Mengurangi Utang Konsumtif sebagai Resolusi Keuangan 2025
Resolusi keuangan 2025 bisa jadi momen tepat buat mulai hidup lebih tenang tanpa beban utang. Utang konsumtif sering kali datang karena kebiasaan belanja impulsif yang sulit dikontrol. Promo, diskon, atau godaan gaya hidup sering bikin kalap tanpa sadar dampaknya ke dompet.
Kalau dibiarkan, utang seperti ini bisa jadi bom waktu yang bikin stres berkepanjangan.
Table of Contents
Resolusi Keuangan 2025: Mengurang Utang Konsumtif
Mengurangi utang konsumtif sebagai resolusi keuangan 2025 bukan berarti harus berhenti menikmati hidup. Kuncinya ada di cara mengatur prioritas dan mengendalikan kebiasaan. Dengan strategi yang pas, utang bisa dilunasi pelan-pelan tanpa mengorbankan kebutuhan penting.
Tahun baru adalah waktu yang tepat buat membangun kebiasaan finansial yang lebih sehat dan bikin hidup lebih lega. So, yuk, bikin resolusi keuangan 2025 dengan bebas utang konsumtif!
1. Kenali Dulu Penyebabnya
Coba duduk dulu—boleh sambil ngopi, terus cek pengeluaran rutin. Kalau utang tiap bulan ternyata cuma buat hal-hal remeh kayak ngopi mahal, beli skincare impor yang belum tentu kepakai, atau ikut-ikutan teman beli gadget atau barang lucu, ini udah tanda bahaya.
Gampangnya gini: kalau ujung-ujungnya barang yang dibeli cuma bikin senyum sebentar, tapi stres lama karena cicilannya, itu jelas bukan kebutuhan.
Sebagai resolusi keuangan 2025, coba mulai biasakan untuk membedakan mana yang benar-benar dibutuhkan dan mana yang cuma keinginan mendesak gara-gara scroll medsos terlalu lama. Kalau lihat promo langsung pengin beli, coba kasih jeda. Tanya diri sendiri, “Ini emang butuh banget, atau cuma kena racun FOMO?” Kalau jawabannya yang kedua, skip saja.
Ingat, hidup enggak harus selalu ikut tren, tapi rekening harus selalu sehat.
Baca juga: Cek Ini Dulu sebelum Kamu Bikin Resolusi Tahun Baru
2. Stop Main “Gesek Aja Dulu, Bayar Belakangan”
Pakai kartu kredit itu memang praktis sih. Tinggal gesek, barang kebeli. Tapi kalau dipakai sembarangan, apalagi buat hal enggak penting, ya siap-siap deh dikejar tagihan bulan depan.
Sebagai resolusi keuangan 2025, coba ganti kebiasaan gesek-gesek ini dengan bayar tunai atau pakai debit. Serius, rasanya beda banget. Kalau pakai kartu kredit, kita serasa enggak keluar uang. Makanya, sering jadi kalap. Tapi begitu lihat uang beneran keluar dari dompet, mendadak mikir dua kali, “Eh, beneran perlu nggak sih?”
Trik lain, bawa uang tunai secukupnya aja kalau keluar rumah. Dengan begitu, enggak ada alasan buat “Ah, tinggal gesek dulu deh, bayar nanti aja.”
Kalau kartu kredit memang harus dipakai, pakai buat hal penting aja. Misalnya untuk bayar tiket pesawat buat mudik, transaksi di luar negeri, atau cicilan gadget yang mau dipakai kerja.
Ingat, kartu kredit itu alat bantu bayar ya, bukan solusi karena kamu enggak punya uang atau jalan pintas buat gaya hidup enggak realistis.
3. Atur Strategi Bayar Utang
Bayar utang itu perlu strategi. Jadi, kalau mau resolusi keuangan 2025 kamu bebas utang, yuk, fokus lunasi! Ada dua jurus jitu yang bisa dipakai: snowball dan avalanche.
Metode snowball cocok buat yang butuh motivasi cepat. Caranya, lunasi dulu utang kecil yang paling gampang selesai. Dengan begitu, setiap kali satu utang kelar, kamu akan termotivasi untuk segera melunasi yang berikutnya. Efeknya? Rasa pencapaian kecil ini bikin makin konsisten buat menuntaskan semuanya.
Kalau mau lebih hemat di jangka panjang, pakai metode avalanche. Fokus lunasi utang dengan bunga terbesar dulu. Metode ini memang akan terasa berat di awal, tapi efeknya bakal kerasa banget karena bunga yang biasanya bikin utang “awet” bakal cepat berkurang.
Metode mana pun yang dipilih, satu aturan pentingnya: jika memungkinkan, jangan cuma bayar minimum. Kalau ada uang lebih, langsung tambahkan ke pembayaran utang utama. Dengan begitu, utangmu juga segera beres.
Biar makin rapi, bikin daftar semua utang beserta bunganya, terus atur prioritasnya. Setiap kali lunas satu, langsung alokasikan dananya ke utang berikutnya. Ingat, semakin cepat selesai, kamu pun semakin cepat hidup bebas tagihan.
4. Tahan Dulu 3 x 24 Jam
Promo itu bisa jadi racun manis. Bikin jari otomatis nge-click dan tiba-tiba keranjang penuh. Apalagi kalau ada tulisan “Diskon Terbatas!”, langsung muncul pikiran, “Kapan lagi ada harga segini?”
Padahal, spoiler alert: bulan depan juga ada promo serupa, mungkin malah lebih murah. Brand paham banget cara bikin kita kalap, jadi triknya ya sabar dulu.
Pas sudah pengin banget checkout, tahan dulu 3 x 24 jam. Coba pikir ulang sambil tanya ke diri sendiri, “Kalau nggak beli, hidup bakal berantakan nggak?” Kalau jawabannya enggak, artinya barang itu cuma ‘lucu’, bukan ‘butuh’. Segera tutup aplikasi belanja, dan alihkan perhatian ke hal lain.
Kalau setelah tiga hari masih merasa barang itu penting banget, baru deh pertimbangkan beli. Tapi, kalau ternyata sudah lupa sama barangnya, selamat! Kamu baru saja selamat dari jebakan diskon. Lagi pula, semakin jarang beli impulsif, makin tenang dompet, makin happy hati.
5. Set “Mental Reset” Buat 2025
Tahun baru, mental baru. Boleh saja punya resolusi keuangan 2025, tapi jangan lupa setel ulang cara pandang soal keuangan dan gaya hidup.
Hidup tanpa utang itu bukan cuma soal angka di rekening, tapi juga soal tidur lebih nyenyak tanpa diganggu bayangan tagihan. Bayangkan betapa lega rasanya enggak dikejar-kejar bunga kartu kredit atau cicilan yang numpuk.
Mulai sekarang, ingatkan diri kalau gaya hidup sederhana itu bukan tanda gagal, tapi langkah cerdas untuk upgrade kesehatan finansial. Jangan terjebak mindset “harus kelihatan sukses” dengan barang-barang mahal. Kesuksesan enggak diukur dari brand tas atau mobil, tapi dari kemampuan bilang, “Nggak ada cicilan utang bulan ini.”
Bikin tujuan keuangan dan resolusi keuangan 2025 yang jelas: bebas utang. Tuliskan resolusi keuangan 2025 ini di tempat yang gampang dilihat. Mungkin di notes HP, sticky note di meja kerja, atau wallpaper laptop. Biar setiap kali lihat, semangat buat disiplin makin kencang.
Fokuslah pada kebahagiaan yang nggak perlu cicilan, kayak menikmati waktu sama keluarga atau hobi yang bikin senang tanpa bikin dompet nangis.
Baca juga: Strategi Melunasi Utang Paylater yang Efektif
Tahun 2025 seharusnya bisa menjadi tahun untuk lebih tenang, lebih bebas, dan lebih bahagia tanpa drama keuangan. Gas, reset mental sekarang, dan sambut tahun baru dengan langkah yang lebih ringan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Cek Ini Dulu sebelum Kamu Bikin Resolusi Tahun Baru
Momen pergantian tahun selalu jadi waktu yang pas untuk mengevaluasi hidup dan menetapkan resolusi tahun baru. Termasuk dalam hal keuangan.
Banyak orang memanfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki kebiasaan, mengatur ulang prioritas, atau mencoba hal baru. Tapi, sebelum membuat daftar panjang target, penting untuk menilai kembali apa yang benar-benar penting dan relevan dalam hidup.
Kenapa begitu? Karena resolusi tahun baru yang dibuat tanpa persiapan justru sering berakhir hanya jadi wacana. Hayo, jangan-jangan ada yang ngerasa disindir nih, sampai di sini.
Table of Contents
Mau Bikin Resolusi Tahun Baru, Cek Ini Dulu!
Banyak orang punya resolusi tahun baru yang akhirnya hanya berakhir sebagai wacana. Letak kesalahannya sebenarnya mungkin hanya satu: membuat resolusi yang enggak realistis.
Nah, untuk keuangan tahun 2025 nanti, kamu bisa nih bikin resolusi tentang membuat resolusi yang nggak berakhir wacana, #resolusi-ception. Caranya gimana? Yang pertama, coba cek apa saja yang sudah kamu lakukan di tahun 2024; apa yang sudah berjalan baik dan apa yang mesti perlu diperbaiki.
Dengan pemahaman ini, setiap resolusi tahun baru akan terasa lebih realistis dan mudah dijalani. Oke, lalu, mulai dari mana nih?
1. Apa Kebiasaan Keuanganmu?
Coba lihat lagi kebiasaan sehari-hari soal uang. Apa yang sering dilakukan? Apakah ada kebiasaan baik seperti rutin menabung atau mencatat pengeluaran? Atau malah kebiasaan buruk seperti sering impulsif belanja barang yang nggak penting?
Kebiasaan ini penting banget buat dipahami karena uang itu bukan cuma soal angka, tapi juga pola pikir dan kebiasaan yang terbentuk.
Punya kebiasaan baik bisa bikin keuangan lebih sehat. Sebaliknya, kebiasaan buruk bisa bikin masalah jadi numpuk. Jadi, langkah pertama adalah kenali kebiasaan sendiri. Mana yang perlu dilanjutkan, mana yang harus diubah. Dari sini, resolusi keuangan bisa lebih realistis dan sesuai kebutuhan.
Baca juga: Jangan Cuma Jadi Wacana: Ini Cara Segera Realisasikan Resolusi Tahun Baru
2. Apa Pengeluaran Terbesarmu di 2024?
Coba ingat-ingat, apa saja pengeluaran besar yang terjadi di tahun ini. Apakah lebih banyak untuk hal yang memang dibutuhkan, atau cuma keinginan sesaat?
Di sini, kamu perlu lebih paham tentang konsep keinginan vs kebutuhan. Intinya, jangan sampai belanja hanya karena ingin terlihat mampu, padahal sebenarnya maksa. Yang kayak gini, bagusnya kamu tinggalkan saja di tahun 2024.
Belajar menunda keinginan sampai benar-benar mampu bisa jadi langkah besar untuk keuangan yang lebih sehat di 2025. Latih diri untuk lebih sabar sebelum membeli sesuatu. Kalau sudah mampu beli tanpa utang dan tetap ada tabungan, belanja pun jadi lebih nyaman dan nggak bikin pusing.
3. Masih Punya Utang Konsumtif?
Utang konsumtif sering jadi beban besar dalam keuangan. Apalagi kalau utangnya berbunga tinggi. Gaji yang datang malah habis untuk bayar cicilan. Akhirnya, bukan cuma keuangan yang terganggu, tapi juga bikin stres.
Kalau selama 2024 masih terjebak utang konsumtif, apalagi kalau kamu terlibat pinjaman online (pinjol), ini saatnya ambil langkah besar. Utang semacam itu biasanya berbunga mencekik, bikin cicilan makin lama makin berat. Jangan biarkan hal ini terus berlanjut. Tahun 2025 harus jadi tahun bebas dari jebakan utang konsumtif.
Langkah awalnya adalah berhenti tambah utang baru. Fokus lunasi utang yang ada, mulai dari yang bunganya paling tinggi. Kalau sulit, coba negosiasi ulang atau cari bantuan konseling keuangan. Lebih baik hidup sederhana sementara, daripada terjebak dalam lingkaran utang yang enggak ada ujungnya.
4. Apakah Target Menabungmu Tercapai?
Coba evaluasi, selama 2024, apakah target menabung yang dibuat berhasil tercapai? Kalau belum, jangan langsung menyerah. Mungkin bukan karena kurang usaha, tapi karena menabungnya tanpa tujuan yang jelas. Menabung tanpa tahu untuk apa memang bikin motivasi cepat hilang.
Menabung itu lebih efektif kalau ada tujuan spesifik. Misalnya, untuk dana darurat, liburan, atau beli barang tertentu. Dengan tujuan yang jelas, semangat menabung jadi lebih terarah. Kamu tahu berapa yang harus dikumpulkan dan kapan target itu harus tercapai.
Untuk resolusi tahun baru mendatang, coba buat daftar tujuan finansial untuk 2025. Tuliskan apa yang ingin dicapai dan tetapkan jumlah yang dibutuhkan. Setelah itu, sisihkan uang secara rutin sesuai rencana. Menabung jadi terasa lebih mudah karena setiap rupiah yang ditabung punya makna dan tujuan.
5. Apa yang Penting Buatmu di 2025?
Sebelum menetapkan target baru, coba luangkan waktu untuk refleksi. Lihat kembali apa saja yang terjadi di 2024. Apa yang sudah berjalan baik? Apa yang masih perlu diperbaiki? Pengalaman ini bisa jadi pelajaran penting untuk melangkah lebih baik di 2025.
Pikirkan juga, apa yang sebenarnya membuat hidup lebih bahagia. Apakah punya waktu lebih banyak dengan keluarga? Mencapai kestabilan keuangan? Atau mungkin mengejar hobi yang tertunda? Pastikan apa yang ingin dicapai di 2025 relevan dengan hidup dan kebutuhan saat ini. Jangan sekadar ikut-ikutan tren.
Mulai dengan membangun mindset yang positif. Percaya bahwa setiap langkah kecil bisa membawa perubahan besar. Setelah itu, susun rencana keuangan dengan jelas. Tuliskan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, dan kapan target itu bisa terwujud. Yang terpenting, langsung ambil tindakan. Jangan hanya berhenti di rencana.
Jangan lupa, luangkan waktu untuk mereview progres secara berkala. Evaluasi apakah langkah yang diambil sudah sesuai dengan tujuan. Kalau perlu, sesuaikan rencana. Dengan cara ini, 2025 bisa jadi tahun yang lebih bermakna dan terarah.
Baca juga: 3 Konsep Rencana Keuangan Agar Resolusi Tahun Baru Lebih Mudah Direalisasikan
Membuat resolusi tahun baru bukan sekadar menulis daftar keinginan, tapi tentang memahami kebutuhan dan langkah yang harus diambil. Dengan refleksi yang tepat dan rencana yang jelas, setiap target bisa terasa lebih dekat untuk dicapai. Jadikan resolusi sebagai pemandu untuk hidup yang lebih terarah dan bermakna sepanjang tahun.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Manajemen Stres Finansial: Cara Mengatasi Kekhawatiran Keuangan di Usia 20-an
Stres! Ya, hari gini, siapa sih yang enggak stres? Apalagi kalau soal keuangan. Rasa-rasanya kok, mau usaha seberapa pun, uang itu selalu enggak cukup. Relate kan? Makanya, kamu perlu tahu nih cara manajemen stres, terutama yang berkaitan dengan finansial.
Pasalnya, usia kamu masih 20-an. Sebagian besar dari kamu barangkali saat ini masih belum ada tanggungan, sebagian lagi mungkin adalah sandwich generation. Jalanmu masih panjang, mimpimu masih banyak. Stres jangan sampai jadi hambatan.
Terus, gimana caranya ya?
Table of Contents
Manajemen Stres Keuangan untuk Si 20-an
Mengalami stres masalah keuangan sepertinya sih hal yang wajar terjadi apalagi di zaman sekarang. Tuntutan hidup semakin tinggi, sementara sumber daya masih saja terbatas. Buat kamu yang usianya masih 20-an dan sudah stres, nah, jangan dibiarkan berlama-lama stresnya. Karena waktu kamu masih panjang, masih banyak juga kesempatan yang harus kamu manfaatkan.
Setiap masalah selalu ada solusi. Begitu juga dengan masalah keuangan. Untuk tahu solusinya, maka kamu harus tahu juga akar penyebabnya.
Stres keuangan yang muncul bisa disebabkan banyak hal, setiap orang juga bisa mengalami penyebab yang berbeda. Buat kamu si 20-an, yang paling umum terjadi, stres keuangan muncul karena merasa gaji enggak cukup, kebanyakan utang, banyak mau, ada kebutuhan mendadak yang tak direncanakan, dan sejenisnya. Relate?
Nah, kalau relate, maka manajemen stres keuangan yang perlu kamu lakukan adalah seputar hal-hal tersebut juga. Seperti ini penjelasannya.
1. Stres karena Gaji Enggak Pernah Cukup
Kamu si usia 20-an biasanya masih level entry sekarang. Maka, rasanya wajar jika gaji juga menyesuaikan. Namun, sebenarnya, akar permasalahannya bukanlah pada nominal gaji yang kecil. Tetapi, pada pengeluaranmu.
Membuat anggaran bulanan membantu mengontrol pengeluaran dan memastikan pemasukan digunakan secara optimal. Prioritaskan kebutuhan pokok dulu, seperti makanan, transportasi, dan tagihan. Baru kemudian alokasikan sebagian untuk tabungan dan dana hiburan secukupnya agar tetap seimbang tanpa membebani kondisi keuangan.
Baca juga: Mengapa Gaji UMR Jakarta Sering Dianggap Tak Cukup untuk Memenuhi Kebutuhan?
2. Stres karena Sering Ada Kejadian Tak Terduga
Yah, namanya hidup, kadang ada saja surprise-surprise kecil terjadi di sana-sini. Tapi kadang surprise-nya bikin kaget juga. Apalagi kalau menyangkut keuangan, sementara kita tahu persis kalau keuangan kita terbatas.
Memprioritaskan dana darurat bisa jadi solusi manajemen stres keuangan yang penting di sini. So, usahakan untuk dapat menyisihkan 10-20% dari pemasukan setiap bulan. Dana darurat ini memang idealnya 3 – 6 bulan pengeluaran besarannya. Namun, kalau kamu masih belum mampu, kamu enggak harus langsung memenuhinya. Yang penting, ada saja dulu.
Simpan di rekening terpisah ya, supaya enggak menggoda untuk dipakai. Dana darurat memang “dana nganggur”. Dana yang enggak boleh dipakai sembarangan.
3. Stres karena Utang
Utang memang jadi momok banget akhir-akhir ini, ya kan? Pinjol, paylater, cicilan kendaraan, cicilan iPhone, semua numpuk.
Mengurangi utang konsumtif adalah langkah penting untuk manajemen stres keuangan. Hindari mengambil utang untuk kebutuhan yang enggak mendesak, seperti gadget terbaru atau liburan mewah, agar tidak menambah beban keuangan.
Kalau memang sekarang lagi ada tanggungan cicilan, coba prioritaskan pelunasannya dulu dan jangan menambah utang baru, agar stres keuanganmu tak semakin parah.
Lakukan pembayaran secara terencana dengan mengalokasikan dana khusus setiap bulan, sehingga utang berkurang secara konsisten tanpa mengganggu kebutuhan lainnya.
4. Stres karena Enggak Bisa Punya Tabungan
Nah, ini harus dicari lagi sih akar masalahnya di mana. Solusi manajemen stres keuangannya bisa saja membuat anggaran, seperti di poin pertama di atas. Kamu juga bisa mengatasinya dengan membuat tujuan keuangan.
Menetapkan tujuan keuangan yang jelas membantu mengarahkan pengelolaan keuangan secara terencana. Tentukan tujuan jangka pendek seperti menabung atau dana darurat, jangka menengah seperti biaya pendidikan, dan jangka panjang seperti membeli rumah.
Dengan adanya tujuan, apalagi yang terukur dan spesifik, bisa membuatmu termotivasi untuk disiplin dalam menabung dan mengatur prioritas keuangan.
5. Stres karena Terlalu Boros
Ini bisa saja berkaitan dengan stres keempat di atas. Karena boros, kamu jadi enggak bisa punya tabungan, gaji tak pernah cukup, dan sebagainya.
Untuk manajemen stres ini, coba sekarang direview lagi pengeluarannya. Coba cek, pos mana saja sih yang terlalu berlebihan? Mungkin kamu banyak pengeluaran karena adanya tekanan sosial? Karena sering FOMO? Karena pengin standar hidup orang lain, padahal sebenarnya kamu enggak mampu?
Menerapkan gaya hidup sederhana membantu menjaga keuangan tetap stabil dengan memprioritaskan kebutuhan utama dibanding keinginan yang enggak penting. Hindari tekanan sosial untuk mengikuti tren konsumtif yang boros, seperti membeli barang mahal demi status.
Jangan FOMO-an. Fokus saja pada jalan kamu sendiri, tak perlu membandingkan diri dengan orang lain.
6. Stres secara Mental
Mengelola kesehatan mental penting untuk menjaga fokus dan pengambilan keputusan finansial yang bijak. Lakukan aktivitas yang meredakan stres, seperti berolahraga, bermeditasi, atau menyalurkan hobi. Berbicara dengan orang terpercaya atau profesional juga membantu mengatasi tekanan emosional. Kesehatan mental yang terjaga menciptakan pola pikir positif, sehingga lebih mudah mengatur keuangan secara terencana dan menghadapi tantangan finansial dengan tenang.
7. Stres karena Butuh Uang Banyak
Ya, kadang memang kita sudah atur anggaran, sudah berusaha hemat, uang tetap saja terasa kurang untuk memenuhi kebutuhan yang banyak. Maka, solusi manajemen stres untuk masalah ini adalah dengan menambah sumber pendapatan.
Mengembangkan sumber pendapatan tambahan bisa dilakukan dengan mencari pekerjaan sampingan, seperti freelance atau part-time, atau memulai bisnis kecil sesuai minat dan keahlian.
Pendapatan tambahan enggak hanya meningkatkan pemasukan, tetapi juga memberikan rasa aman secara finansial, terutama untuk memenuhi kebutuhan mendesak atau menambah tabungan. Langkah ini juga dapat membuka peluang baru untuk pengembangan karier atau keterampilan.
Baca juga: Sudah Saatnya Kita Perhatikan Kesehatan Mental, Fisik, dan Finansial secara Seimbang
Nah, ingat, bahwa enggak pernah ada satu solusi untuk semua masalah keuangan. Kalau kata dokter, mengobati penyakit itu harus sesuai gejalanya. Begitu juga dengan keuangan. Gejalanya apa, masalahnya pada apa, maka di situ juga kamu harus mencari solusi untuk manajemen stres keuanganmu.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Strawberry Generation dan 7 Masalah Keuangan yang Dihadapi
Beberapa waktu yang lalu, viral sebuah cuitan di platform X dari seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang konon terganggu kesehatan mentalnya karena kuliah. Dari cuitan ini, lantas mengemukalah istilah strawberry generation.
Apakah kamu sudah tahu apa arti strawberry generation ini? Atau, apakah kamu termasuk di dalamnya?
Table of Contents
Siapa Itu Strawberry Generation?
Dikutip dari situs DJKN Kemenkeu, istilah generasi strawberry pertama kali muncul di Taiwan untuk menggambarkan generasi yang lahir sekitar tahun 1990-an. Nama ini diberikan karena generasi ini dianggap berkarakter seperti buah stroberi; tampak cantik dari luar tetapi “rapuh” atau mudah “memar” alias enggak tahan banting saat menghadapi tekanan.
Istilah ini sering kali mengacu pada beberapa karakteristik berikut:
- Generasi stroberi tumbuh dalam era kemajuan teknologi, sehingga mereka sangat familier dengan perangkat digital dan internet.
- Banyak dari mereka memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya.
- Mereka cenderung memiliki harapan yang tinggi terhadap karier dan kehidupan kerja.
- Mereka lebih mengutamakan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.
- Mereka dianggap lebih sensitif terhadap kritik dan kesulitan dibandingkan generasi sebelumnya.
Baca juga: Perbedaan Cara Perencanaan Keuangan Generasi X, Millenials, dan Gen Z
Penyebab Munculnya Strawberry Generation
Prof. Renald Kasali, dalam bukunya Strawberry Generation, menganalisis fenomena strawberry generation ini untuk mencegahnya menjadi seperti tren flexing atau crazy rich palsu. Ada beberapa penyebab mengapa fenomena ini muncul.
Yang pertama adalah self-diagnosis yang terlalu cepat tanpa melibatkan ahli. Generasi muda sekarang sangat cerdas, mampu menyerap informasi dari media sosial dengan cepat. Namun, informasi tersebut sering tidak tepat dan mereka mencoba mencocokkan apa yang terjadi pada diri mereka dengan apa yang mereka baca di media sosial.
Akibatnya, muncul kesimpulan bahwa mereka stres, tertekan, atau bahkan depresi, lalu merasa butuh “healing.” Padahal, istilah yang lebih tepat sering kali adalah “refreshing.”
Penyebab yang lain, masih menurut Prof. Rhenald Kasali, adalah kehidupan sekarang umumnya lebih makmur dibandingkan beberapa dekade lalu. Tumbuh dalam keluarga sejahtera adalah berkah, tetapi ada konsekuensinya. Orang tua dalam keluarga sejahtera cenderung memenuhi semua keinginan anak-anak mereka. Sering kali, mereka menggantikan waktu bersama dengan uang atau barang, padahal perhatian langsung tidak bisa digantikan. Selain itu, orang tua sekarang jarang memberikan konsekuensi atas kesalahan anak-anak mereka.
Kesalahan lain yang dilakukan orang tua adalah menetapkan ekspektasi yang tidak realistis. Anak-anak sering disebut sebagai princess, prince, atau yang paling hebat. Kenyataannya, di luar rumah, mereka akan menghadapi tantangan yang lebih besar dan menemukan orang lain yang lebih pintar.
Akibatnya, mereka lebih mudah kecewa dan tersinggung saat menghadapi kenyataan yang berbeda dari apa yang biasa mereka terima di rumah.
Masalah Keuangan yang Sering Dihadapi Strawberry Generation
Dari beberapa kebiasaan dalam hidup, akhirnya generasi strawberry juga sering menghadapi berbagai masalah keuangan. Penyebabnya juga beragam, terutama karena adanya beberapa faktor unik yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya. Berikut adalah beberapa masalah keuangan yang umum dihadapi oleh generasi ini.
1. Gaya Hidup Konsumtif
Generasi ini cenderung lebih konsumtif dan mengutamakan gaya hidup yang lebih mewah, seperti sering makan di luar, traveling, dan membeli barang-barang elektronik terbaru. Terutama sih yang dilakukan atas nama “healing” atau “self reward”. Hal ini bisa menyebabkan pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan.
Baca juga: 7 Jebakan Gaya Hidup Kekinian yang Bisa Bikin Jebol Dompet
2. Kurangnya Investasi dan/atau Tabungan
Banyak dari mereka yang enggak memiliki pengetahuan atau kesadaran tentang pentingnya tabungan dan investasi untuk masa depan, sehingga mereka kurang mempersiapkan dana pensiun atau investasi jangka panjang. Ya, gimana mau nabung kan, kalau gaya hidup saja masih konsumtif?
3. Ketergantungan pada Utang Konsumtif
Ya, lagi-lagi persoalan konsumtif. Mungkin ini ada hubungannya dengan kebiasaan generasi ini yang sudah menikmati lebih banyak hal enak dalam hidup, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Rhenald Kasali.
Sejak kecil ada yang sudah tahu cara menggunakan kartu kredit, atau paylater. Bebas dipakai, karena pelunasan jadi tanggung jawab orang tua. Padahal, ke depannya, penggunaan kartu kredit dan pinjaman pribadi yang berlebihan dan enggak bijak untuk membiayai gaya hidup bisa menyebabkan masalah utang yang serius.
4. Pasar Kerja yang Kompetitif
Meskipun memiliki pendidikan tinggi, para strawberry generation ini sering menghadapi pasar kerja yang sangat kompetitif dan sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapan gaji dan posisi. Padahal, mereka maunya ya bisa mendapatkan work-life balance. Akibatnya, banyak strawberry generation yang enggak bisa segera mandiri secara keuangan.
5. Kurangnya Tabungan Darurat
Banyak dari strawberry generation yang enggak memiliki dana darurat yang memadai, sehingga rentan terhadap kejadian tak terduga seperti kehilangan pekerjaan atau keadaan darurat kesehatan.
6. Kenaikan Biaya Hidup
Biaya hidup yang semakin tinggi, termasuk biaya perumahan, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari. Kondisi politik, inflasi, dan banyak faktor lain ikut berperan. Konon, milenial adalah generasi yang sulit punya rumah, strawberry generation kemungkinan juga harus berjuang lebih keras untuk punya rumah di masa depan.
7. Kurangnya Edukasi Keuangan
Banyak dari mereka yang belum sadar bahwa edukasi keuangan itu penting banget. Padahal sebenarnya sumber dayanya mencukupi, karena strawberry generation itu sangat melek teknologi dann informasi. Namun, menjadikan keuangan sebagai hal yang less priority membuat mereka menunnda untuk belajar keuangan. Akibatnya banyak di antara strawberry generation yang enggak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengelola keuangan pribadi dengan baik.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Strategi Manajemen Keuangan untuk Karyawan Outsource demi Mencapai Tujuan Keuangan
Apakah kamu seorang karyawan outsource? Jika iya, bisa jadi kamu cukup sering menghadapi tantangan unik dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.
Berbeda dengan karyawan tetap, kestabilan pendapatan dan akses ke manfaat keuangan seperti asuransi kesehatan atau tunjangan pensiun sering kali tidak tersedia.
Situasi ini menuntut pendekatan yang lebih strategis dan beradaptasi dalam menyusun rencana keuangan yang solid. Pasalnya, pengelolaan keuangan yang bijak bukan hanya penting untuk menjamin kestabilan hari ini, tetapi juga untuk menjamin keamanan finansial di masa depan.
Kamu akan membutuhkan strategi menabung yang efektif. Utamanya untuk mengatasi ketidakpastian akibat pendapatan yang berfluktuasi dan ketidakpastian kontrak kerja. Fondasi ini sangat penting buat kamu.
Table of Contents
Tantangan Keuangan Karyawan Outsource
Sebenarnya, setiap profesi pasti ada tantangan pengelolaan keuangannya sendiri. Termasuk jika kamu adalah seorang karyawan outsource.
Apa saja tantangan unik perihal keuangan bagi karyawan ini?
1. Pendapatan Tidak Menentu
Karyawan outsource merupakan salah satu jenis pekerja yang cenderung memiliki pendapatan yang tidak tetap. Pasalnya, jam kerja, jenis proyek, hingga ketentuan kontrak bisa berbeda. Hal ini kemudian dapat memengaruhi penghasilan yang didapatkan.
2. Minimnya Benefit
Berbeda dengan karyawan tetap, karyawan outsource umumnya juga enggak mendapatkan benefit tambahan seperti asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, atau bonus. So, jika kamu berstatus outsource, maka itu artinya kamu harus merencanakan dan menyisihkan dana untuk keperluan tersebut secara mandiri.
3. Tidak Ada Jaminan Keamanan Pekerjaan
Stabilitas pekerjaan bisa jadi lebih rendah bagi karyawan outsourcing, dengan risiko kehilangan pekerjaan yang lebih tinggi karena perubahan kondisi pasar atau keputusan perusahaan.
Ketidakpastian keuangan dapat menimbulkan stres dan kecemasan, yang memengaruhi kesejahteraan mental dan produktivitas kerja. Akhirnya, berefek juga pada kesehatan finansial.
4. Pengeluaran untuk Perlengkapan Kerja
Dalam beberapa kasus, karyawan outsource bisa jadi harus menyediakan peralatan atau perlengkapan kerja sendiri. Hal ini pastinya dapat menambah beban keuangan, ditambah misalnya semua peralatan tersebut membutuhkan biaya perawatan.
5. Tantangan dalam Membuat Anggaran
Karena penghasilan tidak tetap, membuat anggaran bulanan menjadi lebih menantang. Kamu harus lebih fleksibel dan adaptif dalam pengelolaan keuangan.
Nah, bisa jadi kamu juga punya tantangan lainnya yang belum disebutkan di atas ya? Kamu bisa menambahkannya di kolom komen ya.
Strategi Keuangan yang Cocok untuk Karyawan Outsource
Untuk mengatasi semua masalah keuangan tersebut, kamu sebagai karyawan outsource harus memastikan untuk dapat mengelola keuangan dengan efektif. Dengan demikian, kamu pun akan mampu mencapai tujuan keuangan jangka panjangmu.
Untuk itu, ada beberapa strategi menabung untuk membantu untuk mencapai tujuan keuangan. Berikut adalah beberapa strategi yang efektif.
1. Membuat Anggaran yang Realistis
Membuat anggaran bulanan yang sesuai dengan pendapatan dan pengeluaran akan menjadi langkah pertama yang wajib dilakukan. Anggaran ini harus fleksibel untuk menyesuaikan dengan pendapatan sebagai karyawan yang fluktuatif.
2. Membangun Dana Darurat
Selanjutnya, wajib banget menyisihkan dana darurat yang cukup untuk menutup biaya hidup minimal 3-6 bulan. Ini sangat penting untuk kamu yang punya risiko cukup tinggi untuk kehilangan penghasilan secara tiba-tiba.
3. Beli Polis Asuransi Kesehatan
Kalau memang belum disediakan oleh pemberi kerja, pastikan untuk mengusahakan beli asuransi kesehatan secara mandiri. BPJS Kesehatan adalah salah satu asuransi kesehatan yang wajib dimiliki; cakupannya banyak, preminya juga sangat terjangkau.
4. Menggunakan Metode Menabung yang Efisien
Pernah dengar tentang metode “Pay Yourself First”? Metode ini akan membuatmu menyisihkan sejumlah uang untuk tabungan atau investasi sebelum pengeluaran lainnya. Kamu bisa melakukannya dengan menentukan pembagian persentase pendapatan, misal dengan metode 4-3-2-1 untuk kebutuhan, keinginan, dan tabungan.
5. Minimalkan Pengeluaran
Nah, semoga sih kamu sudah memiliki catatan pengeluaran dan penghasilan ya. Jadi, coba cek, dan kurangi pengeluaran tidak penting. Hal-hal seperti subscribe layanan yang enggak digunakan, makan di luar, atau pembelian impulsif harus ditekan.
6. Belajar Investasi Mulai dari Nominal Kecil
Enggak harus punya penghasilan besar dulu baru mau investasi. Melakukan investasi, bahkan dengan jumlah kecil, dapat membantu dalam pertumbuhan tabungan.
Pilihan instrumennya ada banyak, tetapi yang paling pas untuk memulai dengan nominal kecil adalah reksa dana.
7. Meningkatkan Pendapatan
Cari peluang kerja tambahan atau sampingan, sehingga kamu berpeluang menambah penghasilan. Atau bisa juga mengembangkan keterampilan untuk bisa meningkatkan peluang kariermu.
8. Menghindari Utang Konsumtif
Ingat, sebagai karyawan outsource, pendapatanmu bisa fluktuatif. Jadi, bijaklah dalam mengelola utang, hindari utang konsumtif yang tidak perlu. Pastikan, bahwa ketika kamu meminjam uang atau berutang, kamu juga punya dana untuk mengembalikannya, serta pastikan bahwa utangmu bisa menjadi aset nantinya.
9. Belajar Keuangan
Terus belajar tentang manajemen keuangan, investasi, dan cara-cara untuk mengoptimalkan pendapatan. Kelas-kelas di QM Financial bisa kamu manfaatkan semaksimal mungkin. Ada banyak diskon yang bisa digunakan, yang bisa menjadi keuntungan untukmu.
10. Siap untuk Pensiun
Terakhir, meskipun terasa masih jauh, penting untuk memulai persiapan pensiun sedini mungkin, terutama karena kamu sebagai karyawan outsource umumnya tidak mendapat manfaat pensiun dari pemberi kerja.
Nah, mengimplementasikan strategi-strategi ini membutuhkan disiplin dan komitmen, tetapi sangat penting untuk mencapai stabilitas keuangan dan tujuan jangka panjang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Kesalahan Umum yang Menghambat Bebas Finansial di Usia Muda
Di era modern ini, bebas finansial di usia muda itu bisa jadi sangat mungkin. Pasalnya, sudah banyak hal bisa mendukung kalau memang kita niat betul untuk bisa mencapai kebebasan finansial lebih cepat.
Hal pertama, tentu mindset harus sudah benar. Ndilalahnya, zaman sekarang pengetahuan itu juga mudah didapatkan. Kebebasan finansial bukan hanya tentang memiliki banyak uang, tetapi lebih kepada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus terus-menerus khawatir tentang masalah finansial.
Dengan bebas finansial di usia muda, seseorang dapat memiliki pilihan yang lebih leluasa dalam mengejar passion, menjalankan hobinya, atau bahkan memutuskan untuk berhenti bekerja lebih awal. Namun, mencapai bebas finansial di usia muda bukanlah hal yang mudah. Banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi, terutama kesalahan-kesalahan umum yang seringk ali dilakukan tanpa disadari.
Meski demikian, menjadi muda memiliki keunggulannya sendiri: energi, waktu, dan kesempatan. Namun, tanpa arahan yang benar, semua potensi ini bisa terbuang sia-sia, terutama dalam konteks keuangan. Kesalahan di awal perjalanan keuangan bisa berdampak jangka panjang dan menghambat pencapaian bebas finansial di usia muda.
Kesalahan Umum yang Bisa Menghambat Rencana Bebas Finansial di Usia Muda
1. Tidak Menetapkan Tujuan Keuangan dengan Jelas
Menetapkan tujuan finansial adalah langkah awal dan krusial jika kamu ingin bebas finansial di usia muda. Sayangnya, banyak generasi muda yang melewatkan tahap ini dan membiarkan arus kehidupan membawa mereka tanpa arah yang pasti.
Karena itu, setting up your goals menjadi hal penting pertama yang harus diperbaiki. Sebuah tujuan memberikan arah. Dengan mengetahui apa yang ingin dicapai, kamu akan memiliki panduan untuk setiap keputusan keuangan yang diambil. Tujuan yang jelas dapat memotivasimu untuk tetap konsisten dalam menjalankan rencana keuangan, bahkan di saat-saat sulit.
Selain itu, tanpa tujuan yang jelas, akan sulit bagimu untuk menentukan apakah kamu berada di jalur yang benar atau tidak. Hal ini bisa mengakibatkan pengambilan keputusan finansial yang impulsif, dan malah menyabotase rencana sendiri.
2. Menghabiskan Uang tanpa Kontrol
Sebenarnya juga enggak masalah kalau mau kasih self reward, self healing, atau apa pun namanya. Menikmati hasil kerja keras sendiri itu justru wajib hukumnya. Namun, jangan sampai melupakan bahwa hidup ke depannya masih panjang. Siapa lagi yang bisa memenuhi kebutuhan kita, kalau bukan kita sendiri ya kan?
Namun, kudu ingat. Menghabiskan uang tanpa kontrol atau tanpa adanya perencanaan dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kesejahteraan finansial jangka panjang. Ini bisa berpengaruh pada rencana keuangan untuk menuju bebas finansial di usia muda.
Faktanya, pengendalian pengeluaran adalah kunci untuk mencapai kestabilan dan kebebasan finansial. Tanpa kontrol yang tepat atas uang yang dikeluarkan, kita jadi lebih mudah tergoda. Akhirnya, melencenglah dari track semula. Bahkan, paling parahnya, bisa terjerumus utang konsumtif yang tak terencana. Sebaliknya, dengan mengendalikan pengeluaran, kamu pun dapat memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan nilai maksimal bagi kehidupanmu sekarang, hingga jauh ke depan.
3. Terjebak Utang Konsumtif Berkepanjangan
Utang konsumtif merujuk pada utang yang muncul saat kita membeli barang-barang konsumsi atau layanan yang tidak meningkatkan nilai atau menghasilkan pendapatan di masa depan.
Sumber utang konsumtif yang umumnya terjadi biasanya pada penggunaan kartu kredit, paylater, sampai pinjol. Lalu, mengapa utang konsumtif ini menjadi salah satu kesalahan yang terjadi saat kamu berproses untuk bisa bebas finansial di usia muda?
Umumnya, utang konsumtif itu memiliki tingkat bunga yang tinggi. Jika enggak segera dilunasi, bunga dapat membengkak dan meningkatkan jumlah utang secara signifikan. Di sisi lain, pembayaran bulanan untuk melunasi utang dapat membebani anggaran, mengurangi kemampuan untuk menabung atau berinvestasi. Pada akhirnya, beban utang yang terus-menerus bisa menyebabkan stres, kecemasan, dan ujung-ujungnya, gagal bebas finansial.
4. Lalai Menyiapkan Dana Darurat
Dana darurat adalah simpanan khusus yang disisihkan untuk menanggulangi situasi darurat atau keadaan tak terduga yang membutuhkan dana segera. Baik itu untuk keadaan medis, kerusakan kendaraan, kehilangan pekerjaan, atau situasi lain yang memerlukan pengeluaran besar dalam waktu singkat. Bagi generasi muda, sering kali ada kelalaian dalam mempersiapkan dana ini.
Tanpa dana darurat, bisa jadi kamu akan menghadapi kesulitan finansial saat mengalami keadaan tak terduga, hingga akhirnya memilih mengambil pinjaman dengan bunga tinggi untuk menutupi kebutuhan. Akibatnya lagi, dana yang seharusnya dialokasikan untuk investasi atau tujuan lain mungkin harus dialihkan untuk menangani kondisi darurat tersebut.
Namun, mengapa orang bisa melalaikan dana darurat? Ya, penyebabnya bisa banyak. Banyak yang merasa bahwa mereka masih muda dan memiliki banyak waktu, sehingga mengabaikan kemungkinan risiko. Ada juga kecenderungan untuk memprioritaskan gaya hidup konsumtif daripada menabung. YOLO, you only live once. Kapan lagi, bisa menikmati hidup, ya kan?
Selain itu, juga karena kurangnya wawasan dan pengetahuan tentang keuangan. Makanya, enggak tahu pentingnya punya dana darurat, saat ingin mencapai bebas finansial di usia muda.
5. Pengin Serbainstan
Siapa sih yang enggak akan tergiur kalau ada iming-iming, “cepat kaya”, atau “keuntungan cepat”?
Dalam era digital saat ini, ketika banyak hal dapat diakses dan diperoleh dengan cepat, budaya ‘instan’ telah mendominasi berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal keuangan. Mereka yang tumbuh di tengah kemudahan teknologi, sering kali menginginkan segalanya serba cepat, termasuk kesuksesan finansial.
Dengan adanya aplikasi perbankan, investasi, dan e-commerce, segalanya tampak hanya sejauh satu klik. Ini bisa memengaruhi persepsi tentang bagaimana cara mendapatkan uang dan kekayaan. Apalagi dengan adanya media sosial, ya kan? Melihat teman-teman sebaya atau influencer yang menunjukkan kemewahan dan kesuksesan bisa menciptakan rasa ingin cepat sukses tanpa melihat proses yang mereka lalui.
Tanpa disadari, mentalitas ini dapat menghambat pencapaian bebas finansial di usia muda yang sebenarnya.
Tanpa pengetahuan yang cukup, keinginan untuk mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat bisa mendorong kita untuk melakukan banyak hal secara impulsif, tanpa pertimbangan yang matang. Akhirnya, ya sudah banyak contohnya kan? Banyak orang terjebak investasi bodong. Banyak pula yang tertipu sehingga merugi hingga nominal fantastis.
Padahal, dalam pencapaian kebebasan finansial, proses seperti menabung, berinvestasi, dan belajar adalah hal yang esensial. Keinginan serbainstan bisa membuat kita mengabaikan proses ini.
Bebas finansial di usia muda bukanlah mimpi yang tidak mungkin diwujudkan. Namun, untuk mewujudkannya, kita perlu kesadaran, pengetahuan yang cukup, dan kedisiplinan.
Kesalahan-kesalahan yang kerap kita lakukan, kita mesti sadar akan hal ini. Namun, hal itu sudah jadi langkah pertama untuk bisa menghadapi hambatan-hambatan yang ada. Setiap orang memiliki potensi dan peluang untuk mencapai kebebasan finansial, asalkan mereka mau belajar, beradaptasi, dan tumbuh di tengah-tengah tantangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Tetap Bebas Utang, Lakukan 5 Langkah Bertahan Ini!
Siapa yang mau merdeka dari utang? Semua orang pasti! Nggak perlu diragukan lagi. Di kala kita hidup di tengah fenomena semakin mudahnya utang dibuat, bebas utang adalah sebuah kemevvahan yang hakiki.
Iya sih, enggak semua utang itu jelek. Ada pula utang yang memang perlu diambil, demi mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik di kemudian hari. Utang KPR, misalnya. Ini adalah utang produktif; utang diambil, tetapi harga barangnya akan bertambah nanti.
Kalau begitu, mari kita batas pembahasannya pada utang konsumtif.
Apakah ada dari kamu yang saat ini memang sudah sama sekali enggak punya utang konsumtif? Nggak ada tunggakan utang kartu kredit? Nggak ada tunggakan utang slow cooker, atau air fryer? Nggak ada juga tunggakan cicilan sepeda yang nilainya puluhan juta rupiah?
Alhamdulillah! Stay that way, dan lakukan beberapa langkah berikut agar tetap bebas utang sampai kapan pun.
5 Langkah Sederhana untuk Tetap Bebas Utang
1.Belanja di saat yang tepat, dengan niat yang tepat
Kamu yang bebas utang pasti tidak pernah merasa takut ketika berbelanja, karena kamu terbiasa berbelanja secara efektif. Kamu juga bisa menentukan, kapan kamu butuh sesuatu dan kapan kamu akan membelinya. Sepertinya sih, aktivitas belanjamu semua sudah teratur dan terencana dengan baik.
Pertahankanlah kebiasaan belanja yang baik ini. Buat dan bawa daftar belanja setiap kali hendak belanja, and stick to it. Pilah mana yang memanfaatkan diskon dan promosi, mana yang belanja sesuai dengan kebutuhan.
2.Bayar tunai
Kamu yang sekarang bebas utang konsumtif sudah tahu banget, apa keuntungannya bisa membayar lunas tagihan kartu kredit secara langsung, nggak pakai nunggak. Yes, untuk menghindari bunga yang cukup besar dan juga denda yang nggak perlu.
Kamu tahu betul, bahwa kartu kredit berbeda fungsi dengan kartu ATM, dan kamu enggak bakalan bisa menghabiskan lebih banyak uang daripada yang sudah kamu hasilkan. Kamu sadar, bahwa ketika kamu belanja melampaui kemampuan, maka di situlah muncul peluang berutang yang bakalan memberatkan cash flow kamu juga.
So, bertahan ya!
Bayar tunai untuk kebutuhan belanja rutin, dan hal-hal lain yang memang memungkinkan untuk bayar tunai. Menabung dan investasi, jika memang butuh nominal yang agak besar untuk membeli suatu barang.
3.Punya dana darurat
Salah satu penyebab orang berutang adalah ketika mereka harus mengeluarkan uang yang tidak mereka miliki saat kondisi darurat. Saat sakit, misalnya.
Karena kamu sadar betul akan hal ini, kamu pun memiliki dana darurat yang mencukupi, sehingga ketika ada hal-hal di luar kendali terjadi dan kamu harus mengeluarkan uang untuk mengatasinya, kamu enggak pakai ragu atau takut lagi. Karena, ada dana darurat yang cukup.
Utang bukan pilihan untuk mengatasi masalah. Betul?
4.Catat pengeluaran, buat anggaran
Punya catatan pengeluaran itu sangat bagus, terutama untuk mengetahui ke mana saja uang kita pergi dan pergunakan. Membuat anggaran untuk jangka waktu tertentu itu juga sangat bagus, untuk memastikan kita menggunakan uang sesuai dengan kebutuhan kita.
Jika ada yang tidak sesuai, dengan segera, kita dapat memperbaikinya sehingga keuangan menjadi lebih terkendali.
Tanpa catatan pengeluaran dan anggaran belanja, bisa kejadian tuh, uang sudah habis duluan sebelum penghasilan kembali masuk. Akibatnya? Untuk menyambung hidup sampai gajian, kita harus berutang.
Duh, jangan sampai ya.
5.Investasi sesuai porsi
Investasi kita lakukan sesuai dengan rencana keuangan, salah satunya, untuk memastikan bahwa kita tidak akan mengalami masalah keuangan di kemudian hari. Punya utang yang tak kunjung rampung, misalnya.
Karenanya, jika sekarang kamu sudah bebas utang konsumtif, maka investasi harus juga segera dimulai sesuai porsi yang sudah kamu tentukan dan sesuaikan dengan kemampuanmu. Berinvestasilah secara konsisten, dan lakukan di awal bulan.
Bertahanlah untuk tetap bebas utang konsumtif ya. You’re doing good so far, dan yakin deh, kamu pasti bisa mencapai tujuan keuanganmu dengan segera.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Tantangan Finansial Generasi Milenial di Era New Normal
Menjadi generasi milenial itu sungguh sesuatu. Tantangannya banyak banget. Mulai dari hal-hal yang disebabkan oleh perkembangan teknologi yang luar biasa, yang menciptakan godaan begitu banyak, hingga sekarang krisis akibat pandemi yang membuat kita harus lebih banyak memutar otak untuk mengatasi keterbatasan pergerakan yang membawa imbas ekonomi yang tak kalah besar.
Sungguh sesuatu.
Karena itu, berbanggalah, generasi milenial! Jika kamu dapat melewati ujian-ujian ini, di hari depan, kamu bisa menjadi generasi tertangguh yang pernah ada. Tsah.
Sekarang, kita sudah mulai berada di fase new normal, meski masa pandemi belum juga dinyatakan berakhir. Sementara kasus positif justru bertambah banyak di luar sana, tetapi kita “dipaksa” untuk segera kembali beraktivitas demi perekonomian negara yang harus pulih. Tak pelak, hal ini pun memunculkan tantangan lagi bagi kita, terutama soal finansial. Apa saja?
5 Tantangan Finansial Bagi Generasi Milenial di Era New Normal
1. Gaya hidup yang berubah
Kondisi yang berubah harus kamu respons dengan perubahan kebiasaanmu juga. Seperti gaya hidup, misalnya.
Barangkali kamu sekarang sudah mikir-mikir lagi kalau mau jajan di sembarang tempat. Mulai pula beralih lebih banyak belanja online ketimbang ikut berdesakan di mal. Cari hiburan juga lebih banyak di online. Kalaupun harus offline, kamu akan cenderung lebih berhati-hati.
Ini perubahan yang bagus, yang mungkin tanpa sadar kamu ubah demi melakukan penyesuaian diri terhadap apa yang terjadi sekarang.
Gaya hidup yang berubah akhirnya pasti juga akan mengubah rutinitas dan kebiasaan finansialmu. Pengeluaran jelas akan berubah, lantaran ada pos yang berubah juga.
Jadi, sudahkah kamu membuat catatan pengeluaran yang baru, agar kamu dapat pola keuangan yang baru juga di masa new normal ini?
2. Dana darurat harus lebih kuat
Pelajaran terpenting yang bisa kita ambil dari krisis pandemi ini adalah kita bisa survive dengan baik ketika kita memiliki dana darurat yang kuat.
So, jangan ulangi kesalahan yang sama. Saat new normal tiba–dengan pemasukanmu yang mungkin sudah mulai pulih seperti semula–jangan sampai mengabaikan keberadaan dana darurat lagi.
Ditambah lagi, secara global, perekonomian kita belum akan segera pulih, setidaknya butuh waktu 2 – 3 tahun untuk dapat kembali seperti sebelumnya. So, perjalanan menuju pemulihan akan cukup berliku, sehingga generasi milenial perlu untuk memiliki dana darurat yang memadai sebagai bekal.
Bukan mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi pada kita sih, tetapi bukankah kita harus sedia payung sebelum hujan?
3. Investasi yang lebih strategis
Generasi milenial bisa dibilang adalah generasi investor. Pertumbuhan jumlah investor–menurut data yang ada–memang tumbuh pesat belakangan, dan didominasi oleh generasi milenial.
Nah, sekarang kamu sudah tahu, bagaimana dan seperti apa situasinya ketika krisis melanda dan akhirnya berimbas ke pasar modal dan pasar uang kita. Pelajaran yang dapat kita ambil di sini adalah untuk berinvestasi, kita juga butuh strategi yang mumpuni.
Sudah bukan waktunya lagi investasi hanya ikut-ikutan, tanpa tahu dengan jelas tujuan kita sendiri apa. Sudah bukan waktunya lagi juga tak mau bertanggung jawab untuk keputusan investasi kita sendiri.
Belajar investasi yuk, mulai dari teorinya dan kemudian praktik pelan-pelan! Generasi milenial harus bisa menjadi financial planner untuk dirinya sendiri!
4. Tantangan utang
Di masa new normal, sebaiknya kamu juga lebih bijak jika berutang, terutama utang konsumtif.
Semoga di masa pandemi kemarin, enggak ada di antara kamu yang ngos-ngosan membayar cicilan utang, lantaran pemasukan berkurang sedangkan ada tunggakan utang yang belum terbayar. Semoga pula, kamu sudah mengajukan keringanan kredit jika memang kamu terimbas oleh pandemi secara ekonomi.
Next, di masa new normal, generasi milenial seharusnya sudah lebih bijak jika ingin berutang. Sekali lagi, pastikan kamu bisa membayarnya. Ingat ya, perjalanan perekonomian ke depan mungkin akan lebih berliku untuk sampai pulih sebenar-benarnya.
5. Anggaran kesehatan lebih besar
Kamu akan butuh anggaran kesehatan yang lebih besar di masa new normal ini. Kamu butuh nutrisi yang lebih baik, dan juga berbagai hal lain yang bisa membantumu untuk memastikan kesehatan tubuhmu dalam kondisi baik.
Di era new normal, generasi milenial tak hanya semakin aware akan pentingnya kesehatan fisik, tetapi semakin memperhatikan pula kesehatan mental mereka. So, tentunya ada hal-hal yang harus dilakukan untuk memastikan keduanya menjadi lebih baik ke depannya.
Dan, ini tentu saja butuh biaya. Persiapkan dengan baik, tambah anggaran kalau perlu. Kamu bisa mempertimbangkan untuk naik kelas asuransi kesehatan, plus membeli asuransi jiwa juga. Sesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaanmu yang sudah berubah.
Bagaimana, generasi milenial? Siapkah kamu menghadapi era new normal yang segera datang, dengan segala tantangannya?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Pandemi Melahirkan Hobi Baru: Siapkan Anggaranmu!
Pandemi memang akhirnya melahirkan banyak kebiasaan baru, baik yang berhubungan dengan hal-hal esensial yang mesti dilakukan sehari-hari sampai hobi baru.
Hayo, siapa nih yang sekarang mendadak jadi chef, jadi gardener, sampai yang tiba-tiba punya hobi baru bersepeda?
Hal ini enggak salah kok, bagus malah. Pressure yang muncul karena kekhawatiran akibat pandemi memang butuh “disalurkan”. Lagi pula, kalau hobi baru itu ternyata membawa manfaat untuk diri kita dan orang-orang di sekitar kita, ya apa salahnya kan?
Hanya saja, hobi memang kadang membutuhkan biaya yang enggak sedikit juga. Misalnya yang mendadak jadi chef, ternyata juga mendadak butuh food processor, air fryer, mixer, oven, sampai butuh freezer baru. Begitu juga yang punya hobi baru bersepeda, mendadak butuh sepeda yang bagus, juga bicycle pants-nya, helmnya, pelindung lutut, dan printilan lainnya.
Nah loh. Ya bagus juga sih, tetapi hmmm … kadang jadi menjurus mengkhawatirkan kalau sudah mulai “menggerogoti” anggaran rutin.
Betul?
Lalu, apa yang harus kita lakukan, agar hobi baru ini tetap jalan tapi tanpa mengganggu bujet harian dan tabungan enggak jebol? Yuk, ikuti artikel ini sampai selesai.
Beberapa Cara Atur Anggaran untuk Hobi Baru
1. Siapkan anggaran khusus untuk hobi baru kamu
Penghasilan kamu kan sudah dibagi menjadi beberapa pos pengeluaran, yakni untuk kebutuhan hidup sehari-hari yang rutin, cicilan utang, investasi, dan sosial. Nah, sebisa mungkin jangan mengganggu uang yang sudah disiapkan untuk kebutuhan esensial tersebut untuk membiayai hobi baru kamu.
Buatlah pos pengeluaran tersendiri untuk hobi. Kamu bisa benar-benar memisahkannya dari yang lain, atau jika memang belum terlalu banyak, kamu bisa memasukkannya juga ke pos lifestyle, di mana semua “dosa” keuangan bersatu.
Hanya biayai hobi baru kamu dari pos pengeluaran baru ini. Jangan pernah ambil dari pos pengeluaran yang lain ya. Jika anggaran di pos pengeluaran hobi ini sudah habis, maka stop right there. Kamu bisa menunggu gajian berikutnya, ketika pos ini sudah kamu topup lagi.
2. Bergabung ke komunitas yang tepat
Selain bisa mendapatkan inspirasi dan tip-tip, bergabung bersama orang-orang yang memiliki hobi sama biasanya juga bisa untuk mendapatkan informasi di mana kamu bisa mendapatkan barang-barang penunjang hobi dengan harga yang lebih terjangkau. Kadang bahkan sesama anggota komunitas juga saling menjual barang-barang penunjang hobi ini.
Asyik kan, sambil ngobrol tentang hobi baru kamu, kamu bisa belajar banyak dari mereka plus ngelarisin jualan mereka. Jadi makin diterima deh di tengah komunitas mereka.
Punya teman-teman baru yang satu minat itu asyik banget!
3. No utang-utang club!
Sangat tidak disarankan untuk membiayai hobi dengan berutang. Apalagi ini hobi baru, yang mungkin saja kamu miliki karena terpengaruh oleh kondisi. Bisa jadi, nanti jika kondisinya berubah lagi, kamu mungkin tidak akan meneruskan hobi baru kamu ini.
Lagi pula, utang sebaiknya memang tidak dimanfaatkan untuk membiayai kesenangan. Sudah banyak kasus orang yang terlilit utang karena kurang bijak dalam menggunakannya lantaran dipakai untuk membiayai hal-hal yang enggak penting.
Utang boleh, tapi pastikan utangnya produktif, bukan utang konsumtif. So, kalau kamu mau berutang untuk hobi, tanyakan dulu pada diri sendiri; ini utang produktif atau konsumtif?
Hanya kamu sendiri yang bisa menjawabnya ya.
4. Keluarkan barang yang sudah tak terpakai
Prinsip hidup minimalis ini bisa kamu terapkan untuk mengendalikan biaya hobi baru.
Oke, kamu mungkin memang butuh beberapa barang baru untuk menunjang hobi ini, tetapi coba cek di sekitarmu. Adakah barang lain yang bisa “dikeluarkan”, sebelum kamu memasukkan barang baru ke dalam hidupmu? Mungkin ada barang-barang yang kamu beli untuk hobi lamamu dan sekarang sudah bosan atau nggak terpakai lagi?
Keluarkan barang yang sudah selama satu tahun tidak pernah tersentuh lagi. Kamu bisa menghibahkannya, atau mungkin bikin garage sale. Nah, yang terakhir ini lumayan juga kalau bisa laris. Jadi bisa menambah bujet untuk hobi baru kan?
5. Bisniskan hobimu
Meski masih terbilang sebagai hobi baru, tapi kalau didalami betul-betul enggak menutup kemungkinan untukmu bisa membisniskannya.
Misalnya saja, hobi baru berkebun tanaman organik. Selain kamu bisa panen sendiri, bisa juga hasilnya kamu jual ke tetangga kanan-kiri atau ke teman-temanmu.
Hasil bisnisnya bisa kamu pakai untuk membeli bibit tanaman baru, dan tentu saja, untuk membeli hal-hal lain yang bisa menunjang hobimu ini, sehingga hobimu pun bisa “membiayai dirinya sendiri”. Siapa tahu, malah jadi bisa menambah untuk anggaran kebutuhan hidup sehari-hari kan?
Nah, selamat menekuni hobi baru kamu ya! Semoga kamu enggak bosan dan membawa kebahagiaan untukmu dan orang-orang di sekitarmu.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
7 Tanda Keuangan Keluarga Tidak Sehat
Senang deh, akhirnya banyak yang semakin sadar pentingnya merencanakan keuangan–terutama keuangan keluarga–untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Tapi, bagaimana kalau kondisi keuangan keluarga tidak sehat?
Yep, sebelum beranjak ke mana-mana, sebaiknya memang kita harus memastikan dulu bahwa kondisi keuangan keluarga kita sehat. Kalau ternyata kondisi keuangan keluarga tidak sehat, ya susah juga untuk bisa mewujudkan rencana-rencana keuangan kita kan?
Kadang kondisi keuangan keluarga tidak sehat ini justru (sengaja) diabaikan. Entahlah kenapa–mungkin supaya terlihat baik-baik saja, sama seperti orang lain? Atau, mungkin enggak tahu cara mengatasinya bagaimana?
Tapi, apa pun penyebabnya, kita memang mesti sadar dulu, jika ada kondisi yang kurang sehat pada keuangan keluarga kita. Lalu, segera ambil tindakan untuk memperbaikinya satu per satu. Setelah kondisinya membaik, maka selanjutnya kita akan lebih mudah merencanakan segala hal untuk keluarga. Betul?
Jadi, apa saja tanda keuangan keluarga tidak sehat?
1. Enggak punya catatan keuangan
Padahal catatan keuangan ini penting, untuk melihat seberapa lancar cash flow kita sehari-hari, hingga bisa dianalisis dan dievaluasi secara berkala. Bisa ketahuan nih di sini, kalau keuangan keluarga tidak sehat.
Kalau catatan keuangan keluarga saja tidak punya, lalu dari mana kita bisa mengetahui, seberapa banyak kita sudah mengeluarkan uang dan seberapa banyak kita sudah bisa menabung?
Jangan-jangan, karena terlalu asyik mengeluarkan uang untuk keperluan ini itu, ternyata posisi neraca keuangan kita negatif. Aduh! Makin enggak sehat deh!
Jadi, ayo, miliki dulu catatan keuangan keluarga–mau ditulis di buku tulis biasa boleh, di aplikasi smartphone oke, atau mau pakai software semacam Excel juga bisa. Pilihlah yang paling nyaman.
2. Porsi utang lebih dari 30% penghasilan, dan didominasi oleh utang konsumtif
Dari catatan keuangan keluarga di poin pertama, kita bisa tahu posisi porsi utang kita. Amati, apakah cicilannya masih dalam batas 30% penghasilan bulanan?
Jika masih di bawah batas 30%, cermati lagi, apakah utang-utang tersebut adalah utang produktif–yang artinya aset yang didapatkan dari utang merupakan aset yang dapat memberikan nilai tambah pada diri kita sendiri? Ataukah, mostly merupakan barang-barang konsumtif, yang dibeli karena takut nggak ngehits atau kekinian?
Kalau masih lebih banyak konsumtifnya, nah, ini berarti keuangan keluarga tidak sehat. Ada baiknya dievaluasi lagi deh. Lalu, cari jalan untuk segera dilunasi.
3. Nggak bisa menabung
Berapakah proporsi menabung saat ini? Apakah sudah minimal 10% dari penghasilan bulanan? Kalau belum, berarti ada yang harus diperbaiki.
10% merupakan angka minimal porsi menabung setiap bulannya demi keuangan keluarga yang sehat. Seharusnya sih, angka persentase ini aman. Bahkan untuk yang bergaji UMR pun seharusnya tetap punya tabungan.
Kalau enggak bisa menabung, jelas menunjukkan keuangan keluarga tidak sehat. Coba cermati dari catatan keuangan. Ke mana saja perginya uang? Jangan-jangan keluarga kamu juga enggak tahu uangnya buat apa saja.
4. Nggak punya tujuan keuangan
Kalau enggak bisa menabung, maka besar kemungkinan tujuan keuangan akan sulit dicapai. Atau, malahan enggak bisa menabung karena enggak punya tujuan keuangan?
Hati-hati lo. Kalau kita enggak punya tujuan keuangan, maka itu jadi salah satu sebab utama keuangan keluarga tidak sehat. Jadi, nanti kalau tiba waktunya harus menyekolahkan anak, misalnya, kita jadi kelabakan mencari biaya. Ujung-ujungnya, berutang.
Atau, enggak punya dana pensiun. Wah, nanti kalau sudah berada di masa pensiun, dari mana kita hidup? Menggantungkan diri pada anak-anak kita, dan menjadikan mereka sebagai sandwich generation?
5. Rasio likuiditas aset kurang dari 6 x penghasilan
Salah satu indikator kesehatan keuangan adalah rasio likuiditas aset adalah minimal 6 x penghasilan bulanan. Jadi, berapakah aset lancar kita–uang tabungan, reksa dana pasar uang, deposito, dan sebagainya–itu yang bisa dengan segera dicairkan kalau ada kondisi darurat? Apakah bisa mencapai 6 x penghasilan?
Kalau enggak, ya berarti keuangan keluarga tidak sehat. Coba cek lagi, apa saja yang bisa dialihkan menjadi aset lancar ya.
6. Nggak punya proteksi
Kenapa enggak punya proteksi? Apakah merasa tidak butuh, ataukah karena sebab lain?
Tanda keuangan keluarga tidak sehat terlihat saat sang pencari nafkah dalam keluarga tiba-tiba *knocks on wood* terkena musibah–apa pun itu bentuknya–dan kemudian kondisi keluarga jadi oleng karena kehabisan uang.
Padahal ya, namanya musibah. Dia enggak pernah mengenal situasi, cuaca, dan kondisi. Mau datang, ya datang saja tanpa diundang. Kapan pun bisa terjadi.
Jika kita sampai tidak punya proteksi–dengan alasan apa pun–maka itu berarti kita membahayakan keluarga kita. Jadi, ayo, dicermati. Enggak harus semua segera di-cover, prioritaskan dulu yang penting.
7. Saling merahasiakan hal keuangan dengan pasangan
Nah, ini nih. Sekian lama sudah hidup berdua, kok masih saja saling merahasiakan kondisi keuangan masing-masing? Tapi, hal ini bisa saja terjadi.
Yah, balik lagi sih. Semua kembali ke niat dan komitmen masing-masing. Seharusnya saluran komunikasi pasangan suami istri–terutama soal keuangan–sudah mulai dibuka lebar sejak masih pengantin baru. Seharusnya, tidak ada rahasia keuangan di antara berdua.
Tapi, yah, kondisi memang bisa saja berbeda. Namun, rahasia seperti ini bisa memperparah kondisi keuangan keluarga tidak sehat.
So, please, no rahasia. Yang belanja melebihi bujet, coba deh bilang. Yang punya utang tambahan, coba juga untuk sharing. Kan, niat membangun keluarganya berdua, ada masalah juga sebaiknya dihadapi berdua.
Nah, jadi, mana saja tanda keuangan keluarga tidak sehat yang masih terjadi sampai sekarang? Beresin dulu, yuk!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.