Resolusi Tahun Baru 2020 untuk Kondisi Keuangan yang Lebih Sehat
Selamat tahun baru 2020! Semoga tahun ini menjadi tahun yang lebih baik dibandingkan tahun 2019 kemarin! Sudahkah kamu mereview bagaimana kondisi keuanganmu di 2019? Adakah yang ingin kamu perbaiki di tahun 2020 ini? Bisa jadi resolusi tahun baru yang oke tuh, kalau kamu punya rencana keuangan yang baik untuk dijalankan tahun ini.
Kalau kondisi keuangan kamu di tahun 2019 kemarin masih belum sehat, maka sekaranglah waktu yang tepat untuk menyusun resolusi tahun baru, agar kondisinya menjadi lebih baik. Enggak perlu muluk-muluk atau terlalu jauh kok.
Coba kamu simak saja 7 resolusi tahun baru, yang sudah dirumuskan oleh QM Financial berikut ini. Mungkin bisa memberimu ide, atau bisa saja langsung dimasukkan sebagai salah satu daftar resolusi tahun baru kamu.
7 Resolusi Tahun Baru untuk Kondisi Keuangan yang Lebih Sehat di Tahun 2020
1. Mencatat
Buat yang di tahun-tahun sebelumnya–enggak cuma di tahun 2019–malas mencatat kondisi keuangan, yuk, sekarang mulai ubah kebiasaannya.
Mulailah dari mencatat pengeluaranmu setiap hari, baik yang dengan uang cash maupun cashless. Punyai satu buku agenda khusus untuk mencatat, atau kamu juga bisa memanfaatkan aplikasi di smartphone kamu. Mana saja yang nyaman, boleh.
2. Punyai tujuan keuangan yang riil
Kalau kamu belum punya tujuan keuangan di tahun 2019, maka di tahun 2020 ini kamu seharusnya sudah mulai punya.
Apa sih yang pengin kamu capai? Tetapkan tujuan jangka pendek (< 5 tahun), menengah (5 – 10 tahun), hingga jangka panjang (> 10 tahun) versi kamu. Wujudkan mimpi-mimpimu, dan perhitungkan apakah kamu perlu biaya untuk mewujudkan semua keinginanmu itu.
Jadikan ini sebagai tujuan keuanganmu yang riil. Setelah kamu mempunyai tujuan, tentunya akan mudah untukmu membuat rencana untuk benar-benar mewujudkannya kan?
3. Punyai gaya hidup yang lebih baik
Barangkali kamu punya kebiasaan atau gaya hidup yang kurang sehat di tahun 2019?
Nah, ini waktu yang baik juga untuk mengubahnya. Termasuk jika kamu punya kebiasaan kurang sehat dalam hal keuangan.
Mungkin kamu mulai rajin lagi ke gym, supaya iuran membership-mu enggak sia-sia? Atau, misalnya saja, iya kamu sudah bisa menabung atau berinvestasi Rp500.000 per bulan di tahun 2019. Tapi kamu juga menghabiskan uang rata-rata Rp1.300.000 buat ngopi dan nongkrong setiap bulan.
Well, gimana kalau untuk tahun 2020 ini, kamu ubah kondisinya? Kamu menabung Rp1.300.000 setiap bulan, dan buat nongkrong, cukuplah dengan Rp500.000 saja?
Tentunya kamu bisa menyesuaikannya dengan kondisimu secara riilnya ya. Yang pasti, buat dirimu sendiri lebih sehat tahun ini. Dengan begini, kamu juga akan lebih cepat mencapai tujuan keuanganmu yang sudah kamu tetapkan seperti di poin kedua di atas.
4. Bebas utang konsumtif
Lalu bagaimana dengan kondisi utang di tahun 2019? Apakah masih banyak utang konsumtif yang enggak perlu?
Yuk, perbaiki sebagai resolusi tahun baru di tahun 2020! Coba buka lagi review keuanganmu untuk 2019 yang lalu. Apa saja sih yang kamu beli dengan cara utang atau mencicil? Apakah barang tersebut memang kamu butuhkan, sedangkan harganya cukup mahal sehingga kamu perlu untuk berutang?
Atau kamu hanya pengin saja belanja? Karena ada promo cashback? Bisa belanja bonus planner?
Ubah kebiasaan belanja impulsif–apalagi dengan berutang–di tahun 2020 yuk!
5. Mulai/tambah aset investasi
Buat yang sudah mulai investasi di tahun 2019 kemarin, bravo! So, tahun ini, kamu harus bisa melanjutkan rencana investasimu. Bahkan, sebagai resolusi tahun baru, kamu bisa menambah aset investasi lagi.
Kalau kemarin sudah mulai dengan reksa dana, bagaimana jika tahun ini kamu mulai investasi saham?
Kalau seumpama, tahun kemarin kamu belum mulai investasi karena berbagai alasan, maka tahun ini juga tahun yang baik untuk mulai lo!
6. Belajar keuangan lebih banyak
Agar kondisi keuanganmu lebih baik di tahun 2020, maka ada baiknya juga kamu belajar lebih banyak lagi mengenai literasi keuangan.
Mungkin kamu bisa mengusulkan ke pihak HR di kantor tempat kamu bekerja untuk mengadakan pelatihan karyawan khusus untuk keuangan? Enggak cuma kamu sendiri kan yang bisa belajar. Belajar ramai-ramai itu seru banget lo!
QM Financial bisa banget menolong perusahaanmu untuk mengadakan training keuangan, agar karyawan semakin terampil mengelola keuangan pribadi masing-masing.
7. Tambah penghasilan
Nah, ini juga bisa menjadi salah satu resolusi tahun baru yang oke nih, demi kesehatan keuangan di tahun 2020.
So, kamu punya hobi apa? Kamu bisa mulai dari hobi kamu itu lo, untuk menambah penghasilan. Kelola waktu luangmu, biar enggak cuma nongkrong-nongkrong unfaedah doang. Siapa tahu, bisa buat nambah tabungan kan?
Nah, sudah ada 7 resolusi tahun baru untuk kondisi keuangan yang lebih sehat di tahun 2020. Kamu punya resolusi yang lain? Mau share dengan QM Financial? Boleh lo, langsung ditulis saja di kolom komen ya!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Joker & Mental Health: Apakah Kecemasan Finansial Juga Berpengaruh pada Kesehatan Mental?
Pas banget dunia sedang merayakan World Mental Health Day 10 Oktober lalu, saya juga menyempatkan diri untuk nonton film Joker. Berbekal review dari beberapa akun film di Twitter yang saya follow, dan juga rekomendasi teman-teman moviegoers, saya berangkat ke bioskop dengan sedikit keraguan: apakah saya akan baik-baik saja selepas nonton film satu ini nanti?
Ternyata, ya saya baik-baik saja. Namun, tak pelak film Joker jadi membuat saya berpikir (terlalu) jauh mengenai kesehatan mental, terutama yang berawal dari anxiety atau kecemasan yang berlebih.
Anxiety Awal Semua Penyakit Mental?
Kalau sudah nonton filmnya, pasti bisa merasakan bahwa penyakit Pseudobulbar Affect yang diderita oleh Joker akan muncul gejalanya saat yang bersangkutan sedang mengalami kecemasan. Saat dia ditegur oleh ibu-ibu di bus, saat dia menyaksikan 3 orang sedang ngebully seorang perempuan yang naik kereta sendirian, saat dia diminta naik panggung standup comedy, dan seterusnya. Gejalanya muncul selalu di saat yang tidak tepat.
Nah, bayangkan kalau pada dasarnya kita punya tingkat kecemasan yang berlebih, seperti Joker yang selalu mendapatkan perundungan dari sekitarnya. Sudah begitu, dia juga dipermalukan dan disiarkan di televisi lagi. Bisa jadi gejala PBA yang diderita oleh Joker yang diakibatkan oleh cedera otak itu akan terus terjadi.
Anxiety atau kecemasan memang rasa-rasanya hampir selalu menjadi akar masalah dari setiap gangguan kesehatan mental. Rasa cemas berlebih ini lantas bisa jadi stres, depresi, hingga memicu penyakit-penyakit mental lain bermunculan. Kalau mau dianalogikan dengan penyakit tubuh, mungkin bisa dibandingkan dengan tekanan darah tinggi ya?
Ah, entahlah. Saya toh bukan psikolog maupun dokter. Semuanya saya hubungkan berdasarkan logika sederhana seseorang yang kadang suka merasa cemas berlebihan dan hobi overthinking.
Tapi, sebenarnya hal ini bisa saja terjadi pada setiap orang. Yakin deh setiap dari kita punya kecemasan terhadap sesuatu—hanya saja levelnya berbeda dan juga kita masing-masing punya cara untuk mengatasinya.
Lalu, Bagaimana dengan Kecemasan Finansial?
Memangnya, apa yang biasanya membuat orang merasakan cemas secara finansial?
Ya, sepertinya sama saja sih: kalau nggak punya duit. Duit untuk apa? Itu dia yang mungkin berbeda untuk setiap orang. Ada yang cemas nggak punya duit untuk makan besok pagi, untuk sekolah anak-anak, untuk beli rumah sendiri, untuk liburan, untuk bekal pensiun, dan sebagainya.
Apakah kamu masih punya satu dua hal yang menjadi pangkal kecemasan finansialmu sekarang ini?
Jujur sih, kalau saya masih concern tentang dana pensiun. Rasanya saya masih belum punya bekal apa pun sampai sekarang, padahal yang namanya waktu itu semakin merangkak mendekati senja. Iya, saya telat sih sadar bahwa saya butuh dana pensiun. Saat sadar, ya langsung saja ambil beberapa langkah untuk mengamankan masa depan saya itu.
Pertanyaannya: jika kita mengalami kecemasan finansial, lalu diabaikan atau dianggap remeh, mungkinkah kemudian bisa mengakibatkan kesehatan mental kita terganggu?
Jawabannya: mungkin banget. Misalnya saja, cemas akan masa pensiun. Sampai hampir tiba masa pensiun, kita tetap tidak bisa memastikan bahwa kita akan baik-baik saja setelah ini. Gimana dong rasanya? Stres? Bisa jadi banget. Selanjutnya? Entahlah. Hanya waktu yang menjawab, apakah kita akan baik-baik saja.
Karena itu, setiap orang mestinya mencegah kecemasan finansial ini terjadi. Bagaimana caranya?
1. Pastikan kita punya rencana keuangan
Adalah penting bagi setiap orang untuk punya rencana keuangan. Kapan sebaiknya orang mulai punya rencana keuangan? Secepatnya, sejak ia bisa menghasilkan uang sendiri.
Saya telat punya rencana keuangan. Tapi terlambat masih lebih baiklah, ketimbang tidak ada sama sekali sampai sekarang. Setidaknya, kalau boleh dibilang, saya sudah mengurangi satu tingkat level kecemasan finansial yang berpotensi membuat kesehatan mental saya terganggu.
So, bagaimana denganmu? Apa kecemasan finansial terbesar kamu? Kalau sudah ketemu akar permasalahannya, segera deh susun rencana keuangan. Selalulah berawal dari #TujuanLoApa, dan kemudian kamu bisa merencanakan jalan menuju tujuan keuangan itu.
2. Pastikan kita punya pengetahuan literasi keuangan yang cukup
Rencana keuangan enggak akan jalan tanpa pengetahuan keuangan yang cukup. Mungkin malah ngeblank, dan akan jadi masalah kecemasan baru lagi.
Misalnya, saya tahu bahwa problem utama kecemasan finansial saya adalah enggak punya dana pensiun. Tapi, dengan apa saya bisa membuat dana pensiun? Padahal, kebutuhan dana pensiun itu bisa miliaran!
Nah, kan. Jadi stres lagi deh.
Makanya punya pengetahuan keuangan yang cukup ini penting banget. Berbekal pengetahuan, kita jadi mengenali berbagai produk keuangan yang bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan keuangan kita.
Butuh membuat dana pensiun? Berarti coba ikutan kelas investasi. Belajar dari ahlinya langsung kalau perlu. Butuh dana pendidikan? Berarti coba ikut kelas dana pendidikan. Dan, kebetulan banget kan, QM Financial selalu punya kelas finansial online untuk berbagai tujuan keuangan.
Nah, buruan daftar makanya. Biar nggak ketinggalan, sebelum negara api penyakit mental menyerang, seperti halnya Joker.
3. Stick to our financial goals
Tetap berpegang pada tujuan keuangan kita juga akan menyelamatkan kita dari kecemasan finansial. Kalau enggak? Wah, bisa-bisa ambyar semua. Kejadian deh, misalnya, gaji besar utang juga besar lantaran gaji naik lifestyle juga naik.
Percuma juga sudah membuat rencana dan punya pengetahuan yang cukup mengenai seluk-beluk keuangan, kalau kita sendiri enggak disiplin dan konsisten memegang tujuan keuangan kita. Bener nggak?
So, ayo, kita atasi kecemasan finansial kita masing-masing. Jangan tunggu sampai parah, kayak Joker.
Follow Instagram QM Financial agar mendapatkan tip-tip keuangan praktis dan aplikatif, ikut nonton kalau lagi ada Instagram Live yang membahas berbagai masalah keuangan, dan join di kelas-kelas finansial online-nya.
Sampai ketemu di kelas!
5 Fakta di Balik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di Bulan September 2019
Minggu kemarin, dikabarkan bahwa pemerintah merencanakan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan jumlah yang cukup signifikan. Menteri Keuangan mengusulkan, untuk kelas mandiri III iuran naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000, kelas mandiri II naik dari Rp59.000 menjadi Rp110.000, dan kelas mandiri I–yang paling tinggi kenaikannya–dari Rp80.000 menjadi Rp160.000.
Angka kenaikan ini lebih tinggi daripada yang diusulkan oleh Dinas Jaminan Sosial Nasional (DSJN) sebelumnya, yang mengusulkan masing-masing naik menjadi Rp120.000 untuk kelas I, Rp80.000 untuk kelas II, dan Rp42.000 untuk kelas III.
Tak pelak, hal ini menjadi polemik lagi di masyarakat. Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang baru ini dirasa akan menambah beban masyarakat, terutama bagi mereka para pekerja kelas bawah.
Sebenarnya, ada apa di balik keputusan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini?
1. Defisit meningkat
Sudah pada tahu pastinya, bahwa masalah minusnya keuangan BPJS Kesehatan belum terpecahkan bahkan sejak BPJS Kesehatan resmi hadir di tengah masyarakat.
Menurut data yang dirilis oleh katadata.co.id, di tahun 2014–di awal mulai efektif melayani masyarakat–BPJS Kesehatan telah merugi sekitar Rp3,3 triliun, kemudian naik lagi di tahun 2015 menjadi Rp5,7 triliun. Kenaikan defisitnya semakin besar di tahun 2016, yakni sebesar Rp9,7 triliun. Tahun 2017, defisit BPJS Kesehatan agak terkendali meski tetap bertambah; Rp9,8 triliun, dan angka defisit ini turun di tahun 2018 menjadi Rp9,1 triliun, hingga akhirnya tahun 2019 ini pembengkakannya luar biasa karena diproyeksikan mencapai Rp32,8 triliun.
Wow! Angkanya sangat fantastis untuk defisit di tahun 2019 ini ya? Ada apa gerangan?
2. Iuran BPJS Kesehatan mandiri banyak yang tertunggak
Ternyata, salah satu penyebab defisitnya BPJS Kesehatan di tahun 2019 ini adalah tingkat kepatuhan membayar masyarakat yang terbilang rendah, terutama para peserta mandiri. Untuk peserta kelompok dari perusahaan cenderung lebih tertib, karena langsung dipotong gaji dan disetorkan secara kolektif.
Menelusuri berita dan ulasan-ulasan yang beredar, jumlah peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran ini sangat banyak, yaitu sekitar 11 juta peserta. Lebih menarik lagi, konon, peserta yang menunggak ini berstatus nonaktif di data BPJS Kesehatan, namun di lapangan mereka masih bisa mengklaim penggunaan asuransi kesehatan murah milik pemerintah ini. Hmmm …
Situs Republika juga mengungkapkan beberapa alasan mengapa peserta banyak yang menunggak iuran BPJS Kesehatan, di antaranya:
- Banyak yang mempunyai penghasilan tak menentu
- Malas mengantre, baik mengantre administrasi maupun mengantre di fasilitas kesehatan
- ATM sering offline saat peserta akan bayar iuran BPJS Kesehatan
- Lupa membayar iuran BPJS Kesehatan
- Kecewa dengan layanan asuransi pemerintah ini
Nah, bagaimana dengan kita? Apakah kita juga menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan? Lebih penting lagi, apakah kita menunggak karena salah satu, beberapa, atau bahkan semua alasan di atas?
3. Harus dibarengi dengan perbaikan manajemen
Ibu Sri Mulyani sendiri sempat mengeluhkan kurang tegasnya pihak BPJS Kesehatan terutama soal manajemennya. Kurangnya peraturan konsekuensi penunggakan pembayaran iuran BPJS Kesehatan sempat disoroti sebagai salah satu penyebab lain dari defisitnya asuransi kesehatan milik pemerintah ini.
Singkatnya, sudah tahu pada menunggak, kok bukannya pada ditagih, tapi malah merengek ke pemerintah minta ditolong?
Yah, singkat-padat-dan-jelasnya sih gitu. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan, bahwa manajemen dari dalam BPJS Kesehatan sendiri tampaknya belum maksimal, sehingga Ibu Sri Mulyani pun harus segera mengambil keputusan dan tindakan yang dirasa paling efektif untuk memecahkan masalah defisit yang cukup besar di tahun ini, yaitu dengan menaikkan iuran.
Permasalahannya–dengan melihat beberapa alasan mengapa peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran seperti yang diungkap dalam Republika di atas–apakah solusi menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini menjadi solusi yang tepat?
Hmmm ….
4. Perluasan jangkauan rawat inap
Selain karena penunggakan iuran BPJS Kesehatan oleh para peserta, penyebab lain mengapa pemerintah merasa perlu untuk menaikkan iuran ini adalah keinginan pemerintah untuk memperluas jangkauan rawat inap yang bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Perluasan jangkauan ini diharapkan akan mampu menarik minat para peserta untuk tidak menunggak iuran, sekaligus melayani lebih banyak lagi warga masyarakat hingga ke pelosok.
5. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi kesehatan
Lalu, bagaimana dengan kita sendiri? Pertanyaan terbesarnya adalah, apakah kita sudah benar-benar menyadari arti pentingnya proteksi diri?
Sepertinya belum. Kesadaran untuk mempunyai proteksi, terutama asuransi kesehatan, ini belum mencapai semua lapisan masyarakat. Banyak yang masih punya mindset, rugi banget membayar iuran asuransi kesehatan. Lha wong kita belum tentu sakit tiap bulan kan? Kalaupun sakit ya, paling-paling flu-flu sedikit karena perubahan cuaca yang bisa diobati dengan secangkir teh jahe hangat atau minum obat flu yang banyak beredar di pasaran dengan harga murah, atau sekadar masuk angin yang sembuh hanya dengan kerokan. Nggak perlu harus ke dokter, mengantre pula dengan prosedur rujukan berjenjang.
Kalau memang ini yang menjadi masalah, maka solusinya adalah memberikan literasi keuangan yang lebih banyak pada masyarakat, terutama mereka yang masih belum bisa dijangkau oleh pemerintah–yang belum mengerti arti pentingnya proteksi.
Pembaca web QM Financial sih pastinya sudah sadar betul akan pentingnya proteksi, makanya banyak pula yang selain punya BPJS Kesehatan juga melengkapi diri dengan asuransi kesehatan swasta, ya? Tapi di luar sana banyak lo, yang masih belum mengerti mengapa kita butuh asuransi.
Yuk, sebarkan pengetahuan literasi keuangan yang sudah kita punya, agar semakin banyak yang sadar bahwa asuransi kesehatan itu penting. Infokan juga, bahwa QM Financial punya kelas untuk menambah pengetahuan mengenai pentingnya asuransi kesehatan ini, yang bisa dilihat di Event QM Financial. Atau, untuk lebih praktisnya demi terupdate dengan kelas-kelas finansial online QM Financial, follow aja Instagram QM Financial.