Bagaimana Cara Mengoptimalkan Pemasukan dan Pengeluaran untuk Mencapai Keseimbangan Keuangan yang Sehat
Sudah tanggal tua begini, biasanya baru deh terasa kalau pemasukan dan pengeluaran kita tidak seimbang. Cirinya gampang banget dikenali: uang di dompet tinggal beberapa lembar yang pecahan kecil, atau saldo di e-Wallet tinggal 4 digit, begitu juga dengan saldo di ATM.
Siapa nih yang relate?
Mengapa Pemasukan dan Pengeluaran Kita Tidak Seimbang?
Ada banyak alasan mengapa banyak orang mengalami pemasukan dan pengeluaran uang yang tidak seimbang, di antaranya adalah sebagai berikut.
Kurangnya pengetahuan tentang manajemen keuangan
Banyak orang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang manajemen keuangan dan tidak tahu bagaimana membuat anggaran atau mengelola uang mereka dengan efektif.
Kebiasaan pengeluaran yang kurang efektif
Banyak orang memiliki kebiasaan pengeluaran yang kurang efektif, seperti membeli barang yang tidak diperlukan atau makan di luar terlalu sering.
Tidak adanya anggaran atau bujet
Banyak orang tidak memiliki anggaran atau bujet yang jelas untuk pengeluaran mereka sehingga mereka sering menghabiskan uang mereka tanpa memperhatikan apakah itu dalam batas yang wajar atau tidak.
Pengaruh lingkungan atau teman sebaya (atau media sosial)
Banyak orang terpengaruh oleh lingkungan atau teman sebaya mereka—dan juga media sosial—dalam membelanjakan uang. Mereka mungkin merasa perlu untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan hanya karena teman-teman mereka memiliki barang serupa.
Biaya hidup yang tinggi
Biaya hidup yang tinggi, seperti harga sewa rumah atau biaya pendidikan, bisa membuat seseorang kesulitan untuk menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatannya.
Kebiasaan hidup konsumtif
Kebiasaan hidup konsumtif, di mana seseorang terus-menerus membeli barang-barang baru dan mewah, bisa menyebabkan pengeluaran yang tidak seimbang dengan pendapatan yang dimiliki.
Utang yang menumpuk
Banyak orang memiliki utang yang menumpuk, seperti kredit mobil, kredit rumah, atau kartu kredit yang belum dibayar, dengan cicilan yang terlalu besar. Utang tersebut bisa membuat seseorang kesulitan untuk menyeimbangkan pemasukan dan pengeluarannya.
Dampak yang Bisa Terjadi
Jika pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang, maka akan timbul beberapa konsekuensi yang mungkin akan mempengaruhi keuangan kamu. Apa saja?
Masalah keuangan
Ketidakseimbangan pemasukan dan pengeluaran dapat menyebabkan masalah keuangan yang serius, seperti utang yang menumpuk, kehilangan aset, dan bahkan kebangkrutan.
Stres dan tekanan mental
Masalah keuangan dapat menyebabkan stres dan tekanan mental, karena kamu lantas mungkin merasa cemas, khawatir, atau bahkan depresi karena situasi keuangan yang sulit.
Kesulitan dalam mencapai tujuan keuangan jangka panjang
Jika kamu tidak dapat mengelola keuangan dengan baik, maka mungkin akan sulit bagimu untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang, seperti membeli rumah, pensiun dengan nyaman, atau membiayai pendidikan anak-anak.
Hilangnya kesempatan investasi
Ketidakseimbangan pemasukan dan pengeluaran juga dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan investasi yang baik, karena kamu mungkin tidak memiliki uang yang cukup untuk berinvestasi atau tidak memiliki dana darurat yang cukup.
Hilangnya kepercayaan diri
Jika kamu enggak mampu mengelola keuangan dengan baik, maka mungkin akan merasa rendah diri dan kehilangan kepercayaan diri dalam kehidupan sehari-hari.
So, sampai di sini apakah kamu sepakat, bahwa sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran ini?
Kamu perlu banget untuk memastikan bahwa pengeluaranmu enggak melebihi pemasukan dan memiliki anggaran yang jelas untuk membantumu mengelola uang dengan lebih efektif. Dengan cara ini, kamu dapat menghindari masalah keuangan dan mencapai tujuan keuangan jangka panjang dengan lebih mudah.
Cara Menyeimbangkan Pemasukan dan Pengeluaran
Untuk mengoptimalkan pemasukan dan pengeluaran agar mencapai keseimbangan keuangan yang sehat, kamu bisa mencoba langkah-langkah berikut.
Buatlah anggaran atau bujet yang realistis
Buatlah daftar pendapatan dan pengeluaran bulanan yang detail dan realistis. Buatlah prioritas pada pengeluaran yang penting dan usahakan untuk membatasi pengeluaran pada hal-hal yang tidak terlalu penting.
Pelajari kebiasaan pengeluaran
Perhatikan pengeluaranmu dalam sebulan dan identifikasi kebiasaan pengeluaran yang kurang efektif dan menguras kantong, seperti makan di luar, belanja tidak perlu, atau kegiatan lain yang tidak penting.
Kemudian, coba untuk mengurangi pengeluaran tersebut atau bahkan menghilangkan kebiasaan pengeluaran yang kurang efektif tersebut.
Lakukan pembayaran utang
Jika ada utang yang perlu dibayar, usahakan untuk membayar secepat mungkin dan hindari pembayaran dengan kartu kredit atau pinjaman dengan bunga yang tinggi.
Simpan uang secara teratur
Coba untuk menyisihkan sebagian dari pendapatanmu setiap bulan untuk disimpan dalam rekening tabungan. Kamu bisa memulai dengan menyisihkan sekitar 10% dari pendapatan bulanan sebagai tabungan.
Dengan cara ini, kamu akan terbiasa untuk mengalokasikan sebagian dari pendapatan untuk masa depan dan juga sebagai dana darurat jika terjadi sesuatu yang tidak terduga.
Cari sumber penghasilan tambahan
Cari peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan, seperti bekerja paruh waktu atau mengambil pekerjaan sampingan yang sesuai dengan waktu luangmu. Ini bisa membantu menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran bulanan sehingga dapat mengurangi tekanan finansial.
Hindari utang baru
Jangan menambah hutang baru kecuali jika itu benar-benar diperlukan. Ingatlah bahwa utang akan memberikan beban finansial yang lebih besar dan mempengaruhi keseimbangan keuanganmu.
Review dan evaluasi keuangan secara berkala
Review keuanganmu setiap bulan dan evaluasi apakah anggaran yang sudah dibuat berhasil dicapai atau tidak. Jika tidak, coba cari tahu apa yang salah dan cari solusinya.
Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, kamu dapat mengoptimalkan pemasukan dan pengeluaran untuk mencapai keseimbangan keuangan yang sehat. Selalu ingatlah untuk memprioritaskan pengeluaran yang penting dan menghindari pengeluaran yang kurang efektif.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
16 Tipe Kepribadian MBTI dan Kebiasaan Keuangan Masing-Masing: Kamu yang Mana?
Tipe kepribadian berdasarkan Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) sering kali menjadi “alat” untuk memahami berbagai karakter, termasuk bagaimana masing-masing mengelola keuangan.
Nah, yang kayak gini memang menarik sih. Mirip dengan cocoklogi antara zodiak dan kecenderungan karakter yang dimiliki. Mau percaya atau tidak, kembali saja ke masing-masing. Kalau baik ya boleh diambil, enggak ya tinggalkan saja. Ya kan?
Faktanya, karakter seseorang itu memang memengaruhi bagaimana kebiasaan keuangannya kok. So, dengan mengenali kebiasaan keuangan yang umum ditemukan pada tipe kepribadian kamu, maka bisa saja membantu mengoptimalkan pengelolaan dana dan mengembangkan strategi investasi yang sesuai.
So, dalam artikel kali ini, kita akan membahas karakteristik kebiasaan keuangan yang dimiliki oleh masing-masing tipe kepribadian MBTI, serta bagaimana pemahaman tentang tipe kepribadian ini dapat membantu individu mencapai tujuan keuangan mereka dengan lebih efektif.
Apa Itu Tipe Kepribadian MBTI?
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah alat psikologi populer yang digunakan untuk mengukur preferensi kepribadian. MBTI didasarkan pada teori psikologis yang dikembangkan oleh Carl Gustav Jung dan lebih lanjut diperluas oleh Isabel Briggs Myers dan Katharine Cook Briggs. Tujuannya adalah untuk membantu seseorang memahami diri mereka sendiri dan orang lain dengan lebih baik, serta untuk meningkatkan komunikasi dan kerja sama di berbagai aspek kehidupan.
MBTI mengklasifikasikan individu ke dalam 16 tipe kepribadian yang berbeda, yang masing-masing terdiri dari empat preferensi kepribadian:
- Energi (Ekstraversion [E] atau Introversion [I]): Preferensi ini menggambarkan bagaimana seseorang mendapatkan dan memfokuskan energi mereka, baik dari dunia luar dan interaksi dengan orang lain (Ekstraversion) atau dari dunia dalam dan pemikiran serta perenungan (Introversion).
- Pengumpulan Informasi (Sensing [S] atau Intuition [N]): Preferensi ini menggambarkan bagaimana seseorang mengumpulkan dan memproses informasi, baik melalui pengalaman langsung dan fakta konkret (Sensing) atau melalui hubungan dan pola yang abstrak (Intuition).
- Pengambilan Keputusan (Thinking [T] atau Feeling [F]): Preferensi ini menggambarkan bagaimana seseorang membuat keputusan, baik dengan menganalisis logika dan kriteria objektif (Thinking) atau dengan mempertimbangkan nilai-nilai dan dampak emosional pada diri sendiri dan orang lain (Feeling).
- Struktur Kehidupan (Judging [J] atau Perceiving [P]): Preferensi ini menggambarkan bagaimana seseorang mengatur kehidupan mereka dan menghadapi dunia luar, baik dengan merencanakan dan membuat keputusan yang tegas (Judging) atau dengan menjaga fleksibilitas dan menjalani hidup dengan cara yang lebih spontan (Perceiving).
Kombinasi dari keempat preferensi ini menghasilkan 16 tipe kepribadian MBTI, yang masing-masing memiliki kekuatan, kelemahan, dan karakteristik unik. Namun, perlu dipahami ya, bahwa MBTI bukanlah ukuran kemampuan atau bakat, melainkan alat untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan orang lain.
Nah, buat kamu yang belum tahu atau penasaran dengan tipe kepribadian MBTI kamu, coba deh, ikuti kuis ini. Gratis kok.
Tipe Kepribadian dan Kebiasaan Keuangannya
Sudah tahu tipe kepribadian MBTI kamu?
Nah, berikut ini adalah karakteristik kebiasaan keuangan yang mungkin dimiliki oleh masing-masing tipe kepribadian MBTI. Perlu dicatat bahwa karakteristik ini bersifat generalisasi dan mungkin tidak berlaku untuk setiap individu dalam tipe kepribadian tertentu.
1. ISTJ (Introversion, Sensing, Thinking, Judging)
ISTJ cenderung konservatif dalam pengelolaan keuangan dan sangat disiplin dalam mengikuti anggaran. So, mereka akan lebih tertarik pada investasi jangka panjang yang aman dan stabil.
2. ISFJ (Introversion, Sensing, Feeling, Judging)
ISFJ cenderung hemat dan memprioritaskan kebutuhan keluarga serta teman-teman. Mereka akan lebih suka investasi yang aman dan memiliki dampak positif pada komunitas mereka.
3. INFJ (Introversion, Intuition, Feeling, Judging)
INFJ biasanya memiliki tujuan keuangan jangka panjang yang sejalan dengan nilai-nilai pribadi mereka. Karena itu, dalam hal investasi, mereka tertarik pada jenis investasi yang etis dan berdampak sosial.
4. INTJ (Introversion, Intuition, Thinking, Judging)
INTJ cenderung memiliki strategi keuangan yang terencana dengan baik dan berpikir jauh ke depan, sehingga biasanya lebih suka investasi yang sifatnya inovatif dan berpotensi memberikan hasil tinggi.
5. ISTP (Introversion, Sensing, Thinking, Perceiving)
ISTP mungkin mengambil pendekatan fleksibel dan adaptif dalam mengelola keuangan mereka. Karena itu, investasi yang memberikan kebebasan finansial akan lebih menarik bagi mereka, lantaran memungkinkan mereka untuk menjalani gaya hidup yang diinginkan.
6. ISFP (Introversion, Sensing, Feeling, Perceiving)
ISFP cenderung menghargai kebebasan finansial dan mungkin lebih fokus pada pengeluaran yang meningkatkan kualitas hidup mereka. So, kalau soal investasi, mereka akan lebih tertarik pada investasi yang sejalan dengan minat dan nilai-nilai yang mereka anut itu.
7. INFP (Introversion, Intuition, Feeling, Perceiving)
INFP mungkin memiliki kecenderungan enggak terlalu memusingkan “tool”, dan lebih fokus pada tujuan dan impian mereka. So, bisa jadi mereka akan mencoba berbagai macam investasi, sepanjang dapat memenuhi kebutuhan dan mencerminkan nilai-nilai pribadi mereka.
8. INTP (Introversion, Intuition, Thinking, Perceiving)
INTP cenderung tertarik pada ide-ide inovatif dan merupakan investor yang cukup bernyali. So high risk investment akan jadi favorit mereka. Apalagi yang baru. Tapi, hati-hati, FOMO!
9. ESTP (Extraversion, Sensing, Thinking, Perceiving):
ESTP is a risk taker. So, dalam investasi dan mencari peluang, mereka mencari yang menawarkan hasil cepat dan tinggi. Mereka cenderung fleksibel dan adaptif dalam mengelola keuangan mereka.
10. ESFP (Extraversion, Sensing, Feeling, Perceiving)
ESFP lebih banyak memprioritaskan pengeluaran untuk pengalaman dan kesenangan, sering kali mengambil pendekatan spontan dalam mengelola keuangan mereka. Mereka mungkin tertarik pada investasi yang memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri dan menikmati hidup.
11. ENFP (Extraversion, Intuition, Feeling, Perceiving)
ENFP cenderung memiliki tujuan keuangan yang idealis, sehingga mereka juga akan memilih instrumen keuangan yang paling ideal untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik.
12. ENTP (Extraversion, Intuition, Thinking, Perceiving)
ENTP juga merupakan tipe risk taker, jadi mereka akan mencari instrumen investasi yang menarik secara intelektual. Mereka cenderung berpikir kreatif dalam mengelola keuangan dan tertarik pada peluang yang menawarkan potensi keuntungan besar.
13. ESTJ (Extraversion, Sensing, Thinking, Judging)
ESTJ cenderung disiplin dalam mengelola keuangan, bahkan mereka punya anggaran yang ketat. Mereka mungkin tertarik pada investasi yang stabil dan aman, serta memiliki reputasi yang baik.
14. ESFJ (Extraversion, Sensing, Feeling, Judging)
ESFJ cenderung memprioritaskan kebutuhan keluarga dan teman. Maka, tak heran mereka disebut sebagai ‘donatur’ di sirkelnya. Mereka juga merupakan tipe kepribadian konservatif dalam mengelola keuangan, sehingga mereka cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan.
15. ENFJ (Extraversion, Intuition, Feeling, Judging)
ENFJ adalah tipe sosial. So, dalam memilih instrumen investasi, mereka juga akan memilih instrumen yang berdampak positif pada masyarakat. Misalnya, lebih suka investasi syariah, atau investasi pada green company.
16. ENTJ (Extraversion, Intuition, Thinking, Judging)
ENTJ cenderung untuk selalu punya strategi keuangan yang ambisius dan terencana dengan baik. So, mereka juga akan cenderung tertarik pada investasi yang menawarkan pertumbuhan dan potensi keuntungan tinggi, serta memiliki visi jangka panjang.
Nah, perlu diingat bahwa MBTI hanyalah satu cara untuk memahami kepribadian seseorang, dan tidak semua individu dalam suatu tipe kepribadian akan memiliki kebiasaan keuangan yang sama. Selalu penting untuk mengenali preferensi dan kebutuhan finansial unik seseorang ketika memberikan saran atau bantuan keuangan.
So, gimana nih? Apakah sesuai dengan tipe kepribadian kamu?
Yah, memahami kebiasaan keuangan berdasarkan tipe kepribadian MBTI memang dapat memberikan wawasan penting kalau kita mau mengelola keuangan. Namun, bukan harga mati juga. Pasalnya, meski punya tipe kepribadian yang sama, setiap dari kita itu unik, yang punya kondisi hidup yang berbeda-beda. Jadi, ya bisa saja ada ketidaktepatan di situ.
Namun sebenarnya, kesadaran akan preferensi dan kecenderungan ini dapat membantu dalam mengidentifikasi strategi keuangan yang paling sesuai untuk kita. So, sepertinya sih, menggabungkan pengetahuan tentang tipe kepribadian dengan pendekatan keuangan yang fleksibel dan adaptif akan menjadikan strateginya lebih optimal.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Training Keuangan bagi First Jobbers: Ini Dia 5 Alasan Pentingnya
Training keuangan merupakan salah satu jenis training penting yang sebaiknya diberikan oleh pihak human resource perusahaan yang perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya. Nggak hanya pada mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi di perusahaan, tetapi juga bagi mereka yang baru saja bergabung terutama yang masih first jobbers.
First jobbers adalah sebutan bagi mereka yang baru saja menapakkan kaki di dunia kerja yang qeras ini, lantaran baru lulus dari kuliah. Masih kinyis-kinyis, gitu katanya. Hal yang sering dirasakan pada fase ini biasanya adalah pengin buru-buru mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Karena itu, keterampilan untuk manajemen keuangan seharusnya sudah mulai dipelajari dan didalami. Gaji mungkin memang belum terlalu besar, tapi jangan salah, justru di sinilah garis start untuk mulai mengelola keuangan dengan benar.
Kamu bisa saja belajar keuangan sendiri, tetapi akan lebih komprehensif jika diberikan oleh perusahaan sesuai dengan jenjang kariermu. Saat pada fase recruit ini, kamu perlu membangun kebiasaan keuangan yang baik. Nanti setelah beberapa tahun kamu bekerja, fasenya akan berbeda lagi, dan perlu kembali mendapatkan training keuangan. Nah, saat menjelang pensiun, sebagai karyawan, kamu juga membutuhkan training keuangan sekali lagi, demi menyiapkan diri menghadapi masa pensiun yang sudah dekat.
Tapi, mengapa fase recruit ini penting untuk mendapatkan training keuangan? Kan gaji juga belum besar, bisalah diatur sendiri. Eits, jangan salah. Training keuangan itu bakalan dibutuhkan banget untuk first jobber. Ini dia alasan-alasannya.
Alasan Mengapa First Jobber Butuh Training Keuangan
1. Punya kebiasaan keuangan yang baik sejak dini
Faktanya, tak banyak orang yang memiliki keterampilan mengelola keuangan yang baik di masa mudanya. Apalagi, soal keuangan ini memang tak pernah diajarkan di bangku sekolah maupun kuliah.
Oleh orang tua kita? Biasanya yang diajarkan adalah kebiasaan menabung, tetapi jarang banget kita belajar bagaimana belanja dengan bijak sejak kecil. Betul? Padahal pada aktivitas belanja ini yang seharusnya kita fokus untuk belajar, biar enggak jor-joran.
Apalagi di fase entry level, ketika kita baru saja mandiri dan bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Perasaan jadi kayak mau balas dendam, betul?
Di sinilah kita perlu training keuangan, yang dapat melatih kita untuk terbiasa belanja dengan bijak agar tak membahayakan cash flow keuangan kita. Gaji harus dikelola dengan baik, supaya bisa dipakai sampai gajian lagi berikutnya.
2. Dapat segera menentukan tujuan keuangan
Di masa-masa fase awal, para first jobber biasanya juga belum tahu bahwa memiliki tujuan keuangan itu penting. Apalagi yang jangka panjang seperti pensiun. Baru saja dapat kerjaan, masa sih sudah mikirin pensiun? Gitu mungkin ya?
Padahal, justru saat baru mulai bekerja inilah, saat yang tepat untuk mulai membuat rencana pensiun, kalau kamu memang mau nanti ingin menjalani masa pensiun yang mandiri dan sejahtera.
Hal yang sama juga berlaku untuk berbagai tujuan keuangan penting lainnya. Pasalnya, menentukan tujuan keuangan itu sama dengan kita membuat tujuan hidup. Pertanyaannya tak pernah lepas dari: mau hidup seperti apa nanti? Pengin mencapai apa saja nanti? All about dreams and achievement!
Kalau nggak segera direncanakan melalui training keuangan, terus kapan lagi?
3. Nggak sembarangan berutang
Utang biasanya juga jadi jebakan betmen, apalagi bagi seorang first jobber yang baru saja pegang kartu kredit. Belum lagi dengan berbagai tawaran pinjol dan paylater yang belakangan berkembang secara luar biasa. Ditambah dengan belum bijak dalam belanja, jadi deh, perilaku konsumtif dipelihara. Dengan tambahan beban cicilan utang.
Tanpa training keuangan yang komprehensif, mengambil pinjaman dana alias utang bisa jadi sandungan besar dalam arus kas keuangan buat first jobber. Akibatnya ya jadi kebiasaan keuangan yang kurang baik ke depannya.
4. Bisa memilih proteksi dengan baik
First jobber itu biasanya kan masih lajang, masa sudah butuh asuransi? Eits, jangan salah loh! Kalau kamu adalah first jobber adalah sandwich generation, yang menjadi tulang punggung keluarga besarmu, maka kamu akan butuh asuransi jiwa sekarang juga.
Di samping itu, kamu juga butuh proteksi kesehatan. Memang sih, perusahaan-perusahaan sudah diwajibkan oleh pemerintah untuk mengikutsertakan karyawannya dalam BPJS Kesehatan. Akan tetapi, tentu ini mesti disesuaikan dengan kebutuhan.
Kalau kamu adalah sandwich generation, maka kamu juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan asuransi kesehatan untuk seluruh keluargamu. Ini adalah hal yang tidak akan terpikirkan kalau tidak melalui training keuangan yang komprehensif.
5. Segera punya tabungan dan investasi
Belanja teros … Bayar pakai kartu kredit dan paylater teros, tanpa bisa mengendalikan diri, atas nama healing dan self reward. Sampai-sampai tak pernah punya tabungan, apalagi investasi.
Lagu lama? Betul. Bisa jadi akan selalu ada first jobber yang punya masalah seperti ini, karena belum mendapatkan training keuangan yang pas dari kantor tempatnya bekerja.
Atau bisa jadi, nggak punya tabungan dan investasi, karena semua uang yang didapatkan langsung dipakai untuk kebutuhan keluarga besar.
Hal ini bisa kamu cari solusi, jika kamu memiliki keterampilan pengelolaan keuangan yang baik. Untuk itulah, training keuangan diperlukan.
Nah, itu dia beberapa alasan mengapa first jobber membutuhkan training keuangan yang komprehensif.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
4 Hal Mengelola Keuangan yang Harus Diajarkan pada Anak: Tak Hanya Menabung Saja!
Siapa yang sudah diajarkan untuk suka menabung sejak kecil oleh orang tua? Sepertinya sih (hampir) semua ya? Karena menabung dipercaya akan sangat bagus untuk mengawali pembelajaran soal mengelola keuangan pada anak.
Memang, akan sangat baik adanya jika persoalan mengelola keuangan ini mulai diajarkan sejak dini pada anak-anak. Harapannya tentu saja, saat sudah dewasa nanti, mereka sudah memiliki kebiasaan keuangan baik sehingga dapat mensejahterakan diri mereka sendiri.
Faktanya, literasi keuangan memang merupakan salah satu dari enam literasi dasar yang harus dikuasai oleh siapa pun, agar dapat bertahan hidup. Dengan mempelajarinya, anak-anak diharapkan enggak akan madesu, alias masa depan suram.
Namun, sayang, pelajaran mengelola keuangan sejak dini ini kadang hanya berhenti di soal menabung saja. Padahal, ada banyak hal soal pengelolaan keuangan yang juga harus dikuasai, tak hanya soal menabung.
Lo, memangnya apa saja yang harus dipelajari oleh anak sejak dini dalam hal mengelola keuangan selain menabung? Ini dia.
Pelajaran Mengelola Keuangan yang Harus Dipelajari oleh Anak Sejak Dini
1. Menghasilkan uang
Bagaimana cara menghasilkan uang?
Anak-anak terbiasa mendapatkan uang dari orang tuanya. Tentu, ini bukan hal yang salah, karena mereka memang masih menjadi tanggung jawab orang tua masing-masing.
Namun, sering kali akhirnya juga terjadi, bahwa anak hanya tahu bahwa orang tua mendapatkan uang dari mesin ATM. Padahal, kita semua tahu, bahwa ada kerja keras dan keringat yang diperas untuk bisa mendapatkan uang yang kemudian bisa dikeluarkan oleh si mesin ATM.
Nah, di sinilah anak harus tahu.
Anak sebaiknya diperkenalkan pada konsep, bahwa untuk bisa menabung, kita harus mendapatkan uang dengan cara bekerja lebih dulu.
2. Belanja
Belanja juga merupakan salah satu hal mengelola keuangan yang juga penting banget untuk diajarkan pada anak sejak dini.
Pasalnya, keterampilan berbelanja dengan bijak, dalam hal ini mengeluarkan uang dengan penuh perhitungan, akan menjadi inti dari kesehatan cash flow mereka nantinya.
3. Berbagi
Kalau soal berbagi, sepertinya sudah banyak orang tua mengajarkannya pada anak sejak dini. Misalnya, anak-anak diajak berbagi dengan orang-orang yang kurang beruntung, mendonasikan mainan yang sudah tak dipakai tapi masih bagus, berdonasi untuk membantu korban bencana, dan seterusnya.
Sekolah-sekolah biasanya juga sudah memiliki kandungan pelajaran ini dalam kurikulumnya, sehingga anak seharusnya sudah tak asing lagi dengan aktivitas berbagi dengan sesama ini.
Sepertinya, tinggal diteruskan saja, dan ditingkatkan lagi sinerginya antara orang tua dan pihak sekolah sebagai pendidik formal anak-anak, untuk semakin meningkatkan semangat berbagi dengan sesama ini.
4. Menabung
Dan, akhirnya menabung.
Rasanya, menabung memang merupakan “level dewa”-nya dari tahap mendidik anak mengenai cara mengelola keuangan dengan baik. Pasalnya, ya mana ada orang bisa menabung kalau tidak bisa menghasilkan uang lebih dulu, dan juga memiliki kebiasaan belanja yang baik? Betul?
Di level dini, perlu juga untuk mengajarkan tak sekadar menyisihkan uang jajan, tetapi juga bahwa menabung itu juga harus punya tujuan. Mau buat apa tabungannya? Untuk beli buku komik kesukaannya? Untuk beli mainan? Untuk beli game card, Robux, dan semacamnya? Yes, sesuaikan dengan minat dan hobi anak, supaya mereka semakin semangat untuk mengumpulkan uang.
Kalau usia anak sudah cukup—sudah menginjak remaja, misalnya—orang tua juga bisa mulai memperkenalkan konsep investasi di sini. Dengan demikian, lagi-lagi tak sekadar menabung, tetapi anak juga mulai diajarkan mengenai konsep passive income.
Nah, dari keempat hal mengelola keuangan, mana nih yang belum diperkenalkan pada si kecil? Yang pertama, kedua, ketiga, atau menabung saja juga belum sempat diperkenalkan?
No worries! QM Financial punya program yang cocok nih sebagai media untuk memperkenalkan konsep mengelola keuangan pada anak. Namanya Program Jagoan Finansial untuk Anak dan Ortu. Silakan cek jadwalnya, dan segera daftar supaya enggak kehabisan tempat ya! Kapan lagi ada kelas keuangan untuk orang tua dan anak se-fun dan seinteraktif ini, ya kan?
Jangan lupa juga follow Instagram QM Financial untuk berbagai update kelas finansial online dan tip praktis lainnya.