7 Alasan Mengapa Seharusnya Perempuan Mandiri Finansial
Tanggal 8 Maret diperingati sebagai International Women’s Day–sebuah perayaan untuk memperingati persamaan hak-hak perempuan. Bukan lantas perempuan harus menguasai dunia, atau makna-makna harfiah lain. Bukan. Ini bukan kompetisi perempuan dan laki-laki, melainkan sebuah awareness bahwa kita, perempuan, harus punya daya dan kekuatan untuk melakukan apa saja yang ingin dan seharusnya kita lakukan. Menjadi perempuan mandiri finansial.
Nggak bisa mungkir kan, bahwa di suatu belahan dunia, masih ada perempuan yang belum berdaya; entah tertelikung oleh budaya, mindset, hingga dirinya sendiri. Kita harus mengakui, bahwa belum banyak perempuan mandiri di dunia ini–termasuk di Indonesia.
Sedihnya, masih banyak yang beranggapan, perempuan mandiri adalah perempuan yang enggak butuh partner hidup. Hvft, so shallow. Bukan di situ poinnya. Ada banyak alasan, mengapa seharusnya perempuan itu mandiri–apalagi perempuan mandiri finansial. Itu harus! Terlepas dari statusnya sebagai apa pun, masih lajang atau sudah berkeluarga, perempuan harus bisa mandiri finansial.
7 Alasan Mengapa Seharusnya Perempuan Mandiri Finansial
1. Bisa berperan sebagai pencari nafkah keluarga
Saat kita sudah berkeluarga, pada umumnya, tugas untuk mencari nafkah secara otomatis akan menjadi tugas utama suami, sebagai kepala keluarga. Sebagai istri, perempuan akan menjadi partner mengelola keuangan keluarga.
Itu yang jamak terjadi. However, setiap keluarga pasti punya impian, cita-cita, dan tujuan keuangan. Membebankan seluruh pemasukan hanya di pundak suami saja, tentu enggak salah–sepanjang sudah menjadi kesepakatan bersama. Tetapi, para suami ini didampingi oleh seorang perempuan mandiri finansial, pastilah keluarga akan lebih kuat keuangannya; lebih cepat mencapai tujuan keuangan.
Yang pasti, jika ada sesuatu yang menimpa pencari nafkah utama *knocks on wood* sebagai istri, seorang perempuan mandiri finansial bisa dengan sigap mengambil alih tugas sebagai pencari nafkah keluarga.
Tentunya, lagi-lagi, ini seharusnya sudah disepakati bersama ya.
2. Siap menghadapi kebutuhan yang selalu bertambah
Kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktu, sesuai dengan tahapan hidup yang kita lalui. Dari lajang, menikah, kemudian jadi mahmud abas (mamah muda anak baru satu), lalu jadi dua anak, tiga anak, dan seterusnya, kebutuhan akan selalu menyesuaikan.
Jika seorang perempuan dapat mandiri secara finansial, maka ia akan dapat menyesuaikan dengan kondisi yang berubah setiap waktu. Karena seorang perempuan mandiri finansia biasanya juga paham, bagaimana cara mengelola keuangan dengan baik. Dia akan dapat merencanakan langkah-langkah antisipasi, agar keuangan keluarga tetap stabil sembari memenuhi kebutuhan yang selalu bertambah.
3. Meningkatkan rasa percaya diri
Seorang perempuan mandiri finansial juga akan lebih percaya diri, karena mereka yang mandiri biasanya memiliki satu ciri khas: tidak mau tergantung pada orang lain. Mereka bisa mengambil keputusan secara bebas, berdasarkan pemikirannya dan mau bertanggung jawab atas keputusannya tersebut.
Demikian pula seorang perempuan mandiri finansial. Ia akan tahu, apa yang dimau dan diinginkannya, dan pasti tujuannya juga baik–demi keluarga, orang yang dicintainya, maupun dirinya sendiri.
4. Siap menghadapi masa pensiun
Seorang perempuan mandiri finansial akan siap menghadapi masa pensiun lebih daripada mereka yang kurang mandiri.
Biasanya ia juga sudah punya rencana, pengin menghabiskan masa pensiun seperti apa, dengan siapa, di mana, dan mengerjakan apa. Bahkan saat masuk ke usia pensiun pun, biasanya mereka juga masih akan terus berkarya, meskipun sudah tidak berorientasi pada penghasilan berupa uang lagi.
Seorang perempuan mandiri finansial siap untuk memutus mata rantai sandwich generation.
5. Bisa merdeka menentukan perkembangan diri sendiri
Tentu saja, karena mandiri secara finansial, seorang perempuan akan dapat menentukan ingin ke arah mana ia berkembang.
Pastinya setiap orang ingin bertumbuh menjadi lebih baik kan? Hal ini bisa dengan mudah dicapai jika seseorang sudah mandiri secara finansial. Kalau tidak, ya susah juga–karena untuk berkembang, kita akan butuh modal. Harus realistis kan?
6. Salah satu bentuk self love
Yash, enggak perlu memamerkan lipatan lemak di perut untuk di-posting di media sosial untuk bisa menunjukkan bahwa kita mencintai diri sendiri. Salah-salah, malah dilaporkan melanggar UU ITE. #ups
Menjadi perempuan mandiri finansial juga bisa menjadi salah satu cara untuk mencintai diri sendiri. Dengan bisa memenuhi kebutuhan sendiri, kita sudah membuktikan bahwa kita punya self love.
Kan, untuk bisa membahagiakan orang lain, kita harus membahagiakan diri sendiri lebih dulu, betul?
7. Menjadi inspirasi untuk yang lain
Tentu saja sosok perempuan mandiri finansial selalu bisa menjadi inspirasi bagi perempuan lain yang ingin berdaya juga. Bisa jadi contoh yang baik dan nyata, enggak omong doang.
Karena itu, tunjukkan bahwa kita melek literasi keuangan, dan sebarkan semangat yang sama untuk orang-orang di sekitar kita.
Yash! So, happy International Women’s Day untuk semua perempuan di dunia.
Sudah waktunya kita untuk menjadi perempuan mandiri finansial–bisa memenuhi kebutuhan diri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan punya tujuan keuangan yang jelas. Karena dengan demikian, kita bisa membahagiakan orang-orang yang kita cintai, dan tentunya, diri kita sendiri.
Kamu pun bisa belajar untuk menjadi perempuan mandiri finansial dengan ikut serta di kelas-kelas finansial online QM Financial. Cek jadwalnya, dan pilih sesuai kebutuhanmu ya!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Sandwich Generation, Begini 5 Cara Memutus Mata Rantainya
Istilah ‘sandwich generation’ pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy Miller, seorang pekerja sosial, yang menyoroti begitu banyaknya pekerja perempuan usia 30 – 40 tahun yang terimpit harus membiayai hidup anak dan orang tua yang sudah lanjut, di tahun 1981.
Waktu itu, banyak perempuan yang menunda untuk punya anak karena adanya tanggungan keluarga besar itu. Semakin ke sini, akhirnya istilah sandwich generation ini tak hanya berlaku untuk para perempuan saja, tetapi juga laki-laki.
Sandwich generation dipakai untuk menyebut mereka yang–bagaikan isi sandwich–terimpit di tengah, harus menanggung kebutuhan hidupnya sendiri, anak-anaknya, dan orang tua yang sudah memasuki masa pensiun tetapi tanpa penghasilan apa pun.
Hal ini sebenarnya bukan hal baru apalagi di Indonesia. Sudah wajar banget rasanya, kalau anak-anak yang sudah memasuki masa produktif jadi menanggung kebutuhan hidup orang tuanya juga. Hal ini dikarenakan adanya budaya dan semacam kewajiban bagi anak untuk berbakti dan “membalas budi” pada orang tua. Padahal rata-rata ya mereka yang masuk ke usia produktif zaman sekarang ini sudah berkeluarga juga.
Sebenarnya ini enggak masalah, asalkan kita memang mampu secara keuangan. Enggak ada salahnya kok membantu orang tua atau saudara. Kan kita hidup juga untuk saling tolong. Namun, hal ini akan menjadi beban kalau kita sendiri juga belum sehat secara keuangan.
So, adalah PR buat kita–para milenial–untuk bisa memutus mata rantai sandwich generation ini, dan tidak membebankan diri kita pada anak-anak kita kelak. Ingat, di masa depan, anak-anak kita sudah punya keluarga dan kehidupan sendiri lo! Masa tega sih, menambah beban mereka?
Terus, gimana caranya memutus mata rantai sandwich generation ini? Mari kita lihat.
5 Cara Memutus Mata Rantai Sandwich Generation
1. Persiapkan masa pensiun sebaik mungkin
Kata kunci untuk memutus mata rantai sandwich generation adalah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya.
Harus dipahami bahwa harapan kita hidup akan lebih panjang ketimbang masa produktif kita. Artinya, akan ada masa ketika kita sudah lelah mencari uang. Ada masanya, kita pengin istirahat sambil menikmati hidup, menikmati hasil kerja kita bertahun-tahun sebelumnya.
Namun, mana bisa menikmati hidup kalau kita enggak siap dengan bekalnya. Inilah yang menjadi akar penyebab sandwich generation. So, di sinilah kuncinya. Persiapan.
Ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini pada diri sendiri:
- Pengin melewatkan masa pensiun di mana?
- Masa pensiun seperti apa yang kamu harapkan?
- Di masa pensiun, masih boleh lo kalau mau mengerjakan sesuatu. Ada rencana apa?
- Akan hidup dengan apa di masa pensiun nanti?
2. Punyai rencana investasi sedini mungkin
Banyak dari kita yang males-malesan mikirin masa pensiun. Rasanya masih jauh banget. Padahal kalau kita bisa mempersiapkan sejak dini, itu justru akan meringankan beban kita lo. Kalau investasinya dimulai sejak 40 tahun sebelum pensiun pastinya akan lebih mudah kan, ketimbang mesti “mengejar ketinggalan” saat 5 tahun menjelang masa pensiun? Istilahnya, sudah terlambat.
Tapi meski begitu, terlambat masih lebih baik ketimbang enggak sama sekali, bukan? Jadi, ayo, berapa pun sisa waktumu sekarang, segera deh punyai rencana pensiun yang mantap, supaya hidup kita terjamin dan nggak perlu membuat anak-anak kita menjadi sandwich generation berikutnya.
3. Berbagi peran dengan saudara
Jika kamu memiliki saudara kandung dan sudah berpenghasilan juga, ada baiknya kamu berbagi beban dengannya. Semua anak–jika memang orang tua harus dibantu–sebaiknya ikut memikul beban tanggung jawab yang sama. Tidak hanya satu orang saja yang harus terbebani.
So, coba ajak saudara-saudara untuk berdiskusi bagaimana baiknya.
4. Miliki penghasilan sampingan
Selain merencanakan investasi sedini mungkin, ada baiknya juga–jika kamu sekarang adalah seorang karyawan–untuk mencoba memiliki penghasilan sampingan.
Mulailah dari menekuni apa yang menjadi minatmu. Di masa depan nanti, penghasilan sampingan ini bisa jadi salah satu alternatif memberikan uang saku untuk memenuhi kebutuhan hidup. Enggak hanya uang yang didapat, tetapi juga kepuasan. Di hari tua, kita jadi bisa mandiri dan enggak membuat anak-anak kita menjadi sandwich generation, sepeti halnya kita sekarang.
Oke kan? So, coba cari ide ya, dari sekian hal yang kamu suka lakukan.
5. Miliki gaya hidup yang sewajarnya
Yang biasa terjadi memang, gaya hidup mengikuti penghasilan yang kita miliki. Kalau penghasilan sebatas gaji UMR, ya gaya hidupnya minimalis. Begitu naik gaji, eh … lifestyle ikut naik.
Sekarang bisa saja gaji belasan juta, gaya hidup juga sama. Tapi, ingat, nanti di masa pensiun seenggaknya kita harus punya uang sebesar 70% dari gaji terakhir untuk bisa pensiun dengan gaya hidup yang enggak terlalu berbeda dengan sebelumnya. Nah, kira-kira, bisa enggak kita nanti earn money minimal sebesar 70% gaji sekarang itu, untuk membiayai gaya hidup kita nanti?
Kalau enggak bisa, ada baiknya disesuaikan saja. Hiduplah sewajarnya sejak sekarang, sehingga nanti ketika tiba masa pensiun, kita jadi enggak kaget lagi. So, kita pun enggak “memaksa” anak-anak kita untuk menjadi sandwich generation akibat gaya hidup kita yang enggak masuk akal.
Nah, gimana nih? Siap untuk memutus mata rantai sandwich generation? Semangat ya! Yang penting, selalulah punya rencana. Ajak partner hidupmu untuk merencanakan masa depan berdua.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Dana Pensiun: Cukupkah dengan Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua dari BPJS Ketenagakerjaan?
Program dana pensiun apa yang sudah Anda punyai saat ini? Jaminan Pensiun? Jaminan Hari Tua dari BPJS Ketenagakerjaan?
Jika kita adalah seorang pegawai negeri sipil atau karyawan BUMN, wajar memang jika kita tak menempatkan dana pensiun pada prioritas literasi keuangan kita. Pemerintah telah menjamin kehidupan kita pascakerja dengan memberikan uang pensiun yang dapat kita terima setiap bulan.
Namun, tahu nggak sih, bahwa dana pensiun dari kantor saja tidak akan menjamin kita bisa pensiun sejahtera? Bahkan jika sudah punya Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua dari BPJS Ketenagakerjaan pun. Kok bisa begitu?
Mari kita lihat mengenai Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua itu sendiri.
Jaminan Pensiun
Jaminan Pensiun merupakan program jaminan sosial untuk mempertahankan gaya hidup yang dijalankan oleh karyawan selepas masa kerja dan memasuki usia pensiun, mengalami cacat total, ataupun meninggal dunia. Iurannya sebesar 3% saja dari penghasilkan setiap bulannya, yang akan ditanggung oleh perusahaan sebesar 2% dan karyawan sebesar 1%.
Yang menjadi dasar perhitungan pemotongan untuk iuran Jaminan Pensiun ini adalah gaji pokok dan tunjangan tetap yang diterima karyawan. Namun, ada batas maksimal yang berlaku untuk besaran gaji ini, yaitu Rp8.094.000, yang mulai berlaku pada bulan Maret 2018 lalu. Jadi jika ada yang menerima gaji lebih dari itu, maka yang diperhitungkan hanya sampai Rp8.094.000 itu.
Padahal, seperti yang kita tahu, gaya hidup karyawan di Indonesia itu biasanya mengikuti penghasilan yang diterimanya. Jadi, kalau selama bekerja kita sudah menerima gaji lebih dari Rp8.000.000, maka mau tidak mau, saat pensiun kita harus puas dengan uang Jaminan Pensiun yang kita terima berdasarkan perhitungan gaji Rp8.094.000.
Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua adalah program pensiun dengan manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat karyawan telah memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, ataupun meninggal dunia.
Program ini dijalankan dengan sistem tabungan hari tua, yang besarannya adalah 5,7% dari upah dengan rincian 2% ditanggung pekerja sedangkan 3,7% ditanggung perusahaan/pemberi kerja. Jaminan Hari Tua akan memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 56 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Akumulasi dari iuran Jaminan Hari Tua selama 30 tahun dengan asumsi bunga 12% dan asumsi kenaikan gaji 10% per tahun, diperkirakan hanya akan memberikan replacement rate (rasio penghasilan setelah pensiun relatif terhadap gaji bulan terakhir sesaat sebelum pensiun) lebih kurang 16% dari gaji bulan terakhir.
Sedangkan ketentuan berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK-13), untuk masa kerja 30 tahun pada usia pensiun, jumlah yang diperoleh sebesar 32.2 kali gaji terakhir, atau ekuivalen dengan replacement rate lebih kurang sebesar 22% dari gaji bulan terakhir.
Jadi untuk kedua program wajib pemerintah dimaksud, seorang karyawan yang bekerja 30 tahun, ia hanya akan memperoleh pensiun yang ekuivalen dengan 38% dari gaji bulan terakhirnya.
Apakah ini cukup?
Standar Kesejahteraan Masa Pensiun
Kesejahteraan hidup di masa pensiun, terutama yang berasal dari uang pensiun, dapat diukur dengan suatu besaran yang disebut replacement rate, yaitu perbandingan antara penghasilan selama masa pensiun dengan penghasilan terakhir sesaat sebelum pensiun.
Para ahli memperkirakan bahwa replacement rate yang dianggap memadai untuk mempertahankan kualitas hidup yang sama, sebelum dan setelah pensiun, berkisar antara 70% sampai 80% dari penghasilan terakhir seseorang sesaat sebelum pensiun.
70% dan 38%. Hmmm, pastinya kita sudah tahu nih, cukupkah hanya mengandalkan Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua untuk hidup sejahtera di masa pensiun?
Tertarik mengundang QM Financial untuk membantu persiapan dana pensiun di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.