Ada Berapa Jenis Potongan Gaji Karyawan? Sudah Tahu Semua Belum?
Ribut-ribut adanya Tapera, membuat karyawan speak up mengenai banyaknya potongan gaji yang diberlakukan. Hal ini wajar saja terjadi, karena mau sedikit atau banyak, potongan gaji pastinya tetap akan mengurangi take home pay untuk karyawan.
Jika dirunut, setiap potongan gaji tersebut sebenarnya enggak pernah dilakukan tanpa alasan, atau latar belakang hukum. Ada beberapa komponen yang menjadi dasar pemotongan, dan semua komponen ini telah diatur sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia.
Namun, nyatanya, masih banyak karyawan yang bingung dengan potongan yang tertera pada slip gaji masing-masing. Padahal, pemahaman ini penting untuk menghindari kebingungan dan ketidakpuasan. Dari pihak perusahaan, yang diwakili oleh HR, memang harus menyosialisasikannya, sebelum benar-benar diterapkan. Tetapi pada praktiknya, hal ini juga banyak kendalanya.
Lalu, Jenis potongan gaji apa saja yang berlaku di Indonesia? Coba yuk, kita lihat satu per satu.
Table of Contents
Jenis Potongan Gaji yang Umum Diterima Pekerja Indonesia
1. Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan PPh21 ini dikenakan kepada subjek pajak seperti orang pribadi, badan usaha, bentuk usaha tetap, dan warisan yang belum terbagi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh.
PPh merupakan pajak atas penghasilan yang sudah diperoleh, termasuk bagi karyawan swasta. Namun, tidak semua pekerja wajib membayar pajak penghasilan ini.
Menurut UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan diperjelas dalam PP Nomor 55 Tahun 2022, hanya pekerja dengan penghasilan di atas batas Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu Rp 60.000.000 per tahun atau Rp5.000.000 per bulan, yang wajib membayar PPh.
2. BPJS Kesehatan
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, iuran BPJS Kesehatan telah ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan dalam program JKN.
Untuk peserta pekerja penerima upah (PPU) di BUMN, BUMD, dan sektor swasta, besaran iuran BPJS Kesehatan adalah 5% dari gaji atau upah per bulan. Pembayaran iuran ini diatur dengan ketentuan bahwa 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
3. BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua
Jenis potongan berikutnya adalah BPJS Ketenagakerjaan untuk Jaminan Hari Tua (JHT). Setiap karyawan yang terdaftar dalam program JHT harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membayar iuran ini.
Besaran iuran yang ditetapkan adalah 5,7% dari upah bulanan. Dari jumlah ini, 3,7% dibayarkan oleh perusahaan, sementara 2% sisanya ditanggung oleh pekerja.
4. BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun
Selain Jaminan Hari Tua, karyawan juga dikenakan potongan untuk BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun. Iuran untuk program ini ditetapkan sebesar 3% dari gaji bulanan. Dari total iuran ini, 1% dibayar oleh karyawan, sedangkan 2% sisanya ditanggung oleh pemberi kerja.
5. BPJS Ketenagakerjaan JKK dan Jaminan Kematian
Potongan gaji berikutnya adalah untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian. Besaran iuran JKK bervariasi berdasarkan tingkat risiko pekerjaan dan diambil dari upah bulanan. Berikut adalah rinciannya:
- Risiko sangat rendah: 0,24%
- Risiko rendah: 0,54%
- Risiko sedang: 0,89%
- Risiko tinggi: 1,27%
- Risiko sangat tinggi: 1,74%
Untuk Jaminan Kematian, besaran iurannya adalah 0,3% dari upah bulanan.
6. Tapera
Pemerintah baru-baru ini mengumumkan bahwa karyawan akan dikenakan iuran untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tapera adalah simpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu.
Iuran Tapera hanya bisa digunakan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan beserta hasil pemupukannya setelah masa kepesertaan berakhir. Mengacu pada Pasal 15 Ayat 1 PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran iuran Tapera ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah bagi pekerja, dan penghasilan bagi peserta pekerja mandiri.
Pasal 15 Ayat 2 menjelaskan bahwa untuk peserta pekerja, iuran ini ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%.
Baca juga: Cara Disiplin Mengatur Keuangan biar Gaji Nggak Asal Lewat
Potongan Gaji Lain yang Bersifat Pribadi
Sudah, itu saja? Ternyata belum selesai. Buat karyawan tertentu, masih ada tambahan potongan gaji lagi. Apa saja?
1. Utang Karyawan atau Kasbon
Perusahaan yang menyediakan benefit berupa pinjaman kepada karyawan biasanya menggunakan skema potongan gaji untuk pembayaran cicilan utang. Cicilan utang ini sering kali menjadi salah satu alasan potongan atau pengurangan gaji karyawan.
Skema cicilan atau metode pembayaran kembali bergantung pada regulasi yang berlaku di masing-masing perusahaan.
2. Potongan Asuransi
Sejumlah karyawan swasta juga harus membayar iuran asuransi selain pajak dan BPJS, untuk jenis proteksi apa pun. Biasanya, iuran ini dikenakan karena perusahaan memiliki kontrak kerja sama dengan perusahaan asuransi swasta.
Jenis asuransi yang ditawarkan bisa bervariasi, seperti asuransi kesehatan, jaminan pensiun, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan asuransi kecelakaan kerja. Besaran iuran ini tergantung pada kebijakan perusahaan atau perusahaan asuransi yang bekerja sama.
3. Ganti Rugi Kesalahan Karyawan
Dalam perusahaan, bisa jadi ada aturan bahwa jika karyawan melakukan kesalahan, maka ada punishment berupa pemotongan atau pengurangan gaji. Setiap karyawan harus mematuhi peraturan ini, yang biasanya dijelaskan dalam perjanjian kerja yang ditandatangani oleh karyawan.
Perusahaan perlu menetapkan aturan yang jelas mengenai potongan gaji ini, termasuk alasan penerapannya dan besarnya potongan yang akan dikenakan. Yang pasti, hal ini juga ada dasar hukumnya, yakni Pasal 58 PP 78/2015 yang menyatakan bahwa potongan gaji tidak boleh melebihi 50 persen dari total gaji karyawan.
4. Potongan Gaji Unpaid Leave
Dalam lingkungan perusahaan, istilah unpaid leave digunakan untuk merujuk pada cuti yang diambil di luar jatah cuti yang diberikan. Ketika karyawan mengambil unpaid leave, akan terjadi pemotongan gaji.
Karyawan memiliki nominal upah harian, yang dihitung dengan membagi total gaji bulanan dengan jumlah hari kerja. Jadi, saat karyawan mengambil unpaid leave, potongan gaji akan dihitung berdasarkan jumlah hari cuti yang diambil tanpa bayaran.
Baca juga: Training Finansial: 1 dari 2 Karyawan Selalu Merasa Gaji Tak Cukup, Apa Sebabnya?
Potongan gaji merupakan hal yang penting untuk dipahami oleh setiap karyawan, karena berbagai jenis potongan ini dapat mempengaruhi jumlah gaji yang diterima setiap bulannya. Memahami potongan seperti pajak penghasilan, asuransi, BPJS, dan lainnya akan membantu karyawan merencanakan keuangan dengan lebih bijak.
Dengan demikian, memiliki keterampilan mengelola keuangan yang baik menjadi sangat penting untuk menghadapi berbagai potongan ini dan tetap mencapai kestabilan finansial.
Ingin meningkatkan kesejahteraan finansial dan produktivitas karyawan di kantor? Yuk, undang QM Financial untuk mengadakan kelas keuangan yang komprehensif dan praktis di kantor. Hubungi QM Financial sekarang ya!
Content Creator Terima Endorsement, Wajib Bayar Pajak
Dalam era digital saat ini, profesi sebagai content creator atau pembuat konten menjadi semakin populer. Mereka ini adalah seseorang–atau bisa juga sekelompok sih—yang secara aktif menciptakan dan berbagi konten digital. Misalnya seperti video, blog, atau postingan media sosial, yang biasanya dibagikan kepada followers atau pengikut melalui berbagai platform media.
Salah satu konten yang sering dibuat adalah konten berbayar, yang di dalamnya berisi rekomendasi produk, jasa, atau layanan pada followersnya. Nah, selama ini, produk endorsement memang tidak menjadi objek pajak. Namun, melihat sekarang endorsement semakin marak, dengan produk yang sangat beragam, maka kemudian ada kebijakan baru.
So, mari kita lihat lebih jauh, mengenai endorsement, content creator, dan pajaknya. Siapa tahu, ada di antara kamu yang pengin menjadi pembuat konten sukses, ya kan? Supaya apa? Supaya lebih siap, tentu saja.
Apa Itu Endorsement?
Endorsement adalah bentuk dukungan, biasanya oleh orang terkenaL—public figure gitu deh—untuk suatu produk, layanan, atau perusahaan. Dalam konteks content creator, endorsement sering kali “mewajibkan” pembuat konten mempromosikan produk atau layanan tertentu dalam konten mereka, baik itu melalui penempatan produk, ulasan, atau bentuk promosi lainnya.
Nah, sebagai kompensasinya, kadang produknya boleh dimiliki oleh si content creator. Jadi, diberikan secara gratis gitu deh. Atau bisa juga berupa uang tunai, layanan, atau kombinasi dari uang tunai, produk barang, dan layanan.
Besarnya pembayaran biasanya tergantung pada sejumlah faktor, seperti popularitas dan jangkauan pembuat konten, jumlah dan demografi pengikut mereka, serta negosiasi antara pembuat konten dan merek tersebut.
Seputar Pajak untuk Endorsement Content Creator
Sebagai profesi atau bisnis, pendapatan yang diperoleh dari endorsement tentu saja tunduk pada kewajiban pajak. Kewajiban ini berlaku tidak hanya bagi content creator yang berstatus badan hukum, seperti PT atau CV, tetapi juga bagi yang bekerja sebagai individu atau perseorangan.
Bagaimanapun juga, seorang content creator kan juga pekerja, seperti banyak profesi lainnya. So, setiap pendapatan yang diperoleh memang wajib dikenakan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan telah menetapkan adanya pajak natura pada produk endorse yang diterima oleh para content creator, karena dianggap sebagai bentuk ganti rugi atau kompensasi. Penjelasan ini sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023. Tidak ada pengecualian untuk barang yang diterima sebagai bagian dari endorsement.
Lebih lanjut, dalam PMK tersebut, Pasal 3 dan 4 memberikan penjelasan bahwa kompensasi atau pembayaran dalam bentuk natura dan/atau manfaat lainnya dianggap sebagai penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Selanjutnya, tidak ada batas nilai untuk penerapan pajak natura dari endorse, dan semua produk yang menjadi kepemilikan content creator menjadi objek pajak.
Namun, enggak semua barang-barang yang digunakan sebagai bagian dari tugas akan dikenakan pajak natura. Misalnya, barang tersebut enggak menjadi milik content creator, ya enggak akan ditarik pajak. Kayak properti yang digunakan dalam foto atau video, yang merupakan milik agensi atau perusahaan pembuatnya. Nah, ini bebas pajak.
Penerapan Pajak terhadap Endorsement
Sebagai contoh penerapan pajak natura untuk layanan, coba simak ilustrasi berikut.
Contoh 1
Ratna Sari, seorang beauty selebgram, menandatangani perjanjian dengan perusahaan kosmetik besar, PT Bella Beauty, untuk mempromosikan produk kosmetik mereka di platform media sosialnya. Sebagai kompensasi atas layanannya, pada bulan Desember 2023 Ratna Sari menerima paket produk kosmetik dari PT Bella Beauty. Harga pokok penjualan produk kosmetik tersebut diketahui sebesar Rp10 juta.
Dengan demikian, dalam kasus ini, Ratna Sari menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan Desember 2023 yang menjadi subjek pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 0 juta.
Contoh 2
PT GreenPest, sebuah perusahaan yang menyediakan layanan pengendalian hama, memberikan jasanya kepada PT AgriBest. Sebagai kompensasi atas jasanya, pada bulan Agustus 2023, PT GreenPest menerima imbalan berupa set peralatan dan pestisida pembasmi hama dari PT AgriBest. Harga pokok penjualan set peralatan dan pestisida pembasmi hama tersebut diketahui sebesar Rp50 juta.
Dengan demikian, PT GreenPest menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan Agustus 2023 yang menjadi subjek pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 50 juta.
Nah, perhitungannya secara prinsip sama dengan perhitungan PPh 21.
Tip Keuangan untuk Content Creator terkait Pajak Natura
So, bagi content creator, dunia maya memang enggak hanya ruang untuk berkreasi, namun juga sumber pendapatan. Salah satunya melalui endorsement produk.
Namun, pendapatan dari endorsement ini bukan hanya berarti peningkatan finansial, tetapi juga kewajiban pajak yang harus dipenuhi. Penting bagi para pekerja kreatif ini untuk memahami kewajiban pajak mereka, termasuk pajak natura yang dikenakan pada produk endorse.
Berikut ini adalah beberapa tip keuangan yang bisa membantu content creator dalam mengelola kewajiban pajak mereka terkait endorsement.
Pahami Kewajiban Pajak
Sebagai content creator, pendapatan yang di peroleh dari endorsement merupakan penghasilan yang wajib dikenakan pajak. Oleh karena itu, penting untuk memahami dasar hukum dan kewajiban pajak yang timbul kemudian.
Catat setiap pendapatan
Pastikan untuk mencatat setiap pendapatan yang diperoleh, baik berupa uang maupun barang, dan nilai pasar dari barang tersebut. Hal ini akan memudahkan saat menghitung dan melaporkan pajak natura ini nantinya.
Daftarkan NPWP
Jika belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), segera daftarkan diri ke kantor pajak terdekat atau melalui layanan online Direktorat Jenderal Pajak. Dengan NPWP, kamu bisa melaporkan pajak secara resmi dan menghindari sanksi.
Laporkan pajak tepat waktu
Jangan lupa untuk melaporkan dan membayar pajakmu tepat waktu. Biasanya, laporan pajak harus diajukan setiap tahun pada akhir Maret.
So, penting bagi para content creator untuk memahami dan mematuhi kewajiban pajak yang muncul ini, terutama yang berkaitan dengan pendapatan dari endorsement. Mencatat setiap pendapatan, memiliki NPWP, dan melaporkan pajak tepat waktu adalah langkah-langkah penting yang harus diambil.
Dengan mematuhi kewajiban pajak ini, content creator dapat menjalankan bisnis dengan legal dan etis, sekaligus berkontribusi terhadap pembangunan negara melalui pembayaran pajak.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Pajak Natura: Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitungnya yang Perlu Diketahui
Pajak adalah instrumen penting yang digunakan pemerintah untuk mengumpulkan pendapatan guna mendanai berbagai program dan inisiatif publik. Nah, salah satu kebijakan pajak yang akhir-akhir ini lagi ramai banget dibahas adalah pajak natura.
Kalau kamu merasa asing dengan pajak natura ini, kamu enggak sendirian kok. Pasalnya, ini memang kebijakan pajak baru meskipun wacananya sudah cukup lama juga. Meski baru saja mulai disosialisasikan secara lebih masif, pemahaman yang mendalam tentang pajak natura sangat penting, terutama bagi mereka yang bekerja di lingkungan korporasi.
Pajak natura, dalam konteks pajak penghasilan, adalah bentuk pajak yang dikenakan atas barang atau fasilitas yang diterima oleh karyawan dari perusahaan mereka, yang nilainya dihitung dalam bentuk uang. Pajak ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan bahwa semua bentuk kompensasi yang diterima oleh karyawan, termasuk manfaat nontunai, tetap terkena pajak dan menambah penerimaan negara.
Sejak tahun 2022, pemerintah telah mulai menerapkan kebijakan pajak natura sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Langkah ini ditempuh untuk mengatasi perusahaan yang berusaha menghindari kewajiban pajak mereka dengan memberikan kompensasi kepada karyawan dalam bentuk barang atau fasilitas daripada uang tunai. Maka, perlu bagi kita semua untuk memahami lebih jauh tentang seluk-beluk pajak natura ini.
Apa Itu Pajak Natura?
Seperti yang sudah disebutkan di atas, mulai tahun 2022, pemerintah telah memperkenalkan kebijakan baru terkait pengenaan pajak atas natura, yang merupakan komponen dari pajak penghasilan (PPh).
Natura sendiri artinya adalah barang atau fasilitas nyata yang diterima bukan dalam bentuk uang, tetapi berkaitan dengan pembayaran. Pemerintah menetapkan kebijakan pajak natura ini sebagai langkah untuk mengendalikan perusahaan-perusahaan yang mencoba mengelak pajak dengan memberikan berbagai fasilitas kepada karyawan mereka.
Sebelumnya, perusahaan memberikan fasilitas kepada pegawai dalam bentuk natura yang dapat meningkatkan nilai ekonomi perusahaan, tetapi tidak dipungut pajak. Misalnya, perusahaan yang memberikan rumah atau kendaraan mewah kepada karyawan tidak dikenakan pajak. Namun, pada dasarnya, aset-aset seperti itu adalah milik perusahaan dan seharusnya bisa dikenakan pajak.
Oleh karena itu, pajak natura didefinisikan sebagai pajak atas barang dan/atau fasilitas yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan. Fasilitas ini juga dikenal sebagai fringe benefit, atau kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk nonfinansial.
Dasar Hukum
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, natura sebelumnya tidak termasuk dalam kategori pendapatan yang dikenakan pajak atau non-taxable income. Untuk perusahaan, biaya yang dikeluarkan dalam bentuk natura juga tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto atau non-deductible expense. Namun, aturan tersebut kemudian diubah dengan natura kini dijadikan sebagai objek pajak.
Ini tertuang dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf A UU HPP yang menyatakan:
“Penggantian atau kompensasi terkait dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau kompensasi dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini”.
Namun, tidak setiap fasilitas yang diberikan oleh perusahaan akan dikenai pajak natura. Sebagaimana dirujuk dari Klikpajak, dalam Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2022, dijabarkan bahwa subjek pajak natura harus memenuhi kriteria tertentu:
- Harus memiliki nilai ekonomis yang telah ditentukan.
- Harus disediakan di luar daerah tertentu atau di lokasi bisnis di mana pemberi kerja telah menerima penetapan daerah khusus dari Direktorat Jenderal Pajak.
- Pertimbangan berdasarkan jenis dan/atau nilai kompensasi.
- Pertimbangan berdasarkan kriteria penerima kompensasi.
Untuk penjelasan, daerah tertentu yang dimaksud adalah area yang memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan tetapi masih kekurangan infrastruktur yang memadai. Area ini juga masih sulit diakses melalui jalur darat, laut, atau udara.
Keuntungan Pajak Natura
Berdasarkan sumber dari ddtc.co.id, ada beberapa alasan mengapa pengenaan pajak natura menjadi pilihan dalam kebijakan PPh individu.
- Pajak natura merupakan cara untuk menyeimbangkan tarif PPh antara individu dan badan usaha. Pemerintah menambahkan satu tarif baru untuk PPh individu dengan kelompok pendapatan lebih dari Rp5 miliar per tahun. Implementasi pajak natura dianggap bisa mengurangi perencanaan pajak yang muncul dari perbedaan tarif PPh.
- Penerapan pajak natura berfungsi untuk meningkatkan penerimaan PPh individu. Biasanya, karyawan dengan pendapatan tinggi atau pemilik modal mendapatkan fasilitas lebih banyak dibandingkan karyawan lainnya.
- Hal ini sesuai dengan tren dan praktik pajak di negara lain. Pajak atas fringe benefits atau benefit tambahan sudah ditetapkan di beberapa negara, seperti Australia, Selandia Baru, India, Tiongkok, Hongkong, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.
- Pengenaan pajak natura mematuhi prinsip simetri dalam sistem pajak. Objek pajak natura akan dibayar oleh perusahaan dalam bentuk fiskal.
Objek yang Tidak Termasuk Pajak Natura
Namun, tidak semua fasilitas dikenai pajak natura. Ada berbagai fasilitas yang diberikan perusahaan yang tidak termasuk dalam kategori pajak natura, seperti:
- Fasilitas makan dan minum, mencakup makanan dan minuman yang diberikan di tempat kerja untuk semua karyawan, dan penggantian biaya makanan atau minuman untuk keperluan perjalanan dinas.
- Fasilitas di daerah tertentu, mencakup tempat tinggal, layanan kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, transportasi, dan fasilitas olahraga (dengan pengecualian untuk golf, balap perahu motor, pacuan kuda, paralayang, dan otomotif).
- Fasilitas yang disediakan demi keamanan, kesehatan, dan keselamatan, termasuk seragam keamanan atau produksi, peralatan keselamatan kerja, layanan antar-jemput pegawai, penginapan untuk kru kapal atau pesawat, dan penanganan pandemi.
- Jenis dan batas lainnya, mencakup hadiah hari raya, fasilitas kerja (seperti laptop, telepon seluler, dan internet), layanan kesehatan, fasilitas komunal (seperti mess atau asrama), dan kendaraan untuk karyawan non-manajerial.
Cara Menghitung Pajak Natura
Mirip dengan perhitungan PPh 21, pajak natura dihitung berdasarkan pajak penghasilan pribadi yang termasuk dalam pendapatan bruto karyawan. Pendapatan bruto tersebut kemudian dikurangi oleh Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan hasilnya disebut sebagai Penghasilan Kena Pajak.
Penghasilan Kena Pajak kemudian dikalikan dengan tarif pajak progresif PPh 17 yang telah disesuaikan dengan tarif atau pendapatan yang dikenakan pajak. Batasan pendapatan yang dikenakan PPh 21 adalah sebesar Rp60 juta per tahun dengan tarif progresif minimum sebesar 5%.
Karena fasilitas yang diberikan perusahaan termasuk dalam PPh 21, maka pemotongan pajak natura akan dihitung sebagai bagian dari komponen PPh 21 karyawan.
Memahami konsep pajak natura dan bagaimana cara kerjanya, tentu bukan hanya penting bagi perusahaan dan karyawan saja, tetapi juga bagi setiap individu. Sebab, pengetahuan ini memiliki dampak langsung pada pengelolaan keuangan pribadi dan dapat membantu kita dalam memahami dan memanfaatkan berbagai regulasi pajak.
Oleh karena itu, sangat penting untuk terus memperbarui pengetahuan kita tentang hal-hal semacam ini. Dunia pajak dan keuangan terus berubah dan berkembang, dan kita harus berusaha mengikuti perkembangan tersebut. Selain itu, memiliki pemahaman yang kuat tentang aspek-aspek ini juga dapat membantu kita membuat keputusan keuangan yang lebih baik dan informasi yang lebih akurat.
Nah, semoga artikel ini bisa menambah wawasan kamu ya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Pajak Investasi: Sudah Tahu Belum Apa Pentingnya dan Cara Menghitungnya?
Bulan Maret nih, bulan terakhir kesempatan kita untuk lapor pajak. Kalau kamu yang berstatus karyawan, mungkin sudah tahu kalau ada PPh, atau pajak penghasilan, yang menjadi kewajibanmu. Lalu, kalau sebagai investor, sudah tahu belum kalau ada pajak investasi?
Yes, pajak adalah pendapatan terbesar negara Indonesia, yang bisa dibilang seperti ‘tumpuan’ karena saking pentingnya. So, untuk ikut andil dalam pembangunan negara, warga negara yang baik perlu secara rutin melaporkan pajak dan membayarkannya setiap tahun. Hal inilah yang melatarbelakangi mengapa setiap orang harus melakukan pelaporan SPT Tahunan Pajak, baik untuk wajib pajak pribadi ataupun badan.
Perlu diingat jika lapor wajib pajak pribadi serta badan ini punya batas waktu. Lapor SPT pajak pribadi maksimal dilakukan tiga bulan setelah tahun pajak berakhir, atau akhir Maret. Sedangkan, lapor SPT pajak badan batasnya empat bulan setelah tahun pajak berakhir, yakni akhir April.
Lalu, kenapa warga negara wajib lapor pajak padahal pemerintah telah memiliki data pendapatan dari NPWP?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perpajakan, SPT punya fungsi sebagai sarana bagi wajib pajak dalam melaporkan dan juga mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak tahunan yang sebenarnya terutang, juga sebagai pemenuhan pembayaran pajak setahun terakhir.
Maksudnya, SPT dijadikan sebagai alat dalam penelitian atas kebenaran perhitungan pajak terutang yang telah diberitahukan wajib pajak sebelumnya, lantaran ada kemungkinan wajib pajak yang memperoleh penghasilan lain di luar yang sudah dipotong oleh perusahaan. Contohnya punya beberapa jenis investasi.
Nah, ini nih yang akan kita bahas kali ini.
Objek Pajak Investasi
Jika kamu memiliki portofolio investasi, dan juga sudah mendapatkan keuntungan atas hasil investasi, maka wajib bagi kamu untuk membayar pajak investasi.
Sederhananya, jika kamu punya kepemilikan aset pasar modal yang bernilai uang, maka itu artinya dapat dicatat sebagai harta. Sedangkan, jika modal investasi tersebut berasal dari pinjaman, maka dicatat di kewajiban. Jika investor mendapatkan keuntungan, entah itu dalam bentuk selisih jual beli, dividen, dan bagi hasil, maka bisa dicatat sebagai penghasilan sesuai kategorinya.
Produk investasi yang dikenakan pajak adalah saham, obligasi, logam mulia, dan beberapa investasi lainnya. Nah, tapi ada satu yang dikecualikan, yaitu reksa dana.
Reksa dana bukan termasuk objek pajak investasi, sehingga setiap hasil investasinya tidak dikenakan pajak, termasuk transaksi penjualan atau pembeliannya. Cara kerja reksa dana menjadi alasan mengapa tidak masuk dalam objek pajak.
Mengapa demikian?
Reksa dana bukan tergolong objek pajak karena termasuk dalam kontrak investasi kolektif yang telah diatur dalam UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 3 pada poin (i). Meski bukan objek pajak, tetapi kepemilikan reksa dana tetap harus dilaporkan lo!
Cara Mudah Hitung Pajak Investasi
Berikut ini adalah cara lapor pajak investasi sederhana yang mudah dilakukan, yaitu:
1. Pajak Investasi Saham
Pajak investasi saham yang wajib dilaporkan adalah ketika adanya transaksi penjualan. Individu atau badan dikenakan pajak sebesar 0,1% dari nilai bruto transaksi penjualan sahamnya.
Contoh:
Seorang investor memiliki modal sebesar Rp100 juta
Transaksi saham yang dilakukannya yaitu:
- 12 Januari 2022 membeli saham PGAS senilai Rp100 juta
- Februari 2022 menjual saham PGAS Rp120 juta (keuntungan Rp20 juta)
- Februari 2022 membeli saham TINS Rp120 juta
- Februari 2022 menjual saham TINS Rp80 juta (rugi Rp40 juta)
- Maret 2021 membeli saham KAEF Rp80 juta
- Desember akhir 2021 nilai saham KAEF sebesar Rp150 juta, tapi belum dijual
Lapor pajak investasi yang harus dilakukan investor yaitu:
- Penghasilan yang dikenakan PPh Final atau sifatnya final
- Sumber penghasilan: penjualan saham di bursa efek
- Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau penghasilan bruto sebesar Rp200 juta (penjumlahan dari transaksi nomor 2 dan 4)
- PPh Terutang: Rp 200 juta x 0,1% = Rp 200.000
Maka, tarif pajak yang harus dibayarkan investor senilai Rp200 ribu saja. Saham yang masih ditahan dan belum ada transaksi penjualan, dalam contoh di atas adalah saham KAEF, dilaporkan saja sebagai aset.
2. Dividen Saham
Untuk dividen, umumnya beberapa emiten akan membagikannya setiap tahun. Jadi, ketika kamu mendapatkan dividen tersebut, kamu pun wajib lapor pajak investasi.
Contohnya masih dilanjut menggunakan poin nomor 1 ya.
Misalnya di bulan Maret 2021, saham TINS membagikan dividen sebesar Rp10 juta. Maka laporan pajaknya yaitu:
- Penghasilan yang dikenakan PPh final atau sudah final
- Sumber atau jenis penghasilan: Dividen
- Dasar pengenaan Pajak (DPP)/penghasilan bruto: Rp10 juta
- PPh Terutang: Rp10 juta x 10% = Rp1.000.000
Jadi, tarif pajak untuk dividen pemegang saham dengan kepemilikan di bawah 25% dikenakan 10%. Jadi saat dividen dibayar dan dipotong pajak, yang diterima investor yaitu senilai Rp9 juta.
3. Diskonto Obligasi
Diskonto atau capital gain dikenakan pajak investasi sebesar 15%. Diskonto harus dilapokan ketika tahun diterima. Jadi misalnya ketika kamu membeli di tahun 2020, dan kemudian menjualnya di tahun 2022, maka kamu harus melaporkannya di tahun 2022. Sedangkan bagi yang membeli hingga jatuh tempo, maka dilaporkannya saat tahun jatuh tempo.
Namun, jika mengalami kerugian, misalnya seperti membeli di nilai Rp70 juta, dan dijual harga Rp65 juta maka tidak perlu lapor pajak di bagian diskonto. Pasalnya, kerugian yang ditanggung di pasar modal tidak mengurangi kewajiban pajak investasi secara keseluruhan.
Nah, ternyata simpel kan, soal pajak investasi dan cara menghitungnya ini?
Untuk lapor pajak saat ini juga sangat mudah dan tidak perlu repot datang ke kantor pajak karena SPT bisa dilaporkan secara online lewat e-filling. e-filling ini bekerja secara real time yang dapat diakses melalui website Direktorat Jenderal Pajak, DJP Online.
So, tidak ada alasan lagi ya untuk tidak lapor pajak. Yuk, jadi warga negara yang baik!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Ada Pajak Fasilitas Kantor yang Dibebankan pada Karyawan? Gimana Ceritanya?
Sudah cukup lazim terjadi, ketika ada karyawan sebuah perusahaan mendapatkan benefit berupa fasilitas dari kantor, yang sering disebut dengan fasilitas natura. Bisa berupa laptop, motor, mobil, hingga rumah. Nah, tahukah kamu, bahwa sekarang sedang digodog mengenai peraturan pengenaan pajak fasilitas kantor?
Eh? Fasilitas kantor yang kita dapatkan bakalan kena pajak?
Betul. Bakalan ada pajak fasilitas kantor ke depannya.
Gimana ceritanya?
Yuk, kita lihat.
Pengenaan Pajak Fasilitas Kantor oleh Negara
Baru-baru ini Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan wacana mengenai aturan pemberian natura, atau fasilitas atau benefit dari kantor bukan berupa uang tetapi bertindak sebagai ‘imbalan’ atas kinerja karyawan.
Pada awalnya, natura ini tidak dikenakan pajak karena dikecualikan dari penghasilan. Nah, sekarang—atau mulai nanti ketika sudah diterapkan—natura ini akan dihitung sebagai penghasilan karyawan, sehingga ada pajak yang akan dikenakan.
Apa saja yang dapat dianggap sebagai natura? Misalnya saja mobil, laptop, smartphone, motor, bahkan sampai rumah. Pokoknya segala bentuk fasilitas bukan uang yang diterima oleh karyawan deh.
Menurut salah satu sumber dari Kemenkeu, hal ini diberlakukan karena pada praktiknya sering terjadi kasus, ada seseorang sangat kaya dan punya banyak perusahaan. Sebagai founder, CEO, dan pemilik, ia tak mendapatkan gaji dari perusahaannya, tetapi mendapatkan fasilitas mobil, rumah, dan sebagainya. Nah, karena bukan berupa gaji dalam bentuk uang, maka aset ini tidak dihitung sebagai penghasilan. Dengan demikian, SPT pun kosong. Inilah yang ingin diubah oleh pemerintah.
Penghasilan yang dihitung dalam pajak bukanlah dari harga aset sebagai fasilitas, tetapi berdasarkan harga sewa oleh perusahaan dengan memperhatikan besarnya penyusutan. Dengan demikian, nantinya pajak yang dikenakan dihitung sebagai PPh secara umum dengan tarif pajak progresif.
Fasilitas Kantor Apa Saja yang Akan Dikenakan Pajak?
Nah, jangan khawatir. Tidak semua fasilitas kantor akan kena pajak kok. Misalnya kamu ada acara meeting, dan ada makan siang yang disediakan, tentu saja makan siang tersebut tidak akan dikenakan pajak.
Menurut Kemenkeu dalam sebuah artikel di Kompas.com, untuk saat ini, ada 5 jenis natura yang dikecualikan, yaitu:
- Penyediaan fasilitas berupa makanan dan minuman
- Natura di daerah tertentu dengan potensi ekonomi tetapi sulit dijangkau dengan alat transportasi
- Natura karena keharusan pekerjaan, seperti seragam atau alat pelindung diri demi keselamatan kerja
- Natura yang sumbernya berasal dari APBN, APBD, atau APBDes, yang biasanya diterima oleh ASN atau pejabat
- Natura dengan jenis dan batasan tertentu
Kelimat jenis fasilitas kantor atau natura di atas memang sepertinya belum terdefinisikan dengan baik sih. Karena itu, ada baiknya kita menunggu lebih lanjut saat peraturannya sudah benar-benar diresmikan. Pastinya hal-hal seperti ini akan lebih detail dijelaskan.
Cara Menghitung Pajak Fasilitas Kantor
Dikutip dari CNBC Indonesia, perhitungan pajak fasilitas kantor ini tidak akan jauh berbeda dengan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21l, yaitu dengan menghitung penghasilan per tahun pajak, yang terdiri atas uang tunai dan nilai fasilitas kantor yang didapatkan, yang kemudian akan menjadi penghasilan bruto.
Penghasilan bruto yang didapatkan ini akan dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tanggungannya, yang kemudian menghasilkan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif progresif.
Ingat ya, dalam menghitung nilai pajak fasilitas kantor tersebut tidak menggunakan harga barangnya, karena di situ ada biaya penyusutan barang. Dengan demikian, yang dihitung hanya senilai harga sewanya saja.
Nah, semoga sih sampai di sini sudah tidak bingung lagi.
Lalu, sampai kapan karyawan harus membayar pajak fasilitas kantor ini? Ya, selama fasilitas tersebut masih dimanfaatkan, maka selama itu pula karyawan wajib melaporkannya. Tidak ada jangka waktu secara tetap yang diberikan.
Atur Keuangan Karyawan
Duh, kok rasanya semua-muanya jadi kena pajak ya? Sekarang ditambah lagi ada pajak fasilitas kantor.
Tenang, tenang. Jika pemerintah mempertimbangkan sesuatu, pastinya juga ada alasan yang kuat. Lagi pula, pajak juga dibutuhkan, agar negara mendapatkan pemasukan demi membiayai pembangunan juga kan? Apalagi kita sekarang sedang bertolak untuk bangkit lagi dari krisis akibat pandemi.
Pajak adalah kewajiban setiap warga negara. So, ini juga termasuk kamu, yang mendapatkan penghasilan dari bekerja. Sekarang, tinggal gimana aja kamu mengatur keuanganmu, karena semua solusi ada pada pengaturan cash flow yang tepat.
1. Lakukan financial check up
Pertama, karena ini berarti akan ada sedikit perubahan pada pola pengeluaran, maka penting untuk kembali melakukan financial check up.
Cek kondisi penghasilan, pengeluaran, rasio utang, rasio menabung, dan rasio likuiditas. Apakah dalam kondisi yang aman semua?
Nantinya, pajak penghasilan akan masuk ke dalam pos pengeluaran tahunan. Karena itu, jangan lupa dicatat, dan dibuat bujetnya juga. Ada baiknya jika kamu mulai menghitung-hitung sedari sekarang, berapa besar pajak yang harus kamu setorkan. Setidaknya, kamu akan punya gambaran jika nanti memang jadi diberlakukan.
2. Atur prioritas
Kebutuhan kita memang banyak, sedangkan sumber daya terbatas. Sudah dari sononya, kita kebanyakan mau, tapi dana terbatas. Karena itu, penentuan prioritas yang tepat adalah kunci.
Jadi, kenali mana yang perlu diprioritaskan dan mana yang bisa digeser. Jangan sampai terjebak, maunya diprioritaskan untuk dipenuhi sekarang tapi ternyata hanya keinginan sesaat belaka.
Yuk, kamu pasti bisa mengaturnya.
3. Lakukan review berkala
Lakukan review terhadap rencana keuanganmu secara berkala. Cek apakah tujuan keuanganmu masih bisa diteruskan, atau perlu disesuaikan? Bagaimana dengan tabungan dan investasimu? Apakah nilainya masih sesuai dengan yang diharapkan.
Meski mungkin hanya sedikit, tetapi penambahan pengeluaran pajak, seperti pajak fasilitas kantor ini, tetap akan memengaruhi cash flow. Jadi, jangan abaikan. Akan lebih baik jika kamu siap sedari sekarang, ketimbang kelabakan kemudian.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Hal tentang Pajak Pekerja Lepas atau Freelancer
Sudah ngomongin pajak penghasilan karyawan kantoran, lalu bagaimana dengan pajak pekerja lepas? Atau, malah ada yang baru tahu kalau pekerja lepas juga kena pajak?
Ya, iyalah. Pekerjaan sih memang freelancer, tapi kan tetap sebagai warga negara Indonesia kan–yang salah satu kewajibannya adalah membayar pajak?
Nah, faktanya, sebagai pekerja lepas atau freelancer, memang ada beberapa hal yang bikin males untuk mengurus pajak. Salah satunya adalah perhitungan yang rumit, yang harus dilakukan secara mandiri.
Yes, memang enggak semua orang punya “passion” dengan matematika dan angka. Apalagi buat pekerja lepas, yang penghasilannya tidak tentu jumlahnya. Bahkan, kadang tak tentu pula dalam sebulan dapat job. Bisa jadi bulan ini dapat job full sampai keteteran, bulan depan zonk sama sekali. Males banget ngitung deh. Makanya, banyak pajak pekerja lepas yang tidak terurus.
Well, coba baca beberapa hal tentang pajak pekerja lepas berikut ini ya. Siapa tahu, dengan begini, kamu mengerti dan paham arti pentingnya kita membayar pajak, meski kita adalah para pekerja lepas yang penghasilannya tidak tetap setiap bulannya.
5 Hal tentang Pajak Pekerja Lepas yang Harus Diketahui
1. Pentingnya punya NPWP
Banyak di antara pekerja lepas yang pajaknya langsung dipotong oleh klien atau pemberi kerja saat invoice mereka cair. Di sini baru deh ketahuan juga, bahwa banyak dari pekerja lepas yang bahkan nggak punya NPWP, entah apa pun alasannya.
Tahukah kamu, tidak punya NPWP justru akan membuatmu harus membayar pajak lebih banyak. Pajak pekerja lepas yang tidak memiliki NPWP akan ditambah 2% daripada mereka yang memiliki NPWP.
Selain itu, ada beberapa kesulitan lain yang juga bisa kamu alami jika tidak punya NPWP, salah satunya kamu akan kesulitan mengajukan pinjaman bank, atau bahkan saat mengajukan visa untuk mengunjungi negara lain.
So, yuk, bikin NPWP. Kan bisa dilakukan secara online, lebih praktis dan mudah.
2. Formulir yang digunakan
Untuk melaporkan pajak pekerja lepas, kamu bisa menggunakan Formulir 1770, yang khusus diperuntukkan bagi para pekerja yang menerima penghasilan tidak dari satu sumber saja.
Formulir 1770 ini juga digunakan untuk wajib pajak yang dikenakan PPh final, penghasilan dalam negeri lain, dan penghasilan luar negeri.
Jadi, jangan salah isi formulir ya.
3. Ketahui tentang penghasilan yang kena dan tidak kena pajak
Salah satu hal yang bikin males untuk lapor dan bayar pajak pekerja lepas adalah penghasilan yang dari banyak sumber, pun mungkin besarnya yang masing-masing enggak seberapa. Bukan apa-apa, males banget nyatet-nya!
Tapi ini penting, jadi catatlah. Lagi pula, kalau enggak punya catatan penghasilan, bagaimana juga kita akan bisa mengatur cash flow harian, right? Kalau perlu, miliki satu akun rekening bank khusus yang dipakai untuk menerima fee jasa, sehingga kamu akan lebih mudah lagi nge-trace-nya.
Setelah itu, pahami juga bahwa ada yang namanya penghasilan kena pajak. Kalau setelah dihitung ternyata tidak lebih dari ketentuan penghasilan tidak kena pajak, maka kamu sebagai seorang freelancer bisa bebas untuk tidak membayar pajak.
Tapi, ini bukan berarti lantas kamu nggak perlu lapor ya. Tetap harus melapor, tetapi ada Surat Pemberitahuan Nihil.
4. Mandiri membayar dan melapor
Lalu, gimana cara menentukan besaran pajak yang harus disetorkan, kan kita juga kesulitan untuk menentukan penghasilan yang nggak tetap ini?
Untuk masalah ini, Dirjen Pajak memberikan angka fix pengali yang disebut Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Untuk pekerja lepas di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Palembang, Denpasar, Pontianak, Manado, dan Makassar, besarnya adalah 40% dari total penghasilan selama satu tahun. Di luar kota-kota tersebut dikenakan 35%.
Nah, jadi enggak sulit dong, menentukan pajak pekerja lepas ini ya?
Misalnya, dalam satu tahun–menurut catatanmu–penghasilanmu Rp96.000.000, maka penghasilan neto yang terkena pajak adalah 40% x Rp96.000.000 = Rp38.400.000.
Angka ini nanti masih diperhitungkan dengan penghasilan tidak kena pajak jika kita sudah berkeluarga, ataupun ketika penghasilan sudah dipotong pajak sekalian oleh pemberi kerja.
5. Jangan lupa minta bukti potong
Dari poin 4 di atas, kita jadi tahu deh bahwa penting untuk meminta bukti potong pada klien, jika memang fee kita sudah nett, tanpa pajak lagi. Bukti potong ini nantinya harus dilampirkan saat pelaporan SPT Tahunan sebagai faktor pengurang pajak.
Jadi, jangan sampai lupa untuk diminta ya, bukti potongnya.
Nah, itu dia beberapa hal yang penting untuk diketahui terkait pajak pekerja lepas.
Gimana, masih bingung? Coba cek jadwal kelas finansial online QM Financial yuk, siapa tahu ada kelas pajak yang bisa kamu ikuti. Atau, kalau belum ada, kamu bisa mengusulkannya melalui Instagram QM Financial. Kalau memang banyak yang request, pasti akan dipertimbangkan untuk diadakan. Kamu bisa belajar tentang serba-serbi pajak, dan juga belajar mengisi SPT Tahunan supaya nggak terjadi kesalahan yang nggak perlu.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Contoh Masalah Pajak di Indonesia yang Sering Terjadi
Buat sebagian orang, masalah pajak pribadi memang agak-agak rumit. Memahami peraturannya pun kadang masih kurang paham, masih diminta untuk menghitung sendiri pajak yang dibayarkan dari penghasilannya.
Karena itu, nggak heran, meski sudah dilakukan setiap tahun, masalah pajak pribadi yang muncul kadang ya sama saja. Terjadi lagi, terjadi lagi.
Sebel enggak sih? Ya, sebel. Apalagi kalau ada kurang bayar cukup banyak. Gemes juga rasanya. Tapi ya, gimana lagi kan ya? Itu sudah jadi kewajiban kita untuk membayar pajak, sebagai wajib pajak. Mau nggak mau ya, harus dipenuhi.
Jadi, apa saja sih masalah pajak pribadi yang sering terjadi ini? Jangan-jangan kita juga masih saja melakukannya, berulang kali pula. Yuk, disimak, biar nggak salah-salah terus. Berikut ini adalah contoh masalah pajak di Indonesia yang sering terjadi.
5 Masalah Pajak Pribadi yang Sering Terjadi
1. Tidak merasa perlu melapor pajak
Ada memang yang belum punya kesadaran untuk membayar pajak. Memprihatinkan? Iya. Tapi, inilah tantangan kita semua.
Kalau kamu merupakan salah satu dari mereka yang belum sadar akan arti pentingnya taat membayar pajak, sekarang saatnya kamu untuk menyadari dan memahami, bahwa pajak merupakan tulang punggung negara untuk dapat melaksanakan operasionalnya.
Apalagi di masa-masa sulit–seperti ketika artikel ini ditulis, Indonesia sedang terlanda bencana COVID-19–negara butuh kita untuk bergotong royong demi mengatasi kesulitan bersama. Dengan taat membayar pajak, kita sudah separuh jalan membantu negara agar dapat mencari jalan terbaik untuk kita semua.
2. Tidak melaporkan pajak dari penghasilan lainnya
Ada beberapa orang yang mungkin belum paham, bahwa penghasilan pribadi yang wajib dilaporkan pada negara tak hanya penghasilan berupa gaji dari kantor saja, tetapi juga penghasilan-penghasilan sampingan lainnya. Misalnya, kamu punya side hustle berupa bisnis toko online, atau punya booth kopi franchise, itu semua juga wajib dilaporkan lo.
Pun kamu yang misalnya sering menjadi speaker atau mungkin kamu mengerjakan beberapa gigs based on project dan menghasilkan uang darinya, kamu pun wajib melaporkannya.
Masalah pajak pribadi yang biasanya timbul akibat kelalaian ini adalah ada kekurangan bayar, karena akan ada denda 2% yang dihitung selama 24 bulan dari kekurangan pajaknya. Lumayan juga lo, dendanya apalagi kalau kumulatif.
3. Kesalahan administrasi
Masalah pajak pribadi yang sering terjadi akibat kesalahan administrasi biasanya adalah kesalahan email. Biasanya, banyak yang mempergunakan email bisnis untuk mendaftar efilling, padahal seharusnya kamu menggunakan email pribadi.
Kenapa harus email pribadi? Ya, karena pajak meskipun berkaitan dengan gaji dan kerjaan, tapi itu adalah urusan pribadi. Bukan urusan kantor, tetapi menjadi tanggung jawab kita sendiri. Kalau daftarnya pakai email kantor, nanti kalau kita sudah tidak bekerja di kantor yang sama, gimana dong? Malah jadi susah kan?
Kesalahan admnistrasi lain adalah salah mengisi form laporan SPT. Biasanya yang rancu adalah form SPT Tahunan 1770S untuk yang berpenghasilan lebih dari Rp60 juta per tahun, dan SPT Tahunan 1770SS untuk yang berpenghasilan kurang dari Rp60 juta per tahun. Biasanya ini terjadi, lantaran si wajib pajak salah menghitung penghasilannya sendiri.
Ya, ini juga salah satu risiko dari sistem pelaporan pajak yang self assessment ini sih ya. Kalau kita salah menghitung, ya kita juga yang harus bertanggung jawab.
Kesalahan administrasi lain yang kerap menimbulkan masalah pajak pribadi adalah kesalahan input nomor NPWP. Misalnya, yang dimasukkan no NPWP perusahaan pemberi kerja, alih-alih nomor NPWP si wajib pajak.
Yes, sepele, tapi bikin pusing juga kalau sampai salah.
4. Lupa meminta bukti potong
Ini adalah kesalahan berikutnya yang juga sering terjadi, kita lupa minta bukti potong.
Hal ini rentan terjadi kalau kita lagi ngerjain pekerjaan sampingan. Misalnya, ada proyek. Klien kadang lupa memberikan bukti potong pajak atas fee kita, setelah invoice cair. Nah, kita sendiri juga lupa meminta. Akhirnya, kita harus membayar kekurangan pajak, padahal sebenarnya sudah dipotong terlebih dahulu.
Ini yang kadang bikin membengkak deh, pengeluaran untuk pajaknya.
So, jangan pernah lupa untuk meminta bukti potong untuk kelengkapan pengiriman SPT Tahunanmu ya, termasuk bukti potong dari penghasilan-penghasilan sampingan.
5. Terlalu mepet batas waktu pelaporan
Memang sih, batas waktu pelaporan biasanya ada di akhir Maret. Tapi sebenarnya kita bisa melaporkannya sejak sebulan sebelumnya.
Jangan mepet-mepet batas waktu pelaporan, apalagi kalau kamu melaporkannya secara online. Kasihan server kantor pajaknya, jadi terlalu berat. Nanti malah jadi error, siapa hayo yang pusing sendiri?
Masih bingung ya? Yuk, belajar keuangan, termasuk juga belajar seluk-beluk pajak. Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Serba-Serbi Menjadi Wajib Pajak yang Perlu Diketahui
Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas serba-serbi pajak penghasilan. Nah, dalam artikel ini kita akan membahas serba-serbi mengenai Wajib Pajak. Ya, kita-kita ini.
Kira-kira siapa saja sih yang bisa disebut sebagai Wajib Pajak itu? Dan, apa saja kewajiban kita? Apakah sudah dipenuhi semua, sebagai warga negara Indonesia yang baik?
Enggak tahu jawabannya? Atau, nggak pasti? Nah, makanya, simak artikel ini sampai selesai ya.
Wajib Pajak Itu Siapa?
Wajib Pajak adalah siapa saja yang memenuhi persyaratan untuk menjadi subjek pajak yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak pada pemerintah. Subjek pajak di sini bisa berarti individu ataupun berupa badan usaha.
Sebagai yang memiliki kewajiban, yang bersangkutan bisa bertempat tinggal di dalam wilayah Indonesia, ataupun di luar negeri, tetapi mendapatkan penghasilan dari Indonesia. Nah, makanya ada Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri.
Wajib Pajak Dalam Negeri
Seperti yang disebutkan dalam undang-undang pajak penghasilan, Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 36 Tahun 2008, mereka yang termasuk dalam Wajib Pajak dalam negeri adalah:
- Mereka yang bertempat tinggal di Indonesia.
- Mereka yang menetap di Indonesia sekurang-kurangnya 183 hari dalam 1 tahun pajak.
- Mereka yang memiliki keinginan untuk menetap di Indonesia dalam satu tahun pajak ke depan.
Wajib Pajak Luar Negeri
Mereka yang termasuk ke dalam Wajib Pajak luar negeri, menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
- Orang-orang yang tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun pajak dengan penghasilan pribadi, ataupun melakukan usaha dan kegiatan yang memberinya penghasilan melalui badan usaha di Indonesia.
- Orang-orang yang yang selama 183 hari lebih tidak tinggal di Indonesia, tetapi mendapatkan penghasilan dari Indonesia, meski kegiatannya tidak di Indonesia.
Nah, semoga jelas deh, definisi antara kedua pengertian Wajib Pajak luar negeri itu ya. Memang agak rancu sih, tapi bisa kok dipahami.
Apa Kewajiban Wajib Pajak?
Sebagai warga negara yang baik, kita memiliki beberapa kewajiban, di antaranya:
1. Mendaftar sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan NPWP
NPWP, atau Nomor Pokok Wajib Pajak, merupakan nomor identitas kita, yang dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kewajiban membayar pajak berikut hak-hak yang menyertainya.
Untuk mendaftar dan mendapatkan NPWP, kamu bisa datang ke Kantor Pelayananan Pajak terdekat di kotamu, atau bisa juga ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Atau, kalau kebetulan sambil jalan-jalan, kamu menemui Mobile Tax Unit, kamu juga bisa sekalian mendaftarkan diri.
Untuk kebutuhan zaman now yang serbadigital, Direktorat Jendral Pajak juga menyediakan sarana online untuk mendaftar NPWP ini. Jadi, enggak ada alasan untuk nggak mendaftar ya.
2. Menghitung dan membayar Pajak
Kewajiban keduanya adalah harus menghitung dan membayar pajak pada pemerintah, sesuai dengan pajak terutang yang sudah dihitung.
Untuk menghitung besaran pajak yang harus kita bayarkan, tarifnya adalah sebagai berikut, seperti yang tercantum di undang-undang:
Wajib Pajak dalam negeri:
- Penghasilan sampai dengan Rp50.000.000: 5%
- Penghasilan antara Rp50.000.001 hingga Rp250.000.000: 15%
- Penghasilan antara Rp250.000.001 hingga Rp500.000.000: 25%
- Penghasilan di atas Rp500.000.001: 30%
Untuk Wajib Pajak luar negeri tarif pajak penghasilannya adalah 20%.
Untuk membayar pajak, kamu harus memiliki kode billing terlebih dahulu. Pembuatannya sudah dijelaskan langkah demi langkah di Klikpajak. Cukup mudah diikuti kok.
Setelah mendapatkan kode billing, kita bisa membayar pajak sesuai perhitungan ke bank, kantor pos, ATM, atau yang praktis bisa juga melalui SMS Banking atau Internet Banking. Nggak harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak. Mudah, jadi seharusnya sih enggak telat lagi memenuhi kewajibanmu kan?
3. Laporkan SPT Pajak Tahunan
Setelah menghitung dan membayarkan pajaknya, maka selanjutnya kita berkewajiban untuk melaporkan penghasilan melalui SPT, atau Suprat Pemberitahuan Tahunan.
Sistem dari pelaporan SPT yang berlaku di negara kita adalah self assessment, yang berarti negara memberikan wewenang dan kepercayaan penuh kepada setiap pribadi untuk menghitung, membayar, dan membuat laporan penyetoran pajak.
Demi mempersingkat langkah dan praktisnya, pemerintah juga sudah menyediakan layanan online untuk pelaporan SPT ini. Lagi-lagi, enggak ada alasan untuk tidak bisa melakukannya tepat waktu, ya kan?
Itu dia beberapa hal terkait apa itu yang dimaksud dengan Wajib Pajak dan juga apa saja kewajibannya.
Jadi, apakah kamu sudah melaksanakan kewajibanmu tahun ini? Kalau belum–apalagi kalau masih bingung–kenapa kamu enggak bergabung dengan kelas khusus pajak yang diadakan oleh QM Financial? Yuk, cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial di sini, dan pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
6 Jenis Pajak di Indonesia yang Penting untuk Diketahui
Sebagai warga negara (yang baik), kita tentu tak lepas dari kewajiban untuk membayar pajak. Memang, dalam kehidupan bernegara, pajak merupakan salah satu pemasukan yang menjadi tulang punggung pendapatan negara. Termasuk di Indonesia.
Untuk apa sih kita harus membayar pajak? Ya, pastinya kan kita ingin negara kita bertumbuh dan berkembang. Nantinya, kita sendiri juga yang akan merasakan manfaatnya. Makanya, sebagai warga negara yang baik, kita harus taat pajak.
So, ada baiknya juga kita, sebagai wajib pajak, juga tahu jenis-jenis pajak yang ada di Indonesia. So far, mungkin hanya beberapa saja yang kita tahu ya? Biasanya kita familier dengan jenis pajak yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kita sehari-hari. Yang masuk ke dalam pengeluaran tahunan, iya kan? Yang enggak, ya kurang paham.
Ya enggak apa-apa sih, cukup tahu yang memang jadi kewajiban kita saja itu juga sudah baik. Tapi, kalau bisa tahu beberapa jenis pajak yang lain, enggak ada salahnya juga bukan?
Jadi, mari kita lihat beberapa jenis pajak yang ada di Indonesia. Sekilas saja, tapi ada perlunya kamu paham.
Pajak sebenarnya dibagi ke dalam dua kategori, berdasarkan pengelolanya. Yaitu pajak pusat, yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP), dan pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah–yang kemudian dibagi lagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota, yang administrasinya dipegang oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Nah, mari kita lihat satu per satu.
Pajak Pusat
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan–atau PPh–adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik perseorangan maupun instansi dan badan usaha. Ternyata, jenis pajak penghasilan ini juga banyak, enggak cuma Pajak Penghasilan pribadi doang yang dilaporkan setiap Maret itu lo!
Apa saja? Coba simak deh:
- PPh pasal 15: mengatur pajak penghasilan pelayaran, maskapai, asuransi asing, pengeboran minyak, dan perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan infrastruktur negara.
- PPh pasal 21: mengatur pajak pribadi yang berupa gaji, upah, hadiah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan pekerjaan.
- PPh pasal 22: mengatur pajak perdagangan barang.
- PPh pasal 23: mengatur pajak penghasilan atas modal, hadiah, atau hal lain, selain yang tercakup dalam PPh pasal 21.
- PPh pasal 24: mengatur wajib pajak yang mempergunakan hak pajaknya di luar negeri, agar tidak terjadi pajak ganda.
- PPh pasal 26: mengatur pajak yang dibebankan pada wajib pajak yang memiliki penghasilan di luar negeri, tetapi bukan badan usaha tetap.
Hmmm, banyak ya? Pajak mana yang terbebankan pada kamu? PPh pasal 21-kah?
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan pada setiap jenis barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Gampangannya begini, PPN biasanya dibebankan pada konsumen terakhir terhadap barang atau jasa yang dibelinya tetapi tidak secara langsung, melainkan dibayarkan melalui pedagang atau pengedar barang tersebut. Baru dari pedagang disetorkan pada Dirjen Pajak. Istilahnya mereka ini adalah Pengusaha Kena Pajak.
Di Indonesia, PPN ini besarnya adalah 10% untuk barang yang diperdagangkan dalam negeri, dan 0% untuk ekspor.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Selain PPN, juga ada jenis Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini nih, yang dibebankan dalam kegiatan perdagangan dalam negeri.
Kriteria barang mewahnya seperti apa? Di antaranya:
- Barang yang hanya bisa dibeli oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi
- Barang yang hanya dikonsumsi oleh kelompok orang tertentu.
- Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
- Barang yang dibeli demi status atau gengsi
- Barang yang dapat mengganggu kesehatan atau moral masyarakat.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, yang sudah diubah beberapa kali dan terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Jenis pajak barang mewah ini diatur dan dihitung bersama dengan PPN, karena tidak bisa lepas dari Pajak Pertambahan Nilai itu sendiri.
4. Materai
Jenis pajak keempat yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah bea materai. Biasanya ini dikenakan pada kita yang sedang mengurus surat-surat atau perjanjian yang bernilai tertentu. Ini adalah pajak atas pemanfaatan dokumen.
Ketentuannya:
- Untuk surat-surat penting seperti surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan yang dibuat untuk membuktikan suatu perbuatan atau kondisi yang bersifat perdata, bea materainya Rp6.000
- Untuk surat-surat dan akta-akta notaris dan Pembuat Akta Tanah, bea materainya Rp6.000
- Surat yang memuat jumlah uang, kalau nilainya kurang dari Rp250.000 tidak ada bea materai, antara Rp250.000 – Rp1.000.000 dikenakan bea materai Rp3.000, dan di atas Rp1.000.000 ada bea materai Rp6.000.
5. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan yang dikelola oleh Dirjen Pajak pusat adalah pajak untuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan untuk bangunan di pedesaan dan perkotaan dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga masuk ke pajak daerah.
Hal ini mulai berlaku sejak tahun 2014 yang lalu, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pajak Daerah
1. Pajak Provinsi
Pajak Provinsi adalah jenis pajak yang dikelola oleh pemerinta provinsi, meliputi Pajak Kendaraan–termasuk di dalamnya adalah pajak kendaraan bermotor tahunan, 5 tahunan, bea balik nama, dan sebagainya–Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota
Pajak Kabupaten/Kota merupakan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat II, yaitu kabupaten atau kota. Berupa pajak hotel, hiburan, restoran, reklame, parkir, air tanah, dan sebagainya.
Nah, banyak kan jenis pajak yang ada di Indonesia? Sebagian besar kamu pasti juga sudah familier ya?
Mau belajar lebih jauh tentang pajak? QM Financial juga menyediakan beberapa kelas terkait pajak lo! Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, lalu pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Komponen Gaji Karyawan yang Wajib Dicermati dan Diketahui
Setiap karyawan berhak menerima gaji. Gaji karyawan ini bisa saja berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung di mana ia bekerja, di bagian apa ia bekerja, lamanya bekerja, dan lain sebagainya. Banyak hal memang yang memengaruhi dasar perhitungan gaji karyawan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003,
Namun, yang pasti ada 5 komponen gaji karyawan yang biasanya tercakup setiap bulannya, yang wajib dicermati baik oleh perusahaan maupun oleh karyawan itu sendiri. Apa saja? Kita lihat yuk.
5 Komponen Gaji Karyawan yang Wajib Dicermati
1. Gaji pokok
Gaji pokok merupakan upah dasar yang diterima oleh karyawan, yang besarannya tidak boleh kurang dari 75% dari total gaji karyawan yang diterimakan. Hal ini juga diatur dalam undang-undang lo.
Gaji pokok ini biasanya ditentukan dengan mengacu pada UMR–atau upah minimum regional–dan disesuaikan pula dengan jabatan, wewenang, tanggung jawab serta jabatan karyawan tersebut. Selain itu, juga ada pertimbangan terkait kompetensi karyawan, yang bisa memengaruhi besaran gaji yang akan diterimanya.
2. Tunjangan Tetap
Tunjangan adalah tunjangan atau benefit yang diberikan pada karyawan bersama gaji yang besarannya tidak berubah, dan diberikan secara terus menerus selama karyawan tersebut bekerja di perusahaan yang sama.
Salah satu bentuk tunjangan tetap ini adalah tunjangan jabatan, yaitu tunjangan yang diberikan pada karyawan yang memangku jabatan tertentu dalam perusahaan. Besaran tunjangan jabatan akan tidak berubah, selama karyawan tersebut duduk di posisi yang sama. Jika ia dipromosikan ataupun harus mengalami demosi, maka tunjangan jabatan bisa bertambah, berkurang, atau bahkan hilang.
Selain itu, ada juga beberapa tunjangan yang sebenarnya tidak tetap, tapi menjadi tunjangan tetap jika diberikan secara kontinyu, tanpa memperhatikan–misalnya–kehadiran karyawan. Tunjangan transportasi misalnya. Jika tunjangan transportasi diberikan berdasarkan kehadiran karyawan, maka tunjangan tersebut adalah tunjangan tidak tetap. Tetapi jika diberikan dalam jumlah yang sama setiap bulan, tanpa memperhatikan jumlah kehadiran karyawan, maka tunjangan ini masuk ke dalam tunjangan tetap.
3. Tunjangan Tidak Tetap
Berkebalikan dengan tunjangan tetap, tunjangan tidak tetap yang juga menjadi salah satu komponen gaji karyawan ini adalah tunjangan yang diberikan pada karyawan dengan memperhitungkan elemen-elemen tertentu sehingga besarannya bisa berubah setiap bulannya. Misalnya tergantung pada kehadiran karyawan, banyaknya laba yang bisa didapatkan oleh perusahaan, dan lain sebagainya.
Yang termasuk dalam tunjangan tidak tetap misalnya tunjangan transportasi dan tunjangan makan, yang dihitung berdasarkan presensi atau kehadiran karyawan di tempat kerja.
4. Uang Lembur
Selain adanya tambahan tunjangan tetap dan tidak tetap, ada uang lembur yang juga merupakan faktor penambah pada gaji karyawan.
Uang lembur adalah upah tambahan yang diberikan sebagai imbalan kerja yang dilakukan di luar jam kerja resmi. Uang lembur ini bisa diberikan setiap kali usai lembur, atau bisa juga ditambahkan ke dalam gaji karyawan yang diterima setiap bulan. Jumlah uang lembur yang diterima juga bisa berbeda-beda, tergantung jam lembur dan besaran yang disepakati.
5. Potongan
Selain beberapa faktor penambah, yang terdiri atas tunjangan-tunjangan dan uang lembur seperti yang dijelaskan di atas, ada pula faktor pengurang pada gaji karyawan.
Faktor pengurang ini biasanya adalah potongan pajak penghasilan atau PPh, iuran BPJS–baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Jaminan Hari Tua atau Jaminan Pensiun–, juga jika karyawan mempunyai cicilan utang pada perusahaan, misalnya cicilan KPR, utang kepemilikan kendaraan, hingga kasbon.
Selain yang sudah disebutkan di atas, kadang ada pula potongan gaji karyawan yang menjadi sanksi disiplin, lantaran karyawan yang bersangkutan melanggar peraturan perusahaan. Tentu besarannya tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan, dan juga ditentukan oleh besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan.
Selain kelima komponen di atas, ada pula bonus yang bisa menjadi faktor penambah gaji karyawan yang diterimakan. Misalnya seperti Tunjangan Hari Raya–atau THR, bonus insentif, bonus tahunan, hingga share profit. Kesemuanya besarannya berbeda-beda, tergantung kondisi dan kebijakan perusahaan masing-masing.
Nah, bagaimana? Sudah dicek slip gaji masing-masing? Apakah kelima (plus satu) komponen gaji karyawan di atas sudah termasuk di dalamnya?
Tertarik untuk mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.