Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang enggak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Apalagi sekarang, saat muncul generasi TikTok.
Siapa nih yang sempat kecanduan buat belanja TikTok live? Sudah pernah menghitung belum, habis berapa sampai dengan fitur ini menghilang? Apakah barang yang dibeli (atau diborong) kemarin, sekarang masih digunakan? Masih bermanfaat penuh? Atau sudah dianggurin?
Ya, memang. TikTok, sebagai salah satu platform media sosial yang paling cepat berkembang, telah mengubah cara kita berkomunikasi, berbagi informasi, dan bahkan memengaruhi perilaku konsumsi kita.
Dengan kontennya yang menarik dan mudah diakses, TikTok menjadi sarana hiburan yang tak hanya menghibur tapi juga sering kali memicu perbandingan sosial di antara generasi TikTok itu sendiri.
Table of Contents
Apa Itu FOMO dan JOMO pada Generasi TikTok?
FOMO, itu dia. Hal yang kemudian menjadi masalah generasi zaman sekarang, termasuk generasi TikTok.
FOMO, atau Fear of Missing Out, merujuk pada perasaan cemas atau takut ketinggalan tren. Baik itu experience, acara, aktivitas, atau tren apa pun deh yang (terlihat) seru dinikmati oleh orang lain.
Dalam konteks keuangan, FOMO terutama dapat memicu keputusan pembelian impulsif yang akhirnya harus dialami oleh generasi TikTok. Artinya, kita melakukannya hanya agar bisa merasa “termasuk” atau update, alias enggak ketinggalan tren terkini.
Ya, akibatnya daripada manfaat dan keuntungannya, justru lebih banyak buntungnya. Banyak generasi TikTok mengalami tekanan keuangan karena berusaha memenuhi standar gaya hidup yang ditetapkan oleh lingkaran sosial atau influencer di media sosial—tanpa sadar sama kondisi diri sendiri.
Nah, terlalu banyak yang FOMO, muncul JOMO. Sebagai reaksi terhadap FOMO, Joy of Missing Out atau JOMO ini bisa digambarkan sebagai perasaan puas atau bahagia karena sudah memutuskan untuk enggak mengikuti tren.
Dengan semangat JOMO, kita akhirnya jadi bisa lebih fokus pada apa yang benar-benar memberi kepuasan dan kebahagiaan. Nah, dalam konteks keuangan, JOMO bisa jadi “alat” yang membuat generasi TikTok menjadi lebih bijaksana dan berpikir panjang. Terutama sih terhadap pengeluaran.
Efek terdekatnya, keputusan pembelian bisa dilakukan atas dasar value yang sebenarnya. Bukan cuma biar kelihatan edgy doang. Pastinya, hal ini akan lebih bagus efeknya untuk jangka panjang, karena membantu generasi TikTok membangun kebiasaan keuangan yang sehat.
Mengadopsi JOMO dalam mengelola keuangan bukan berarti menghindari pengeluaran sepenuhnya, melainkan membuat pilihan yang lebih “sadar”. Kita bisa membuat prioritas pada pengeluaran yang memang penting sesuai kebutuhan dan tujuan jangka panjang.
So, intinya memang pada menemukan keseimbangan antara menikmati kehidupan saat ini sambil juga menyiapkan diri untuk masa depan.
Dengan begitu, kita perlu tahu nih, bagaimana generasi TikTok dapat mengatasi tekanan FOMO dan merangkul JOMO sebagai cara untuk mengelola keuangan secara lebih efektif dan memperoleh kepuasan hidup yang lebih dalam.
Strategi Anti-FOMO, Menuju JOMO
Jadi, apa yang kudu dilakukan pertama, biar generasi TikTok ini bisa switching dari FOMO ke JOMO?
Ya pastinya kita harus mengatasi dulu rasa takut untuk ketinggalan tren. Kalau sudah enggak takut ketinggalan tren, rasanya FOMO bisa segera disingkirkan. Iya nggak sih?
1. Mengenali Value Diri Sendiri
Luangkan waktu untuk benar-benar memikirkan apa sih value kita sebenarnya? Apa yang membuat kita bahagia dan puas?
Dengan tahu apa value kita sebenarnya, kita bisa mendapatkan gambaran, apakah antara value dan kebutuhan dengan pengeluaran itu sudah selaras?
Gampangannya gini. Kalau dari meluangkan waktu di atas, ternyata kita sadar bahwa kita menganggap kesehatan mental dan fisik itu penting, misalnya. Maka, mungkin kita lebih butuh untuk membangun rutinitas olahraga, mengubah pola makan, atau belajar meditasi. Bukan belanja pakaian baru.
2. Membuat Anggaran
Nah, kalau sudah tahu sebenarnya maunya kita apa, maka selanjutnya, ya sudah pasti harus membuat anggarannya.
Misalnya, kalau mau pakai contoh yang sama dengan di atas, berarti mungkin kita lebih baik meluangkan waktu untuk mencari solusi tentang bagaimana supaya bisa rutin olahraga. Nah, di sini perlu hati-hati juga sih, teteup. Jangan sampai, kita merasa solusi terbaiknya adalah langganan gym, tapi ternyata ke depan membership itu dianggurin saja (lagi). Ya, itu sih namanya belum ketemu solusinya.
So, coba deh, diluangkan waktu, cari solusi yang bener-bener sesuai dengan masalahmu dan buat anggarannya. Kalau memang perlu membership gym ya enggak apa. Pastikan, beneran dipakai. Lalu, masukkan anggaran membership ini di anggaran rutin.
3. Penggunaan Media Sosial secara Sadar
Menggunakan media sosial dengan cara yang lebih sadar bisa membantu kita mengurangi perasaan harus selalu ikut serta dalam tren atau melakukan pembelian impulsif. Berikut adalah beberapa langkah konkret untuk menggunakannya dengan lebih bijak:
- Batasi Waktu Media Sosial: Tentukan batasan waktu harian untuk menggunakan media sosial. Misalnya, batasi diri hanya 30 menit atau 1 jam setiap hari.
- Evaluasi dan Kurangi Akun yang Diikuti: Lihat daftar akun yang diikuti. Tanyakan pada diri sendiri, apakah akun-akun ini membuat kita merasa positif? Apakah akun-akun itu mendorong kita untuk menghabiskan uang tanpa perlu? Jika iya, mungkin saatnya untuk berhenti mengikuti atau membatasi interaksi dengan akun-akun tersebut.
- Ikuti Akun Positif: Cari dan mulai mengikuti akun yang menyebarkan energi positif atau konten yang inspiratif. Ini bisa berupa akun yang fokus pada pengembangan diri, motivasi, tabungan dan investasi. Seperti akun QM Financial, misalnya?
- Waktu Detoks Media Sosial: Tentukan satu hari dalam seminggu sebagai hari detoks dari media sosial. Gunakan waktu ini untuk melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan internet, seperti membaca buku, berolahraga, atau menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman.
Yang pasti sih, kudu sadarkan diri sendiri bahwa apa yang orang post di media sosial sering kali merupakan hal-hal yang bagus-bagus doang. Realitanya, bisa saja enggak sebagus itu. So, enggak perlu banget membandingkan hidup kita dengan snapshot momen terbaik orang lain.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, generasi TikTok bisa mengurangi dampak negatif media sosial terhadap keuangan dan kesejahteraan mental. Pada akhirnya, kita pun bisa lebih menikmati kehidupan nyata dan membuat pilihan yang lebih sehat dan lebih bijaksana.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
QM Financial
Related Posts
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] Baca juga: Mengelola Keuangan untuk Generasi TikTok: Dari FOMO ke JOMO (Joy of Missing Out) […]