5 Sumber Pemasukan Uang yang Bisa Dimiliki oleh Setiap Orang
Kebanyakan dari kita hanya memiliki penghasilan dari kerja kantoran, atau kalau enggak dari berdagang. Padahal ada banyak juga sumber pemasukan uang lain yang juga bisa dimanfaatkan untuk menambah penghasilan lo.
Tapi kan, penghasilan yang sekarang sudah cukup. Gaji tinggi. Masa masih perlu sumber pmasukan uang yang lain?
Yah, syukurlah kalau memang sudah cukup. Syukurlah juga kalau gaji sudah besar. Nikmati dan kelola, supaya bisa dimanfaaatkan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan. Namun, apakah kamu juga tahu, bahwa penghasilan pun berisiko, yang pada akhirnya juga akan berimbas pada pencapaian tujuan keuangan kita?
Ibaratnya, kita mau pergi ke suatu tempat. Jalan yang dipilih ternyata macet, atau tertimbun tanah longsor, atau ada berbagai aral lainnya. Kalau kita tidak tahu alternatif jalan yang lain, bisa jadi kita akan stuck di tempat tersebut. Masa iya, mau menunggu? Iya kalau bisa diatasi dengan cepat, kalau enggak? Bisa-bisa kita enggak pernah bisa sampai ke tujuan.
Nah, begitu juga dengan penghasilan. Boleh saja kita punya satu penghasilan yang jadi andalan saat ini. Namun, untuk mengamankan dan menjamin kita bisa mencapai tujuan finansial, ada baiknya kita juga punya alternatif sumber pemasukan uang yang lain.
Apa saja?
5 Sumber Pemasukan Uang yang Sebaiknya Dimiliki

1. Menjadi karyawan
Sumber pemasukan uang dengan menjadi karyawan adalah dari gaji atau upah, merupakan imbalan terhadap tenaga, pikiran, dan waktu yang sudah kita berikan selama kita bekerja.
Rata-rata gaji akan diberikan secara teratur, misalnya pada tanggal tertentu atau hari tertentu, sesuai kesepakatan kerja. Jumlahnya juga relatif tetap, sesuai juga dengan kesepakatan. Dengan bekerja menjadi karyawan, umumnya orang akan menghabiskan waktu antara pukul 08.00 atau 09.00 hingga sore atau sampai malam. Bahkan, tak jarang harus lembur, dengan jam kerja yang panjang.
Besaran gaji itu relatif, tergantung pada jabatan, besarnya tanggung jawab, risiko kerja, domisili kerja, sampai jumlah kehadiran. Semakin besar gaji, umumnya juga tanggung jawab, risiko kerja, jumlah kehadiran, dan jabatan juga akan semakin besar.
2. Menjual jasa keahlian
Jika kamu memiliki keahlian khusus, yang enggak semua orang punya dan dibutuhkan, kamu bisa banget menjadikannya sebagai sumber pemasukan uang. Jual keahlianmu, bantu klien untuk menyelesaikan masalahnya, dan kamu bisa mendapatkan honor kemudian.
Misalnya saja seperti membuatkan desain website, menulis copy untuk iklan, membuat logo untuk bisnis, membantu klien merencanakan event atau mungkin pesta-pesta pribadi seperti pesta pernikahan, pesta ulang tahun perkawinan, dan sebagainya. Sampai kamu juga bisa menjual keahlianmu untuk menyanyi, bermain musik, melukis, dan sebagainya.
Ada 2 hal yang akan memengaruhi besaran pemasukan uang dari jenis profesi ini, yaitu seberapa baik atau tinggi keahlianmu, dan seberapa banyak kamu bisa menyelesaikan pekerjaan dalam satu waktunya. Misalnya setiap bulan kamu bisa menyanyi berapa kali, atau bisa membuat desain web seberapa kali, dan juga seberapa baik hasil kerjamu itu.
Tak seperti menjadi karyawan, menjual keahlian sendiri itu lebih fleksibel waktunya. Ya, style pekerja lepas nan mandiri. Namun, jangan lupa, penghasilan juga fleksibel, dalam arti enggak teratur dan tetap seperti halnya gaji.
Soal jenjang karier ya kurang lebih sama saja dengan menjadi karyawan. Bisa butuh bertahun-tahun merintis, tetapi bisa juga cepat, tetapi semua tergantung pada dirimu sendiri.

3. Penjual barang
Menjual barang-barang juga bisa menjadi salah satu sumber pemasukan uang alternatif yang lumayan lo! Apalagi jika kamu bisa menyesuaikan kebutuhan orang dengan suplainya. Dengan demikian, masalah pasar tidak akan terlalu jadi masalah.
Mulailah dari hal-hal yang kecil. Misalnya, di kantor banyak teman kerja yang enggak ada waktu untuk membuat bekal, sehingga mereka hanya bisa mengandalkan pesan makanan online. Kamu bisa membantu mereka membuat bekal sehingga bagi mereka lebih murah dan mudah, kamu pun bisa mendapatkan tambahan penghasilan. Tinggal didata saja, untuk besok, siapa saja yang mau pesan bekal makan siang. Kamu bisa mempersiapkannya mulai sore atau malam hari, dan memasak pagi-pagi, sekaligus membuat bekal untukmu sendiri.
Contoh lagi, kamu sering jalan-jalan ke luar negeri atau dalam negeri juga bisa. Lalu buka jastip. Misalnya, jastip skincare sementara kamu jalan-jalan ke Korea. Lumayan kan? Atau kamu bisa menawarkan baju koko atau kaftan menjelang Idulfitri. Atau beli camilan grosiran, lalu kamu kemas kembali dalam ukuran kecil, dan jual eceran dengan titip di kantin kantor.
Banyak cara dan barang bisa dijual, tinggal atur saja dengan kreativitasmu.
4. Investasi
Investasi bisa berarti beberapa cara pemasukan uang.
Yang pertama, kamu menanam modal pada sebuah bisnis, yang akan dijalankan atau dikelola oleh siapa pun. Dengan begitu, peran kamu adalah sebagai pemodal, yang nantinya akan menerima pembagian keuntungan dari laba bisnis yang diperoleh.
Atau, kamu bisa memanfaatkan berbagai instrumen investasi yang menawarkan keuntungan yang bisa dilakukan secara online. Ada banyak banget, kamu bisa memilih mulai dari reksa dana, saham, surat utang atau obligasi, hingga mengembangkan dana di fintech lending.
Untuk saham, kamu bisa mendapatkan keuntungan dari dividen ataupun capital gain. Dari obligasi, kamu bisa mendapatkan pemasukan uang dari kupon yang diberikan sesuai perjanjian atau ketentuan. Dari fintech lending, pemasukan uang juga datang dari bunga pinjaman modal yang diberikan. Sementara reksa dana menawarkan keuntungan yang beragam, tergantung jenis reksa dananya, mulai dari capital gain, kupon, hingga dividen juga.

5. Royalti
Alternatif sumber pemasukan uang yang berikutnya juga bisa kamu dapatkan adalah dari royalti.
Royalti adalah sejumlah uang yang dibayarkan sebagai hak dari penciptaan kekayaan intelektual. Di sini, royalti bisa saja datang dari kamu menulis buku dan kemudian diterbitkan. Atau mungkin kamu membuat jingle, dan kemudian kamu jual ke pihak-pihak yang membutuhkan. Atau, bisa juga misalnya kamu membuat desain template untuk website atau untuk keperluan yang lain, atau foto-foto, yang kemudian kamu jual melalui pihak penyedia layanan stock desain atau foto. Ketika ada orang yang mengunduh desain atau fotomu, maka kamu akan mendapatkan royalti yang besarnya sesuai dengan ketentuan.
Pemasukan uang dari royalti ini benar-benar suatu penghasilan pasif. Kamu hanya harus bekerja sekali saja, tetapi penghasilan akan bisa didapatkan selama karyamu diperjualbelikan, tanpa kamu harus menciptakan atau mengerjakan sesuatu lagi.
Nah, gimana nih? Apakah kamu sudah memanfaatkan kelima sumber pemasukan uang di atas? Atau baru ada beberapa saja?
Enggak ada salahnya lo, kamu memiliki beberapa stream income sekaligus. Pasalnya, seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa kita harus mencari alternatif jalan yang lain juga demi mengamankan langkah kita menuju tujuan finansial yang hendak dicapai. Tinggal belajar keuangan lebih mendalam lagi, agar rencana keuangan kamu lebih matang dan komprehensif.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Ada Tawaran Pindah Kerja, Apa yang Harus Dipertimbangkan?
Kondisi lagi tidak pasti, kok ya ndilalah, dapat tawaran pindah kerja. Enaknya terima atau tolak ya?
Mungkin ada di antara kamu yang sedang mengalami hal ini. Bisa jadi ini momen yang pas buat kamu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, karier yang lebih jelas, gaji yang lebih tinggi, atau masuk ke kantor yang sudah diincar sejak lama. Kalau ditawari pindah kerja seperti ini rasanya memang beda dari mencari sendiri, ya kan?
Biasanya perekrut juga memberikan penawaran yang menarik, sehingga kamu pun sulit untuk menolaknya. Tak hanya gaji lebih tinggi, biasanya yang juga sering jadi andalan itu adalah kompensasi nonfinansialnya.
Well, sebelum benar-benar tergoda dan memutuskan untuk pindah kerja, ada baiknya kamu pertimbangkan dulu beberapa hal berikut ini saat ingin resign.

Pertimbangan Pindah Kerja
Gaji
Gaji memang merupakan pertimbangan terbesar mana kala kamu ingin menerjuni pekerjaan tertentu atau menapaki karier tertentu. Faktanya, alasan gaji ini sangat sering menjadi penyebab terbesar mengapa orang pindah kerja. Banyak yang punya mindset, ya ngapain pindah kerja kalau gajinya sama saja?
Pemikiran seperti itu bukannya keliru. Malahan, itu adalah pertimbangan yang sangat tepat. Apalagi, misalnya, kantor baru juga lebih jauh, atau punya aturan tertentu yang lebih demanding. Ya, harus diimbangi dengan gaji. Kalau enggak, ya tekor di kita. Karena itu, harus diperhitungkan dengan saksama, agar ketika gaji bertambah, ongkos yang meningkat juga ter-cover.
Namun, kamu juga perlu menyadari, bahwa tanggung jawab pekerjaan itu berbanding lurus dengan gaji. Kalau kamu mau pindah kerja dengan gaji yang lebih tinggi, maka kamu harus siap dengan tanggung jawab yang lebih besar pula.
Tunjangan dan fasilitas lain, terutama kesehatan
Setiap perusahaan punya kebijakan yang berbeda, termasuk soal benefit. Ada kantor yang menyediakan makan siang dalam bentuk katering, ada yang memberi uang makan. Ada yang memberikan tunjangan transportasi, ada juga yang menyediakan kendaraan shuttle. Ada yang menjanjikan insentif berupa uang dengan ketentuan tertentu, ada yang lebih suka mengajak karyawannya untuk liburan bareng sering-sering.
Masing-masing jika dikonversikan ya akan menjadi benefit yang punya nilai tertentu. So, kamu juga harus mempertimbangkan hal ini, dan sesuaikan dengan kebutuhanmu.
Biasanya yang penting untuk kamu pertimbangkan dengan baik terutama adalah fasilitas kesehatan. Pasalnya, percuma gaji lebih besar tetapi tidak ada perlindungan kesehatan. Minimal banget BPJS Kesehatan yang sudah kamu miliki dari kantor sebelumnya bisa diteruskan.
Lalu apakah ada fasilitas lain yang berbeda? Misalnya seperti pinjaman. Apakah ada fasilitas pinjaman dari kantor untuk karyawan yang membutuhkan? Jika ada, skemanya seperti apa?
Pun benefit nonfinansial lain juga harus kamu cek, misalnya ada membership gym? Atau kebijakan cuti, seperti cuti tahunan, cuti melahirkan, cuti anak sakit, dan sebagainya.

Taat aturan
Setiap perusahaan yang ada di Indonesia harus taat peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Seperti mengikutsertakan karyawannya dalam BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Keduanya ini wajib banget diikuti. Kalau perusahaan yang baru melanggar kewajiban ini, besar kemungkinan aturan lain juga tak akan dipedulikan.
Juga soal jam kerja. Gaji bertambah, tanggung jawab lebih besar, biasanya juga akan berhubungan dengan jam kerja. Coba pertimbangkan, berapakah jumlah jam kerja dalam seminggu yang diminta oleh perusahaan baru? Apakah kamu harus (dan akan sering) bekerja lembur atau di akhir pekan? Apakah ada uang lembur untuk tambahan jam kerja tersebut?
Standar dari pemerintah, jam kerja paling banyak adalah 40 jam per minggu. Apakah nanti jam kerjamu sesuai peraturan ini, ataukah lebih banyak? Jangan sampai terjebak ya, gaji lebih besar tetapi jam kerja jauh lebih panjang.
Budaya kantor
Working culture ini juga harus dipertimbangkan dengan baik. Setiap kantor punya budayanya sendiri-sendiri. Jangan sampai kamu shock karena perbedaan yang mencolok antara perusahaan satu dengan yang lainnya setelah kamu pindah kerja.
Misalnya, sebelumnya kamu bekerja di sebuah perusahaan yang membebaskan karyawannya untuk tampil sesuai style masing-masing, tak peduli kalau kamu mengenakan kaus sekalipun karena memang fokusnya bukan pada penampilan. Kemudian kamu pindah kerja ke bank, yang menuntutmu untuk selalu rapi, dan berpakaian seragam sesuai yang ditentukan. Hal-hal seperti ini bisa “menganggu” kamu, kalau kamu tak siap.
Belum lagi soal cara kerja. Yang biasanya sat set sat set, terus ketemu kantor yang prosedural banget, pasti akan shock juga.
Cari tahu budaya kerja yang ada di tempat baru, supaya kamu bisa bersiap untuk beradaptasi.

Jenjang karier dan peluang mengembangkan diri
Meski kamu ditawari untuk pindah kerja dengan jenjang yang lebih tinggi daripada perusahaan lama, kamu wajib tetap mencari informasi apakah ke depannya masih terbuka kesempatan untuk jenjang karier yang lebih baik.
Pastinya kamu pengin menjadi yang lebih baik kan? Karena di sini tak hanya sekadar gaji yang lebih tinggi, tetapi juga soal status dan prestise.
Jangan lupa juga soal kesempatan untuk pengembangan diri. Misalnya seperti apakah di kantor baru nantinya kamu mendapat kesempatan untuk upgrade ilmu? Apakah sering diadakan training untuk meningkatkan skill dan potensi? Apakah manajer dan HR di kantor barumu peduli dengan kondisi karyawan, apakah mereka punya antusiasme untuk ikut membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan?
Misalnya saja, mereka secara berkala memberikan training keuangan, agar karyawannya terbebas dari berbagai masalah? Jika iya, well, sebaiknya kamu pertimbangkan ini dengan baik.
Nah, kalau memang dibutuhkan, ajak deh tim QM Financial untuk berpartner memberikan training keuangan secara berkelanjutan di kantor. Training karyawan dari QM Financial dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Untuk detail lebih lanjut, bisa menghubungi Hotline #QMTraining ini ya, dan mari berdiskusi mengenai kebutuhan training keuangan karyawan.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Bisa Nggak ya, Punya Gaji 1 Miliar?
Ribut-ribut di media sosial tentang para karyawan yang punya gaji 1 miliar, apakah kamu juga mengikuti hype ini? Kalau ketinggalan, boleh saja kok kalau mau menelusur.
Tapi, apa pentingnya tahu gaji orang lain berapa? Terus kenapa kalau gaji orang lain 1 miliar? Apakah kemudian kamu tertarik untuk bekerja di ladang yang sama?
Ya memang, di setiap fenomena itu kan akan selalu ada sesuatu di baliknya, ya kan? Misalnya kamu kepo terhadap sesuatu, terus apakah sesuatu yang dikepoin itu kemudian bermanfaat untukmu?
Jadi Pengin Punya Gaji 1 Miliar Juga?
Salah satu bentuk reaksi yang mungkin muncul dari dalam dirimu ketika mengikuti kehebohan ini adalah ungkapan, “Duh, pengin juga euy, punya gaji 1 miliar!”
Bisa nggak ya, kita punya gaji 1 miliar juga?
Bisa saja, tapi … seberapa besarkah kemungkinannya?

Dari data yang dirilis oleh BPS yang terdapat di situs Katadata.co.id, berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Februari 2022 lalu, ternyata rata-rata gaji orang Indonesia adalah Rp2.89 juta per bulan. Angka ini naik tipis dari tahun 2021, yang sebesar Rp2.86 juta per bulan.
Fakta lain lagi terungkap, bahwa ada perbedaan besaran gaji rata-rata dari karyawan laki-laki dan perempuan. Karyawan laki-laki digaji rata-rata Rp3.14 juta, sementara perempuan digaji rata-rata Rp2.43 juta per bulan. Nah, siapa nih yang jiwa feminisnya lantas menggeliat?
So, apa yang bisa disimpulkan?

Mereka yang punya gaji 1 miliar itu bisa jadi hanya segelintir, mengingat rata-rata gaji orang Indonesia ada di kisaran Rp2.89 juta. Bisa jadi hanya 3 orang dari total penduduk usia produktif Indonesia sesuai data dari BPS ini.
3 orang dari total 208 juta orang usia produktif. Itu sama dengan nol koma nol nol nol nol yang banyak.
Jadi, bagaimana peluangnya? Silakan hitung sendiri ya.
Berarti Peluang Tipis Banget ya?
Tipis, tetapi bukan berarti tak mungkin. Ada yang memang memiliki gaji 1 miliar per bulan, tetapi ada juga yang berpenghasilan kurang dari Rp1 juta per bulannya.
Kalau dibuat chart, yang bergaji di sekitaran Rp2.89 juta pasti banyak sekali. Sementara yang memiliki gaji 1 miliar pastinya hanya segelintir di luar sirkel Rp2.89 juta itu.
Yang di luar sirkel adalah kasus ekstrem. Sudah pasti, peluang terjadi akan tipis. Kebanyakan dari kita akan berada di sekitar rata-rata.
Ini adalah hitungan yang logis dan realistis.
Tapi, hal ini bukan tak mungkin.
Menurut penelusuran dari beberapa sumber berupa situs lowongan kerja, kamu dimungkinkan banget memiliki gaji 1 miliar kalau dibayar dalam dolar. Berikut beberapa profesi yang memungkinkanmu mendapatkan gaji 1 miliar.
Ahli Teknologi Nuklir
Seorang ahli teknologi nuklir memiliki gaji pada kisaran Rp800-an juta hingga Rp 1 M, sesuai tingkat kesulitannya. Job desc mereka rata-rata adalah meneliti fisi nuklir dan energi-energi di dalamnya, yang kemudian bisa dikembangkan manfaatnya untuk kebutuhan manusia.
Peretas
Jangan selalu menganggap negatif pada para peretas. Ada sekelompok peretas yang dikenal dengan white hat, yang pekerjaannya membangun keamanan jaringan. Mereka akan meretas sistem untuk mencari celah kesalahan untuk kemudian bisa diperbaiki.
Konon, dengan tingkat peretasan yang meninggi akhir-akhir ini, sejumlah pihak mau menggelontorkan biaya besar untuk memperkuat sistem keamanan jaringan masing-masing. Ada yang menembus Rp1.3 miliar per bulannya.
Computer programmer
Computer programmer adalah salah satu dari sedikit profesi yang bisa memiliki gaji 1 miliar, bahkan lebih. Hal ini pastinya sepadan dengan tugasnya yang berat, yakni analisis dan pemrograman berbagai sistem untuk berbagai keperluan.
Apalagi perkembangan teknologi begitu luar biasa. Seorang computer programmer harus bisa mengejar kebutuhan masyarakat yang juga dengan cepat berubah.
Untuk seorang computer programmer dengan jam terbang yang sudah sangat tinggi, gajinya bisa mencapai Rp1.5 miliar.
CEO
CEO adalah seseorang yang menduduki jabatan tertinggi dalam sebuah perusahaan. Peran yang sangat penting, tanggung jawab yang sangat besar, yang sepadan juga dengan gaji yang tinggi. Ya, rata-ratanya sih begitu.

Sampai dengan artikel ini ditulis, CEO dengan bayaran tertinggi jatuh pada Elon Musk.
Jadi Tetap Berpeluang dong ya, untuk Bisa Punya Gaji 1 Miliar?
Jelas berpeluang!
Tapi ingat posisi berikut ini: mereka yang bergaji Rp1 miliar dengan yang rata-rata.

Kami yang ada di QM Financial sih percaya, bahwa kalau kamu memiliki penghasilan tinggi pasti tak lepas dari kerja keras, konsistensi, dedikasi, dan kegigihan kamu juga. Orang-orang bisa saja berdecak kagum ketika mengetahui gaji yang tinggi, tanpa mau melihat seperti apa yang ada di “backstage”. Backstage itu hanya kamu sendiri yang tahu.
Punya gaji 1 miliar, mengapa tidak? Dan mengapa tidak boleh memimpikan untuk bisa mendapatkan gaji setinggi itu? Bukankah setiap orang berhak mimpi? Kamu “hanya” perlu mencari jenis-jenis pekerjaan yang berpeluang untuk memberikan gaji yang besar itu. Nyatanya, kan memang ada profesi-profesi yang berpenghasilan tinggi. Beberapa contohnya juga sudah sedikit dijabarkan di atas. Tinggal harus siap bekerja keras, apa pun kondisinya.
Namun, perlu juga untuk bisa berlapang dada, ketika kita (hanya) mampu berada di tengah sirkel. Enggak melipir ke luar, baik yang ke atas maupun (semoga) tidak harus juga melipir ke bawah.
Karena kita juga seharusnya percaya, bahwa gaji kecil ataupun besar tidak akan banyak membawa perubahan baik apa pun dalam hidup, kalau kita tak dapat mengelolanya dengan baik. Gaji besar, lifestyle besar, utang juga besar, ya gimana dong? Gaji kecil, merasa tidak punya uang untuk diatur ya makin nggak jelas juga pengeluarannya. Bisa sama-sama nggak punya tabungan, nggak punya dana untuk masa depan, padahal dua-duanya dari “kutub” yang berseberangan.
Yang bergaji besar, enggak perlu flexing. Yang bergaji kecil, enggak perlu merasa paling sengsara. Ayo, sama-sama belajar, supaya keuangannya lebih baik, sehingga ke depan, hidupmu juga akan lebih baik.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Quiet Quitting: Yakin Mau Secukupnya? Finansial Secukupnya Juga Mau?
Baru-baru ini ramai betul bahasan tentang quiet quitting ya. Apakah kamu salah satu yang juga mengikutinya? Atau bahkan mungkin kamu salah satu yang menganutnya?
Kalau mau merenungkannya lebih jauh, sebenarnya tak ada yang salah dengan quiet quitting ini, seandainya kamu adalah salah satu penganutnya. Namun, ada baiknya, kamu juga paham konsekuensi ke depannya.
Bukankah akan selalu ada konsekuensi yang mengikuti suatu keputusan?
Apa Sih Quiet Quitting?
Kalau dilihat-lihat dari kata pembentuknya, quiet quitting artinya adalah berhenti secara diam-diam. Tapi, kalau melihat konteksnya—terutama dari perbincangan yang ramai sekarang ini—quiet quitting lebih merujuk pada sikap pasif yang ditunjukkan atau dilakukan pada saat kita bekerja di kantor. Kita hanya mengerjakan apa yang menjadi job desc, dan menolak pekerjaan lain yang tidak ada di job desc tersebut.
Jadi, kalau digambarkan, sikap quiet quitting ini merupakan kebalikan dari hustle culture. Hustle culture adalah penggambaran seseorang yang workaholic, bekerja keras tak kenal waktu, bahkan sampai mengorbankan waktu pribadinya untuk pekerjaan. Tak melulu bermotivasi uang, seorang penganut hustle culture merasa puas ketika banyak pekerjaan bisa dilakukan dan diselesaikan.
Nah, quiet quitting kebalikannya. Bekerja secukupnya, seadanya, menolak lembur, menolak mengangkat telepon di akhir pekan dari bos/klien/teman kerja, dan hanya menyelesaikan apa yang ada dalam jobnya.
Lalu, kenapa quiet quitting ini menjadi populer?

Quiet Quitting: Budaya Kerja yang Baru?
Gaya kerja hustle culture sering dianggap sebagaii kultur yang toxic, lantaran dengan melakukannya, kita jadi terforsir untuk bekerja terus, tanpa memedulikan kondisi psikologis dan fisik yang butuh istirahat. Ibaratnya, enggak banget untuk prinsip work life balance.
Dengan quiet quitting, kita bekerja sesuai batas, sesuai dengan bayaran yang kita terima, sesuai dengan waktu yang sudah disepakati bersama. Saat pekerjaan sudah selesai, kita bisa melakukan berbagai hal lain yang dianggap bisa meningkatkan kualitas hidup kita, seperti bisa lebih banyak liburan, melakukan hobi, quality time dengan keluarga, dan sebagainya.
Konon, gaya kerja quiet quitting ini muncul ketika orang-orang harus work from home saat pandemi. Banyak yang mengeluh, gara-gara work from home, mereka jadi bekerja dalam waktu yang lebih panjang, tanpa batasan, tidak teratur … berantakan deh pokoknya! Sementara, tidak ada uang lembur yang diberikan, mengingat saat itu memang banyak perusahaan yang mengetatkan anggaran, di samping kehadiran juga menjadi salah satu faktor penambah take home pay. Karena tidak hadir di kantor, meskipun tetap bekerja tetapi di rumah, tunjangan tidak diberikan.
Mau resign, tetapi kondisi belum memungkinkan—dan masih butuh gaji juga—akhirnya gerakan quiet quitting pun didengungkan.

Dampak Quiet Quitting bagi Karyawan dan Perusahaan
Sampai di sini kemudian muncul pertanyaan, kalau sudah quiet quitting apakah kita benar-benar bisa mencapai work life balance? Apakah benar lebih sehat secara mental? Bagaimana dengan kesehatan finansial kita?
Quiet quitting mungkin memang merupakan jawaban atau solusi yang tepat untuk mengatasi kinerja yang kelewat batas, produktivitas yang toxic, dan risiko burnout. Gerakan ini juga dikatakan membantu karyawan untuk punya kendali terhadap dirinya sendiri; untuk istirahat, berkembang lebih baik, dan bisa melakukan pekerjaan secara mindful. Dengan melakukan quiet quitting, seseorang juga dimungkinkan untuk bisa bersosialisasi lebih banyak, sehingga pada akhirnya juga akan memengaruhi kinerjanya. Pasalnya, banyaknya kita bisa menghabiskan waktu-waktu berkualitas bersama keluarga dan teman merupakan koentji kesehatan mental.
Namun, quiet quitting memiliki sisi lain juga. Dengan hanya seadanya, secukupnya, sesuai batas ini maka kinerja pun juga menjadi seadanya, dan akan memengaruhi kemajuan bisnis perusahaan. Jika ditarik lebih panjang, bahkan quiet quitting bisa menjadi bumerang bagi karyawan, karena lama kelamaan motivasi kerja juga akan menurun, tidak puas, dan kehilangan tujuan. Tiga hal ini juga berperan penting dalam kesehatan mental.
Jika gaya bekerja ini diteruskan, maka akan berpengaruh juga pada perkembangan karier dan gaji. Pasalnya, kenaikan gaji dan segala komponennya akan diberikan pada karyawan yang memang dapat menunjukkan kinerja yang baik, yang memberi kontribusi pada bisnis perusahaan. Mereka yang hanya bekerja minimalis tentu saja tidak akan mendapatkan kesempatan ini.
Rasanya tentu wajar kan, jika kita tidak menunjukkan kinerja yang baik, perusahaan juga bakalan berpikir dua kali untuk memberi kita bonus, insentif, hingga promosi. Akibatnya ya bisa diduga, gaji stuck. Apakah kamu rela, gaji segitu-segitu saja? Apakah yakin, puas dengan yang seadanya secara finansial?
Terus gimana dong ya? Pasalnya, banyak karyawan mengaku melakukan quiet quitting karena menganggap perusahaan sama saja kurang memperhatikan kondisi mereka, dan bahkan kurang mengapresiasi kinerja yang sudah dilakukan.
Nah, kalau sudah begini memang jadi seperti lingkaran setan, ada sebab akibat yang erat berhubungan.

Bagaimana Melakukan Quiet Quitting yang Benar?
Pada dasarnya, siapa pun boleh melakukan quiet quitting. Karyawan mana pun berhak untuk berusaha meningkatkan kualitas hidupnya. Tetapi alangkah baiknya jika hal ini dilakukan tanpa “membahayakan” kinerja dan peluang untuk berkembang dari segi finansial dan karier.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Bekerja sesuai porsinya
Boleh banget kalau kamu ingin bekerja sesuai porsi. Bahkan apa yang ada dalam job desc itu memang sepenuhnya tanggung jawab kamu kan? Maka fokuslah dengan apa yang disepakati sebelumnya.
Jika kemudian kamu masih ada waktu dan energi, kamu bisa membantu tugas yang lainnya dengan tetap memberikan batasan yang wajar. Apalagi kalau tugas tersebut berpengaruh juga pada kelancaran penyelesaian tugas yang menjadi tanggung jawabmu. Nantinya, kamu sendiri juga yang akan lebih nyaman kan, kalau alur kerja menjadi lancar?
Namun batasan tetap harus ada. Tentukan sendiri sampai seberapa kamu bisa menoleransi permintaan tambahan tugas di luar job desc. Pasalnya, kamu sendiri juga yang tahu sampai seberapa kamu bisa menjalankannya.
Beri kesempatan pada diri sendiri untuk “bernapas”
Baik quiet quitting ataupun hustle culture, masing-masing memiliki sisi positif dan negatif. Tinggal bagaimana kamu menyesuaikannya, dengan mempertimbangkan dampak mana yang paling ringan yang bisa terjadi padamu.
Hustle culture mungkin bisa mengantarkanmu untukk menapaki jenjang karier lebih cepat, gaji juga berpeluang berkembang dengan lebih baik. Quiet quitting membuatmu lebih nyaman saat bekerja, mencegah burnout, dan terhindar dari produktivitas toxic. Cobalah mencari celah untuk bisa mendapatkan sisi positif dari masing-masing gaya bekerja ini.
Beri dirimu sendiri untuk bernapas jika sedang melakukan hustle culture, dan beri dirimu dorongan dan motivasi lebih ketika sedang ada dalam state quiet quitting.
Jaga kestabilan finansial
Selain keseimbangan mental, finansial akan menjadi satu hal yang pertama terdampak jika kamu melakukan quiet quitting. So, kamu harus mencari solusi untuk mengatasinya.
Misalnya, kamu memang pengin bekerja seadanya. Ini artinya kamu mungkin akan punya banyak waktu luang di luar jam bekerja. Kamu bisa memanfaatkannya untuk berusaha mendapatkan penghasilan sampingan. Misalnya freelancing atau berbisnis.
Dengan demikian, stream income kamu tetap terjaga dengan lebih stabil.
Kelola keuangan dengan baik
Mau quiet quitting atau hustle culture, yang penting kelola gaji kamu dengan baik.
Saat quiet quitting, mungkin gajimu juga akan minim. So, kamu harus bisa mengelolanya dengan cermat agar tetap bisa dipakai untuk memenuhi semua kebutuhan. Saat hustle culture, pengelolaan keuangan juga penting, agar selain bisa dipakai untuk membiaya hidup, kamu juga bisa memanfaatkannya untuk memberi reward bagi diri kamu sendiri atas kerja keras yang sudah kamu lakukan.
So, sampai di sini, kamu tim mana nih? Tim quiet quitting atau hustle culture? Dua-duanya merupakan budaya yang dibentuk oleh manusia itu sendiri, sebagai jawaban atas kondisi yang terjadi. Tidak ada keharusan bagi kamu untuk mengikuti tren, jika kamu tidak merasa cocok. Carilah yang paling nyaman untukmu dijalani.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Apa Sih Beda Gaji dan Income?
Kadang kita sering mendengar, ada orang yang menyebut gaji karyawan, ada pula yang menyebut income. Apakah gaji dan income ini hal yang sama, ataukah berbeda ya?
Gaji dan income, atau yang kalau dialihbahasakan menjadi penghasilan, ini sekilas terlihat sama, tapi sebenarnya ada perbedaan dari keduanya yang perlu dipahami. Secara umum gaji lebih sesuai diberikan untuk seorang karyawan perusahaan atau pemerintah yang nominalnya pasti setiap bulan atau per tahunnya. Sedangkan penghasilan lebih sesuai diberikan kepada pelaku bisnis yang pendapatannya tidak bisa dihitung secara pasti setiap harinya atau bulannya.
Simak lebih jelasnya uraian berikut ini.

Perbedaan Gaji dan Income
Jika digali lebih dalam, perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari sisi pengertian, sumber, dan cara perhitungannya.
Apa Itu Gaji?
Gaji biasanya berkaitan dengan keuangan dari hasil kerja aktif atau jasa yang jangka waktunya berperiode. Maksudnya, seperti gaji karyawan yang merupakan jumlah uang yang diterima perusahaan dari hasil menukarkan pikiran, tenaga, dan waktu kita untuk bekerja demi kepentingan perusahaan itu sendiri, yang kita terima secara teratur dalam periode tertentu. Misalnya, per bulan, per minggu, bahkan ada yang perhitungannya per tahun. Nah, perusahaan membayar gaji karyawan dari hasil penjualan produk pada pelanggan.
Gaji karyawan biasanya diperhitungkan berdasarkan standar UMR, yang kemudian ditambah dengan berbagai hal lain. Misalnya seperti tunjangan kinerja, transportasi, uang makan, uang kehadiran, dan sebagainya. Dengan demikian, gaji karyawan itu bisa dibilang terdiri atas gaji pokok—yang jumlahnya tetap—dan benefit lain, yang besarannya bisa berubah tergantung kebijakan perusahaan.

Apa Itu Income?
Nah, berbeda dengan gaji, income itu berkesan lebih luas maknanya.
Gaji bisa jadi termasuk penghasilan. Sementara, ada juga sumber penghasilan yang lain, misalnya hasil dari berbisnis, hasil investasi, hasil menyewakan properti, dan sebagainya.
So, kalau ditanya, berapa penghasilanmu? Maka, kamu boleh saja menjawab, penghasilanmu sekian juta rupiah, termasuk di dalamnya gaji, hasil investasi, hasil side hustle, dan berbagai jenis pemasukan lain yang kamu miliki.
Nah, terasa kan perbedaan gaji dan income, sampai di sini?
Sama-sama merupakan pemasukan, baik gaji karyawan maupun income dari berbagai sumber ini harus dikelola dengan baik. Pasalnya, kalau enggak, ya bisa membuat kondisi keuangan kita jadi tak sehat. Indikasinya, kamu punya gaji berapa pun, penghasilan sebesar apa pun, pada akhirnya ya tetap mengalami kesulitan keuangan.
Lalu, bagaimana cara mengelola keuangan dari gaji karyawan dan income ini? Yuk, simak tip-tip berikut ini.

Cara Mengelola Gaji Karyawan dan Income
1. Atur Skala Prioritas
Skala prioritas harus diatur dalam pengelolaan gaji karyawan dan income yang kamu punya, demi menghindari uang yang habis tanpa jejak sebelum gajian lagi. Pun berguna untuk menghindari perilaku konsumtif setelah mendapatkan gaji atau penghasilan. Kamu bisa mulai dengan membuat daftar kebutuhan yang harus dipenuhi, ditunda, dan mana yang tidak diperlukan.
Skala prioritas ini juga membantu keuangan lebih tertata dan cukup efektif untuk menahan keinginan konsumtif dan boros.
2. Menentukan Jumlah Anggaran
Menentukan jumlah anggaran adalah langkah berikutnya setelah kamu mengatur skala prioritas. Hal ini memudahkan kamu dalam membagi jumlah uang sesuai dengan bujet yang ada. Misalnya kamu membuat pembagian Rp2 juta untuk kebutuhan pokok, Rp1 juta untuk cicilan, dan Rp500 ribu untuk kebutuhan sekunder.
Jika sudah ditentukan, kamu harus tegas dan disiplin pada diri sendiri untuk tidak melebihi anggaran yang telah ditentukan tiap posnya. Hindari menyabotase anggaran yang sudah kamu buat sendiri, karena akibatnya bisa mengganggu kebutuhan yang lain.
3. Bijak berutang
Utang yang diputuskan tanpa perhitungan yang matang tak jarang menjadi perusak cash flow keuangan. Misalnya, utang kartu kredit yang sebenarnya bisa bermanfaat jika digunakan dengan tepat. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, kartu kredit malah digunakan untuk hedon atas nama YOLO, wah, bisa-bisa utang menumpuk dan bergulung-gulung pada akhirnya.
Hati-hati dalam memutuskan untuk berutang. Ingat kan, ada 3 syarat utang sehat. Penuhilah syarat-syarat tersebut, agar nantinya keuangan enggak jadi bermasalah.
4. Tekan latte factor
Tahu kan, apa itu latte factor? Yes, pengeluaran-pengeluaran kecil yang kalau diakumulasikan jumlahnya jadi sangat besar.
Beberapa contoh latte factor ini misalnya kebiasaan jajan kopi di coffee shop putri duyung setiap hari. Kebiasaan pesan makanan online berulang kali dalam satu hari, dan sebagainya.
Boleh saja kok, punya latte factor. Tapi anggarkan, dan jangan sampai mengeluarkan uang lebih daripada anggarannya. Kamu bisa atur jadwal yang tepat, misalnya sebulan dua kali nongkrong di kafe, atau seminggu sekali saja jajan kopi putri duyungnya, selebihnya bawa kopi sendiri dari rumah. Di hari Senin saja, kamu pesan makanan online-nya. Setelahnya, kamu lebih baik membawa bekal dari rumah, selain hemat bonusnya juga sehat.
5. Sisihkan untuk masa depan
Menabung setiap bulannya sangat bermanfaat di kemudian hari. So, sebaiknya sisihkan sebagian gaji karyawan dan income di awal untuk investasi dan tabungan.
Saat ini sudah banyak bank yang menyediakan tabungan yang dengan transfer otomatis alias autodebet jika kamu merasa repot menyisihkan uang. Hal ini akan membuat kamu lebih disiplin dalam menabung dan berinvestasi setiap bulannya.
Pastikan pilih bank yang bisa melayani kebutuhanmu ini.
Nah, itu dia perbedaan mendasar mengenai gaji dan income. Bagaimana, apakah kamu setuju dengan perbedaan tersebut? Ataukah, kamu punya definisi yang lain?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Bijak Punya Penghasilan Tinggi: Flexing No, More Sharing Yes!
Baru saja ramai di media sosial, seseorang yang punya penghasilan tinggi, sembari menyebutkan penghasilannya, mengaku mencari jodoh.
Apakah berhasil? Hmmm, sepertinya belum terlihat sih hilalnya. Tetapi justru yang kemudian ramai adalah muncul pertanyaan-pertanyaan dari pihak lain yang mengaku bekerja di perusahaan yang bersangkutan, dan hanya digaji kecil.
Netijen yang budiman pun lantas ramai membahas, bagaimana bisa ia punya penghasilan tinggi, tetapi karyawannya dibiarkan digaji kecil? Yang lain yang juga menarik, akun Ditjen Pajak juga nimbrung, mempertanyakan apakah pajaknya sudah dibayar sesuai peraturan.
Yha, niatnya cari jodoh dengan “iming-iming” penghasilan tinggi, malah jadi melebar ke mana-mana deh. Bisa aja netijen +62 ini menggoreng isu.
Lepas daripada itu, akhir-akhir ini memang semakin banyak orang yang flexing penghasilan tinggi ya? Pasti semua juga menyadari hal ini kan? Sayangnya, enggak semua berbuah baik. Malahan ada yang harus berurusan dengan hukum. Duh duh duh.
So, barangkali kamu juga termasuk dari mereka yang punya penghasilan tinggi. Disyukuri sudah pasti, dikelola dengan baik … ya jelas dong! Seharusnya urusan penghasilan tinggi ini tidak serumit penghasilan pas-pasan. Tapi, nyatanya ya, masih banyak yang belum bijak. Betul nggak?

Bijak Punya Penghasilan Tinggi
1. Pertahankan gaya hidup
Rata-rata, begitu penghasilan naik, maka gaya hidup juga akan meningkat. Itu hal yang lazim terjadi pada kita. Gaji naik, penghasilan tinggi, tiba-tiba juga punya “kebutuhan” lebih banyak. Standar hidup ikut naik.
Sebenarnya ya enggak apa-apa sih, tapi apakah memang perlu? Kalau misalnya, standar hidup enggak perlu dinaikkan, bisakah tetap nyaman?
Terkadang memang di situ sih “jebakan”-nya. Kadang kita sendiri juga yang membuat seolah-olah tampak urgent. Padahal ya, enggak juga. Di sinilah pentingnya kita memiliki sikap bijak dalam mengelola penghasilan, baik penghasilan tinggi maupun pas-pasan.
2. Hindari flexing berlebihan
Memang lagi tren flexing ke mana-mana. Bahkan cari jodoh pun sambil flexing. Padahal biasanya yang dipakai sebagai flexing adalah acara jalan-jalan ke luar negeri.
Bukan dilarang kok. Boleh saja, tapi akan lebih baik jika tak berlebihan. Prof. Rhenald Kasali dalam sebuah interview di YouTube juga pernah menyinggung mengenai fenomena ini. Menurutnya, flexing orang-orang zaman sekarang lebih ke arah signaling, yang ada kaitannya dengan marketing. Mereka melakukannya untuk tujuan tertentu, terutama untuk dinilai sukses dan berhasil, sehingga orang lain akan mengikuti jejak mereka. Sayangnya, semakin ke sini, fenomena flexing akhirnya malah menjadi bumerang bagi sebagian orang.
Rhenald Kasali juga sempat mengungkapkan, bahwa orang-orang yang benar-benar kaya justru akan cenderung memilih diam, ketimbang memamerkan harta mereka. Ada banyak alasan tertentu di baliknya. Salah satunya soal empati, apalagi di masa-masa krisis.
So, ada baiknya memang untuk tidak berlebihan. Kita harus mengingat bahwa tidak semua orang memiliki penghasilan tinggi. Jika tidak bijak dalam bersikap, bisa jadi flexing malah berujung backfire seperti yang terjadi di beberapa kasus.

3. Lebih banyak berbagi
Yes, tentu saja akan lebih baik—ketimbang flexing berlebihan—kita lebih banyak berbagi. Berbagi dengan tulus, bukan berbagi untuk memperlihatkan bahwa kita berlebih.
Banyak orang yang tidak seberuntung kita, dan kita wajib membantu mereka sebagai bagian dari jiwa sosial kita. Jika kita memang punya lebih, mengapa tak dibagi, ya kan? Senang bareng-bareng tentu akan lebih baik.
So, jika memang ada, buatlah pos berbagi yang lebih banyak. Kita diberi rezeki lebih banyak, pasti salah satu tujuannya juga agar bisa menjadi jalan rezeki bagi orang lain. Setuju?
4. Perbesar porsi investasi
Selain perbesar porsi berbagi, kamu juga bisa perbesar porsi investasi. Mau coba beli kripto, mumpung lagi ngehype? Beli NFT? Boleh saja, tapi pastikan pakai uang ‘dingin’, yang memang tidak dialokasikan ke kebutuhan penting dan esensial.
Semakin besar porsi investasi pastinya akan membuat peluang tercapainya tujuan finansial yang lebih cepat. Dan siapa yang diuntungkan? Ya, kamu sendiri pastinya.

5. Jangan lupa bayar pajak
Jangan lupa dengan kewajibanmu ya. Mulai dari bayar cicilan, jika ada, dan tentu saja, pajak. Jika kamu punya penghasilan tinggi, maka kamu adalah salah satu dari tulang punggung negara untuk bisa membantu membangun berbagai fasilitas negara ini.
Hindari untuk memberikan laporan pajak palsu, karena jika akhirnya terbongkar, kamu juga yang akan mengalami kerugian.
So, penghasilan tinggi ya harus disyukuri. Salah satu cara mensyukuri adalah dengan memiliki sikap bijak dalam pengelolaannya. Ada baiknya nominal penghasilan untuk tidak diumbar di ruang publik, termasuk media sosial, karena ada banyak hal yang bisa jadi ancaman. Salah satunya, peluang penipuan bisa saja datang padamu. Namun, jika kamu berpendapat bahwa penghasilan bukan merupakan rahasia, maka itu adalah hak kamu, asalkan kamu siap dengan segala konsekuensinya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Dari Ligwina Hananto: Tip 3 T – Cara Serba Praktis untuk Menabung dan Investasi
Selamat Tahun Baru 2022! Mari kita mulai giatkan kembali menabung!
Kalau ingat ke tahun lalu, banyak sekali permintaan tip dan tema kelas finansial online tentang investasi. Investasinya pun makin beragam, mulai dari investasi emas, reksa dana, saham, sampai cryptocurrency.
Teman-teman alumni QM, dan juga kamu semua pembaca artikel-artikel di situs QM Financial ini, memang semangat banget kalau bahas investasi. Seru banget ya!
Tapi kali ini saya ingin membahas yang dasar banget yaitu: menabung.
Kegiatan menyisihkan uang ini jadi kurang dapat perhatian karena nggak menarik, nggak greget, bahkan dianggap cenderung membosankan. Padahal kalau kita punya kebiasaan menabung yang baik, kebiasaan ini yang akan membawa kita ke arah kebiasaan investasi rutin dan juga kemampuan mencicil rumah di kemudian hari.
Maka, mari kita kembali ke basic! Tip finansial kali ini membahas 3 T Menabung!

Apa Saja 3T Menabung?
Tujuan Lo Apa?
Kalau punya tujuan finansial yang jelas, uang yang disimpan itu jadi jelas arahnya mau ke mana. Banyak orang yang malas menabung, bahkan merasa terkekang menabung, karena nggak menikmati hasil kerja kerasnya.
Mari kita ubah cara pikir seperti ini. Menabung itu artinya tetap bisa menggunakan uang yang kita miliki, tapi nanti! Di masa depan. Ini penting karena kita semua tahu, kita punya keterbatasan dan banyak keinginan.
Jadi, ayo menabung, dengan niat uang ini bermanfaat untuk hidup kita di masa sekarang dan masa depan.

Tentukan Persentasenya
Ada aja orangnya keburu stres membayangkan setiap bulan harus menabung berjuta-juta rupiah.
Jangan dibikin stres dong. Ayo, dibikin semangat aja! Tentukan sendiri berapa porsi yang ingin kita selamatkan. Angka ini bisa 10% untuk pemula, 30% untuk yang lebih jagoan. Bahkan untuk kalian yang masih single, belum punya tanggungan, masih tinggal dengan orang tua, ada tantangan menabung 50% dari gaji loh!
Dengan menggunakan persentase gaji setiap bulan, maka kita akan bisa mengunci jumlah yang kita selamatkan setiap bulan. Saat gaji meningkat, jumlah nominal yang kita tabung pun ikut meningkat.

Terpisah
Uang itu seperti air. Kalau dibiarkan mengalir, nanti uangnya ‘ke laut aje’ alias lenyap!
Karena itu, saat sudah terima gaji karyawan di rekening, segera pisahkan! Memisahkan uang gaji ini ada yang memang ditabung untuk bujet foya-foya, ada yang diinvestasikan (misalnya di reksa dana pasar uang) untuk dana darurat, ada juga yang sekadar masuk deposito, stand by suatu hari jadi DP rumah.
Dengan begitu, uang yang ‘tersisa’ di rekening gajian bebas kita habiksan tanpa rasa bersalah sampai terima gaji lagi di bulan berikut.
Gimana? Gampang dan praktis kan? Ayo langsung dipraktikkan!
Selalu ada cara yang asyik dan seru untuk belajaar segala yang finansial, tentu saja hanya di QM Financial. Kamu bisa mengikuti banyak tip menarik di akun Instagram QM Financial, juga mengikuti podcast dan YouTube Financial Clinic by QM Financial.
Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di kelas-kelas finansial bulan ini ya.
Penyebab Karyawan Resign: 48% Bilang Tak Sesuai Ekspektasi
Di dalam perusahaan, barangkali kita pernah menemui bahwa begitu susah mempertahankan karyawan. Meski tak selalu berarti negatif, namun banyak dan seringnya karyawan resign bisa jadi indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Rasanya tak mungkin kan ya, karyawan resign tanpa alasan?
Banyaknya atau seringnya karyawan resign akan memberikan dampak bagi perusahaan. Apalagi jika kemudian perusahaan harus kehilangan karyawannya yang dianggap berkualitas bahkan yang sangat diandalkan secara tiba-tiba.
Tentu hal ini bisa dibilang, perusahaan telah kehilangan salah satu aset berharganya.
Pada beberapa kasus mungkin penyebab karyawan resign adalah alasan pribadi. Misalnya, pengin lebih berkembang, pengin fokus pada keluarga, dan berbagai alasan pribadi lain, yang notabene tidak ada hubungannya dengan kondisi perusahaan.
Namun, bisa jadi juga kasus penyebabnya adalah faktor internal dari perusahaan. Berikut ini adalah penyebab karyawan resign yang sering terjadi, dan juga menurut beberapa survei terbaru.
Penyebab Karyawan Resign

1. Pekerjaan tidak sesuai harapan
Menurut survei baru oleh ThriveMap yang berbasis di London, sebanyak 48% pekerja meninggalkan pekerjaan mereka karena pekerjaan yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan harapan mereka. Ketika ditanya apa yang berbeda dari harapan, responden mengutip tanggung jawab pekerjaan (59%), lingkungan kerja (42%), jam kerja atau pola shift (35%) dan gaji atau tunjangan (29%). ThriveMap mensurvei 1.000 pekerja penuh waktu.
Wah, menarique juga ya hasil surveinya.
Jadi penasaran nih. Tanggung jawab pekerjaan, jam kerja, dan gaji seharusnya adalah hal-hal yang yang sudah jelas di awal, dalam arti ini seharusnya merupakan kesepakatan bersama antara perusahaan dan karyawan di awal mulai bekerja, bukan?
Kalau karyawan resign karena alasan-alasan di atas, bisa diartikan bahwa ada kesepakatan yang dilanggar dong ya?
2. Kurangnya penghargaan
Sudah seharusnya, karyawan berusaha menyelesaikan pekerjaan mereka dengan baik. Di artikel sebelumnya, tentang kepuasan karyawan disebutkan, bahwa penghargaan merupakan hal pertama yang paling diharapkan oleh karyawan dari perusahaan, yang dapat memengaruhi tingkat kepuasan kerja mereka.
Well, memang sudah seharusnya, untuk menghasilkan pekerjaan yang baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan, mereka mengeluarkan banyak tenaga dan pikiran. Oleh sebab itu, akan layak dan pantas jika perusahaan mengenali kontribusi yang mereka buat.
Jika mereka merasa kurang dihargai, maka ini bisa menjadi penyebab karyawan resign.
Sebenarnya, penghargaan ini bisa dimulai dari hal-hal kecil kok, misalnya memberikan pujian kepada mereka, membuat tempat kerja mereka semakin nyaman untuk bekerja, atau bertanya pada mereka, dukungan apa yang mereka butuhkan agar proses kerjanya lebih baik.
Reward tidak harus berupa barang atau kenaikan gaji. Bahkan, bisa diberikan dalam bentuk kompensasi nonfinansial berupa training-training yang dapat bermanfaat bagi mereka.

3. Kurangnya kepedulian dari perusahaan
Sudah jadi kewajiban perusahaan untuk peduli pada karyawan.
Pembiasaan untuk saling menyapa dan mengobrol antarkaryawan bisa jadi budaya yang baik di perusahaan. Tak hanya antara rekan kerja, tetapi juga yang melibatkan jajaran manajer bahkan sampai direksi.
Ketahui sedetail mungkin mengenai kondisi karyawan, dan tunjukkan sikap simpati. Tanyakan kabar mereka, dan juga kesulitan apa saja yang mereka hadapi dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Kemudian, upayakanlah solusi untuk membantu mereka.
4. Partner yang tidak setara
Karyawan yang berkualitas adalah karyawan yang memiliki sifat profesionalisme dan menghargai kerja keras. Biasanya, karyawan yang seperti ini memang menuntut partner yang bisa bersikap sama dengannya.
Maka, sudah menjadi tugas perusahaan untuk memberikan partner kerja yang setara dan sevisi untuk karyawannya.
Memang tugas yang berat, karena harus berurusan dengan banyak kepala dan kepribadian. Namun, dengan pendekatan personal dan monitoring yang simultan, pada akhirnya hal ini juga akan bisa tercapai.
Berikan pelatihan yang sesuai bagi mereka yang dirasa memang masih kurang kompetensinya, agar dapat “mengejar” ketertinggalannya. Dengan demikian, karyawan akan merasa di-support untuk berkembang, dan tidak menjadi alasan karyawan resign lagi.

5. Beban kerja yang terlalu banyak
Salah satu penyebab karyawan resign adalah beban kerja yang terlalu banyak.
Karyawan yang berkualitas memang akan selalu berusaha menyelesaikan tugasnya dengan baik. Namun ini memang menjadi alasan mengapa beban kerjanya juga menjadi berlebihan.
Tidak ada yang bisa disalahkan juga sih, karena dari sisi perusahaan tentulah meminta hasil yang baik demi kelancaran bisnis. Namun, jika berlebihan, maka akan membuat karyawan burnout dan akhirnya berpengaruh pada produktivitasnya.
Kesimpulan

Itulah beberapa penyebab mengapa karyawan resign.
Hmmm, kalau ditelusur lagi, beberapa masalah sepertinya bisa diatasi dengan satu solusi yang sama, yaitu mengadakan pelatihan sesuai kebutuhan mereka. Salah satu pelatihan yang bisa diberikan pada karyawan dan dapat bermanfaat besar bagi mereka adalah training keuangan.
Training keuangan yang akan membuat karyawan belajar untuk mengelola keuangan pribadinya sendiri ini punya banyak manfaat, di antaranya:
- Karyawan akan terbebas dari masalah keuangan, sehingga bisa lebih fokus pada pekerjaan dan lebih produktif
- Dapat memberi kesempatan pada karyawan untuk mencapai mimpi-mimpi mereka untuk kehidupan yang lebih baik dengan gaji yang sudah mereka terima
- Memberi mereka kesiapan untuk pensiun sejahtera.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Pentingnya Karyawan Membangun Aset Sejak Dini
Setiap orang sudah seharusnya memiliki keinginan dan kebutuhan, yang kemudian bisa dicukupi dengan cara bekerja untuk mendapatkan imbalan. Konsep ini juga yang mendasari para karyawan untuk bekerja keras setiap harinya. Tetapi, sebenarnya nggak hanya kebutuhan sehari-hari saja yang harus dipenuhi oleh kamu yang berstatus karyawan. Kamu juga harus membangun aset sejak awal.
Apa itu aset?
Menurut Wikipedia, aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari.
Kalau diterjemahkan secara bebas, aset merupakan hal-hal yang kita miliki sekarang, yang mempunyai nilai ekonomi dan akan memberikan manfaat kembali pada kita ke depannya. Singkatnya, aset adalah total harta yang kita miliki, baik yang dalam bentuk fisik (bisa dilihat) atau nonfisik, misalnya seperti aset keuangan–saham, misalnya.
Mengapa karyawan perlu membangun aset?
Ini dia beberapa alasan pentingnya:

1.Aset merupakan alat untuk mencapai tujuan finansial
Di masa depan, aset akan memberikan nilai ekonomis yang besar manfaatnya untuk hidup kita. Misalnya saja, kita mempunyai aset berupa properti. Tidak hanya ditinggali, properti ini bisa disewakan, sebagai kos, rumah kontrakan untuk keluarga, bahkan juga bisa disewakan sebagai toko ataupun kantor.
Begitu juga dengan bentuk aset yang lain. Tidak semua hal yang kita miliki bisa dimasukkan ke dalam kategori aset. Hanya hal yang memberikan nilai ekonomis kembali ke kitalah yang bisa disebut dengan aset. Dengan aset bernilai ekonomis ini, kita bisa mewujudkan tujuan finansial kita.
Berinvestasi di berbagai instrumen, misalnya saham di beberapa perusahaan besar, agar nantinya bisa dipakai untuk membeli rumah. Setelah rumah terbeli, nantinya akan disewakan sebagai kamar kos. Penghasilan dari kos akan menjadi dana pensiun yang bisa kita manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup di saat kita sudah tak produktif bekerja lagi.
That’s how assets work.

2.Menghindarkan diri sendiri dari masalah keuangan
Tak ada orang yang mau mendapatkan masalah keuangan di masa depan. Konon juga, sebanyak 92% karyawan mengaku merasa nyaman dan aman dalam bekerja jika mereka merasa secure terhadap kondisi keuangan mereka.
Hal ini bisa dicapai, salah satunya, dengan cara membangun aset sejak dini.
Di saat-saat sulit, memiliki aset bisa jadi penyelamat. Setidaknya, aset bisa jadi andalan sampai kondisi membaik lagi. Perasaan jadi lebih tenang, dan bisa berpikir, mencari cara untuk survive dengan lebih baik.

3.Bekal pensiun
Ya, ini adalah tujuan terbesar dari membangun aset sejak dini; sebagai bekal pensiun. Saat kita tak lagi produktif, kita mungkin tak akan bisa mendapatkan penghasilan sebanyak sebelumnya. Tetapi, yang namanya kebutuhan hidup akan terus ada–bahkan mungkin bertambah.
Dengan memiliki aset, kita bisa surviving di masa pensiun. Tentunya, kamu mau kan, jadi pensiunan mandiri, yang bisa menghidupi diri sendiri, enggak menjadi beban buat anak-anak kita, bahkan kalau mungkin malah bisa kasih uang saku meski seadanya buat cucu.
Hidup cukup; buat makan, cukup. Buat belanja ini itu sesuai kebutuhan juga ada, meskipun tanpa pemasukan aktif.
Nah, begitulah gambaran garis besar hidup kita jika kita bisa memiliki aset yang memadai. Lalu, bagaimana cara kita–yang berstatus karyawan ini–bisa membangun aset? Memangnya, gajinya cukup?
Bukan masalah gaji yang besar ataupun kecil. Semua kembali ke diri kita sendiri. Apakah kita sudah bisa mengelola keuangan dengan baik, sehingga di samping bisa cukup dipergunakan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, gaji kita juga cukup digunakan untuk membangun aset demi masa depan?
Nah, yang bisa menjawab kan diri sendiri, ya kan? Sudahkah punya financial habit yang baik? Kalau memang sudah, maka pasti juga sudah bisa mengelola utang dengan baik, punya kebiasaan berinvestasi juga sesuai porsi, pun sudah memiliki proteksi. Ya kan? Dengan demikian, kita bisa membangun aset per tahap dengan rencana yang baik pula.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Apa Itu Gaji UMR? Apakah Kamu Sudah Cukup Memahaminya?
Kita bekerja untuk mendapatkan imbalan alias upah dari apa yang sudah kita kerjakan. Upah, atau gaji, ini diberikan setiap bulan oleh perusahaan tempat kita bekerja, dan jumlahnya sudah diperhitungkan dengan saksama. Biasanya sih mengacu pada standar perusahaan, jenjang pendidikan atau pengalaman kita, juga biaya hidup yang berlaku di sekitarnya, yang kemudian “memunculkan” sejumlah angka yang sesuai dengan gaji UMR.
Sebagai pekerja atau karyawan, kamu perlu banget untuk mengetahui standar gaji UMR di wilayah kamu bekerja. Tujuannya, agar kamu bisa memastikan bahwa kamu menerima upah yang benar-benar bisa kamu gunakan untuk biaya hidup, sekaligus memastikan kamu terhindar dari pemberiah upah tak layak.
Nah, ini memang pengetahuan yang basic banget, yang seharusnya kamu sudah pahami saat pertama kalinya kamu masuk ke dunia kerja. Tapi, nyatanya, sampai sekarang banyak juga yang belum paham betul mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan gaji UMR. Bahkan, banyak yang mengira bahwa gaji pokok dan gaji UMR itu berdefinisi sama.
Apa Itu Gaji UMR?

UMR, atau Upah Minimum Regional, adalah upah standar yang bisa digunakan oleh para pengusaha dan perusahaan dalam memberikan upah atau gaji pada karyawannya. UMR ada untuk melindungi hak para pekerja, demi bisa mendapatkan upah layak yang sesuai dengan biaya hidup di mana ia tinggal.
UMR ini ada dua bagian besar, yaitu UMR tingkat kota atau kabupaten yang kemudian disebut UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten) dan UMP (Upah Minimum Provinsi). Hal ini sebagaimana yang diatur berdasarkan Permenaker no. 1 Tahun 1999. Penetapan besarnya UMP dibuat berdasarkan Permenaker no. 7 Tahun 2013, yang kemudian memunculkan besaran gaji UMR pada umumnya, seperti yang kita kenal sekarang.
Apa yang Perlu Kamu Pahami tentang Gaji UMR?

1.Gaji UMR tidak sama dengan gaji pokok
Banyak yang menganggap bahwa gaji UMR itu adalah gaji pokok yang kita terima. Ini adalah pemikiran yang salah.
Gaji UMR adalah gaji standar yang berlaku. Gaji UMR terdiri atas beberapa komponen, yang salah satunya adalah gaji pokok.
Gaji pokok yang kita terima bisa lebih kecil, sama dengan, atau lebih besar dari gaji UMR ini. Nah, yang perlu jadi perhatian adalah ketika kita menerima gaji yang berada di bawah standar UMR yang ditetapkan oleh pemerintah.
Tapi, gaji yang lebih rendah dari UMR tidak melulu berarti kesalahan pemberi kerja. Mungkin saja, si pekerja memang berstatus pekerja lepas, sehingga perhitungannya berbeda. Jadi, tetap harus melihat kondisi dan situasi.
2.Penetapan gaji UMR cukup panjang
Seperti halnya birokrasi yang lain, standar UMR ini ditetapkan melalui proses yang panjang, melibatkan Dewan Pengupahan Daerah, tim survei, dan akhirnya, gubernur.
Prosesnya:
- Dewan Pengupahan Daerah meminta tim survei untuk mengecek kondisi lapangan terkait informasi harga kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh karyawan agar bisa hidup dengan layak dengan standar mereka yang belum menikah.
- Informasi dan data yang didapatkan oleh tim survei ini kemudian menjadi besaran angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang akan berbeda di setiap provinsi ataupun daerah.
- Hasil KHL ini kemudian menjadi rekomendasi bagi Dewan Pengupahan Daerah untuk merumuskan besaran UMR yang berlaku di daerah tersebut.
- Gubernur selanjutnya mengesahkan UMR berdasarkan rekomendasi dari DPD ini.

3.Komponen gaji UMR
Komponen gaji UMR, berdasarkan Undang-undang (UU) pasal 94 no.13 tahun 2003 ditetapkan terdiri atas:
- Upah pokok, yaitu imbalan dasar yang diberikan pada karyawan menurut kesepakatan dan kebijakan.
- Tunjangan Tetap, yaitu benefit tambahan sesuai kebijakan perusahaan yang tergantung pada kesepakatan kerja dan situasi tertentu, yang diberikan secara tetap baik waktu maupun besarannya. Masing-masing perusahaan bisa berbeda, pun masing-masing karyawan juga bisa berbeda satu sama lain. Misalnya saja, tunjangan kesehatan, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan perumahan, dan sebagainya.
Nah, sebenarnya ada pula tunjangan yang bersifat tidak tetap, yaitu benefit yang diterima oleh karyawan dari perusahaan yang diberikan secara tidak tetap, di luar upah pokok. Misalnya saja adalah tunjangan yang didasarkan pada banyaknya kehadiran, seperti tunjangan makan atau tunjangan transportasi, yang kalau kita nggak ngantor maka tunjangan ini juga nggak dibayarkan.
Tunjangan tidak tetap tidak termasuk dalam komponen UMR sesuai definisi dari pemerintah. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa gaji UMR adalah gaji pokok yang diterima ditambah dengan tunjangan tetap, dengan besaran gaji pokok minimal 75% dari jumlah upah minimum.
Gimana? Paham kan sekarang?
Nah, kalau sudah paham, sekarang tinggal bagaimana kita mengelolanya, supaya–meski “hanya” menerima gaji UMR–kita tetap bisa memenuhi kebutuhan kita dengan baik. Karena, seperti yang kamu lihat, penetapan UMR sudah dengan survei dan data yang valid, sehingga seharusnya sih cukup untuk biaya hidup sampai tiba hari gajian berikutnya.
Kalau gaji UMR terasa tidak cukup, maka mungkin saja pengelolaannya yang belum terlalu sehat.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.