasi lebih dari US$1 miliar, hingga bisa disebut sebagai startup unicorn, yang kemudian bisa menggaji karyawannya sebesar Rp20 juta per bulan. Masih ada beberapa startup yang megap-megap untuk hidup, terseok-seok mengembangkan diri, bahkan sudah di ujung tanduk.
Jadi, mau bekerja di startup? Startup yang bagaimana?
- Founders. Siapa foundernya? Bagaimana rekam jejaknya? Apakah ia sudah ada bukti bahwa ia telah berhasil menginisiasi sebuah bisnis sebelumnya? Bagaimanakah caranya si founder(s) menetapkan tujuan bisnisnya? Apakah ia pernah menerima penghargaan? Apakah ia pernah punya masalah besar sebelumnya hingga jadi kontroversi? Memahami bagaimana profil founder dan bagaimana caranya menjadi leader ini penting, karena akan memengaruhi bagaimana kita akan melalui hari-hari kita bekerja di startup tersebut.
- Funding. Apakah pendanaan perusahaan cukup transparan dibicarakan? Memang akan sulit sih untuk bisa tahu kondisi keuangan sebuah perusahaan jika kita bukan staf finance. Apalagi kalau baru join. Tapi jika transparansi ini bisa didapatkan bahkan saat kita baru jadi anak baru, it’s a good sign anyway.
- Employee retention, seberapa banyakkah karyawan keluar masuk di perusahaan startup tersebut. Well, ini sebenarnya enggak hanya berlaku untuk perusahaan startup saja sih. Ini akan jadi bahan pertimbangan yang baik, kalau kita bisa tahu seberapa besar perbandingan karyawan keluar masuk perusahaan. Jika terlalu tinggi, yah, mungkin ada baiknya dipikirkan ulang, terutama harus dicari apa penyebabnya. Tingginya tingkat retensi karyawan bisa mengindikasikan kesehatan perusahaan kurang baik.
- Budaya kerja juga merupakan hal penting yang harus kita ketahui lebih dulu. Biasanya sih, saat harus wawancara kerja dan datang ke kantor startup tersebut, kita bisa menilai budaya kerja ini dari orang-orangnya. Bagaimana pakaian yang mereka pakai? Bagaimana sepak terjang mereka? Bagaimana suasana kerja secara keseluruhan? Dan seterusnya.
3. Produk yang dijual
Apa yang dijual oleh perusahaan startup yang kamu incar tersebut? Apakah mereka menjual produk berupa barang ataukah jasa?
Lalu, bagaimana pergerakannya selama ini? Apakah kamu sering melihat orang lain pakai? Apakah kamu pernah tahu kalau mereka punya aplikasi mobile? Apakah teman-temanmu ada yang pernah pakai produk mereka? Ataukah, malah kamu sendiri pakai selama ini?
Tingkat kepopuleran produk yang dijual oleh startup tersebut bisa memberikan sinyal atau tanda apakah mereka akan bertahan di bisnis yang sedang dijalani atau tidak. Kalaupun mereka masih struggling, apakah kita mau untuk struggling bersama mereka, karena kita menilai produknya bagus dan bermasa depan cerah?
Nah, kan? Enggak cuma soal gaji tinggi saja yang harus dipertimbangkan untuk bisa bekerja di startup. Ada banyak hal lain yang juga harus kita perhatikan. Jangan sampai nih, oke, gajinya tinggi, tapi cuma sebentar. Kita cuma bisa bekerja di startup tersebut beberapa bulan saja, lantaran gulung tikar. Duh, kan nyesek.
Dan kemudian, kalau memang sudah diterima bekerja di startup incaran tersebut, maka hal berikutnya yang harus dilakukan adalah belajar mengelola keuangan dari gaji yang besar itu. Jangan sampai nih, gaji sih besar, tapi kok enggak pernah ada sisa? Duh, lari ke mana coba?
Ikutikelas-kelas finansial online dari QM Financial yang jadwalnya bisa kamu simak di web ini. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru