Apa Itu Property Bubble? Pengertian dan Penyebabnya
Pernah dengar istilah property bubble? Bukan, bukan kayak film Up yang rumahnya dikasih balon terus terbang itu.
Property bubble adalah kondisi saat harga properti naik terlalu cepat dan terlalu tinggi, sampai enggak masuk akal. Hingga di titik tertentu, tiba-tiba harga ini “meletus” dan bikin nilainya anjlok.
Fenomena property bubble sering bikin banyak orang terjebak dalam situasi keuangan yang sulit. Kalau ini terjadi, pasti deh banyak yang kena imbasnya. Terutama mereka yang lagi proses KPR.
Untuk memahami lebih lanjut, penting tahu apa sebenarnya yang menyebabkan fenomena ekonomi ini bisa terjadi.
Table of Contents
Apa Itu Property Bubble?
Suka main gelembung sabun enggak? Memang lucu kan? Tapi, gelembung sabun itu bisa pecah kapan saja.
Kayak gitu juga dengan property bubble ini. Kondisi ini terjadi ketika harga properti naik gila-gilaan, jauh melampaui nilai sebenarnya. Biasanya ini terjadi karena permintaan yang tinggi, spekulasi, atau orang berlomba beli properti dengan harapan harga terus naik.
Sayangnya, seperti halnya gelembung sabun, gelembung harga ini enggak bertahan selamanya. Ketika pecah, harga properti bisa anjlok drastis dan bikin banyak orang, terutama yang telanjur investasi, gigit jari.
Makanya, istilah ini sering jadi momok di dunia investasi properti, karena efeknya bisa besar dan nggak jarang bikin ekonomi ikut gonjang-ganjing.
Baca juga: Membangun Rumah Impian dengan Rencana Keuangan yang Realistis
Penyebab Property Bubble
Prinsip ekonomi menyebutkan, bahwa ketika demand naik sementara supply stagnan, maka harga barang juga akan ikut terkerek. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya property bubble ini.
Namun, enggak hanya itu. Ada beberapa hal lainnya yang juga bisa memicunya, bahkan membuatnya lebih parah.
1. Demand Naik
Permintaan pasar yang melonjak terjadi saat banyak orang berlomba-lomba membeli properti, entah untuk tempat tinggal atau investasi. Akibatnya, harga pun meroket karena properti jadi rebutan.
Kalau stoknya sedikit, situasi makin kacau—mirip seperti barang diskon yang diburu ramai-ramai, tapi dalam skala yang jauh lebih mahal.
2. Suku Bunga Rendah
Suku bunga rendah bikin pinjaman rumah terasa lebih ringan, jadi makin banyak orang tertarik mengajukan KPR. Dengan cicilan yang lebih terjangkau, daya beli naik. Hal ini kemudian membuat permintaan properti melonjak. Akibatnya, harga properti pun ikut terkerek, karena semua berlomba beli mumpung bunganya masih ramah di kantong.
3. Aturan Longgar
Standar kredit yang longgar bikin bank lebih gampang kasih pinjaman, bahkan ke orang-orang dengan risiko finansial tinggi. Dengan syarat yang enggak terlalu ketat, jumlah pembeli properti jadi naik drastis. Akhirnya, permintaan membludak dan harga properti ikut melesat karena pasar jadi makin ramai.
4. Spekulasi
Spekulasi pasar terjadi ketika investor berburu properti bukan untuk dihuni, tapi untuk dijual lagi saat harga naik. Harapan akan keuntungan besar menciptakan permintaan semu, yang bikin harga properti terus meroket tanpa alasan ekonomi yang solid. Ujung-ujungnya, pasar bisa jadi terlalu panas dan rentan ambruk.
5. Kebijakan Pemerintah
Adanya insentif pajak atau program subsidi rumah juga sering kali bikin properti terasa lebih terjangkau. Akhirnya, memancing banyak orang untuk beli rumah, sehingga permintaan melonjak. Tapi kalau pasokan properti enggak seimbang, harga bisa naik terus tanpa kontrol, menciptakan risiko lonjakan yang enggak stabil.
Dampak yang Bisa Terjadi jika Property Bubble Terjadi
Fenomena ini pernah terjadi di Amerika Serikat pada 2007-2008. Dimulai dengan lonjakan harga rumah yang enggak wajar saat itu, ditambah dengan suku bunganya sangat rendah dan kebijakan kredit yang begitu longgar, property bubble burst terjadi dan bikin orang sebumi kalang kabut.
Banyak pemilik rumah terjebak dalam utang lebih besar daripada nilai rumah mereka. Bank yang memberi pinjaman subprime mulai kolaps karena gagal bayar meningkat tajam.
Kalau di skala rakyat jelata macam kita ini, apa dampaknya. Ya, banyak juga, yang paling jelas adalah dua hal ini.
1. Beban Utang Meningkat
Beban utang meningkat ketika harga properti anjlok setelah bubble pecah, sementara cicilan KPR tetap jalan. Akibatnya, nilai pasar rumah bisa lebih rendah dari total utang yang harus dibayar.
Situasi ini disebut negative equity, di mana pemilik rumah terjebak membayar pinjaman untuk properti yang nilainya sudah jatuh. Beban finansial ini bikin sulit untuk menjual properti atau beralih ke investasi lain, sehingga keuangan pribadi jadi terganggu. Risiko gagal bayar juga meningkat, memperburuk kondisi keuangan secara keseluruhan.
2. Rencana Keuangan Bisa Berubah
Rencana keuangan bisa saja berubah, ketika dana besar dialokasikan untuk membeli properti yang nilainya merosot atau sulit dijual setelah bubble pecah. Uang yang seharusnya bisa dialihkan untuk tujuan penting seperti tabungan pendidikan anak, dana pensiun, atau investasi lain jadi terkunci.
Mau ngarepin keuntungan? Yawong, nilainya anjlok banget. Hal ini bakal bikin stres, apalagi kalau kebutuhan mendesak muncul. Selain itu, beban cicilan dan biaya perawatan properti makin mempersempit ruang gerak keuangan. Rencana jangka panjang bisa saja berantakan.
Cara Antisipasi Efek Property Bubble
Sebenarnya, ketika kita sedang KPR itu memang ada sejumlah risiko yang harus di-manage. Salah satunya ya kalau terjadi property bubble ini. Tapi, tak perlu khawatir. Berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan, agar bisa mengantisipasi efek dari gelembung harga properti ini. Yah, setidaknya bikin efeknya enggak terlalu “dalam”.
1. Riset dengan Cermat
Riset pasar dengan teliti penting untuk memahami kondisi harga di lokasi yang diincar. Cek tren harga beberapa tahun terakhir, bandingkan dengan wilayah sekitarnya. Cari tahu apakah kenaikan harga wajar atau cuma akibat spekulasi.
Hindari membeli saat harga sedang melonjak tajam tanpa alasan kuat, seperti pengembangan infrastruktur atau fasilitas baru, untuk menghindari risiko membayar lebih mahal dari nilai sebenarnya.
2. Pastikan Rumah Sepadan dengan Harganya
Pertimbangkan nilai fundamental dengan memastikan harga rumah sebanding dengan fasilitas yang ditawarkan, lokasi strategis, dan kondisi pasar di area tersebut. Lakukan perbandingan harga dengan properti serupa di sekitar untuk menghindari overpricing. Jangan mudah tergoda oleh promosi besar-besaran atau tren pasar sementara yang belum tentu mencerminkan nilai asli properti tersebut.
3. Pastikan Cicilan sesuai Kemampuan
Hindari kredit berlebihan dengan memastikan jumlah pinjaman sesuai dengan kondisi keuangan. Hitung cicilan bulanan agar tetap nyaman dan enggak membebani pengeluaran rutin.
Aturannya tahu kan? Cicilan utang itu sebaiknya enggak melebihi 30% dari penghasilan bulanan. Ini cicilan untuk semua utang ya.
Dengan begitu, stabilitas keuanganmu tetap terjaga. Juga sekaligus ada ruang untuk kebutuhan lain, seperti tabungan, investasi, atau dana darurat.
Baca juga: Sri Mulyani: Generasi Muda Akan Sulit Membeli Rumah di Tahun 2022 ke Depan
4. Dana Darurat Harus Siap
Siapkan dana darurat sebagai langkah perlindungan finansial jika terjadi hal tak terduga. Ya termasuk penurunan nilai properti ini, atau juga kebutuhan mendesak lainnya.
Cadangan ini sebaiknya cukup untuk menutup biaya hidup dan kewajiban keuangan, termasuk cicilan, selama 3–6 bulan. Dengan dana darurat yang aman, risiko keuangan lebih mudah dikelola tanpa harus menjual properti di saat yang kurang menguntungkan.
Nah, sudah paham kan, tentang apa itu property bubble?
Memahami property bubble penting untuk menghindari risiko keuangan yang bisa muncul di masa depan. Dengan mengenali pengertiannya dan faktor penyebabnya, keputusan investasi properti bisa dilakukan dengan lebih bijak.
Selalu lakukan riset, periksa kondisi pasar, dan pertimbangkan kemampuan finansial sebelum membeli. Jangan sampai terjebak hype dan akhirnya menyesal belakangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Gaji Kapan Cair? Ini Cara Biar Kamu Enggak Harus Selalu Nungguin Gajian
Gaji kapan cair? Kalau pertanyaan ini muncul di benak kamu sekali dua kali saja sepanjang karier kamu, itu wajar. Tapi, kalau kamu selalu bertanya-tanya seperti itu setiap bulan, maka sepertinya ada yang salah dengan keuangan kamu.
Pasalnya, kalau itu pertanyaan muncul setiap bulan, berarti kamu hidup paycheck to paycheck. Karena, orang enggak akan bertanya-tanya seperti itu, kalau uang gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga tiba tanggal gajian lagi.
Table of Contents
Gaji Kapan Cair? Hidup Paycheck to Paycheck Itu …
Istilah paycheck to paycheck—yang kemudian membuat pertanyaan gaji kapan cair muncul di setiap bulan—menggambarkan kondisi ketika seorang pekerja yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhannya hingga tiba hari ketika ia menerima gaji lagi.
Orang-orang yang hidup dengan gaji ke gaji biasanya menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk membiayai pengeluaran sehari-hari. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa mereka memiliki tabungan yang terbatas atau bahkan tidak memiliki tabungan sama sekali. Akibatnya, risiko finansial akan meningkat jika terjadi pengangguran mendadak atau keadaan darurat finansial lainnya.
Uniknya, fenomena ini tak hanya berlaku bagi masyarakat lapisan bawah. Mereka yang punya gaji dua digit pun bisa saja tak terhindar dari kondisi ini. Penyebabnya beragam, misalnya seperti penurunan di industri terkait atau kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan tetap yang sesuai dengan keahlian masing-masing.
Baca juga: Mengapa Gaji UMR Jakarta Sering Dianggap Tak Cukup untuk Memenuhi Kebutuhan?
Kondisi Paycheck to Paycheck yang Semakin Memprihatinkan
Dikutip dari Investopedia, pada April 2024, sekitar 65% penduduk Amerika dilaporkan hidup dari gaji ke gaji, meningkat 7% dibandingkan tahun 2023 berdasarkan polling oleh CNBC dan SurveyMonkey. Sebuah survei dari Zippia menunjukkan bahwa pada September 2022, 63% orang Amerika hidup tanpa simpanan yang memadai, termasuk 40% dari mereka yang berpenghasilan tinggi.
Lalu, bagaimana dengan kondisi di Indonesia?
Situasi serupa terjadi di Indonesia, di mana lonjakan harga pangan dan lapangan kerja yang terbatas membuat kondisi keuangan masyarakat semakin terjepit. Survei Konsumen oleh Bank Indonesia, seperti dibahas di artikel Bloomberg Technoz, menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk konsumsi masyarakat Indonesia sedikit menurun, namun proporsi untuk membayar cicilan utang justru meningkat.
Hal ini menurunkan kemampuan masyarakat untuk menabung, dengan penurunan proporsi tabungan dari pendapatan mereka. Mayoritas pendapatan masyarakat saat ini lebih banyak teralokasi untuk membayar cicilan, yang berdampak pada pengurangan kemampuan konsumsi dan menabung.
Alhasil, karena banyaknya cicilan ini, para pekerja Indonesia sering bertanya-tanya kapan gaji cair padahal masih di tengah bulan, dan akhirnya membuat mereka hidup paycheck to paycheck.
Tip biar Gak Nanya Gaji Kapan Cair Melulu Tiap Bulan
Lama-lama capek juga kan, nanya gaji kapan cair melulu setiap bulan? Iyalah, tapi masa cuma capek doang? Yuk, lakukan sesuatu biar pelan-pelan bisa lepas dari kondisi paycheck to paycheck.
1. Review Anggaran
Anggaran itu kan dibuat berdasarkan pendapatan dan kebutuhan. Kalau terjadi perubahan kondisi, seperti kenaikan harga bahan makanan, atau ada kebutuhan ekstra, maka anggaran ini bisa berubah.
Karena itu, pantauan anggaran sangat diperlukan, terutama di hari-hari awal kamu pengin lepas dari kondisi paycheck to paycheck. Cek ke mana saja uang dihabiskan. Di akhir bulan, bandingkan pengeluaran riil dengan yang direncanakan. Nantinya, kamu akan dapat menemukan bagian mana yang perlu perbaikan.
Menggunakan alat bantu seperti aplikasi keuangan dapat mempermudah proses ini, memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana uang dihabiskan setiap bulannya. Dari situ, penyesuaian anggaran dapat dilakukan untuk mengurangi pengeluaran enggak penting dan mengalokasikan lebih banyak ke tabungan atau kebutuhan yang lebih mendesak.
2. Alokasikan Tabungan di Depan
Anggaplah tabungan sebagai salah satu pos pengeluaran, yang kamu alokasikan di depan saat kamu baru saja terima gaji. Dengan demikian, enggak ada lagi nabung dari hasil sisa belanja—karena, tidak akan pernah ada sisa uang belanja. Bikin rekening terpisah untuk tabungan, yang sedikit lebih sulit diakses dibandingkan rekening sehari-hari. Dengan begitu, kamu enggak tergoda untuk menyabotasenya sendiri.
Idealnya, tabungan ini sebesar 10% dari penghasilan. Namun, kalau persentase ini masih berat, kamu bisa menguranginya sesuai kondisi. Ingat, yang penting nabung dulu. Masalah nominal kamu selalu bisa menambahnya seiring waktu.
Langkah ini enggak hanya membantu dalam membentuk kebiasaan menabung, tetapi juga secara bertahap akan membangun dana darurat yang dapat digunakan saat terjadi situasi tidak terduga.
3. Bayar Utang sampai Lunas
Kamu bisa lihat dari data di atas, bahwa utang adalah salah satu faktor penyebab terbesar mengapa kamu selalu bertanya-tanya kapan gaji cair dan akhirnya hidup paycheck to paycheck.
So, kalau punya utang, fokuskan untuk melunasinya secepat yang kamu bisa. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi utang kartu kredit. Salah satunya adalah snowball method, yang memungkinkanmu membayar utang terkecil terlebih dahulu. Strategi lainnya adalah membayar utang dengan bunga terbesar lebih dulu. Alternatif lainnya adalah melakukan konsolidasi utang.
Selanjutnya, tekan utang semaksimal mungkin. Ingat 3 syarat utang sehat setiap kali kamu pengin berutang. Dengan begitu, kamu bisa mengendalikan diri dan akan bisa menabung dengan lebih baik.
Baca juga: Tiga Syarat Utang Sehat
4. Tingkatkan Income
Meningkatkan penghasilan bisa menjadi solusi efektif untuk memperbaiki kondisi keuangan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti memulai usaha sampingan, meminta kenaikan gaji atau promosi, atau mencari pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi. Pendapatan tambahan ini sangat berguna untuk mempercepat pembayaran utang atau meningkatkan jumlah tabungan.
Dengan pendapatan yang lebih besar, ruang gerak dalam mengelola keuangan juga akan lebih luas. Ini membuka peluang untuk lebih cepat bebas dari utang dan, pada akhirnya, memperkuat kestabilan finansial. Berbagai pilihan ini bisa disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, dan kesempatan yang ada, sehingga bisa mengambil langkah yang paling sesuai untuk meningkatkan penghasilan secara efektif.
Pertanyaan gaji kapan cair sering kali menghantui pikiran, terutama saat kebutuhan mendesak menanti. Namun, dengan mengelola keuangan secara lebih bijak dan proaktif, ketergantungan pada waktu gajian bisa dikurangi.
Mulailah dengan menyusun anggaran yang realistis, mengidentifikasi pengeluaran yang tidak perlu, dan menjalankan rencana untuk menabung. Ini tidak hanya membantu dalam menghadapi keadaan darurat tanpa stres menunggu gaji, tetapi juga memungkinkan untuk meraih kestabilan finansial jangka panjang.
Dengan demikian, pertanyaan mengenai gaji kapan cair akan menjadi kurang relevan, seiring bertumbuhnya kemandirian finansial.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Resesi Ekonomi Global Mengancam di 2023: Apa yang Harus Kita Lakukan?
Upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi yang dilakukan sejak tahun 2021 ternyata harus menemui perkembangan yang cukup suram sampai dengan hari ini. Resesi ekonomi global akhirnya diprediksi datang di tahun 2023.
Bak efek domino, satu hal memicu hal lain dan kemudian memberikan dampak pada masalah yang lain lagi, dunia akhirnya berada di ambang krisis. Apalagi saat artikel ini ditulis, The Fed telah kembali menaikkan suku bunga acuannya hingga 0.75%, menjadi 3.00% – 3.25%. Angka ini adalah yang tertinggi sejak 2008.
Efek Domino Resesi Ekonomi Global: Perang, Krisis Pangan, Krisis Energi, dan Inflasi
Inflasi yang naik tak terkendali disebut menjadi penyebab mengapa bank sentral AS menaikkan suku bunga ini.
Sementara, sejumlah bank sentral negara lain di dunia juga sudah menaikkan bunga acuannya. Di antaranya:
- Bank sentral Kanada menaikkan suku bunga acuan dari 0.5% menjadi 1%, akibat inflasi negara tersebut melonjak ke 5.7%, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak, gas, dan bahan makanan efek perang Ukraina dan Rusia.
- Bank sentral Sri Lanka juga menaikkan suku bunga acuan menjadi 14.5%, demi menjaga rupee yang amblas 35% satu bulan terakhir. Efeknya pasokan bahan makanan menipis di negara tersebut, sementara warganya juga harus melalui hari-hari tanpa listrik hingga berhari-hari.
- Bank sentral Korea Selatan meningkatkan suku bunga acuannya dari 1.25% menjadi 1.5%, untuk mengatasi laju inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga komoditas yang masih merupakan buntut dampak perang Rusia dan Ukraina.
Bank Dunia akhirnya juga menurunkan prediksinya atas pertumbuhan ekonomi dunia, dari 6.1% menjadi “hanya” 3.2%, akibat adanya penurunan daya beli rumah tangga dan kebijakan moneter AS yang lebih ketat. Ditambah lagi masalah ekonomi yang juga melanda Tiongkok akibat pembatasan pandemi yang berkepanjangan dan krisis properti yang seakan tak berujung. Eropa pun masih dan diprediksi akan terus terkena imbas langsung dari perang Ukraina dan Rusia.
Karena itu, Bank Dunia memperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi hanya akan maksimal 2.9% saja di tahun 2023 nanti.
Efek Resesi Ekonomi 2023 yang Bisa Terjadi pada Indonesia
Kalau secara global, kita akan diprediksi masuk ke resesi ekonomi, lantas efek apa yang akan kita alami atau rasakan di Indonesia?
Perlu kamu tahu, bahwa kalau dunia mengalami resesi ekonomi itu belum pasti juga sampai ke Indonesia. Mungkin ada efek, tetapi bisa saja tidak terlalu dalam. Saat diserang pandemi tahun 2020, kita juga mengalami resesi ekonomi, tetapi malah termasuk salah satu negara yang bisa bangkit lebih dulu.
So, prediksi resesi ekonomi ini baik banget jika pengin kamu ikuti beritanya, tetapi hal seperti ini ada di luar kendali kita. Akan lebih baik, jika kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan sebagai individu untuk menghadapi prediksi ini, yaitu beradaptasi dengan kondisi.
Berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk siap menghadapi kemungkinan buruk, apa pun itu.
Bersiap Menghadapi Kemungkinan Buruk
1. Atur cash flow
Cash flow adalah kunci segala situasi. Apa pun kondisinya, jika kita bisa menjaga agar cash flow tetap positif, maka sebenarnya, katakanlah, 80% masalah sudah teratasi.
So, mau ada resesi ekonomi atau tidak, cash flow harus tetap positif. Dan, kamu pasti sudah hafal betul step by step menjaga cash flow tetap positif:
- Lakukan financial checkup, cari di mana celah yang bisa diperbaiki
- Jaga pengeluaran agar tetap hemat, tetapi tidak pelit.
- Tetap belanja tapi lakukan dengan bijak, karena belanja rumah tangga dan pribadi merupakan tulang punggung perekonomian kita.
- Tambah penghasilan, mulai dari fokus supaya naik gaji, atau lakukan side hustle ataupun berbisnis sampingan.
Jadi, ingat ya, prinsipnya. Apa pun kondisinya, jaga cash flow tetap positif, apa pun caranya. Kalau negatif, hentikan dulu investasi, belanja yang tak perlu, restrukturisasi cicilan, dan lakukan berbagai upaya untuk mengembalikan dulu cash flow ke positif. Baru kemudian kamu bisa menentukan anggaran lagi.
2. Tetap menabung dan berinvestasi
Yes, tetap menabung dan berinvestasi, dengan catatan cash flow sudah positif.
Fokus tujuan menabung dan investasi sudah bukan lagi yang serbacuan atau yang bisa instan bikin kaya, tetapi yang bisa melayani kebutuhan kamu dan sesuai dengan kondisi terkini. Ingat, bahwa kemampuan finansialmu mungkin juga akan menurun jika terjadi krisis. So, ada baiknya disesuaikan.
Belanja jangan halu, investasi jangan asal.
3. Pastikan punya dana darurat
Dana darurat lagi-lagi akan jadi pos yang sangat penting ke depannya. So, ayo dicek, bagaimana kondisinya saat ini. Mungkin mumpung masih ada waktu, ada baiknya kamu bersiap. Bisa saja kamu turunkan prioritas keinginan lain, agar dana yang kamu punya bisa dialihkan ke dana darurat dulu sekarang.
So, nanti kalau benar-benar resesi ekonomi datang sesuai prediksi, dana daruratmu sudah lumayan memadai.
4. Tunda pembelian besar yang belum mendesak
Misalnya kalau kamu pengin ganti kendaraan, atau berencana untuk merenovasi rumah yang bersifat dekorasi, ataupun berbagai keinginan lain yang butuh dana yang besar, tundalah dulu jika memang tidak terlalu mendesak.
Pasalnya, dalam kondisi yang serba tidak pasti ini, kita harus menyesuaikan prioritas lagi. Lebih baik fokus dulu pada berbagai kebutuhan esensial. Mengapa? Ya, seperti yang sudah dijabarkan di poin pertama di atas: untuk menjaga cash flow tetap positif dan stabil.
5. Berhati-hati mengambil cicilan
Utang akan menjadi beban yang cukup berat kalau kita harus menghadapi krisis keuangan. So, akan lebih baik jika kamu mulai berhati-hati jika ingin mengambil cicilan di saat sekarang. Mulai dari kartu kredit, paylater, dan berbagai kemudahan pinjaman itu harus mulai diwaspadai.
Ingat prinsipnya kan: jaga cash flow positif, dan lebih baik fokus ke kebutuhan esensial lebih dulu.
Nah, itu dia beberapa hal yang bisa kita lakukan agar tetap survive melewati krisis atau resesi ekonomi yang diprediksikan datang. Yok bisa yok!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Kebutuhan Jangka Panjang yang Bisa Dipenuhi dengan Tunjangan Hari Raya (THR)
Siapa nih yang nungguin Tunjangan Hari Raya cair? Wah, sudah enggak sabar ya? Ya, wajar sih. Pasalnya, THR ini memang paling ditunggu-tunggu, karena menjadi salah satu sumber pemasukan tahunan yang bisa jadi cukup besar. Betul?
Tapi, kamu tahu enggak, bagaimana sejarahnya sampai ada “tradisi” THR ini?
Pengertian dan Sejarah THR
Faktanya, Indonesia adalah satu-satunya negara yang punya kebijakan memberikan Tunjangan Hari Raya menjelang Idulfitri loh. Ada sih kebijakan mirip di beberapa negara di Eropa berbentuk Holiday Allowance, tetapi hanya sekian persen dan diberikan secara cicilan bersama gaji bulanan oleh perusahaan. Pasalnya, banyak perusahaan menganggap Holiday Allowance ini memberatkan. Sekarang, bayangkan, bahwa di Indonesia, gaji ke-13 ini justru diwajibkan.
THR pada mulanya merupakan ide perdana menteri Indonesia ke-6, Soekiman Wirjosandjojo, sebagai program kesejahteraan PNS, demi mendapatkan dukungan secara politik. Namun, bukan diberikan dalam bentuk gaji ke-13, tetapi berupa pinjaman atau persekot, yang nantinya harus dikembalikan dengan pemotongan gaji. Tak hanya memberikan pinjaman untuk hari raya, pemerintah waktu itu juga mulai memberikan paket sembako bagi PNS di seluruh Indonesia. Satu tradisi yang juga diteruskan hingga saat ini.
Mengetahui PNS mendapatkan persekot, pekerja buruh dan swasta pun menuntut hak yang sama. Setelah beberapa lama, tuntutan ini kemudian diluluskan oleh perdana menteri ke-8 Indonesia, Ali Sastroamidjojo, dengan besaran yang ditentukan sebanyak seperdua belas dari gaji per tahun. Namun, hal ini belum menjadi kewajiban, melainkan imbauan. Pada praktiknya, banyak perusahaan tidak memberikan persekot sesuai imbauan, karena dianggap sebagai pemberian sukarela semata.
Tahun 1994, Tunjangan Hari Raya baru diatur secara resmi dengan adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994. Dalam undang-undang yang resmi ini, muncul istilah “diwajibkan” untuk diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang telah bekerja selama minimal 3 bulan berturut-turut.
Alokasi Tunjangan Hari Raya
Seperti namanya, Tunjangan Hari Raya diharapkan dapat digunakan oleh para karyawan—baik yang bekerja di institusi pemerintah maupun swasta—untuk memenuhi kebutuhan di hari raya. Dalam undang-undang, disebutkan “hari raya keagamaan” tanpa spesifik, tetapi pada praktiknya, THR diberikan biasanya menjelang Idulfitri.
Maka tak heran, saat THR sudah diterima, dunia menjadi lebih ceria. Pasalnya, nominal yang diterima kadang bisa beberapa kali lipat gaji pokok. Tentu saja, ini tergantung kesepakatan dan kebijakan perusahaan tempat bekerja masing-masing. Ada yang dipakai buat belanja, ada pula yang langsung dikirim ke kampung halaman, dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
Nah, tahukah kamu, bahwa Tunjangan Hari Raya ini juga bisa dialokasikan untuk berbagai kebutuhan jangka panjang—tak hanya untuk kebutuhan hari raya saja. Kebutuhan apa saja nih yang bisa dipenuhi dengan uang THR?
1. Cicilan utang
Cicilan utang menjadi salah satu kebutuhan yang bisa dipenuhi dengan uang Tunjangan Hari Raya. Apalagi utang-utang jangka pendek yang bersifat konsumtif. Segera deh, lunasi, mumpung ada rezeki melalui THR.
Salah satu contohnya adalah utang kartu kredit. Utang kartu kredit juga bisa dimasukkan dalam kategori kebutuhan jangka panjang. Pasalnya, kalau kamu terhambat dalam membayarnya kembali, efeknya bisa panjang juga. Betul? So, yuk, yang biasanya hanya bisa membayar minimum payment, sekarang saatnya dilunasi. Pakai sebagian THR untuk membayar cicilan sampai lunas.
Jika kamu masih punya utang yang lain, yang sekiranya bisa dipenuhi dengan uang THR, pertimbangkan juga untuk segera dipenuhi cicilan atau pengembaliannya. Dijamin, setelah ini, kamu bisa berhari raya dengan lebih lega!
2. Premi asuransi
Asuransi, terutama asuransi jiwa, adalah kebutuhan jangka panjang, itu jelas. Premi asuransi juga merupakan salah satu kebutuhan yang bisa dipenuhi dengan uang Tunjangan Hari Raya. Biasanya sih, premi asuransi jiwa nominalnya cukup besar, dan harus disetorkan secara per tahun sehingga menjadi salah satu pos pengeluaran tahunan. Jadi, ini pas banget, karena THR juga bisa dibilang sebagai pemasukan tahunan.
Jadi, kalau memang sudah dekat jatuh tempo pembayaran preminya, bisa dipertimbangkan untuk dibayar dengan THR.
3. Dana darurat
Pos lain yang juga bisa dipenuhi dengan Tunjangan Hari Raya yang kamu terima adalah dana darurat.
Yes, ini kesempatan buat memulihkan dana darurat yang mungkin sempat kamu pakai untuk mengatasi krisis yang sudah dilalui kemarin akibat pandemi.
No debat kan, kalau dana darurat adalah termasuk hal yang penting, yang efeknya sangat panjang untukmu? Lagi pula, kita juga masih bakalan harus menghadapi masa-masa yang belum pasti ke depannya. Alangkah baiknya, kalau dana darurat dipenuhi hingga mencapai nominal yang ideal.
4. Investasi uang
Dana pendidikan anak, dana naik haji, dana beli rumah, sampai dana pensiun, jelas adalah tujuan keuangan jangka panjang. Untuk mencapainya, rasanya wajib banget untuk investasi, kalau nggak mau kalah melawan inflasi.
Nah, sebagian dana THR bisa juga kamu alokasikan untuk topup investasi—apa pun instrumen investasinya—agar tujuan keuangan jangka panjang kamu ini bisa lebih cepat tercapai. Lakukan analisis secara saksama, agar kamu bisa menentukan instrumen apa yang paling cocok untuk tujuan keuanganmu ya. Ingat, #TujuanLoApa.
5. Investasi leher ke atas
Apa sih maksudnya investasi leher ke atas? Yes, selain investasi uang, ada juga loh, investasi leher ke atas, yaitu investasi ilmu, pengetahuan, dan pemahaman, yang bertujuan untuk mengembangkan diri sehingga kamu bisa meningkatkan kualitas diri dan hidup kamu dalam beberapa waktu ke depan.
Nah, ini bisa saja sih gratis. Tetapi ada banyak opsi juga untuk berbayar. Biasanya, yang berbayar pasti kualitasnya juga jauh lebih oke. Salah satunya ilmu keuangan. Kamu bisa saja mendapatkan banyak ilmu gratis dengan membaca-baca artikel QM Financial. Tetapi, pengalamanmu akan berbeda kalau kamu ikutan kelas FCOS, karena di sana ada trainers yang siap membantumu belajar keuangan secara lebih mendalam. Nggak hanya itu, di kelas online FCOS, juga tak jarang dibagikan berbagai worksheet secara gratis yang bisa kamu gunakan untuk mengelola keuanganmu sehari-harinya. Rumus sudah ada, tinggal masukkan data-data yang sesuai. Dan … voila! Kamu bisa membuat berbagai rencana keuangan, bahkan yang jangka panjang sekalipun.
Nah, ini juga bisa banget kamu penuhi dengan memanfaatkan dana Tunjangan Hari Raya. Bahkan tak perlu nominal yang besar kok, karena kelas-kelas seperti FCOS biayanya terjangkau banget!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Training Keuangan bagi First Jobbers: Ini Dia 5 Alasan Pentingnya
Training keuangan merupakan salah satu jenis training penting yang sebaiknya diberikan oleh pihak human resource perusahaan yang perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya. Nggak hanya pada mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi di perusahaan, tetapi juga bagi mereka yang baru saja bergabung terutama yang masih first jobbers.
First jobbers adalah sebutan bagi mereka yang baru saja menapakkan kaki di dunia kerja yang qeras ini, lantaran baru lulus dari kuliah. Masih kinyis-kinyis, gitu katanya. Hal yang sering dirasakan pada fase ini biasanya adalah pengin buru-buru mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Karena itu, keterampilan untuk manajemen keuangan seharusnya sudah mulai dipelajari dan didalami. Gaji mungkin memang belum terlalu besar, tapi jangan salah, justru di sinilah garis start untuk mulai mengelola keuangan dengan benar.
Kamu bisa saja belajar keuangan sendiri, tetapi akan lebih komprehensif jika diberikan oleh perusahaan sesuai dengan jenjang kariermu. Saat pada fase recruit ini, kamu perlu membangun kebiasaan keuangan yang baik. Nanti setelah beberapa tahun kamu bekerja, fasenya akan berbeda lagi, dan perlu kembali mendapatkan training keuangan. Nah, saat menjelang pensiun, sebagai karyawan, kamu juga membutuhkan training keuangan sekali lagi, demi menyiapkan diri menghadapi masa pensiun yang sudah dekat.
Tapi, mengapa fase recruit ini penting untuk mendapatkan training keuangan? Kan gaji juga belum besar, bisalah diatur sendiri. Eits, jangan salah. Training keuangan itu bakalan dibutuhkan banget untuk first jobber. Ini dia alasan-alasannya.
Alasan Mengapa First Jobber Butuh Training Keuangan
1. Punya kebiasaan keuangan yang baik sejak dini
Faktanya, tak banyak orang yang memiliki keterampilan mengelola keuangan yang baik di masa mudanya. Apalagi, soal keuangan ini memang tak pernah diajarkan di bangku sekolah maupun kuliah.
Oleh orang tua kita? Biasanya yang diajarkan adalah kebiasaan menabung, tetapi jarang banget kita belajar bagaimana belanja dengan bijak sejak kecil. Betul? Padahal pada aktivitas belanja ini yang seharusnya kita fokus untuk belajar, biar enggak jor-joran.
Apalagi di fase entry level, ketika kita baru saja mandiri dan bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Perasaan jadi kayak mau balas dendam, betul?
Di sinilah kita perlu training keuangan, yang dapat melatih kita untuk terbiasa belanja dengan bijak agar tak membahayakan cash flow keuangan kita. Gaji harus dikelola dengan baik, supaya bisa dipakai sampai gajian lagi berikutnya.
2. Dapat segera menentukan tujuan keuangan
Di masa-masa fase awal, para first jobber biasanya juga belum tahu bahwa memiliki tujuan keuangan itu penting. Apalagi yang jangka panjang seperti pensiun. Baru saja dapat kerjaan, masa sih sudah mikirin pensiun? Gitu mungkin ya?
Padahal, justru saat baru mulai bekerja inilah, saat yang tepat untuk mulai membuat rencana pensiun, kalau kamu memang mau nanti ingin menjalani masa pensiun yang mandiri dan sejahtera.
Hal yang sama juga berlaku untuk berbagai tujuan keuangan penting lainnya. Pasalnya, menentukan tujuan keuangan itu sama dengan kita membuat tujuan hidup. Pertanyaannya tak pernah lepas dari: mau hidup seperti apa nanti? Pengin mencapai apa saja nanti? All about dreams and achievement!
Kalau nggak segera direncanakan melalui training keuangan, terus kapan lagi?
3. Nggak sembarangan berutang
Utang biasanya juga jadi jebakan betmen, apalagi bagi seorang first jobber yang baru saja pegang kartu kredit. Belum lagi dengan berbagai tawaran pinjol dan paylater yang belakangan berkembang secara luar biasa. Ditambah dengan belum bijak dalam belanja, jadi deh, perilaku konsumtif dipelihara. Dengan tambahan beban cicilan utang.
Tanpa training keuangan yang komprehensif, mengambil pinjaman dana alias utang bisa jadi sandungan besar dalam arus kas keuangan buat first jobber. Akibatnya ya jadi kebiasaan keuangan yang kurang baik ke depannya.
4. Bisa memilih proteksi dengan baik
First jobber itu biasanya kan masih lajang, masa sudah butuh asuransi? Eits, jangan salah loh! Kalau kamu adalah first jobber adalah sandwich generation, yang menjadi tulang punggung keluarga besarmu, maka kamu akan butuh asuransi jiwa sekarang juga.
Di samping itu, kamu juga butuh proteksi kesehatan. Memang sih, perusahaan-perusahaan sudah diwajibkan oleh pemerintah untuk mengikutsertakan karyawannya dalam BPJS Kesehatan. Akan tetapi, tentu ini mesti disesuaikan dengan kebutuhan.
Kalau kamu adalah sandwich generation, maka kamu juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan asuransi kesehatan untuk seluruh keluargamu. Ini adalah hal yang tidak akan terpikirkan kalau tidak melalui training keuangan yang komprehensif.
5. Segera punya tabungan dan investasi
Belanja teros … Bayar pakai kartu kredit dan paylater teros, tanpa bisa mengendalikan diri, atas nama healing dan self reward. Sampai-sampai tak pernah punya tabungan, apalagi investasi.
Lagu lama? Betul. Bisa jadi akan selalu ada first jobber yang punya masalah seperti ini, karena belum mendapatkan training keuangan yang pas dari kantor tempatnya bekerja.
Atau bisa jadi, nggak punya tabungan dan investasi, karena semua uang yang didapatkan langsung dipakai untuk kebutuhan keluarga besar.
Hal ini bisa kamu cari solusi, jika kamu memiliki keterampilan pengelolaan keuangan yang baik. Untuk itulah, training keuangan diperlukan.
Nah, itu dia beberapa alasan mengapa first jobber membutuhkan training keuangan yang komprehensif.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
6 Tip Konsisten Bayar Utang Jangka Panjang dengan Gaji Karyawan Pas-pasan
Mau cepat bebas finansial, tapi masih bingung gimana melunasi utang jangka panjang? Tenang, jangan panik karena banyak cara untuk bisa menutupi cicilan utang di masa mendatang.
Impian untuk terbebas dari utang memang jadi hal yang cukup menantang buat orang zaman now, apalagi dengan gaji karyawan yang pas-pasan. Sebetulnya, berapa pun nominal utang kamu saat ini, semua dapat terlunasi jika kamu bisa membayar cicilannya tepat waktu secara konsisten. Yang terpenting adalah bagaimana caranya kamu terhindar dari gagal bayar, yang nantinya hanya akan mempersulit pelunasan. Nah, untuk itu perencanaan keuangan tentunya jadi strategi dasar yang wajib kamu gunakan.
Dengan rencana keuangan, kamu dapat membagi pendapatan ke dalam beberapa alokasi kebutuhan, termasuk kewajiban cicilan utang. Ingat prinsipnya, jagalah agar rasio cicilan utang tidak melebihi 30%. Di dalamnya termasuk cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau Apartemen (KPA), atau kredit kendaraan bermotor (KKB), cicilan HP, panci, elektronik, paylater, dan sebagainya.
Cara Jitu Lunasi Utang Jangka Panjang dengan Gaji Pas-pasan
Jika kamu mencoba untuk segera keluar dari utang jangka panjang dengan penghasilan rendah, berikut adalah beberapa tip untuk mengubah impian tentang kehidupan bebas utang menjadi kenyataan.
1. Berhenti membuat utang baru
Jika kamu meminjam uang dari satu sumber untuk membayar utang di tempat lain, alias gali lubang tutup lubang, maka ingatlah bahwa kamu tak pernah benar-benar melunasinya.
Ketika kamu sedang berusaha untuk melunasi utang, sebaiknya berhentilah mengambil utang baru sampai semuanya benar-benar lunas. Jangan membuka kartu kredit baru atau mengajukan pinjaman lagi, kecuali ada alasan strategis untuk melakukannya. Dan, hentikan semua pengeluaran yang tidak perlu.
2. Buat rincian total utang saat ini
Jika kamu dibebani oleh utang, kamu akan tergoda untuk mengabaikan tagihan yang terus berdatangan. Menghadapi utang bisa jadi menakutkan, tetapi jika kamu ingin melunasinya, kamu perlu mengetahui jumlah dan angka pasti dari utang yang harus dibayar.
Buatlah daftar dari setiap tagihan kartu kredit, tagihan medis, dan tagihan lainnya kemudian jumlahkan utang kamu. Di sebelah saldo pokok, tuliskan tingkat bunga, biaya keterlambatan, dan denda yang mungkin harus dibayar.
Tanpa gambaran yang jelas tentang situasi keuangan secara keseluruhan, akan sulit untuk menemukan cara untuk melunasi utang dengan pendapatan rendah.
3. Buat anggaran
Anggaran dapat membuat kamu melihat dengan tepat jumlah penghasilan dan pengeluaran. Mulailah dengan membuat daftar semua sumber pendapatan dan semua pengeluaran tetap yang berulang.
Pengeluaran tetap adalah hal-hal yang perlu kamu bayar secara rutin, seperti kontrak rumah, bayar listrik, PDAM, dan sebagainya, yang tidak berubah dari bulan ke bulan.
Kemudian, kurangi selisih antara total pendapatan dan pengeluaran tetap tersebut. Sisanya adalah uang yang kamu miliki untuk digunakan untuk pengeluaran kebutuhan pokok, seperti bahan makanan dan pakaian, termasuk utang lainnya.
Tentukan berapa banyak uang tunai yang harus disisihkan setiap bulan untuk pengeluaran pokok yang tidak dapat dipotong, seperti belanjaan, dan kemudian sisihkan sisa uang tunai untuk melunasi utang. Masukkan item baris dalam anggaran tersebut untuk pembayaran utang, patuhi dan tingkatkan kapan pun Anda bisa.
4. Lunasi utang terkecil terlebih dahulu
Setelah menjumlahkan semua utang, jumlah totalnya mungkin terlihat menakutkan. Keluar dari utang dengan penghasilan rendah tidak mudah, tetapi merayakan pencapaian kecil di sepanjang jalan dapat membuat kamu terus maju dan mengurangi kecemasan.
Metode pelunasan ini disebut juga dengan metode debt snowball. Kamu membayar tagihan dari jumlah cicilan utang terkecil. Melihat saldo kecil itu menjadi nol akan memberi kamu kebanggaan dan keyakinan bahwa pada akhirnya kamu dapat hidup bebas utang.
5. Mulailah mengatasi utang yang lebih besar
Setelah melunasi tagihan yang lebih kecil, ada beberapa pendekatan yang dapat kamu gunakan untuk mengatasi utang yang besar. Salah satu pendekatannya adalah metode debt avalanche.
Metode ini memungkinkanmu melakukan pembayaran minimum pada setiap tagihan, kemudian menggunakan sisanya untuk melunasi utang dengan tingkat bunga tertinggi. Biaya bunga utang tersebut menambah utang setiap bulan, jadi metode ini akan menghentikan potensi buruk tagihan menumpuk yang membuat bunga bergulung-gulung.
Dengan metode ini, kamu dapat menyimpan lebih banyak uang yang kamu hasilkan setiap bulan, yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan untuk melakukan pembayaran utang yang lebih besar.
6. Cari cara untuk mendapatkan uang tambahan
Jika kamu masih butuh cara lain lagi melunasi utang jangka panjang tanpa menggunakan gaji pokok, maka carilah peluang untuk menghasilkan lebih banyak uang.
Kamu bisa mulai mencari kerja sampingan, misalnya menjadi kurir makanan setelah pulang kerja, membuka jasa desain grafis dan tulisan, atau menjual barang yang sudah tak terpakai namun masih layak digunakan.
Jika kamu dapat menemukan cara kreatif untuk memaksimalkan waktu luang, gunakan uang ekstra itu untuk melunasi utang jangka panjangmu.
Utang memang membebani, tetapi untuk satu dua kebutuhan penting yang krusial, kadang utang juga membantu. Utang jangka panjang biasanya cicilannya akan lebih ringan, tetapi jika dihitung, sudah pasti jumlah total bisa membengkak besar sekali. Karena itu, butuh keterampilan pengelolaan yang baik.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Naik Gaji = Utang Naik Juga? Oh, No!
Biasanya dalam kesempatan satu kali dalam setahun, gaji karyawan akan direview ulang. Jika memang layak, perusahaan akan memberikan kebijakan naik gaji.
Wah, tentu saja, hal ini akan disambut baik, kan ya?
Tetapi ada fakta menarik nih. Dalam survei yang dilakukan oleh QM Financial pada akhir 2020 terhadap sejumlah klien korporasi, ditemukan fakta bahwa sebesar 24.2% karyawan memiliki pinjaman besar di kantor, dan 24.2% lainnya juga meminta rekomendasi HR untuk mengajukan kredit bank.
Menariknya lagi, ternyata selain gaya hidup juga naik mengiringi kenaikan gaji, utang juga bertambah.
So, masalah utang ini memang bisa dibilang menjadi problema keuangan sejuta umat karyawan kantor ya?
Naik Gaji, Nambah Kebutuhan?
Ya, siapa sih yang enggak pengin dan enggak seneng kalau naik gaji? Ini adalah hal yang paling ditunggu-tunggu oleh mereka yang bekerja sebagai karyawan perusahaan di seluruh dunia.
Kenaikan gaji bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya saja seperti masa “pengabdian” yang sudah cukup lama, prestasi mencapai target tertentu, keuangan perusahaan yang membaik, ataupun kenaikan jabatan.
Naik gaji pastinya akan memengaruhi pemasukan kita. Artinya, uang yang kita terima setiap bulannya akan lebih besar ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Nah, biasanya sih, hal ini juga akan diiringi berbagai kebutuhan yang (rasanya) ikut meningkat. Tiba-tiba butuh lebih banyak barang untuk sehari-hari, tiba-tiba butuh lebih banyak self-reward, dan seterusnya.
Parahnya lagi, untuk semua “kebutuhan tambahan” itu dibayarnya pakai kartu kredit.
Nah, kalau sudah begini, mari kita lanjut ke poin berikutnya.
Naik Gaji, Abai Pentingnya Berhati-hati dalam Berutang
Tanpa kita sadari, seiring naik gaji, naik pula “kebutuhan” kita akan belanja. Pemasukan naik, pengeluaran jadi ikut naik. Imbasnya lagi, utang pun ikut naik—salah satu indikatornya, nambah belanja pakai kartu kredit—karena menganggap diri sendiri semakin mampu secara finansial. Keyakinan dapat mencicil utang juga bertambah besar.
Nah loh!
Kartu kredit sendiri sebenarnya banyak manfaatnya, kalau kita bisa menggunakannya dengan bijak. Jadi, bukan berarti lantas diharamkan untuk memakai kartu kredit loh ya.
Selain itu, memang ada benarnya sih. Bahwa setiap kali kita mau mengambil pinjaman atau utang, ada baiknya kita mempertimbangkan kemampuan finansial kita; apakah kita mampu membayar cicilannya hingga lunas?
Tetapi, kan bukan berarti, setiap naik gaji, utang pun ditambah karena keyakinan kita akan kemampuan diri sendiri juga meningkat? Memang bagus sih, bahwa naik gaji akhirnya ikut mendongkrak kepercayaan diri untuk mampu secara finansial. Tapi, nggak lantas setiap kali “ditandai” dengan naiknya utang, kan?
Jadi, Apa yang Harus Dilakukan Kalau Naik Gaji?
Ya, lagi-lagi nih, ayo, kita atur lagi keuangan kita. Ingat, naik gaji memang betul membuat kita semakin baik dalam kemampuan finansial, tetapi tidak lantas selalu dialokasikan ke hal-hal yang kurang berfaedah. Apalagi kalau kita mengingat bahwa masa depan kita masih panjang.
Cita-cita masih ada kan? Tujuan keuangan masih jauh kan?
Jadi, coba deh lakukan beberapa hal berikut, whenever kamu naik gaji. Duh, whenever. Kayak bakalan dapat setiap bulan gitu, ya? Yah, positive vibe aja dulu, reality bisa menunggu.
1. Bersyukur
Iya dong, yang pertama kali dilakukan adalah bersyukur. Kapan lagi sih kita naik gaji? Barangkali, ada di antara kamu yang sudah cukup lama bekerja, baru kali ini mengalami kenaikan gaji.
Apa pun kondisinya, tetap saja, ini adalah hal yang patut disyukuri, terutama di saat-saat seperti ini. Pasalnya, tak semua orang bisa mendapatkan rezeki seperti kita. Betul?
2. Cek anggaran
Salah satu yang lain yang harus segera dicek adalah anggaran rutin kita. Ini adalah langkah yang penting, karena sebelum kita merasa ingin menambah kebutuhan lain, kita harus memastikan dulu bahwa kebutuhan itu memang perlu, dengan cara melihat lagi daftar kebutuhan kita biasanya.
Cek di bagian kewajiban dulu—seperti cicilan utang yang masih berjalan. Jika memungkinkan, tambahkan dulu selisih kenaikan gaji untuk melunasi utang. Lalu cek di bagian kebutuhan rutin. Adakah yang memang perlu ditambahkan? Pertimbangkan ulang, dengan memilah antara keinginan dan kebutuhan ya.
Dan kemudian cek di bagian investasi. Tentu akan lebih bermanfaat kalau kita menambah porsi investasi demi tercapainya tujuan keuangan lebih cepat, ya kan?
3. Bukan berarti tak boleh self reward, tapi …
Harus bijak.
Pikirkanlah segala hal yang prioritasnya lebih penting; yang menyangkut kehidupan kita di masa mendatang, kehidupan kita di masa sulit, dan demi orang-orang yang kita cintai.
Boleh kok self reward, karena itu juga penting demi kesehatan mental. Tetapi, alokasikan secukupnya, dan sebaiknya tak berlebihan.
Nah, dengan memanfaatkan kenaikan gaji dengan lebih bijak, pastinya kita akan lebih semangat lagi kan, dalam bekerja? Iya dong.
So, naik gaji tak harus selalu berarti utang naik. Tapi bisa jadi, kualitas hidup memang naik sekaligus kita bisa menjamin hidup kita sendiri di masa depan nanti.
Apakah kantor atau komunitasmu mengalami masalah keuangan yang sama? Ataukah, punya kebutuhan training finansial yang lain? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Pemotongan Gaji Karyawan: Bagaimana Harus Disikapi?
Sejak awal tahun 2021, wacana pemotongan gaji ASN dan TNI/Polri untuk zakat mulai bergulir. Dikabarkan, bahwa Bapak Presiden sendiri juga mendukung penuh hal ini. Rencananya, gaji PNS dulu yang akan dipotong, selanjutnya gaji para karyawan BUMN dan swasta.
Pemotongan gaji untuk zakat ini perhitungannya adalah setara dengan 85 gram emas, kurang lebih Rp85 juta per tahun, atau Rp7 juta per bulannya. Inilah yang menjadi dasar perhitungan pemotongan gaji untuk zakat sebesar 2.5%. Ini artinya, bagi yang memiliki gaji di bawah Rp7 juta, pemotongan gaji untuk zakat ini belum berlaku. Tidak wajib.
Lalu, apakah ini juga berlaku untuk karyawan nonmuslim? Tidak, tetapi mereka yang nasrani juga punya kewajiban sepersepuluhan, menurut agama yang dianut.
Pemotongan Gaji Tak Bisa Dihindari
Pemotongan gaji juga sempat menjadi kontroversi saat PP 25 tahun 2020 diteken. Dalam undang-undang tersebut, gaji para pekerja akan dipotong untuk tabungan Tapera, sebesar 3%. Meskipun pemotongan gaji ini tak hanya merupakan kewajiban karyawan sepenuhnya, lantaran dibagi dua dengan pemberi kerja, tetapi tetap saja terdengar protes dan nada-nada ketidaksetujuan di sana-sini.
Apalagi bagi para pekerja swasta mandiri, besaran iuran 3% akan langsung dipotong dan dibayarkan penuh oleh si pekerja tersebut sendiri. Perhitungannya kurang lebih mirip dengan perhitungan pajak, yakni mengambil total penghasilan selama setahun, dan kemudian diambil rata-rata per bulan.
Kedua jenis pemotongan gaji di atas tak sekaligus diterapkan, melainkan bertahap. Biasanya akan diberlakukan bagi ASN dulu, baru kemudian para pekerja sektor swasta menyusul.
So, pemotongan gaji ini—baik untuk zakat maupun untuk Tapera—cepat atau lambat akan diterapkan di semua sektor, sehingga tak mungkin dihindari lagi. Dan, bukan tak mungkin, akan ada pemotongan-pemotongan gaji lagi berikutnya.
Kena Pemotongan Gaji, Kita Harus Bagaimana?
Pemotongan gaji ini sudah pasti harus disikapi dengan bijak. Memang, ada dari kita yang merasa keberatan dengan berbagai alasan.
Misalnya pemotongan gaji untuk Tapera, karena mungkin yang bersangkutan tidak membutuhkan tabungan untuk beli rumah lagi, karena toh sekarang sudah punya rumah warisan yang bisa ditempati. Pemotongan sebesar 2.5% tentu nominalnya ya lumayan juga, bisa dipakai untuk kebutuhan lain yang lebih prioritas.
Tetapi, yah, kalau sudah diatur dan diketok palu oleh pemerintah, mau tak mau kita harus mendukungnya, bukan? Lihat sisi baiknya, jika nanti bisa beli rumah lagi, bisa saja rumah tersebut disewakan hingga bisa mendatangkan passive income buat kita. Lumayan juga, buat bekal masa pensiun.
So, mesti gimana dong, sekarang? Coba lihat beberapa poin berikut ya.
1. Lakukan financial check up
Pemotongan gaji sudah pasti akan memengaruhi cash flow kamu secara keseluruhan. Nggak perlu panik, lantaran gaji terasa semakin kecil sedangkan kebutuhan sama, bahkan mungkin bertambah seiring waktu. Yuk, diatur lagi.
Lakukan financial check up secara menyeluruh lagi. Cek rasio penghasilan dan pengeluaran, juga cek rasio yang menjadi sinyal kesehatan keuangan lainnya. Seperti rasio menabung dan investasi, rasio likuiditas, dan rasio utang. Jika semuanya masih dalam rasio yang wajar, sepertinya kamu tak perlu khawatir dengan adanya pemotongan gaji ini. Kamu bahkan bisa memasukkannya juga ke pos menabung dan investasi, dan ini berarti menambah rasio menabungmu kan?
Cek secara keseluruhan lagi ya, sehingga kamu bisa mendapatkan pola keuangan yang baru.
2. Lakukan penyesuaian penganggaran
Buat penyesuaian dengan penganggarananmu. Misalnya saja, kamu seorang freelancer, dan pengahsilan rata-ratamu setiap bulannya—katakanlah—Rp10 juta. Jika dipotong 3% untuk Tapera, maka itu berarti ada potongan sebesar Rp300.000, yang harus kamu tanggung sendiri. Jika perlu, adakah pos lain yang bisa kamu sesuaikan?
Setelah financial check up yang menggambarkan kesehatan keuanganmu setelah adanya pemotongan gaji di sana-sini ini, implementasikan dalam penganggaran. Sesuaikan prioritasnya.
3. Pastikan cicilan utang, dana darurat, dan proteksi tetap aman
Pos-pos yang wajib untuk tetap diamankan adalah cicilan utang, dana darurat, dan proteksi berupa asuransi.
Pastikan ketiganya tetap aman ya. Ini penting, karena kalau sampai terganggu, masalah yang lebih besar bisa jadi harus kamu hadapi ke depannya.
4. Jajaki kemungkinan penghasilan tambahan
Memang, besar ataupun kecil pemotongan gaji, tetap saja akan memengaruhi cash flow kamu. Namun, bukan berarti enggak bisa disesuaikan. Bagaimanapun, kita harus bertahan hidup kan?
Buat kamu para karyawan—baik ASN maupun swasta—jika sekarang belum pernah menjajaki peluang tambahan penghasilan, ini bisa jadi alasan untuk mulai nih. Kamu bisa mulai dengan mencari informasi, ada demand apa di sekitarmu.
Buat kamu para pekerja mandiri—meski sekarang belum diterapkan—juga mesti bersiap tuh. Terus semangat untuk cari proyekan ya. Atau, mungkin kamu bisa menyesuaikan juga tarif jasamu?
Kesimpulan
Yes, pemotongan gaji kadang memang tak bisa dihindari. Tapi, daripada mengeluh saja, akan lebih baik jika kamu mulai menyesuaikan lagi dengan pola anggaran dan pengeluaran. Ini akan jauh lebih efektif untuk mengatasi masalahmu.
Apakah kantor atau komunitasmu mengalami masalah pada pengelolaan penghasilan atauupun masalah keuangan yang lain? Butuh training finansial, untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan karyawan? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Masalah Cash Flow yang Paling Umum Dihadapi
Masalah kelancaran cash flow memang jadi basic-nya pengelolaan keuangan sehari-hari. Meski mungkin kamu semua sudah hafal betul teori mengatur cash flow, tapi tak sedikit yang sekarang masih mengalami masalah. Padahal, masalahnya juga klasik, berulang-ulang saja. Solusi dari masalah tersebut juga sama saja, hanya disesuaikan dengan kondisi masing-masing yang membuatnya “tampak” berbeda.
Ya, memang demikianlah masalah keuangan kita sehari-hari. Pusarannya kadang bisa dibilang, hanya di tempat. Sederhana banget, sebenarnya.
Berikut beberapa masalah cash flow yang paling umum dihadapi. Barangkali, kamu juga masih mengalaminya sampai sekarang?
Ikuti dulu yuk, video berikut ini.
5 Masalah Cash Flow yang Paling Umum Terjadi
1. Nggak tahu ke mana perginya uang
Gajian sih, satu koma empat. Diterima tanggal satu, sudah koma di tanggal empat. Yha!
Jadi, uang cuma mampir aja di dompet dan rekening. Habis itu, langsung pergi lagi. Udah kayak hubungan tanpa status! #ehgimana
Parahnya lagi, kita sebagai si empunya uang, juga enggak tahu itu uang habis ke mana.
Ini memang masalah cash flow yang klise banget sih. Bisa dibilang so yesterday, tapi ya nyatanya masih banyak yang mengalaminya. Mungkin kamu juga ya? Eh, kok nuduh?
Untuk mengatasinya, kamu perlu tahu dulu jejak pengeluaranmu secara lebih pasti. Cobalah untuk melakukan pencatatan pengeluaran uang selama 30 hari. Kamu bisa gunakan media apa saja untuk mencatatnya, mulai dari aplikasi yang bisa diunduh gratis di smartphone, bisa juga dengan Excel, atau paling kuno: catat di buku catatan dengan cover batik.
Mencatat pengeluaran selama 30 hari akan dapat memberimu gambaran jejak ke mana saja kamu membelanjakan uang. Kamu pun bisa tahu, seberapa banyakkah alokasimu untuk membayar cicilan utang, belanja rutin kebutuhan hidup, investasi, dan lifestyle setiap bulannya.
Jelas kan, sekarang, ke mana saja larinya uangmu?
2. Besar pasak daripada tiang
Ini juga masalah cash flow yang superklasik.
Hal ini bisa terjadi karena berbagai sebab, tapi salah satunya adalah mungkin karena kamu enggak pernah punya rekam jejak ke mana saja kamu membelanjakan uang. Jadi, out of control aja gitu.
Lalu bagaimana cara mengatasinya? Kembali ke catatan pengeluaranmu, dan periksa di bagian mana saja yang kamu kehilangan kendali. Pikirkan satu dan lain cara untuk bisa menguranginya. Mungkin kamu perlu membatasi pergi ke ATM dengan cukup sekali saja seminggu menarik uang?
Yang pasti, ada baiknya kamu atur ulang anggaranmu sesuai pos-pos pengeluaran yang ada. Selanjutnya, disiplin! Berhemat pada pengeluaran jenis tersier, dan ubahlah perilaku konsumtif jika kamu masih melakukannya.
3. Cicilan utang terlalu besar
Setelah melakukan pencatatan, kamu baru sadar kalau cicilan utangmu sangat besar? Pantas saja, uang gajian cuma mampir sebentar di rekening ya?
Proporsi ideal cicilan utang secara total seharusnya tidak melebihi 30% dari penghasilan rutinmu setiap bulannya. Jika ternyata cicilan utangmu lebih besar dari 30%, maka segeralah buat skema paling realistis yang kamu bisa agar bisa mengurangi beban utang ini.
Segera berhemat, potong pengeluaran lifestyle jika tidak mendesak dan penting banget. Misalnya, berlangganan 4 layanan streaming film sekaligus (padahal yang ditonton cuma satu, itu pun di weekend doang). Atau kurangi jajan-jajan yang pakai ongkos kirim besar. Cobalah untuk memasak sendiri, dan cari barang pengganti dengan harga yang lebih terjangkau.
Intinya, segera kurangi rasio utangmu dengan berbagai cara. Berhemat agar kamu mampu melunasi utang yang bisa segera lunasi.
4. Nggak punya tabungan
Padahal sebenarnya porsi untuk menabung atau investasi ini “cukup” hanya 10% saja dari penghasilan setiap bulan loh! Itu adalah rasio yang cukup kecil, yang seharusnya bisa terjangkau oleh siapa pun.
Tak jarang hal ini disebabkan karena kita yang hanya menabung dengan uang sisa bulanan, alih-alih menyisihkan uang untuk tabungan di depan. Atau, cheating. Ambil sedikit-sedikit buat belanja barang-barang lucuk di marketplace, eh … beneran jadi bukit. Bukit pengeluaran yang ambyar.
Coba deh, pisahkan rekening tabungan dan rekening operasional. Setiap awal bulan, atau kapan pun kamu mendapatkan penghasilan, transfer dulu ke rekening tabungan atau investasi dalam bentuk apa pun, sebanyak 10%. Anggap saja sebagai “pajak”.
5. Biaya lifestyle terlalu besar
Hobi belanjakah kamu? Atau gadget kamu harus selalu keluaran terbaru? Atau, tiap hari–sehari 3 kali–mesti pesan makanan online atau beli boba?
Enggak masalah sih, sebenarnya. Tapi pastikan pengeluaran lifestyle ini tidak melebihi 20% dari penghasilan rutin.
Jika kamu memang mengalami kesulitan untuk mengatur pengeluaran lifestyle, coba buat rekening khusus. Setiap bulan, kamu sisihkan sejumlah khusus sesuai kondisimu–dan sebaiknya tak lebih dari 20% tersebut. Kalau kamu pengin membeli gadget terbaru atau belanja sesuatu yang sifatnya tersier, menabunglah dulu di rekening ini, sampai target terpenuhi. Dengan demikian, cash flow harian terlindungi, dan kamu tetap bisa memenuhi keinginanmu juga.
Itu dia beberapa masalah cash flow yang umum dihadapi, berikut cara mengatasinya.
Bagaimana? Apakah kamu masih merasa bingung, atau ada masalah cash flow yang lain? Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu. Materinya mudah dipahami, disertai dengan modul dan worksheet yang pasti akan mudah diikuti. Segera cek jadwalnya, dan daftar ya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Dapat BLT 600 Ribu sebagai Subsidi Gaji Karyawan Swasta, Begini Cara Terbijak Pemanfaatannya
Di akhir Agustus lalu, pemerintah telah mencairkan BLT 600 ribu sebagai subsidi gaji para karyawan swasta yang berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulannya.
Bantuan pemerintah ini diberikan sesuai janji sebagai stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional lantaran dampak pandemi COVID-19. Jumlahnya memang tak seberapa, dan diberikan untuk 4 bulan ke depan dengan 2 kali pembayaran. Dengan demikian, karyawan swasta akan memperoleh total Rp2.4 juta masing-masing.
Bersyukur dong ya, karena sudah mendapat bantuan? Lumayan untuk menyambung napas, setidaknya jadi tambahan. Gimana cara pemanfaatannya yang paling bijak? Ini dia tip dari QM Financial.
Memanfaatkan BLT 600 Ribu dengan Bijak
1. Bukan untuk gaya hidup
BLT 600 ribu ini memang tak banyak, tetapi bisa dipergunakan untuk apa pun, sepanjang untuk kebutuhan kita. Mau dipakai untuk liburan, atau untuk jajan-jajan es kopi susu literan, atau mungkin untuk checkout barang-barang lucu di marketplace yang sudah masuk ke wishlist?
Ya boleh saja. Kan, begitu dana tersebut masuk ke rekening kita, maka mau dipakai apa pun ya terserah kita. Betul? Tetapi, jika hanya dipakai untuk keperluan gaya hidup yang bersifat tersier begitu, maka manfaatnya tidak akan dapat kita rasakan secara optimal.
Sayang banget kan? Padahal di masa pandemi ini, kita bisa saja akan menghadapi berbagai situasi darurat. Enggak ada yang bisa memastikan kapan masa sulit ini akan berakhir. Apalagi sebagai karyawan, kita selalu berpotensi untuk kehilangan mata pencaharian atau mengalami penurunan penghasilan. BLT 600 ribu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebutuhan hidup yang bersifat pokok.
2. Tambahkan ke pos dana darurat
Yang pertama harus diamankan adalah pos dana darurat. Apakah dana daruratmu saat ini sudah cukup setidaknya untuk 3 – 6 bulan ke depan? Jika belum, maka BLT 600 ribu ini bisa ditambahkan ke pos dana darurat. Lumayan juga nanti akhirnya bisa bertambah Rp2.4 juta kan?
Memang besaran dana darurat idealnya adalah 4 bulan pengeluaran rutin (bagi lajang), dan 6 bulan untuk pasangan yang sudah menikah. Ditambah dengan masing-masing 3 bulan untuk tambahan per satu anak. Namun, ingat ya, bahwa di masa krisis dan resesi seperti ini, semakin besar cadangan dana maka akan semakin bagus, demi menghadapi ketidakpastian dalam beberapa waktu ke depan.
So, segera simpan di rekening dana darurat, dan jangan diutak-atik kecuali untuk keperluan darurat.
3. Untuk membayar utang
Jika saat ini kamu sedang struggling untuk membayar cicilan utang, maka BLT 600 ribu ini juga bisa dimanfaatkan.
Punya utang di masa-masa sulit seperti ini memang menjadi tambahan beban, ya kan? Mungkin penghasilanmu menurun, sehingga rasanya beban cicilan menjadi lebih besar. BLT ini bisa jadi tambahan agar kamu bisa membayar cicilan tepat waktu.
Kalau memang bisa dilunasi dengan uang insentif dari pemerintah ini, ya nggak usahlah ditunda lagi. Segera saja lunasi.
4. Investasikan
Buat yang belum punya kebiasaan untuk berinvestasi, nah, mumpung dapat bantuan uang tunai, coba yuk sekarang investasi!
Ya, instrumen investasi ada banyak sih. Tapi dengan total bantuan sebesar Rp2.4 juta, rasanya kan enggak mungkin dipakai untuk investasi properti. Untuk investasi emas, rasanya juga kurang. Maka alternatifnya adalah reksa dana, yang bisa dimulai dari dana Rp100.000 saja. Kamu bisa mencoba untuk menginvestasikannya di Reksa Dana Pasar Uang. Instrumen ini cocok buat kamu yang pemula, karena risikonya relatif paling rendah, dan imbalnya lebih besar ketimbang deposito. Meskipun, kalau kamu berniat untuk berinvestasi ke deposito ya enggak salah juga.
Yes, BLT 600 ribu mungkin memang tak seberapa. Tetapi, kalau kita bisa mengelolanya dengan baik, maka manfaatnya juga akan bisa optimal kita rasakan. Jangan sampai mubazir ya. Tetap belanja di warung-warung dekat rumah, agar ekonomi kita tetap bergerak.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.