5 Cara Perusahaan Bantu Karyawan Menjaga Kesehatan Mental
Mentah health, atau kesehatan mental, akhir-akhir ini jadi topik hangat. Terutama sih di media sosial. Banyak yang mulai sadar akan arti pentingnya kita menjaga kesehatan mental, selain menjaga kesehatan secara fisik.
Banyaknya penyakit mental yang ditemui di keseharian sepertinya juga memicu akan awareness ini. Lalu bagaimana dengan kita, para kuli korporasi?
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Labour Force Survey (LFS) di Inggris, menemukan fakta bahwa ada 526.000 kasus stres kerja hingga depresi di tahun 2016-2017. Kalau dibikin prosentase, maka ada 1.610 orang di antara 100.000 pekerja mengalami stres di tempat kerja.
Oh wow!
Kalau di Indonesia, bagaimana? Well, WHO pernah merilis data sekitar bulan Mei 2019 yang lalu, bahwa sedang terjadi fenomena “burnout” di kalangan para pekerja di Indonesia dewasa ini. Bahkan lebih spesifik lagi, WHO menjelaskan kondisi ini dengan kalimat, “Telah terjadi stres kerja kronis yang belum berhasil dikelola di Indonesia.”
Seperti dilansir oleh situs beritagar.id, jajak pendapat Gallup 2018 menemukan 23% karyawan selalu merasa kelelahan bekerja, sementara 44%-nya melaporkan merasa “kadang-kadang” merasakan burnout.
Baik kondisi burnout atau kelelahan dan juga stres kerja, tentu akan berdampak tak baik pada kesehatan mental karyawan, pada akhirnya bukan? Karena itu, sebelum akhirnya menjadi “penyakit mental”, maka sudah seharusnya hal ini mulai dicegah sejak muncul kelelahan pada karyawan saat mereka bekerja.
5 Cara perusahaan bantu karyawan menjaga kesehatan mental selama jam kerja
1. Jalin komunikasi yang intens
Kesehatan mental memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Tapi biasanya yang menjadi pemicu utama kita “sakit” secara mental adalah karena adanya stres di tempat kerja.
So, kalau mau menjaga kesehatan mental karyawan, tentunya perusahaan bisa mulai dari mencegah atau meminimalkan penyebab stres di tempat kerja. Ada beberapa pemicu sih, di antaranya adalah beban kerja, adanya konflik, hingga kurangnya komunikasi antarkaryawan.
Nah, kita bisa mulai dari masalah komunikasi, karena biasanya kondisi seseorang akan lebih mudah dikenal saat kita secara intens berkomunikasi dengannya. Berikan perhatian ekstra jika ada karyawan pengin curhat atau menceritakan kebutuhannya, biasanya sih ini tugas HR ya? Kalau perlu, buka meja konsultasi di hari-hari tertentu sesuai jadwal, agar siapa pun yang hendak sekadar ngobrol bisa leluasa mencurahkan unek-uneknya pada pihak HR.
2. Memperhatikan beban kerja karyawan
Hal paling besar yang berperan penting dalam memicu stres hingga membahayakan kesehatan mental adalah adanya beban kerja yang berlebih. Dalam hal ini, HR perlu bekerja sama dengan supervisor ataupun manajer masing-masing divisi di perusahaan, agar bisa membagi beban kerja yang sesuai untuk para karyawan.
Selain membagi beban kerja yang sesuai porsi masing-masing, HR bersama dengan supervisor dan manajer perlu juga untuk mengadakan evaluasi secara berkala, apakah sudah waktunya untuk merekrut karyawan baru lagi lantaran target dan beban kerja yang semakin bertambah kian harinya.
Memang ada faktor efisiensi yang harus selalu diperhatikan terkait sumber daya manusia ini. Artinya, jangan sampai ada energi terbuang percuma. Akan tetapi, pihak perusahaan juga harus peka dan tanggap, ketika para karyawan mulai mengalami burnout, apalagi kemudian berlanjut ke stres. Ada kemungkinan, kapasitasnya terlampaui.
Ingat, setiap orang punya batasan. Saat batasan ini dilanggar, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Kalau sampai karyawan burnout, stres, hingga kemudian depresi, nah, bisa jadi semua pihak jadi rugi, bukan?
3. Pastikan karyawan bebas masalah yang bisa memengaruhi kinerja di kantor
Jangan bawa masalah di rumah ke kantor, begitupun jangan bawa urusan kantor ke rumah.
Katanya sih begitu. Tapi dalam praktiknya, hal ini sulit betul dilakukan. Mau enggak mau, setiap sisi kehidupan akan saling memengaruhi.
Taruh saja si karyawan punya masalah keuangan pribadi yang berat. Terjerat utang, misalnya. Meski bukan untuk keperluan kantor, tapi utang pribadi bisa menjadi beban pikiran yang berat bagi karyawan hingga memengaruhi kinerjanya di kantor.
So, untuk menjaga kesehatan mental para karyawan, pastikan bahwa mereka terbebas dari segala masalah yang bisa memengaruhi kinerja di kantor. Berikan support dan dukungan sesuai kebutuhan mereka.
4. Pastikan kesehatan fisik baik
Tahu enggak, bahwa kondisi kesehatan mental itu juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik kita? Ingat akan pepatah, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat kan? Pepatah ini bukan sekadar kata bijak saja lo, tapi ada benarnya banget.
Saat tubuh kita sehat dan fit, maka pikiran pun akan terang, hati juga senang. Bye, stres!
Jika sekarang kantor belum punya jadwal tetap untuk medical check up bareng, maka ada baiknya mulai direncanakan. Ketahui kondisi kesehatan karyawan secara fisik secara pasti, untuk kemudian bisa mengelola kesehatan mental mereka.
5. Segera minta bantuan jika terlihat gejalanya
Jika terjadi gejala-gejala karyawan mengalami burnout, stres, depresi, hingga terlihat membahayakan kondisi kesehatan mental, segeralah mencari bantuan pada mereka yang ahli dan profesional. Jangan biarkan terlambat dan berlarut-larut.
Dengan kondisi kesehatan mental yang baik, pastinya diharapkan karyawan akan lebih baik pula kinerjanya, lebih kreatif melahirkan ide-ide baru yang berguna untuk mengembangkan bisnis perusahaan, lebih lincah memecahkan masalah yang muncul, dan bisa menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, antara satu dengan yang lainnya.
Ini Dia 10 Pekerjaan Bergaji Besar dengan Tingkat Stres Paling Kecil
Mau punya pekerjaan bergaji besar tanpa stres? Nggak perlu jawab, “Emang kerja di perusahaan bokap lo?”, karena ternyata memang ada beberapa pekerjaan bergaji besar dengan tingkat stres yang kecil. Mupeng nggak tuh?
Sebulan yang lalu–di awal Maret 2019–situs Business Insider merilis artikel yang berisi daftar 33 jenis pekerjaan bergaji besar dengan tingkat stres yang minim.
Daftar ke-33 jenis pekerjaan ini didapatkan dari data Departemen Ketenagakerjaan Amerika Serikat yang dikumpulkan oleh ONet Online, biro ketenagakerjaan resmi yang berada di bawah Departemen Ketenagakerjaan langsung.
Dalam data tersebut dikemukakan, bahwa pekerjaan-pekerjaan yang masuk ke dalam daftar ini rata-rata menawarkan gaji sebesar USD75,000 per tahun. Ini artinya kalau dirupiahkan menjadi sekitar Rp787 M per tahun, yang berarti gaji tersebut diterimakan sekitar Rp65 juta/bulan.
Untuk tingkat stresnya sendiri, ONet mempunyai standar angka di rentang 0 (tingkat stres paling rendah) hingga 100 (tingkat stres paling tinggi). However, kalau dilihat-lihat di daftarnya sih nggak ada juga yang punya skor tingkat stres 0. Paling rendah adalah 53.
Yah, meski datanya merupakan gambaran data tenaga kerja di Amerika Serikat, tapi sepertinya ini menarik banget untuk dibahas. Karena ya, they’re such dream jobs–pekerjaan bergaji besar, tingkat stresnya kecil pula. Siapa sih yang nggak mau punya pekerjaan semacam ini? Iya nggak?
Tapi, kita nggak akan bahas ke-33 pekerjaan bergaji besar tersebut semuanya sih. Mari kita tengok yang berada di 10 besar saja. Shall we?
10 Pekerjaan Bergaji Besar dengan Tingkat Stres yang Paling Kecil
1. Materials scientists
Tingkat stres: 53
Gaji yang diterima per tahun: USD 101,910
Materials scientis mengerjakan berbagai penelitian terkait struktur dan sifat kimia berbagai bahan alami dan sintetis atau komposit.
2. Mathematicians
Tingkat stres: 57
Gaji yang diterima per tahun: USD 104,700
Mathematicians bertugas melakukan penelitian dalam matematika dasar atau dalam penerapan teknik matematika untuk sains, manajemen, dan bidang lainnya.
3. Ekonom (economists)
Tingkat stres: 59
Gaji yang diterima per tahun: USD 112,650
Ekonom melakukan penelitian, menyiapkan laporan, atau merumuskan rencana untuk mengatasi masalah ekonomi terkait dengan produksi dan distribusi barang dan jasa atau kebijakan moneter dan fiskal.
4. Statisticians
Tingkat stres: 59
Gaji yang diterima per tahun: USD 88,980
Tugasnya mengembangkan atau menerapkan teori dan metode matematika atau statistik untuk mengumpulkan, mengatur, menafsirkan, dan merangkum data numerik untuk memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pihak lain yang membutuhkan.
5. Geografer
Tingkat stres: 59
Gaji yang diterima per tahun: USD 76,750
Geografer bertugas mempelajari sifat dan penggunaan area permukaan bumi, yang menghubungkan dan menafsirkan berbagai interaksi fenomena fisik dan budaya yang terjadi.
6. Fisikawan
Tingkat stres: 61
Gaji yang diterima per tahun: USD 123,080
Fisikawan melakukan penelitian terhadap fenomena fisik, mengembangkan teori berdasarkan pengamatan dan eksperimen, serta menyusun metode untuk menerapkan hukum dan teori fisik.
7. Chemical engineers (teknisi kimia)
Tingkat stres: 61
Gaji yang diterima per tahun: USD 112,430
Teknisi kimia bertugas mendesain peralatan-peralatan yang akan digunakan di pabrik kimia, serta merancang desain proses produksti untuk membuat bahan dalam industri kimia dan produk.
8. Political scientists
Tingkat stres: 61
Gaji yang diterima per tahun: USD 112,030
Para ilmuwan di bidang politik ini akan mempelajari asal, pengembangan, dan pengoperasian sistem politik untuk digunakan oleh para praktisi politik di negara tertentu.
9. Software Application Developers (Pengembang Aplikasi Software)
Tingkat stres: 61
Gaji yang diterima per tahun: USD 106,710
Pengembang aplikasi software akan mengembangkan, membuat, dan memodifikasi perangkat lunak aplikasi komputer umum atau program utilitas khusus.
10. Materials engineers
Tingkat stres: 61
Gaji yang diterima per tahun: USD 98,610
Materials engineers mengevaluasi bahan serta mengembangkan mesin dan proses untuk memproduksi bahan untuk digunakan dalam produk dengan harus memenuhi spesifikasi desain dan kinerja khusus.
Setelah materials engineers, masih ada analisis operasi penelitian (research operation analysts), para dosen pascasarjana, para ilmuwan astronomi, hidrolog, dokter gigi, teknisi hardware komputer, para ilmuwan biologi dan kimia, hingga art directors.
Hmmm, kalau dilihat-lihat, banyak pekerjaan bergaji besar ini yang area kerjanya di seputar ilmu-ilmu murni, penelitian, akademisi, dan angka-angka ya? Mungkinkah karena tidak terlalu banyak berhubungan langsung dengan manusia sebagai objek langsung? Ya, bisa jadi juga, karena angka-angka itu nggak pernah bohong dan nggak akan mungkin komplen kan?
Untuk Indonesia sendiri, pekerjaan yang termasuk dalam pekerjaan bergaji besar di antaranya adalah ahli teknik perminyakan, dokter spesialis, ahli konstruksi, ahli teknik informatika dan informasi, pengacara, hingga marketing. Data ini pernah dirilis oleh Kelly Services, sebuah perusahaan jasa lowongan kerja paling populer di Indonesia. Tapi tidak disebutkan apakah pekerjaan bergaji besar tersebut mempunyai tingkat stres yang kecil, seperti halnya data dari ONet di atas.
Jadi, bagaimana denganmu? Apakah pekerjaanmu saat ini termasuk dalam daftar di atas? Senangnya kalau punya pekerjaan bergaji besar! Tinggal masalahnya adalah bisakah kita mengelola gaji besar kita itu dengan benar, sehingga tujuan keuangan kita tercapai?
Yuk, undang QM Financial untuk memberikan edukasi keuangan di perusahaan tempat kamu bekerja. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
5 Alasan Mengapa Ibu Bekerja Perlu Punya Me Time di Antara Waktu Sibuknya
Para ibu di zaman sekarang juga dituntut agar berperan dalam pencapaian tujuan keuangan keluarga. Makanya semakin banyak ibu, selain menjadi ibu rumah tangga, juga menjadi seorang ibu bekerja. Semakin sibuk bekerja, pastilah akan semakin sulit untuk sekadar punya waktu untuk memikirkan diri sendiri. Me time itu seperti sebuah kemewahan, atau oase di padang gurun. Langka.
Hari-hari sudah dipenuhi dengan kesibukan mengejar target kantor, dan juga tugas-tugas rumah tangga. Belum lagi kalau si ibu bekerja sudah terlanjur terjebak menjadi sandwich generation.
Pantas saja, menurut penelitian, tingkat stres seorang ibu bekerja itu lebih tinggi 40% daripada orang kebanyakan. Pukpuk buat semua ibu bekerja.
Hal ini akan semakin parah jika sang ibu bekerja kurang punya kemampuan mengatur keuangan pribadi. Akibatnya, karena merasa penghasilan selalu tak cukup, si ibu semakin keras bekerja untuk penghasilan tambahan, yang kemudian makin berefek buruk bagi kesehatannya. Jadi semacam lingkaran setan yang tak berkesudahan.
Kondisi stres ini akhirnya akan memengaruhi performa kerja di kantor, pun kondisi ibu bekerja saat di rumah. Bisa jadi produktivitas kerja menurun, dan uring-uringan sepanjang hari.
Padahal sebenarnya, untuk mengatasi kondisi stres ibu bekerja ini cukup sederhana. Yaitu luangkan waktu sedikit setiap hari untuk sekadar me time. Menyediakan waktu untuk memikirkan diri sendiri.
Berikut beberapa alasan mengapa ibu bekerja perlu punya me time
1. Me time bikin happy
Yang jelas, punya me time–yang kemudian diisi dengan melakukan kegiatan yang disukai–akan membuat kita feel content. Happy-o-meter kita akan full, terpenuhi. Kegiatan sekecil apa pun yang dilakukan, asal membuat kita senang, akan memengaruhi happy-o-meter ini.
Perasaan bahagia itu sepertinya sepele, seperti kata pepatah, “Bahagia itu sederhana”. Tapi bisa menjadi barang mewah kalau kita tak pernah menciptakannya.
Jadi, jika tak ada waktu, maka buatlah waktu untuk bahagia.
2. Kesempatan untuk merawat diri sendiri
Seorang ibu bekerja sudah menggunakan banyak waktunya untuk mengurusi banyak orang; anak, suami, orang tua, sampai atasan di kantor.
Saat me time-lah, seorang ibu bekerja bisa mengurus diri sendiri. Karena itu, di antara waktu mengurus orang lain, buatlah waktu untuk mengurus diri sendiri. Cintailah dirimu sendiri dengan merawatnya, Bu.
3. Meningkatkan produktivitas kerja
Saat seorang ibu bekerja sudah merasa content dan merasa dicintai (yang diawali dengan dicintai oleh diri sendiri), maka ia pun akan bisa menjaga produktivitasnya bekerja di kantor.
4. Memberi motivasi untuk lebih cepat menyelesaikan pekerjaan
Me time juga bisa menjadi semacam “reward” yang diberikan pada diri sendiri, saat kita berhasil mencapai suatu target. Entah itu target kerjaan kantor ataupun pekerjaan rumah tangga.
Jika sudah ada rencana mau me time di sela-sela waktu sibuk, pasti hal ini akan memotivasi kita untuk segera menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dengan lebih cepat, agar waktu me time-nya bisa segera didapatkan.
5. Kesempatan untuk mengembangkan diri
Kalau punya hobi, maka ibu bekerja bisa menekuni hobi ini sebagai me time. Dengan demikian, ia bisa mengembangkan dirinya untuk hal-hal yang memang menjadi passion-nya.
Saat seseorang diberi kesempatan untuk melakukan hal yang disukai, maka ia biasanya akan terpacu untuk mencari tahu lebih banyak, dan belajar lagi agar lebih baik.
Mengetahui diri sendiri berkembang, juga bisa memicu perasaan “content” pada ibu bekerja, sehingga memotivasinya untuk melakukan segala hal lebih baik, termasuk saat bekerja di kantor.
Beberapa cara melakukan me time bagi ibu bekerja
Me time itu tak perlu harus heboh sendiri, apalagi pakai mengeluarkan banyak uang kok. Hal-hal kecil yang bahkan tak perlu mengeluarkan uang juga bisa dijadikan acara me time.
1. Meditasi
Meditasi terbukti dapat mengembalikan fokus kita dalam hidup, dan mengurangi stres. Kita bisa melakukan yoga, misalnya. Atau meditasi dengan mudra.
Banyak tutorial di Youtube yang bisa menunjukkan bagaimana kita mulai meditasi, kalau memang belum pernah mencoba.
2. Mempelajari hal baru
Mempelajari hal baru di saat me time juga bisa jadi selingan yang menyenangkan. Misalnya saja, belajar bahasa Korea. Atas nama belajar bahasa baru ini, kita jadi bisa memperbanyak nonton film atau drama Korea deh. Hiburan dapat, pun bisa belajar bahasa.
Sesuatu yang baru–yang berbeda dari rutinitas–akan membuat kita jadi bersemangat, dan ketika sudah waktunya kembali pada rutinitas, perasaan kita sudah happy lagi.
3. Menekuni hobi
Sepertinya sih semua orang punya hobi, atau kegiatan yang disukai. Coba ingat-ingat lagi, mungkin dulu punya hobi yang sekarang sudah tak bisa dilakukan lagi karena sibuk.
Kenapa nggak mencoba untuk menekuninya lagi?
4. Organizing
Membereskan meja kerja di kantor, ataupun di rumah (bagi ibu yang bekerja dari rumah), bisa juga menjadi me time yang bagus lo.
Mungkin banyak yang belum sadar, bahwa produktivitas kerja kita tergantung pada kerapian meja kerja. Jadi, coba atur kembali meja kerja, agar lebih rapi. Buang barang-barang yang sudah tak terpakai, susun file-file dalam file holder yang rapi, kalau perlu tempelkan label-label agar mudah dicari. Kelompokkan barang-barang sesuai fungsi, lalu susun di rak jika ada. Termasuk juga membersihkan laci.
Coba rasakan, ketika meja kerja sudah kembali bersih dan rapi. Pasti merasa happy.
5. Merumuskan kembali tujuan keuangan
Saat selesai merumuskan kembali tujuan keuangan ini rasanya seperti saat kita selesai merapikan meja kerja. Masa depan jadi lebih jelas. Begitu pun dengan tujuan ibu bekerja, jadi lebih jelas dan me-refresh kembali tujuannya bekerja untuk apa. Motivasi baru akan timbul, sehingga akan memacu bekerja lebih baik lagi.
Awalilah me time ini dengan melakukan financial checkup. Buka-buka lagi buku tabungan, coba hitung lagi berapa utang KPR yang masih tersisa. Dana pensiun sudah berapa? Bagaimana dengan dana pendidikan anak? Kurang berapa?
Kalau ada yang sudah mulai dekat tercapai salah satu tujuannya, pasti ada rasa termotivasi menyelusup. Kembangkan rasa ini menjadi rasa excited untuk kembali berusaha lebih baik.
Yuk, usulkan pada pihak perusahaan tempat Anda bekerja untuk memberikan training keuangan bagi karyawan. Dengan bertambahnya keterampilan mengelola keuangan, tingkat stres ibu bekerja pun juga bisa ditekan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.