7 Tipe Karyawan Toxic yang Bisa Membuat Kinerja Perusahaan Buruk
Di setiap perusahaan, bisa dibilang selalu saja ada masalah. Hal ini pastinya wajar. Jadi menjengkelkan ketika masalah timbul lantaran ada beberapa tipe karyawan yang “tidak bisa diajak kerja sama”. Karyawan toxic, itu dia.
Sebuah penelitian berjudul “Toxic Workers” pernah dilakukan oleh Michael Housman atas 60.000 karyawan di 11 perusahaan mengungkapkan fakta, bahwa setiap karyawan yang menunjukkan hasil kinerja buruk hampir selalu akhirnya menjadi seorang karyawan toxic.
It’s ok kalau misalnya racunnya ditelan sendiri. Karyawan toxic cenderung menyebarkan racunnya pada karyawan-karyawan lain sehingga secara keseluruhan kinerja perusahaan menjadi terganggu. Michael Housman juga mengungkapkan dalam penelitiannya, karyawan toxic–jika tidak segera di-treatment–akan bisa merugikan perusahaan secara finansial.
Ouch!
Lalu, tipe karyawan seperti apa sajakah yang termasuk dalam tipe karyawan toxic?
1. Si Tukang Gabut
Tukang gabut–gaji buta–adalah tipe karyawan yang suka makan gaji buta. Mereka minta digaji dan dipenuhi semua haknya, namun sering lalai menuntaskan kewajibannya.
Deadline selalu mundur, dan mereka selalu punya alasan untuk dimaklumi. Padahal sekantor juga tahu, dia cuma nonton Youtube aja di kubikelnya. Sedangkan dalam tim, ada rekan kerja lain yang kerjaannya tergantung pada output yang dihasilkan oleh si tukang gabut ini. Duh!
Makin diperparah ketika mereka sendiri kerjaan enggak bener, eh malah melimpahkannya ke rekan kerja yang lain. Jadi ngerepotin orang banget. Terus, kalau tugasnya sukses, dia deh yang tampil mengaku bahwa semua adalah hasil kerja dia. Kalau gagal? Ya dia akan menyalahkan si rekan kerja yang sudah kerja keras menyelesaikan tugas.
Tipe karyawan toxic seperti ini lambat laun bisa membuat suasana kerja menjadi penuh konflik dan drama. Produktivitas menurun, dan membuat karyawan lain jadi ogah-ogahan menyelesaikan tugas.
2. Si Tukang Gosip
Semakin besar sebuah perusahaan, semakin banyak karyawan yang bekerja, semakin mudah pula gosip dibuat dan berembus. Hal ini sebenarnya wajar sih.
Menjadi enggak wajar ketika ada tipe karyawan toxic yang lebih banyak “memproduksi” gosip ketimbang memproduksi hasil kerja. Ketika dia sedang bersama si A, dia akan bergosip tentang si B. Ketika A pergi dan B datang, dia akan ganti bergosip tentang A dengan si B.
Dengan gosip-gosip ini, dia sudah menyebarkan aura negatif ke lingkungan kerja. Bukan nggak mungkin pada akhirnya dia akan mengadu domba antara satu karyawan dengan yang lainnya. Konflik pun terjadi, suasana kerja jadi makin tak nyaman.
3. Si Tukang Komplain
Dikasih kerjaan, komplain. Dibiarin nganggur, komplain. Diserahi tugas yang gampang, komplain, apalagi dibagi kerjaan yang sulit–makin komplain. Si tukang komplain ini tipe karyawan toxic yang gemar menebarkan aura negatif ke mana pun tentang segala sesuatu ke rekan kerja.
Hati-hati, negativity is contagious. Menular. Ketika aura negatif berembus ke mana-mana, yang ada rekan kerja yang lain juga jadi ikut kena dampaknya.
Hal ini makin parah, ketika si tukang komplain juga suka mengeluh di media sosial tentang pekerjaannya, tentang rekan kerjanya, atasannya, hingga komplain tentang perusahaan tempat dia bekerja. Enggak sadar, bahwa sebagai karyawan di perusahaan tersebut, secara tidak tertulis seharusnya dia menjadi ambassador bagi perusahaan tempat dia bekerja.
Saat dia menjelek-jelekkan perusahaan tempatnya bekerja, saat itu pula sebenarnya dia menunjukkan kapasitasnya sendiri sebagai seorang karyawan.
4. Si Martir
Seorang karyawan martir ini sebenarnya kinerjanya bagus. Dia selalu bisa menyelesaikan pekerjaannya, bahkan kadang menyelesaikan pekerjaan orang lain juga.
Namun, ada risiko, bahwa karena saling workaholic-nya, si martir jadi burnout, jadi stres. Stres ini juga menular lo. Satu orang karyawan stres, maka bisa memengaruhi kinerja tim secara keseluruhan. Si martir juga cenderung akan punya control issues, kurang bisa mendelegasikan tugas, kurang percaya pada kemampuan tim, dan cenderung untuk underestimate orang lain.
Dan, karena mereka ini sudah bekerja begitu keras, sehingga mereka pun pengin supaya semua orang tahu bahwa merekalah pekerja keras dalam perusahaan itu. Mereka ingin semua orang tahu, bahwa mereka telah berkorban banyak untuk perusahaan tempatnya bekerja. Merekalah pahlawan perusahaan yang sesungguhnya.
Karena sifat narsisnya ini, akibatnya, perusahaan pun berjalan timpang. Imbalance, karena dia cenderung untuk tak pernah mengakui kinerja tim.
5. Si Temperamental
Si temperamental membawa suasana negatif di lingkungan kerja karena sifatnya yang emosional dan meledak-ledak. Padahal, untuk bisa bekerja dengan optimal di zaman now, kita enggak hanya butuh IQ saja tetapi juga EQ–kemampuan untuk mengelola emosi.
Si temperamental ini enggak cuma galak pada rekan sekerjanya, tetapi juga galak pada pelanggan atau customer-nya. Uh oh … pastinya hal ini enggak akan diinginkan oleh perusahaan mana pun kan? Bisa-bisa pelanggan pada kabur karena ulah si temperamental.
6. Si Koruptor
Karena ada peluang, dan juga didukung adanya “kebutuhan mendesak” dan disebabkan oleh moralitas yang tipis, seorang karyawan bisa saja dengan sengaja melakukan fraud sehingga merugikan perusahaan. Menerima suap, gratifikasi, memalsukan laporan keuangan, dan sebagainya.
Tanpa perlu banyak penjelasan, sudah pasti tipe karyawan toxic yang “gemar dengan sengaja” melakukan fraud akan bisa merugikan perusahaan.
7. Si Tukang Ngutang
Karena kurangnya keterampilan untuk mengatur keuangan pribadinya, tipe karyawan toxic kelima ini akhirnya jadi hobi ngutang. Ngutang kasbon, ngutang ke koperasi, ngutang teman, hingga ngutang ke rentenir.
And thanks to kecanggihan teknologi, debt collector zaman sekarang enggak cuma meneror si tukang utang, tapi juga meneror semua orang yang berada di dekat tukang utang. Semua orang yang ada di address book handphone si pengutang dihubungi satu per satu ketika si tukang utang kabur lantaran nunggak pembayaran.
Kebayang enggak gimana rasanya, kita yang karyawan biasa enggak tahu apa-apa, tahu-tahu dihubungi oleh orang suruhan rentenir, ikut diintimidasi. “Kesalahan” kita satu-satunya adalah berteman dengan si tukang utang.
Itu dia 7 tipe karyawan toxic yang kalau enggak segera di-treatment, akan bisa mengancam berputarnya bisnis perusahaan secara keseluruhan karena terjadi ketimpangan sana-sini serta lingkungan kerja yang tak nyaman. Efeknya, kerja sama tim tak bisa dibangun secara kompak yang pasti akan memengaruhi performa.
Khusus untuk treatment bagi karyawan yang bermasalah dengan keuangan, Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
3 Jenis Gratifikasi yang Harus Ditolak dan Beberapa yang Tidak Harus Dilaporkan oleh Karyawan
Sepertinya, sudah diketahui secara umum, bahwa menjadi PNS itu berarti juga harus wajib mewaspadai peluang terjadinya gratifikasi. Bagi PNS, ada beberapa jenis gratifikasi yang harus ditolak, lantaran masuk ke daftar pengawasan KPK. Sedangkan ada pula yang masuk golongan gratifikasi, namun masih boleh diterima dan tak harus dilaporkan pada KPK.
Itu untuk PNS. Lalu, bagaimana dengan karyawan swasta? Apakah aturan KPK ini juga berlaku bagi karyawan swasta? Well, jangan salah. Seperti berita yang dilansir oleh Liputan6, KPK saat ini sudah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Dalam undang-undang tersebut disebutkan, bahwa KPK perlu juga untuk menangani praktik korupsi di kalangan swasta. Alasannya, jelas, saat ini perusahaan swasta masih belum tersentuh penelusuran KPK sehingga praktik korupsi sangat masif.
Meski demikian, banyak juga perusahaan swasta yang sudah mengadopsi aturan mengenai gratifikasi yang ditetapkan oleh KPK ini, dan kemudian menyesuaikannya dengan kondisi perusahaan masing-masing. Bahkan banyak yang sudah mencantumkannya dalam surat kesepakatan kerja dengan karyawan. Salah satunya di QM Financial :)
Nah, agar kita semua–para karyawan yang berdedikasi dan berkompetensi ini–bisa terhindar dari berbagai bentuk praktik gratifikasi, ada baiknya kita kenal dulu dengan berbagai jenis gratifikasi, baik yang harus ditolak maupun yang boleh tidak dilaporkan.
3 Jenis gratifikasi yang harus ditolak
1. Komisi atau cashback
Misalnya, dari pihak perusahaan melalui bagian purchaser, membeli keperluan bahan baku produksi ke vendor. Telah disepakati harga, dan juga sudah dibayar oleh perusahaan. Sebagai ucapan terima kasih, vendor pun memberikan “cashback” kepada purchaser. Jumlahnya lumayan.
Dalam hal ini, akan lebih baik jika purchaser melaporkannya dan memberikan cashback itu kepada perusahaan, sebagai hak dari perusahaan yang sudah membeli bahan produksi pada sang vendor.
Jika purchaser tidak melaporkan ataupun mengembalikan cashback ini, maka hal itu bisa dianggap sebagai gratifikasi.
Ada pula kasus, memberikan mata uang asing sebagai ucapan terima kasih, dengan alasan supaya praktis atau ringkas. Nah, hati-hati. Dalam aturan KPK, hal ini juga termasuk salah satu jenis gratifikasi.
2. Bingkisan
Pemberian bingkisan atau hadiah juga merupakan salah satu jenis gratifikasi yang harus ditolak, apalagi jika hadiah ataupun bingkisan itu seharga nominal yang cukup besar. Misalnya, hadiah rumah atau mobil.
Kalau menurut aturan KPK, bingkisan atau hadiah yang tidak harus dilaporkan adalah yang berupa barang seharga di bawah Rp1.000.000. Selebihnya, PNS wajib melaporkannya, dan kalau sangat lebih dari itu, maka PNS harus menolaknya dengan segera.
By the way, aturan ini juga ada di undang-undang beberapa negara maju di dunia lo, salah satunya Amerika Serikat. Hanya saja nominalnya yang berbeda. Batas gratifikasi di AS adalah tidak boleh melebihi $50, yang berarti–kalau dihitung dengan kurs sekarang–kurang lebih Rp700.000.
Dalam hal ini juga termasuk pemberian hadiah dalam rangka ulang tahun, pernikahan, perayaan keagamaan, atau yang lainnya. Misalnya saja, ada PNS yang menikahkan anaknya, dan kemudian biaya konsumsi ditanggung oleh pengusaha tertentu. Nah, ini juga termasuk jenis gratifikasi yang harus ditolak.
Peraturan nominal bingkisan atau hadiah yang boleh diterima atau yang harus ditolak ini sebagian juga sudah diadopsi oleh perusahaan-perusahaan swasta dalam peraturan kerja resmi, demi menjaga integritas bisnis mereka.
3. Tiket perjalanan
Jenis gratifikasi lain yang harus ditolak oleh karyawan adalah tiket perjalanan, baik dalam rangka dinas maupun pribadi.
Dalam hal ini, juga termasuk biaya atau ongkos naik haji lo.
Nah, melihat beberapa jenis gratifikasi yang harus ditolak di atas, lantas jenis gratifikasi yang boleh diterima dan tidak perlu dilaporkan itu yang seperti apa?
Beberapa di antaranya:
- Pemberian hadiah dalam hubungan karyawan dengan orang lain sebagai keluarga, asal tidak menimbulkan konflik kepentingan.
- Pemberian hadiah dalam rangka ulang tahun, pernikahan, aqiqah, dan lain sebagainya, asal tidak melebihi Rp1.000.000.
- Bantuan atas musibah, dengan nominal maksimal juga Rp1.000.000
- Mengajak makan siang, misalnya, dengan sajian atau hidangan yang biasa atau umum dijumpai.
- Penerimaan laba, keuntungan, atau bunga dari investasi atau penempatan dana pribadi yang berlaku umum
- Penerimaan manfaat dari koperasi atau organisasi yang berlaku umum
- Seminar kit atau merchandise yang didapatkan dari workshop, seminar, atau event apa saja, baik yang diikuti dalam rangka penugasan kerja ataupun pribadi
- Penerimaan beasiswa atau tunjangan, dalam rangka meningkatkan keterampilan demi prestasi kerja sesuai peraturan
- Penerimaan kompensasi di luar tugas, selama tidak menimbulkan konflik kepentingan dan tidak melanggar kode etik perusahaan.
Nah, ternyata agak rumit kan ya, membedakan antara mana jenis gratifikasi yang boleh diterima dan mana jenis gratifikasi yang sebaiknya ditolak demi integritas dan reputasi. Memang, sebagai karyawan, kita adalah aset perusahaan. Karena itu, meski mungkin tidak tertulis, menjaga integritas perusahaan itu juga menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita, begitu kita menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
So, menjadi bijak adalah penting. Nggak hanya dalam mengenali mana yang harus ditolak dan mana yang harus diterima, tetapi bijak dalam mengelola keuangan pribadi secara keseluruhan. Lo, hubungannya apa? Ada dong, hubungannya. Kalau kita pintar mengelola keuangan sendiri sudah pasti, apa pun jenis gratifikasinya, kita bisa dengan mudah memilah mana yang boleh diterima, dan mana yang harus ditolak (tanpa ada godaan untuk menerimanya).
Yuk, ikutan kelas finansial online-nya QM Financial! Kamu bisa belajar mengelola gaji dengan lebih baik, sehingga akan merasa tak perlu menerima jenis gratifikasi apa pun. Cek jadwalnya di web Event QM Financial ya. Dan jangan lupa, follow Instagram QM Financial untuk mendapatkan update, info, dan trik keuangan terbaru dari QM Financial.
5 Cara Menghemat Pos Pengeluaran Transportasi saat Berangkat Kerja untuk Karyawan di Jakarta
Ternyata, kalau dihitung-hitung, kerja di Jakarta itu pemborosan paling besar bisa jadi dari pos pengeluaran transportasi lo!
Belum lagi ada fakta yang menyebutkan, bahwa berangkat kerja adalah hal yang paling menyebalkan dalam aktivitas seorang karyawan. Masih mending bersih-bersih rumah, katanya. Enggak heran sih, karena berangkat dan pulang kerja berarti harus selalu berdamai dengan kemacetan!
Dan, tahu enggak, ada penelitian yang dilakukan oleh Scandinavian Journal of Economics yang menemukan, bahwa pekerja yang menghabiskan waktu sekitar 22 menit ke kantor, memiliki pengeluaran 35% lebih banyak tiap bulannya ketimbang yang tidak. Maka, enggak heran lagi, kalau begitu sampai di kantor, karyawan sudah mengalami gejala 3L–lemah, letih, lesu–duluan. Begitu juga saat harus pulang ke rumah, belum jalan sudah stres.
And we have to deal with this, everyday! Ouch!
Makanya ada cerita, ada seorang karyawan yang mendapatkan fasilitas mobil dinas dari kantor. Dengan car ownership program dari kantornya, ia berhak menggunakan mobil itu selama untuk keperluan pekerjaan sampai batas waktu tertentu, hingga mobil bisa benar-benar jadi miliknya. However, si karyawan yang tinggal di daerah Tangerang, malah lebih suka meninggalkan mobil di rumah. Apa pasal? Boros! Boros pengeluaran, dan boros energi serta emosi, katanya.
Hal ini akhirnya juga jadi masalah tersendiri antara si karyawan dengan kantor. Pihak perusahaan merasa sudah memberikan fasilitas, tapi akhirnya tidak efisien. Sedangkan karyawan merasa malah dibebani oleh fasilitas dan benefit yang diberikan oleh kantor.
Hmmm. Dari cerita ini kita bisa menarik satu kesimpulan, adalah perlu untuk dipertimbangkan juga bagi perusahaan, apakah pemberian benefit tertentu itu memang dibutuhkan oleh karyawan atau enggak? Jangan-jangan malah membebani, seperti halnya kasus si karyawan yang mendapatkan car ownership program di atas?
Jadi, bagaimana ya caranya menghemat pos pengeluaran transportasi ini supaya kita enggak stres duluan? Well, mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk ganti moda transportasi saja. Nggak usah pakai kendaraan pribadi.
5 Moda yang bisa dipertimbangkan untuk mengganti kendaraan pribadi demi menghemat pos pengeluaran transportasi ke kantor
1. Commuter Line
Commuter line, atau kereta rel listrik komuter, bisa jadi adalah moda transportasi umum yang jadi andalan banget untuk para karyawan di Jakarta. Selain bisa mengurangi kemacetan, biaya untuk naik KRL juga relatif lebih murah banget ketimbang harus naik kendaraan pribadi.
Untuk naik KRL, kita perlu memilih mau pakai Kartu Multi Trip atau mau tiket harian aja. Kalau dihitung-hitung, pastinya dengan punya Kartu Multi Trip ya akan jauh lebih murah dan mudah buat kita-kita yang tiap hari akan memanfaatkan KRL untuk berangkat kerja. Kurang lebih dengan isi ulang saldo minimal Rp30.000, itu sudah bisa dipakai untuk beberapa kali perjalanan. Pos pengeluaran transportasi jadi bisa dipangkas banyak deh.
Coba bandingkan dengan habisnya bensin untuk naik kendaraan pribadi.
Memang saat ini KRL masih belum senyaman itu. Mari berharap pada pemerintah agar bisa meningkatkan pelayanan KRL yang kini sangat vital bagi masyarakat.
2. MRT
Dengan diresmikannya MRT pada bulan Maret 2019 yang lalu, kini moda transportasi umum ini pun menjadi primadona bagi para warga Jakarta yang ingin bepergian.
Sama seperti KRL, untuk dapat naik MRT kita akan butuh kartu bayar, yang dinamai Jelajah. Ada 2 tipe juga: single trip dan multi trip. Dan sudah seperti yang bisa diduga juga, yang multi trip jatuhnya akan lebih murah.
Dengan ongkos Rp3.000 hingga Rp14.000 sekali jalan, tergantung jauh dekat tujuan, pastinya pos pengeluaran transportasi akan lebih terselamatkan.
Mari berharap, agar MRT menjangkau lebih banyak area lagi secepatnya.
3. TransJakarta
Bus TransJakarta–sejak diresmikan–jelas menjadi moda transportasi umum yang paling laris digunakan oleh para karyawan dan pekerja di Jakarta. Dengan tarif Rp3.500, asalkan enggak keluar dari halte, kita dapat menjangkau area mana pun di Jakarta dengan lebih mudah.
Meski yah, sekarang TransJakarta juga nggak bebas-bebas macet banget sih, lantaran selalu saja ada oknum-oknum yang mengganggu busway. Hvft!
4. Ojek online
Nah, ketimbang pakai kendaraan sendiri, masih mending pakai ojek online yang kini punya tarif sekitar Rp1.600/km. Memang lebih mahal sih jatuhnya dibandingkan dengan moda transportasi umum yang lain. Tapi kita bisa kok ngulik supaya bisa menghemat pos pengeluaran transportasi. Paling enggak, pasti lebih hemat ketimbang bawa kendaraan pribadi.
Sesuaikan saja dengan jalur perjalananmu, lalu utak-atik deh. Dari mana sampai mana pakai KRL, lalu mungkin bisa dilanjut dengan TransJakarta, dan kemudian supaya sampai kantor tepat waktu, kita harus menyambung dengan ojek online. Coba bandingkan dengan saat kita menggunakan kendaraan pribadi. Bandingkan.
5. Ikut komunitas nebengers
Sudah tahu komunitas nebengers belum? Komunitas ini terdiri atas orang-orang yang suka barengan berangkat kerja.
Komunitas ini berawal di Twitter, kemudian ngehits. Kalau enggak salah, sebelumnya hanya untuk “trayek” Jakarta-Bandung dan sebaliknya saja. Tapi sekarang merambah ke kota-kota lain, meski yang paling sibuk tetaplah di Jakarta.
Mau coba sesuatu yang baru? Coba gabung di komunitas ini. Ada aplikasi mobilenya juga lo, sehingga sekarang lebih mudah lagi. Nggak cuma bisa menghemat pos pengeluaran transportasi, tapi bisa tambah kenalan dan teman. Seru kan?
Nah, itu dia beberapa trip memangkas pos pengeluaran transportasi buat kita, para karyawan yang bekerja di Jakarta.
Terus, kalau sudah begini berarti gaji sudah aman? Well, coba cek juga pos pengeluaran yang lain; pos makan sehari-hari, pos ngopi, pos boba, pos nonton bioskop …
Yuk, ikutan kelas finansial online-nya QM Financial aja yuk! Kamu bisa belajar mengenali pos-pos pengeluaran mana yang bisa dipangkas, dan mana yang bisa dipindah alokasinya ke hal-hal yang lebih bermanfaat. Cek jadwalnya di web Event QM Financial ya. Dan jangan lupa, follow Instagram QM Financial untuk mendapatkan update, info, dan trik keuangan terbaru dari QM Financial.
5 Cara Perusahaan Bantu Karyawan Menjaga Kesehatan Mental
Mentah health, atau kesehatan mental, akhir-akhir ini jadi topik hangat. Terutama sih di media sosial. Banyak yang mulai sadar akan arti pentingnya kita menjaga kesehatan mental, selain menjaga kesehatan secara fisik.
Banyaknya penyakit mental yang ditemui di keseharian sepertinya juga memicu akan awareness ini. Lalu bagaimana dengan kita, para kuli korporasi?
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Labour Force Survey (LFS) di Inggris, menemukan fakta bahwa ada 526.000 kasus stres kerja hingga depresi di tahun 2016-2017. Kalau dibikin prosentase, maka ada 1.610 orang di antara 100.000 pekerja mengalami stres di tempat kerja.
Oh wow!
Kalau di Indonesia, bagaimana? Well, WHO pernah merilis data sekitar bulan Mei 2019 yang lalu, bahwa sedang terjadi fenomena “burnout” di kalangan para pekerja di Indonesia dewasa ini. Bahkan lebih spesifik lagi, WHO menjelaskan kondisi ini dengan kalimat, “Telah terjadi stres kerja kronis yang belum berhasil dikelola di Indonesia.”
Seperti dilansir oleh situs beritagar.id, jajak pendapat Gallup 2018 menemukan 23% karyawan selalu merasa kelelahan bekerja, sementara 44%-nya melaporkan merasa “kadang-kadang” merasakan burnout.
Baik kondisi burnout atau kelelahan dan juga stres kerja, tentu akan berdampak tak baik pada kesehatan mental karyawan, pada akhirnya bukan? Karena itu, sebelum akhirnya menjadi “penyakit mental”, maka sudah seharusnya hal ini mulai dicegah sejak muncul kelelahan pada karyawan saat mereka bekerja.
5 Cara perusahaan bantu karyawan menjaga kesehatan mental selama jam kerja
1. Jalin komunikasi yang intens
Kesehatan mental memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Tapi biasanya yang menjadi pemicu utama kita “sakit” secara mental adalah karena adanya stres di tempat kerja.
So, kalau mau menjaga kesehatan mental karyawan, tentunya perusahaan bisa mulai dari mencegah atau meminimalkan penyebab stres di tempat kerja. Ada beberapa pemicu sih, di antaranya adalah beban kerja, adanya konflik, hingga kurangnya komunikasi antarkaryawan.
Nah, kita bisa mulai dari masalah komunikasi, karena biasanya kondisi seseorang akan lebih mudah dikenal saat kita secara intens berkomunikasi dengannya. Berikan perhatian ekstra jika ada karyawan pengin curhat atau menceritakan kebutuhannya, biasanya sih ini tugas HR ya? Kalau perlu, buka meja konsultasi di hari-hari tertentu sesuai jadwal, agar siapa pun yang hendak sekadar ngobrol bisa leluasa mencurahkan unek-uneknya pada pihak HR.
2. Memperhatikan beban kerja karyawan
Hal paling besar yang berperan penting dalam memicu stres hingga membahayakan kesehatan mental adalah adanya beban kerja yang berlebih. Dalam hal ini, HR perlu bekerja sama dengan supervisor ataupun manajer masing-masing divisi di perusahaan, agar bisa membagi beban kerja yang sesuai untuk para karyawan.
Selain membagi beban kerja yang sesuai porsi masing-masing, HR bersama dengan supervisor dan manajer perlu juga untuk mengadakan evaluasi secara berkala, apakah sudah waktunya untuk merekrut karyawan baru lagi lantaran target dan beban kerja yang semakin bertambah kian harinya.
Memang ada faktor efisiensi yang harus selalu diperhatikan terkait sumber daya manusia ini. Artinya, jangan sampai ada energi terbuang percuma. Akan tetapi, pihak perusahaan juga harus peka dan tanggap, ketika para karyawan mulai mengalami burnout, apalagi kemudian berlanjut ke stres. Ada kemungkinan, kapasitasnya terlampaui.
Ingat, setiap orang punya batasan. Saat batasan ini dilanggar, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Kalau sampai karyawan burnout, stres, hingga kemudian depresi, nah, bisa jadi semua pihak jadi rugi, bukan?
3. Pastikan karyawan bebas masalah yang bisa memengaruhi kinerja di kantor
Jangan bawa masalah di rumah ke kantor, begitupun jangan bawa urusan kantor ke rumah.
Katanya sih begitu. Tapi dalam praktiknya, hal ini sulit betul dilakukan. Mau enggak mau, setiap sisi kehidupan akan saling memengaruhi.
Taruh saja si karyawan punya masalah keuangan pribadi yang berat. Terjerat utang, misalnya. Meski bukan untuk keperluan kantor, tapi utang pribadi bisa menjadi beban pikiran yang berat bagi karyawan hingga memengaruhi kinerjanya di kantor.
So, untuk menjaga kesehatan mental para karyawan, pastikan bahwa mereka terbebas dari segala masalah yang bisa memengaruhi kinerja di kantor. Berikan support dan dukungan sesuai kebutuhan mereka.
4. Pastikan kesehatan fisik baik
Tahu enggak, bahwa kondisi kesehatan mental itu juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik kita? Ingat akan pepatah, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat kan? Pepatah ini bukan sekadar kata bijak saja lo, tapi ada benarnya banget.
Saat tubuh kita sehat dan fit, maka pikiran pun akan terang, hati juga senang. Bye, stres!
Jika sekarang kantor belum punya jadwal tetap untuk medical check up bareng, maka ada baiknya mulai direncanakan. Ketahui kondisi kesehatan karyawan secara fisik secara pasti, untuk kemudian bisa mengelola kesehatan mental mereka.
5. Segera minta bantuan jika terlihat gejalanya
Jika terjadi gejala-gejala karyawan mengalami burnout, stres, depresi, hingga terlihat membahayakan kondisi kesehatan mental, segeralah mencari bantuan pada mereka yang ahli dan profesional. Jangan biarkan terlambat dan berlarut-larut.
Dengan kondisi kesehatan mental yang baik, pastinya diharapkan karyawan akan lebih baik pula kinerjanya, lebih kreatif melahirkan ide-ide baru yang berguna untuk mengembangkan bisnis perusahaan, lebih lincah memecahkan masalah yang muncul, dan bisa menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, antara satu dengan yang lainnya.
Menjadi Karyawan yang Baik dan Bisa Diandalkan, Ini 5 Cara untuk Meningkatkan Kualitas Diri
Menjadi karyawan yang baik itu memang nggak mudah, tapi harus diusahakan. Tak hanya perusahaan yang wajib mengelola sumber daya manusianya seoptimal mungkin, tapi dari pihak karyawannya sendiri juga harus punya kemauan dan motivasi yang cukup untuk meng-upgrade dirinya sendiri.
Rasanya, meskipun perusahaan berusaha memberikan training, benefit dan segala fasilitas yang dibutuhkan sedemikian rupa, kalau si karyawannya sendiri nggak punya niat untuk memperbaiki kualitas diri ya … nggak akan berhasil guna juga.
So, semua memang harus dijalankan secara beriringan dan kompak, oleh karyawan dan juga oleh pihak perusahaan.
Nah, untuk menjadi karyawan yang baik, yang berkompeten, dan siap berkembang (bersama perusahaan), terus apa nih yang bisa kita lakukan? Banyak sebenarnya. Mari kita lihat satu per satu.
5 Cara untuk Menjadi Karyawan yang Baik
1. Jadilah di atas rata-rata
Apakah kita selalu menyelesaikan pekerjaan yang memang sudah ada dalam job desc kita? Apakah pekerjaan itu bisa diselesaikan dengan baik, tuntas, dan tepat waktu? Apakah hasil pekerjaan sesuai dengan standar yang diberikan perusahaan?
Jika ada jawaban ‘belum’, maka sepertinya kita harus bekerja lebih keras lagi. Kalau jawabannya ‘sudah’, juga jangan dulu menepuk dada, karena itu artinya kita sudah menyelesaikan pekerjaan yang memang menjadi kewajiban kita. Kita digaji untuk menyelesaikannya bukan? Berarti itu nggak lebih dong ya.
Kalau kita sudah menyelesaikan pekerjaan yang memang jadi job desc, itu berarti kita hanya menjadi karyawan yang rata-rata saja. Untuk menjadi karyawan yang baik dan menonjol, hingga dikatakan berprestasi, kita harus menunjukkan performa ekstra. Misalnya saja, kita bisa menyelesaikan pekerjaan yang menjadi job desc kita lebih cepat dari target waktu yang diminta oleh kantor.
2. Bangun kredibilitas
Selain bisa dipercaya, menjadi karyawan yang baik itu juga harus kredibel dan bertanggung jawab. Misalnya, ketika diberikan tugas, kita nggak sekadar menyelesaikannya saja (apalagi asal cepat selesai), tetapi kita juga bertanggung jawab agar hasilnya sesuai dengan harapan.
Kredibilitas ini bisa dibangun dengan cara selalu menyesuaikan tindakan dengan apa yang kita ucapkan, atau janjikan. Jangan sampai kita dicap ‘omong doang’.
Kita juga wajib memelihara dan selalu membuka jalur komunikasi dengan orang-orang di sekitar kita. Terutama, mereka yang memiliki hubungan kerja atau bisnis dengan kita.
Selalu tanggapi email, pesan WhatsApp, panggilan telepon, atau apa pun yang kita terima dari atasan, rekan kerja, partner, ataupun stakeholder yang lain. Fast response. Kalaupun ada yang sempat tak terjawab, segeralah untuk difollow up begitu kita sempat.
3. Upgrade diri secara teratur
Untuk menjadi karyawan yang baik, kita harus selalu siap untuk belajar. Hanya karena sudah merasa ahli akan satu hal, jangan biarkan diri sendiri berhenti belajar. Pasti masih banyak hal yang bisa kita pelajari, yang bisa mendukung performa kerja.
Misalnya, sebagai seorang manajer, kita perlu paham mengenai teknik manajerial terbaru supaya proses coaching terhadap anak buah menjadi lebih efektif.
Meski bukan keharusan, tetapi pasti juga banyak hal di luar pekerjaan yang perlu untuk diketahui juga, kan? Misalnya, ada platform media sosial terbaru yang lagi ngehits. Wah, ada bagusnya juga kalau kita ikut mencoba. Siapa tahu bisa menambah networking.
4. Networking
Yes, networking juga perlu kita lakukan jika ingin menjadi karyawan yang baik dan berprestasi.
Bekerja nine to five di dalam kantor setiap hari jangan sampai membuat kita jadi menutup diri dari dunia luar. Luangkanlah waktu untuk update situasi. Meetup dengan teman-teman, juga koneksi lainnya.
Jalin persahabatan dengan siapa pun yang berniat baik. Siapa tahu bisa jadi rekanan sehingga bisa meningkatkan performa kerja kita kan?
5. Atur keuangan pribadi
Dan, yang terakhir nih, untuk menjadi karyawan yang baik, aturlah keuangan pribadi kita juga dengan baik. Sudah tahu kan, apa hubungan antara masalah keuangan yang kita hadapi dengan performa kerja? Saat kita punya masalah keuangan pribadi, maka saat itu pula pasti akan berpengaruh pada fokus dan produktivitas kita dalam bekerja.
So, merasa gaji selalu tak cukup? Merasa gaji terlalu kecil? Merasa punya gaji 1 koma 4? Mungkin masalahnya bukan karena kantor kurang memberikan apresiasi yang pantas. Mungkin karena kita belum bisa mengelola gaji dengan benar, sehingga semua tanggal jadi tanggal tua terus.
Untuk membantu mengelola keuangan pribadi, bisa lo mengusulkan ke divisi HR untuk ngadain pelatihan keuangan. Atau coba cek jadwal-jadwal kelas finansial online di QM Financial ini, siapa tahu ada yang cocok. Coba usulkan pada HR agar bisa disupport juga.
Itu dia 5 cara menjadi karyawan yang baik, yang berprestasi dan siap berkembang terus. Bersama karyawan yang berkompetensi, pastilah perusahaan akan maju dan berkembang juga.
Mengenal Lebih Jauh Perbedaan Suap dan Gratifikasi di Kalangan Karyawan
Salah satu upaya terpenting untuk membentuk tim sumber daya manusia yang mumpuni dalam sebuah perusahaan adalah membangun integritas karyawan. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk upaya ini, di antaranya adalah meminimalkan peluang terjadinya suap dan gratifikasi, baik yang dilakukan oleh karyawan maupun terhadap karyawan.
Hmmm. Suap. Gratifikasi. Sepertinya dua istilah ini ‘KPK banget’ ya. Biasanya yang kita dengar mengenai berita suap dan gratifikasi adalah berita-berita seputar politik deh. Tapi ternyata enggak lo. Suap dan gratifikasi ini akrab juga ditemui di kalangan karyawan.
Tapi apa ya perbedaan suap dan gratifikasi, utamanya di kalangan karyawan, ini? Bukankah keduanya artinya sama saja, yaitu kurang lebih mengupayakan sesuatu untuk “melicinkan” atau memperlancar usaha?
Nah, mari kita lihat perbedaan antara gratifikasi dan suap, agar kemudian kita bisa menghindarinya, karena keduanya berpeluang menimbulkan fraud atau kecurangan di dalam organisasi perusahaan.
Tentang Suap dan Gratifikasi
Suap di Kalangan Karyawan
Memang perusahaan mempunyai kebijakan masing-masing sebagai upaya untuk mencegah penyebab fraud ini terjadi. Tapi, kita bisa melihat dari peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah sebagai patokan.
Suap (menurut Wikipedia) adalah tindakan memberikan uang, barang atau bentuk lain sebagai “balasan” atau “imbalan” dari pemberi suap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas kepentingan/minat si pemberi, walaupun sikap tersebut berlawanan dengan penerima.
Pasal 3 UU No. 3 Tahun 1980 juga menyebutkan definisi suap ini, yaitu bahwa penyuapan terjadi ketika ada orang yang menerima sesuatu atau janji, supaya ia melakukan (atau tidak melakukan) sesuatu yang menyangkut kepentingan umum atau perusahaan, bahkan yang berlawanan.
Seperti dikutip dari situs Kumparan, tentang suap ini lebih jauh diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73), UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor).
Hal ini tak hanya berlaku bagi para pegawai negeri ataupun penyelenggara negara saja, tapi juga bisa terjadi di kalangan karyawan di perusahaan swasta.
Contoh kasus yang paling mudah terjadi di kalangan karyawan misalnya seorang supplier atau vendor memberikan “amplop” kepada salah satu karyawan yang berwewenang agar mau ‘berbelanja’ kebutuhan produksi pada vendor yang bersangkutan. Padahal bisa saja, secara kualitas produk vendor belum masuk ke standar kualitas dari perusahaan.
Hal sebaliknya juga bisa terjadi. Misalnya karyawan dari sebuah perusahaan memberikan hadiah pada orang lain, misalnya di lembaga pemerintah, demi mendapatkan izin-izin tertentu untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu.
Jadi, nggak hanya diberi “hadiah”, memberi “hadiah” pun juga bisa terkena pasal Undang-Undang yang mengatur mengenai suap ini.
Gratifikasi di Kalangan Karyawan
Memang suap dan gratifikasi ini bisa terjadi beriringan. Bahkan pengertiannya kadang juga tertukar.
Gratifikasi terjadi ketika seseorang menerima pemberian uang tambahan, barang, diskon, komisi pinjaman tanpa bunga, ataupun fasilitas-fasilitas lain, misalnya tiket wisata gratis, biaya pengobatan gratis, dan lain sebagainya.
Pelaku tindak gratifikasi ini bisa dipidana lo, dengan hukuman penjara 4 – 20 tahun, dan denda Rp200 juta – Rp1 miliar. Hal ini diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12.
Sampai di sini bisa dilihat, beda gratifikasi dan suap adalah lebih ke intensinya. Kalau suap bersifat transaksional dan langsung, diberikan bersamaan dengan proses kerja sama yang sedang berlangsung. Sedangkan gratifikasi tidak bersifat transaksional–karena kadang diberikan setelah kerja sama selesai, atau bahkan belum ada sama sekali kerja sama. Ada yang menyebut gratifikasi ini sebagai “suap yang tertunda”, karena banyak yang dianggap sebagai “investasi” ataupun upaya untuk mencari perhatian.
Nah, kalau KPK sendiri, sebagai lembaga negara pengawas tindak korupsi dan kawan-kawannya, sempat mengeluarkan Buku Saku Memahami Gratifikasi, yang secara lengkap merincikan apa dan bagaimana tindakan gratifikasi itu. Well, lagi-lagi ini dibuat untuk mengatur jika ada kemungkinan terjadi di kalangan pegawai negeri ataupun penyelenggara negara. Tapi perusahaan swasta ada baiknya untuk juga mengerti dan memahami.
Kalau mengacu pada buku saku KPK tersebut, bentuk gratifikasi yang bisa terjadi di kalangan karyawan misalnya saja:
- Penerimaan hadiah atau parsel dari pihak luar perusahaan oleh rekanan
- Penerimaan komisi karena sudah merekomendasikan rekanan
- Penerimaan potongan harga atas produk dari rekanan yang kemudian tidak dilaporkan ke perusahaan
- Dibiayai liburan setelah proyek selesai
Dan masih banyak lagi.
Yes, kalau dilihat-lihat lagi, sebagian besar fraud karyawan yang terjadi akibat suap dan gratifikasi ini tampaknya adalah hal-hal yang biasa dan banyak kita temui praktiknya dalam proses jalannya perusahaan ya? Saking biasanya, bahkan kita kadang nggak sadar, kalau itu adalah bentuk suap dan gratifikasi. Saking umumnya, hingga menjadi bentuk budaya.
Pada akhirnya, tentu saja, hal ini bisa merugikan perusahaan. Banyak deh efeknya, dan biasanya efeknya ini jangka panjang.
Karena itu, adalah penting bagi pihak perusahaan–melalui divisi HR–untuk berupaya mencegah atau meminimalkan peluang terjadinya fraud karyawan, termasuk suap dan gratifikasi. Dari mana perusahaan bisa memulai? Bisa dari segi finansial, yaitu mengupayakan agar karyawan tidak mempunyai masalah keuangan pribadi yang bisa membuat mereka sempat tergoda untuk melakukan fraud.
Yuk, undang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan bagi karyawan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
5 Penyebab Stres di Tempat Kerja yang Harus Diwaspadai
Kadang kita memang belum bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passion. Dream job, begitu istilahnya, yaitu pekerjaan yang bisa kita lakukan dengan hati senang. Sebenarnya hal ini enggak masalah. Banyak kok karyawan yang harus melakukannya, tapi toh mereka sukses dan mampu meraih jenjang karier yang tinggi. Tapi, yang merasa gagal dan akhirnya merasakan stres di tempat kerja tak kurang banyaknya.
Kadang kita memang tidak bisa memilih pekerjaan, bukan? Setiap orang mungkin akan memilih pekerjaan dengan tingkat stres kecil tapi digaji mahal, kalau memang boleh memilih. Tapi enggak semua punya privilege itu. Bagaimanapun, yang sering terjadi adalah demi KPR yang harus lunas lebih cepat, maka kita pun harus beqerja bagai quda, apa pun deh asal halal.
Nah, kalau kamu adalah kebetulan karyawan yang tak punya privilege untuk bisa bekerja sesuai passion, maka waspadai situasi ini karena rentan akan terjadi stres di tempat kerja. Tentu saja, hal ini kemudian membawa efek kurang baik untuk semuanya; untuk perusahaan dan untuk kita sendiri sebagai karyawan.
Agar kamu bisa terbebas dari stres di tempat kerja, maka yuk kita lihat beberapa penyebab stres yang mungkin terjadi, agar kemudian bisa diambil langkah antisipasinya.
5 Penyebab Stres di Tempat Kerja
1. Beban kerja
Setiap karyawan–dengan jabatan dan wewenang masing-masing–pasti punya beban kerja sendiri-sendiri pula, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, pun sudah diatur dalam perjanjian kerja. Namun, terkadang dalam praktiknya, sering terjadi beban kerja menjadi berlebih atau bertambah dari yang disepakati di awal.
Salah satu penyebab beban kerja bertambah adalah kurangnya sumber daya manusia yang dipunyai oleh perusahaan, akibatnya ada beberapa karyawan yang harus merangkap-rangkap tugasnya. Bisa dibilang, satu orang karyawan harus mengerjakan pekerjaan dua tiga orang sekaligus.
Kalau sudah begini, hampir bisa dipastikan, stres di tempat kerja akan mulai membayangi. Kapasitas setiap manusia itu terbatas. Karena itu, hal ini harus disadari oleh HR atas setiap karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian, jika memang kekurangan SDM, HR bisa memetakan kebutuhan dan mempertimbangkan apakah perlu merekrut karyawan baru agar kinerja dan produktivitas bisa diperbaiki.
2. Konflik dengan rekan kerja
Dalam suatu perusahaan, kita akan bekerja secara tim. Artinya, kita akan bekerja bersama orang lain yang ditunjuk oleh perusahaan, yang pekerjaan dan tugasnya akan berhubungan dengan kita, baik langsung maupun tak langsung.
However, namanya juga orang, kadang ada enggak cocoknya. Ada saja yang bisa membuat konflik. Bisa berhubungan dengan sikap profesionalitas, hingga masalah pribadi. Maunya sih tetap profesional, tapi kalau sulit bekerja sama dan ini terjadi secara terus menerus ya susah juga kan?
Hal ini juga rentan mengakibatkan stres di tempat kerja. Ya gimana enggak, setiap kali harus bersinggungan dengan rekan kerja yang sulit diajak kerja sama, kita pasti sudah terbebani oleh konflik yang terjadi. Padahal sudah ada beban kerja yang harus ditanggung. Stres berlipat-lipat kan?
3. Merasa diri kurang berkembang
Ada kalanya karyawan mengalami stres di tempat kerja karena merasa dirinya kurang dihargai, kurang diapresiasi, hingga kurang bisa mengembangkan dirinya sendiri.
Biasanya sih yang terjadi adalah usulan-usulan yang tak pernah bisa diterima, kurang bisa memberikan pendapat sebebas-bebasnya, dan berbagai hambatan lainnya.
Memang kasus seperti ini biasa terjadi saat kita menjadi ikan kecil di kolam besar. Akan tetapi, kalau hal ini terus-terusan terjadi, akibatnya karyawan pasti merasa kurang bisa mengembangkan diri dan berujung stres di tempat kerja.
4. Kurang komunikasi
Kurangnya komunikasi juga bisa menjadi salah penyebab terbesar munculnya stres di tempat kerja. Misalnya saja, antara atasan dan bawahan. Instruksi-instruksi yang kurang jelas yang disampaikan oleh atasan pada bawahan bisa berefek pada terjadinya stres di tempat kerja ini.
Tak hanya dari atasan kepada bawahan, komunikasi yang kurang antara rekan kerja juga bisa menjadi masalah besar yang akhirnya membuat kinerja keseluruhan terganggu.
5. Masalah keuangan pribadi
Nah, penyebab stres di tempat kerja yang kelima ini juga sangat umum terjadi, yaitu karyawan mengalami masalah keuangan pribadi yang membuatnya jadi enggak fokus dan akhirnya produktivitas berkurang.
Salah satunya adalah ketika yang bersangkutan terlilit utang pada rentenir. Nggak hanya si karyawan yang bersangkutan saja sih yang bakalan stres, kalau sudah mulai meneror kantor maka pasti akan berdampak juga bagi yang lain.
Untuk masalah kelima ini, segeralah cari bantuan untuk mengatasinya. Langkah terpenting yang harus dilakukan untuk mengatasi stres di tempat kerja yang diakibatkan oleh masalah keuangan pribadi ini adalah dengan segera mengadakan training keuangan bagi para karyawan.
So, yuk, undang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan untuk membantu karyawan terbebas dari masalah keuangan pribadi, agar bisa menunjukkan kinerja positif selama di kantor. Sila WA ke 0811 1500 688. Follow Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Nah, itu dia 5 penyebab stres di tempat kerja yang umumnya terjadi. Ada banyak penyebab stres lain yang mungkin juga bisa menyebabkan karyawan menjadi menurun kinerjanya. Pihak HR-lah yang harus melakukan investigasi menyeluruh, dan kemudian bisa merumuskan tindakan apa saja yang perlu diambil untuk mengatasi stres di tempat kerja ini.
5 Jenis Fraud atau Kecurangan Karyawan yang Kerap Terjadi di Perusahaan
Mengelola perusahaan itu bukan hal mudah. Siapa pun pasti mengamini. Nggak cuma harus menjaga berputarnya roda bisnis supaya terus lancar, para pengelola perusahaan juga mesti mengelola sumber daya manusia di dalamnya dengan baik. Sudah dikelola dengan baik pun, kecurangan karyawan masih saja kerap terjadi.
Yes, meng-handle sumber daya manusia di dalam sebuah perusahaan–dengan kata lain, karyawan–memang butuh seni tersendiri. Tak hanya harus memikirkan kesejahteraan mereka, tapi juga mencegah terjadinya kecurangan karyawan.
Kecurangan karyawan seperti apa saja sih yang sering terjadi di perusahaan-perusahaan?
5 Jenis Kecurangan Karyawan yang Sering Terjadi
1. Kecurangan terhadap aset
Kecurangan karyawan ini terjadi biasanya berupa penyalahgunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, atau semacamnya.
Misalnya saja, difasilitasi laptop dengan spek terbaik dari kantor, tentunya untuk mengerjakan tugas-tugas agar hasilnya bisa maksimal. Ternyata–karena satu dan lain hal–si karyawan punya side job yang kurang lebih bidang yang sama, dan menggunakan laptop tersebut dengan prioritas ke side jobnya, alih-alih untuk tugas utamanya.
Nah, ini sudah menyalahi pastinya ya.
Kasus lain lagi. Misalnya seorang purchaser, berwewenang untuk membeli bahan baku produksi ke vendor lain. Karena satu dan lain hal, uang, cek, atau alat pembayaran apa pun ditahan, tidak disampaikan pada vendor, tapi malah dipakai untuk kepentingan pribadi dulu. Hingga akhirnya, proses produksi pun terhambat.
Kasus pertama di atas biasanya dimasukkan ke dalam kategori noncash misappropriation, yaitu kecurangan karyawan yang tidak berhubungan dengan uang atau cash. Sedangkan kasus kedua disebut cash misappropriation, yaitu kecurangan karyawan terkait keuangan.
Mana yang lebih merugikan? Dua-duanya merugikan perusahaan, tentunya. Perusahaan perlu membuat prosedur khusus jika sampai keduanya sering terjadi di kantor.
2. Kecurangan karyawan terhadap laporan keuangan
Bentuk kecurangan kedua ini juga sering dijumpai lo. Misalnya saja, memalsukan bukti transaksi. Contohnya lagi untuk seorang purchaser, berwewenang untuk membelanjakan kebutuhan barang produksi. Membeli cat sebanyak 1 kg sesuai yang tertulis di nota, padahal yang dibelikan hanyalah 1/2 kg saja. Atau, bisa juga menambah nominal. Misalnya, beli kain Rp500.000, tapi ditulis di nota Rp600.000.
Laporan keuangan memang menjadi hal paling rentan untuk dicurangi dalam perusahaan. Memang butuh SDM yang benar-benar qualified dan terpercaya untuk bisa mengelolanya dengan baik. Makanya nggak heran, banyak perusahaan yang masih menerapkan sistem micro management untuk keuangannya.
3. Korupsi
Korupsi ini kadang rancu dengan kecurangan karyawan terkait laporan keuangan di atas. Iya, kadang overlapped sih.
Tapi, korupsi ini juga punya beberapa bentuk, yaitu kolusi dan nepotisme, serta suap.
Kolusi dan nepotisme ini biasanya terkait dengan adanya conflict of interest para karyawan. Misalnya saja, seorang karyawan, selain bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konsultasi desain interior, di rumah juga membuka bisnis pembuatan perabotan rumah yang customized. Akhirnya, dengan cara tertentu, dia mengalirkan semua proyek interior ke bisnis pribadinya sendiri. Jika kemudian hal ini merugikan perusahaan, maka bisa dibilang karyawan tersebut melakukan fraud atau kecurangan.
Kasus lain, misalnya saja, kantor butuh seseorang yang punya skill manajerial untuk mengelola satu divisi. Seseorang yang sudah mempunyai jabatan penting lantas mengusulkan keluarganya untuk menempati posisi strategis tersebut. Namun, ternyata, yang direkomendasikan belum punya skill yang memadai.
Sedangkan fraud yang berupa suap, ini sepertinya sudah pada tahu sih yang seperti apa. Suap juga akan banyak merugikan perusahaan, jadi waspadai betul akan timbulnya fraud ini.
4. Kecurangan terkait personalia
Kecurangan karyawan terkait manajemen personalia ini misalnya, izin sakit tapi ternyata malah pergi solo traveling. Atau, menyalahgunakan waktu kerja yang fleksibel, dan sebagainya.
Kebanyakan ini terjadi dan karena masalahnya (dianggap) kecil-kecil simpel sepele gitu akhirnya jadi kebiasaan. Nanti akan terasa efeknya ketika kinerja tak lagi efektif dan produktivitas berkurang. Biasanya akan berbuah pada review tahunan yang buruk.
Kebiasaan melakukan fraud keempat ini memang seperti menyimpan bom waktu sih. Nggak kerasa di keseharian, tapi tiba-tiba meledak di akhir.
5. Kecurangan terkait etika kerja
Fraud ini bisa terjadi, ketika seorang karyawan mencoba untuk bekerja sama dengan pihak lain demi keuntungan pribadi, dengan membocorkan informasi yang seharusnya menjadi rahasia perusahaan. Biasanya sih terkait dengan strategi bisnis, strategi pemasaran hingga penentuan harga produk, proses produksi, dan lain sebagainya.
Kecurangan karyawan ini biasanya juga diperparah dengan tindakan si karyawan yang menerima “upah” untuk informasi yang diberikannya.
Duh, kalau melihat berbagai bentuk kecurangan karyawan di atas, rasanya kok mengerikan semua ya? Kenapa kok bisa setega itu melakukan kecurangan pada kantor yang sudah menggajinya seperti itu?
Well, banyak sih alasannya. Salah satu alasan terbesarnya adalah si karyawan butuh uang.
Yes, “butuh uang” ini memang kadang menjadi akar segala kesulitan dan masalah yang timbul di kehidupan kita. Tapi, ya, siapa sih yang enggak butuh uang? Semua orang juga “butuh uang” kan? Tapi, kebutuhan akan uang ini bisa kok dimanifestasikan dalam bentuk yang positif.
Yang pertama, tentu dengan mengatur gaji yang sudah diterima supaya cukup sampai saatnya gajian lagi. Karena itulah, training keuangan bagi karyawan itu penting.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan kamu? Sila WA ke 0811 1500 688. Follow Instagram QM Financial atau cek web Event QM Financial untuk info-info kelas online terbaru.
Mengatasi Stres Kerja Seperti Jefri Nichol, Lakukan 3 Hal Ini Tanpa Narkoba
Beberapa artis kedapatan menggunakan narkoba. Yang paling hangat ada Bang Jefri Nichol, aktor muda berbakat itu. Ia mengaku menggunakan narkoba untuk mengatasi stres kerja. Konon, katanya, narkoba bisa membuatnya rileks karena ia tegang lantaran sedang mempersiapkan film. Ia butuh tidur, jadi mengonsumsi narkoba agar bisa beristirahat.
Kalau dilihat, inti alasannya menggunakan narkoba adalah untuk mengurangi stres saat bekerja.
Stres saat bekerja bisa dialami oleh siapa saja, dari para pekerja lapis terbawah, para karyawan kantoran, manajer, hingga para artis. Dan, pastinya semua orang juga sadar, bahwa setiap pekerjaan punya tingkat stres dan risikonya masing-masing. Meskipun dari luar, pekerjaan itu tampak glamor dan menyenangkan–seperti pekerjaan yang dijalani oleh para selebriti.
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health, tingkat stres saat bekerja yang dialami oleh wanita cenderung lebih tinggi 2 kali lipat daripada para pria. Penyebabnya mulai dari beban pikiran lantaran berperan ganda juga sebagai ibu rumah tangga, hingga masalah pelik semisal diskriminasi masalah gender, pun tingginya risiko mengalami sexual harrassment di lingkungan kerja.
So, dengan demikian, tinggal bagaimana kita mengatasi stres kerja itu saja, karena masalah ini umum dialami oleh semua pekerja yang ada di muka bumi. Apakah kemudian mengonsumsi narkoba hanya menjadi satu-satunya jalan untuk mengatasi stres kerja yang terjadi, atau mengajukan resign setiap kali tertekan di kantor, ataukah kita melakukan beberapa hal yang memungkinkan kita melakukan pekerjaan secara fun?
Kalau orang ehem … waras, pastinya akan berusaha memilih opsi yang terakhir. Lalu apa yang bisa kita lakukan agar pekerjaan bisa lebih fun, dan akhirnya kita bisa mengatasi stres kerja?
3 Hal untuk mengatasi stres kerja
1. Jadwalkan liburan rutin
Liburan itu penting! Siapa yang bilang kita nggak butuh liburan? Duh, kalau ada yang bilang begitu, coba dilihat lagi ke belakang, apakah hidupnya baik-baik saja?
Sekali lagi, liburan itu penting! Karena berlibur itu nggak hanya bisa mengatasi stres kerja, tapi bahkan juga mengurangi risiko depresi dan bisa meningkatkan rasa percaya diri kita.
Tahu nggak sih, di Denmark, para pekerjanya mendapatkan waktu cuti 5 – 6 minggu per tahun lo. Pantas saja Denmark menjadi salah satu dari top 10 the most livable country karena harapan hidup yang tinggi.
Dan Buettner, penulis buku Thrive: Finding Happiness the Blue Zones Way bilang, peraturan pertama untuk mengatasi stres kerja adalah jangan pernah buang jatah cuti begitu saja. Bahkan kalau kita sedang nggak punya uang buat berfoya-foya di suatu tempat yang eksotis, kita tetap bisa memilih liburan murah meriah: staycation.
Nah, karena liburan adalah kebutuhan, maka PR terbesarnya adalah … menyiapkan dana liburan! Jengjeng! *lalu stres lagi*
2. Hangout juga penting
Kadang yang terjadi adalah, kita mengefektifkan waktu kerja sedemikian rupa sehingga kita bisa menghindari lembur dan bisa pulang tenggo, pukul 18.00 tepat, misalnya. Tapi ternyata … tydac gitu juga sih.
Ada kalanya kita perlu bersosialisasi juga dengan rekan kerja yang lain. Nggak ada salahnya kok sekali-sekali hangout bareng, karaokean, makan-makan di food court, atau ngopi di warung kopi kekinian. Ini menjadi cara yang efisien juga buat mengatasi stres kerja. Asalkan dananya ada. Nah.
Jadi, boleh dong kita punya anggaran buat ngopi, makan di luar, or nonton bareng? Boleh banget! Mbak Ligwina Hananto saja bilang boleh kok, hanya pastikan masih dalam batas 20% dari anggaran bulanan kita.
3. Hindari macet
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Princeton University, perjalanan ke kantor adalah hal yang paling tidak favorit yang dilakukan oleh kelas pekerja di pagi hari lo! Bahkan kegiatan membersihkan rumah saja masih lebih favorit ketimbang berangkat kerja.
Kenapa? Yes, macet.
Ada tambahan lain yang menarik juga nih. Scandinavian Journal of Economics menemukan, bahwa pekerja yang menghabiskan waktu sekitar 22 menit ke kantor, memiliki pengeluaran 35% lebih banyak tiap bulannya ketimbang yang tidak. Terutama buat mereka yang tinggal di kota besar, dengan segala hiruk-pikuk kemacetan yang harus dilewati setiap harinya. Wah. bisa dibayangkan deh berapa besar ekstra pengeluaran yang harus disiapkan.
So? Well, sebagian karyawan–terutama yang bekerja di Jakarta–sudah lebih memilih untuk menggunakan transportasi publik. Ada transportasi online, TransJakarta, lalu MRT. Semoga LRT juga segera menyusul diresmikan ya. Ini perubahan bagus sih, untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang beredar di jalan. Buat yang jarak dari kantor ke rumah enggak terlalu jauh, bisa bike to work dong. Selain mengurangi kemacetan, mengatasi stres kerja dengan olahraga juga. Pun, hemat energi.
Atau, kenapa nggak janjian berangkat bareng dengan rekan-rekan sekantor yang arahnya sama. Dulu sih ada komunitas Nebenger ya, entah deh sekarang masih ada atau enggak.
Well, yang pasti, masalah stres saat bekerja ini memang merupakan masalah sejuta umat pekerja di mana pun kok. Meski tingkat, penyebab, dan bentuknya bisa berbeda-beda. Kenapa kita enggak berusaha membuat semuanya jadi fun aja dijalani kan? Dan, bukan malah melarikan diri semacam dengan menggunakan narkoba ataupun memilih resign dan jadi kutu loncat.
Dan, tahu nggak sih. Salah satu pemicu stres saat bekerja itu juga adalah kurangnya keterampilan kita mengelola keuangan pribadi lo! Nah, kalau ini sih obatnya gampang. Ikutan kelas-kelas finansial online dari QM Financial aja. Kelasnya online, pakai aplikasi zoom, dan bisa diikuti di mana saja. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA) untuk mendaftar ya.
Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
Dipromosikan dan Jadi Bos Baru, 5 Hal Ini Harus Segera Dilakukan
Wah, sepertinya tahun ini jadi tahun kesuksesan nih ya. Mendapatkan promosi, jadi bos baru, dan tentu saja, gaji naik! Uwuwuw! Selamat!
Selain menjadi anugerah, pastinya ada tantangan tersendiri saat kita dipercaya jadi bos baru. Terlebih kalau kita jadi bos muda, yang punya anak buah telah lebih dulu bekerja di perusahaan itu dan masuk dalam jajaran ‘senior’.
Memang agak tricky nih, kalau mau memimpin mereka yang lebih “matang”. Kita mesti punya strategi yang jitu, supaya enggak dianggap anak bawang, cuma bisa merepotkan, dan segudang stigma yang lain.
Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan setelah jadi bos baru. Segera!
1. Konsolidasi dengan anak buah
Nggak ada salahnya, kalau kita yang “mendatangi” anak buah terlebih dahulu saat jadi bos baru. Lupakan strata dan struktur. We’re partners, anyway, right?
Elaborasikan lagi target-target kerja kita dengan tim, sehingga para anggota tim kerja dapat mengonfirmasikan beberapa hal sampai tercapai kesepakatan bersama dalam menentukan langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan bersama.
Kesepakatan-kesepakatan perlu dibuat sejak awal agar terbina budaya saling percaya, dan terjalin komunikasi terbuka dalam tim. Memang, jika ingin mendapatkan trust dari anak buah, maka biarkan mereka mengetahui apa saja ide dan gagasan kita. Jadi, sebaiknya sampaikan pada mereka sejak awal, lalu mintalah feedback agar mereka melengkapi gagasan kita tadi.
Dengan demikian, menjadi satu rencana praktis dan strategis demi kebaikan bersama dalam tim.
2. Menghargai anak buah
Dapatkan respek dari anak buah sebagai bos baru mereka dengan menunjukkan dulu rasa respek kita atas kinerja baik mereka. Berilah kepercayaan atas keterampilan profesional yang sudah mereka miliki dan terapkan.
Meski jadi bos baru, kita harus tetap mendengarkan saran, masukan, dan kritik mereka. Pertimbangkanlah semuanya itu sebagai salah satu usaha untuk mencapai target bersama.
3. Utamakan profesionalitas, ketegasan, taktis, dan ketenangan
Sebagai orang yang lebih muda (dan jadi bos baru), biasanya akan terlihat lebih inovatif, progresif, berambisi, dan berani ambil risiko. Namun, sering kali ini juga terlihat jadi sembrono, kurang bijak, kurang perhitungan, dan tidak hati-hati. Apalagi kalau harus menghadapi situasi yang menekan. Hal ini akan terlihat jelas di mata anak buah, terutama mereka yang lebih senior.
Tetap berpikir jernih dalam menghadapi isu pekerjaan sehari-hari. Tunjukkan bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang tenang. Segera ambil tindakan yang bijak dan taktis saat menangani situasi sulit, sehingga anak buah merasa aman berada dalam kepemimpinan kita.
Rasa aman anak buah ini tak bisa ditumbuhkan begitu saja, memang. Mereka harus bisa merasakan bahwa kita bisa diandalkan untuk memperjuangkan kepentingan tim.
4. Fleksibel menghadapi masalah
Saat sudah jadi bos baru, anak buah yang lebih senior terkadang akan menyampaikan masalah dengan cara-cara tertentu yang mungkin enggak sama dengan yang biasa kita lakukan. Apalagi kalau kita dipromosikan dari kantor cabang lain, misalnya. Atau mungkin divisi lain. Akan ada peluang kita akan mengalami semacam shock, lantaran budaya kerja yang berbeda.
Kalau enggak bijak dalam menanganinya, hal ini bisa jadi konflik tersendiri yang lama-lama bisa mengganggu kinerja tim.
So, jika kita sudah bisa merasakan kalau hal ini akan jadi konflik, akan ada baiknya kalau langsung ditangani dan dicari solusinya sejak dini. Bersikap fleksibel dan hati-hati bisa jadi senjata ampuh. Bagaimanapun, jadi bos baru, kita akan tetap membutuhkan peran mereka, sehingga kita nggak bisa mengabaikan kepentingan mereka begitu saja.
So, pahami dan cari solusi atas permasalahan anak buah secara kasus per kasus, dengan tetap berada dalam koridor peraturan perusahaan. Intinya, lebih ke “mendengarkan”, “memperhatikan”, dan “mengelola”, ketimbang “memaksakan”, “menyuruh”, dan “menginstruksikan”.
5. Jangan terjebak gaji/jabatan naik = lifestyle naik
Nah, ini nih, the most important thing! Jadi bos baru berarti gaji dan tunjangan naik. Ini wajar, karena kita harus mengelola wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar. Tapi bukan berarti lantas lifestyle kita juga naik.
Akan ada kemungkinan, kita akan banyak melakukan networking atau business entertaining mereka yang potensial untuk dijadikan partner. Ini wajar saja sih, kalau kita sudah jadi bos baru. Tapi pastinya kita bisa mengendalikannya. Biaya-biaya expenses yang berkaitan dengan pekerjaan seperti itu, pastinya di-cover oleh kantor. Tapi kita enggak perlu menjadikannya sebagai gaya hidup kan? Mentang-mentang biasa ngopi di kafe untuk menjamu tamu perusahaan, sekarang jadi lebih suka beli kopi di kafe untuk dibawa ke kantor. Atau, jadi langganan tetap kafe dengan mengunjunginya seminggu dua-tiga kali.
Akan lebih baik jika gaji besar kita itu dialokasikan menjadi investasi.
Nah, supaya lebih afdal jadi bos baru, yuk, beri contoh pada anak buah bagaimana mengelola keuangan pribadi dengan baik. Tunjukkan, bahwa dengan kebiasaan pengelolaan keuangan yang baik, kinerja kita bisa meningkat hingga bisa mendapatkan promosi.
Ajak anak buah untuk ikut kelas finansial online yang sesuai dengan kebutuhan dalam Financial Clinic Online Series. Silakan cek jadwalnya ya. Jangan lupa follow juga akun Instagram QM Financial.
Kalau tim kerja kita punya kebiasaan keuangan yang baik, pasti deh performa tim bisa maksimal. Well, akhir kata, selamat bekerja, bos baru! Sukses ya!