6 Situasi Love-Hate Relationship dengan Uang yang Sering Terjadi
Uang merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan modern yang memiliki peran kompleks dan sering kali ambigu dalam kehidupan kita sehari-hari. Fenomena ini menciptakan apa yang sering disebut sebagai love-hate relationship atau hubungan cinta-benci dengan uang. Fenomena ini bisa kita rasakan ketika kita mendapatkan emosi positif dan negatif yang intens terhadap uang secara bersamaan.
Di satu sisi, uang bisa menjadi sumber kebahagiaan, keamanan, dan kebebasan, memungkinkan kita untuk memenuhi kebutuhan, mewujudkan impian, dan menikmati kehidupan. Di sisi lain, uang juga bisa menjadi sumber stres, kecemasan, dan konflik, baik internal maupun dalam hubungan dengan orang lain.
Table of Contents
Pengaruh Love-Hate Relationship dengan Uang
Love-hate relationship ini bukan sekadar fenomena psikologis yang semata. Bahkan, hal ini bisa memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kesehatan finansial kita.
Cara kita merasakan dan berinteraksi dengan uang dapat memengaruhi keputusan finansial yang kita buat, dari pengelolaan pengeluaran sehari-hari hingga strategi investasi jangka panjang. Misalnya, ada di antara kamu yang merasa bahagia banget ketika belanja, di saat yang sama mungkin kamu juga sulit menabung untuk tujuan finansial jangka panjang. Sementara itu, ada orang yang terlalu fokus berhemat, hingga enggak punya kesempatan untuk menikmati hidup.
Memahami dinamika hubungan kita dengan uang adalah langkah pertama untuk mengelolanya dengan lebih bijak. Dengan menyadari emosi dan pola pikir yang mendasari perilaku finansial kita, kita bisa mengambil langkah-langkah untuk menyeimbangkan antara mengejar kebahagiaan jangka pendek dan keamanan jangka panjang.
Pada akhirnya nanti, dengan kebijakan pengelolaan keuangan yan baik, kita pun mampu membuat keputusan finansial yang lebih sehat, mengurangi stres yang berkaitan dengan uang, dan meningkatkan kualitas hidup kita secara keseluruhan.
6 Love-Hate Relationship dengan Uang yang Sering Terjadi
So, setidaknya ada enam situasi love-hate relationship dengan uang yang umum terjadi. Menariknya, kita sering kali enggak menyadarinya. Seperti apa saja?
1. Happy saat Belanja, Menyesal Setelahnya
Bagi banyak orang, berbelanja merupakan aktivitas yang lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan. Banyak yang bilang, belanja itu bikin bahagia, bahkan terapi.
Konon, saat kita membeli sesuatu yang sangat diinginkan, ada ledakan endorfin—hormon kebahagiaan—yang membuat kita feel better. Mood menjadi lebih baik, sehingga pembelian impulsif semakin menjadi.
Namun, enggak jarang kesenangan belanja ini segera digantikan oleh perasaan bersalah atau menyesal setelah belanja. Apalagi ketika kita mengevaluasi pembelian dan dampaknya terhadap keuangan, kita jadi sadar bahwa pengeluaran tersebut sebenarnya enggak perlu atau berlebihan. Situasi ini menjadi semakin rumit ketika melibatkan aktivitas utang untuk belanja. Love-hate relationship-nya semakin menjadi deh.
2. Merasa Aman saat Menabung, sekaligus Merasa Tak Bebas Menikmati Hidup
Menabung itu adalah salah satu aktivitas keuangan yang penting, karena terkait dengan keamanan dan kesehatan keuangan kita sendiri. Punya tabungan yang cukup artinya kita siap menghadapi berbagai situasi, baik saat ini, masa mendatang, bahkan ketika ada ketidakpastian.
Biasanya, ketika melihat saldo rekening bertambah, kita juga merasa semakin aman. Perasaan ini diperkuat oleh prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik yang sering diajarkan kepada kita: pentingnya memiliki dana darurat, pentingnya persiapan untuk masa pensiun, dan kebutuhan untuk menjadi bebas finansial.
Namun, untuk bisa menabung, kadang kita memang perlu “mengorbankan” beberapa hal. Misalnya, mengurangi nongkrong dengan teman-teman, mengurangi belanja, mengurangi self-reward, dan sebagainya.
Karena banyak membatasi diri, akhirnya kita pun merasa terkekang oleh “aturan” yang kita buat sendiri. Banyak hal yang enggak bisa kita lakukan. Of course, hal ini akan berdampak pada kesehatan mental kita.
3. Senang Punya Penghasilan Besar, tetapi Tekanan Meningkat
Siapa sih yang enggak pengin punya gaji besar? Rasanya pasti puas, dan yang pasti merasa energi yang dikeluarkan jadi tak sia-sia. Betul?
Gaji besar sering dianggap sebagai pengakuan atas kerja keras dan pencapaian. Namun enggak cuma berhenti di situ. Gaji besar juga (akhirnya) membuka peluang untuk dapat meningkatkan gaya hidup, investasi, dan pengalaman yang mungkin sebelumnya enggak terjangkau.
Penghasilan yang lebih tinggi juga memberikan rasa aman yang lebih besar. Kita bisa jadi menabung lebih banyak, menekan peluang berutang, dan bisa memenuhi beragam kebutuhan dengan lebih baik.
Tapi gaji besar juga umumnya datang dengan pressure pekerjaan yang lebih tinggi. Tanggung jawabnya lebih besar, bahkan kadang menuntut lebih banyak energi dan waktu. Kadang, semakin tinggi jabatan, semakin besar gaji, waktu untuk kebersamaan dengan orang-orang tercinta juga semakin berkurang.
4. Senang Bisa Berinvestasi, tetapi sekaligus Takut Rugi
Semakin banyak kita belajar keuangan, semakin kenal dengan beragam produk yang bisa dimanfaatkan, mendorong kita untuk bisa berinvestasi lebih banyak lagi.
Bagi banyak orang, berinvestasi melambangkan peralihan dari sekadar menyimpan uang menjadi aktif mengembangkannya. Sebuah proses yang “berisiko”, bukan?
Apalagi semua orang juga tahu, bahwa kondisi pasar bisa sangat berfluktuasi dan tidak dapat diprediksi. Bahkan investasi yang paling direncanakan sekalipun bisa berakhir dengan kerugian, karena berbagai sebab. Ditambah lagi, enggak semua penyebab itu bisa kita kontrol atau kelola risikonya.
5. Antusias saat Mengajukan Pinjaman Uang, tetapi Bingung ketika Harus Mengembalikan
Hingga muncullah fenomena yang berutang justru lebih galak daripada yang menagih utang.
Mengambil utang memang enggak dilarang. Untuk kondisi-kondisi tertentu, berutang bisa menjadi sarana untuk mencapai tujuan yang mungkin enggak dapat kita capai dengan dana yang tersedia saat ini. Misalnya seperti membeli rumah, atau bahkan memulai bisnis.
Pada saat pengajuan pinjaman disetujui, kita pun merasa lega dan antusias. Rasanya, kita telah diberi kesempatan untuk bergerak maju dengan rencana atau keinginan kita, dan masa depan tampak lebih cerah karena kemungkinan-kemungkinan baru yang terbuka.
Namun, kegembiraan ini cepat berubah menjadi tekanan ketika tiba saatnya untuk memenuhi kewajiban pembayaran. Ketegangan dan kecemasan muncul saat kita dihadapkan dengan realitas cicilan bulanan yang harus dibayar setiap bulannya.
Beban ini menjadi lebih berat jika kondisi finansial kita mengalami perubahan yang enggak terduga, seperti kehilangan pekerjaan, pengurangan pendapatan, atau keadaan darurat finansial lainnya. Apa yang awalnya tampak sebagai langkah maju dalam mencapai tujuan bisa menjadi beban yang menekan. Enggak hanya pada keuangan kita tetapi juga pada kesejahteraan emosional dan mental.
6. Rasa Aman Punya Asuransi, Frustrasi dengan Premi dan Klaim
Asuransi merupakan instrumen keuangan yang dirancang untuk memberikan perlindungan. Baik itu asuransi kesehatan, kendaraan, properti, atau jenis asuransi lainnya.
Tujuan semua asuransi itu sama, yakni untuk mengurangi beban finansial yang dapat timbul akibat kejadian tak terduga. Kepemilikan atas polis asuransi menawarkan ketenangan pikiran, mengetahui bahwa dalam situasi darurat, kita enggak akan dibiarkan menghadapi kesulitan finansial sendirian.
Kepastian ini sangat penting, memberikan rasa aman yang memungkinkan kita untuk lebih bebas menikmati kehidupan sehari-hari tanpa khawatir akan risiko finansial dari kemungkinan bencana.
Namun, pengalaman memiliki asuransi juga enggak selalu bebas dari frustrasi. Salah satunya adalah besarnya premi yang harus dibayarkan secara berkala.
Premi asuransi, terutama untuk polis dengan cakupan luas atau jumlah pertanggungan tinggi, bisa menjadi beban finansial yang cukup signifikan. Bagi sebagian orang, rasanya kayak “buang-buang uang” saja, apalagi kalau ternyata enggak ada klaim.
Frustrasi ini juga sering muncul saat proses klaim, yang bisa terasa rumit dan melelahkan. Ada banyak persyaratan dokumen yang harus disiapkan, prosedur klaimnya sendiri juga membingungkan, sudah begitu, klaimnya ditolak.
Begitulah, dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui love-hate relationship dengan uang yang cukup rumit.
Dari situasi ketika kita merasa bahagia karena bisa membeli sesuatu yang diinginkan hingga perasaan stres karena tekanan finansial, love-hate relationship dengan uang adalah bagian alami dari kehidupan modern.
So, penting bagi kita untuk memahami dinamika ini agar dapat mengelola keuangan dengan lebih baik dan mencapai keseimbangan yang lebih sehat dalam hubungan kita dengan uang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Pinjam Dulu Seratus! – Cara Benar Menolak Teman Meminjam Uang
Pinjam dulu seratus! Kayaknya sih sepele, “cuma” seratus ribu. Tetapi yang namanya meminjam uang ya tetap saja utang, dan harus dikembalikan.
Memiliki utang sering kali adalah situasi yang sensitif dan banyak dihindari orang. Akan tetapi, terkadang meminjam uang menjadi jalan keluar untuk masalah keuangan yang urgent. Yang menjadi tantangan adalah ketika seorang teman atau kerabat dekat malah ingin meminjam uang darimu.
Situasi ini sebenarnya bisa diatasi jika kamu sedang memiliki uang ekstra dan semua kebutuhanmu sudah terpenuhi. Apalagi kalau temanmu itu juga bisa diandalkan untuk mengembalikan uang yang dipinjamnya. Namun, menjadi masalah jika kondisimu justru lagi kekurangan, terus si teman yang ingin meminjam uang darimu itu terkenal sering meminta pinjaman ke banyak orang. Sudah gitu ketika ditagih, malah galakan dia daripada kamu.
Kamu pasti pernah merasakan dilema ini, keinginan untuk menolong teman dengan meminjamkannya sejumlah uang. Lagipula, tidak ada yang bisa memastikan masa depan, bisa jadi kelak kamu yang berada dalam posisi serupa. Namun di sisi lain, kamu sudah memiliki rencana keuangan atau bahkan keadaan keuanganmu sendiri masih belum stabil.
Sering kali, masalah utang piutang antarteman seperti ini dapat merenggangkan persahabatan yang sudah terjalin. Risiko inilah yang biasanya membuat seseorang enggan ketika seorang teman meminta pinjaman uang. Saat meminjamkan uang kepada teman, keakraban yang terbentuk sering membuat kita ragu untuk menuntut pengembaliannya. Sejatinya, apakah berkeberatan untuk memberikan pinjaman kepada teman yang sedang memerlukan itu sesuatu yang salah?
Gimana caranya menolak teman yang mau meminjam uang, tanpa takut menyinggung perasaannya?
Cara Benar Menolak Teman Meminjam Uang
1. Meminta Waktu untuk Berpikir
Daripada menolak langsung, kamu bisa meminta waktu untuk berpikir lebih dulu. Gunakanlah waktu ini untuk mengetahui riwayat pinjaman temanmu, apakah dia memiliki catatan buruk seperti sering meminjam uang dari teman-teman lain dan sulit untuk mengembalikannya.
Waktu ini juga memberimu kesempatan untuk mempertimbangkan apakah kamu mampu mengalokasikan dana dari keuangan pribadimu. Dengan begini, kamu bisa mengurangi beban dalam membuat keputusan yang terburu-buru.
2. Cari Tahu Tujuan Peminjaman
Ketika pertama kali temanmu mengontak untuk meminjam uang, langkah penting yang perlu kamu ambil adalah menanyakan untuk apa uang itu akan digunakan. Jawabannya bisa menjadi pertimbangan awalmu dan sebagai cara untuk mengerti alasan temanmu membutuhkan uang.
Pastikan bahwa uang yang dipinjamkan tidak digunakan untuk kebutuhan konsumtif yang sebenarnya tidak mendesak.
3. Sampaikan Alasan yang Kuat dan Rasional
Jika kamu sudah menikah, kamu bisa menjadikan pasanganmu sebagai alasan. Misalnya, suami atau istrimu yang mengelola keuangan rumah tangga. Jadi, sulit untuk mengambil sejumlah uang untuk dipinjamkan karena telah ada alokasi anggaran keluarga. Alasan ini bisa menjadi pilihan jika temanmu tidak begitu mengenal pasanganmu, sehingga tidak mungkin baginya untuk langsung berdiskusi dengan pasanganmu. Ungkapkan alasan sebenarnya dengan sopan dan tegas.
Namun, kamu juga mesti paham, bahwa kamu juga berhak untuk tidak memberi penjelasan detail. Uang adalah hak dan privasi setiap individu, termasuk kamu, dan tidak perlu mengungkapkan situasi keuanganmu secara spesifik. Cukup dengan berkata, “Maaf ya, saat ini aku tidak bisa meminjamkan uang karena alasan pribadi.”
4. Tawarkan Alternatif Lain
Jika kamu merasa tidak enak karena tidak bisa memberi bantuan finansial, coba tawarkan kepada temanmu solusi lain selain meminjamkan uang.
Sebagai contoh, jika temanmu punya keahlian dalam fotografi atau melukis ilustrasi, kamu bisa menyarankan dia untuk membuka layanan jasa fotografi atau membuat ilustrasi untuk mendapatkan penghasilan. Cara lainnya, kamu bisa menawarkan bantuan untuk menjual barang-barang bekas yang masih bagus dan layak guna.
5. Hindari Memberi Harapan
Bila kamu tidak bisa meminjamkan uang, hindari membuat temanmu berharap dengan janji-janji seperti, “Aku pinjamkan setelah aku gajian.” Atau, “Nanti kalau utangku sudah selesai.”
Janji seperti itu bisa menimbulkan harapan pada temanmu. Lebih baik kamu memberikan alasan yang sebenarnya karena janji yang tidak dapat dipenuhi bisa menimbulkan masalah nantinya, terutama jika kamu sendiri tidak yakin bisa memenuhinya.
6. Tolak secara Tegas
Kamu tidak ingin terlibat dalam masalah utang piutang dengan teman? Maka kamu harus belajar untuk bersikap lebih tegas saat menolak. Katakan bahwa kamu tidak biasa meminjamkan uang kepada siapa pun.
Dengan demikian, temanmu tidak akan merasa ditolak secara pribadi, karena memang ini merupakan kebijakanmu terhadap semua yang ingin meminjam uang. Cara ini juga bisa membantumu untuk menghindari teman yang sering meminjam uang.
Yang terpenting dan harus selalu diingat, jangan berbagi informasi tentang kondisi keuanganmu kepada teman atau keluarga. Terutama jika kamu mendapatkan pemasukan yang tidak terduga atau kamu memiliki dana cadangan.
Bagaimana jika Sudah Telanjur Meminjamkan Uang?
Jika kamu sudah meminjamkan uang dan temanmu sulit untuk mengembalikannya, kamu bisa mengambil langkah-langkah berikut.
Komunikasi Terbuka
Lakukan pembicaraan secara pribadi dengan temanmu. Jelaskan situasimu dan tanyakan tentang rencana mereka untuk mengembalikan uang tersebut. Diskusi yang terbuka bisa membawa ke pemahaman bersama dan solusi.
Penjadwalan Pembayaran
Usulkan pembayaran dengan cicilan jika memungkinkan. Bisa jadi temanmu lebih mudah mengembalikan dalam jumlah yang lebih kecil daripada satu kali pembayaran besar.
Buat Perjanjian Tertulis
Jika belum ada, buat perjanjian tertulis tentang pengembalian uang yang memuat jadwal pembayaran, jumlah, dan tanggal pembayaran. Hal seperti ini akan memformalkan kesepakatan dan meminimalkan kesalahpahaman.
Berikan Opsi Pembayaran
Kadang-kadang temanmu mungkin tidak memiliki uang tunai tetapi mungkin bisa membayar dengan cara lain, seperti dengan jasa atau barang.
Pelajaran untuk Masa Depan
Kalau sudah mentok, misalnya ketika temanmu malah lebih galak saat ditagih, mungkin sekaranglah saatnya kamu mempertimbangkan untuk mengikhlaskannya. Gunakan ini sebagai pelajaran untuk ke depannya. Batasi peminjaman uang atau pastikan untuk memiliki perjanjian yang jelas dari awal untuk menghindari situasi serupa.
Memang dalam beberapa kasus, mungkin kamu harus menerima bahwa uang yang dipinjamkan tidak akan kembali sepenuhnya. Pikirkan tentang dampaknya terhadap hubunganmu dengan teman tersebut dan seberapa penting uang tersebut bagi situasi keuanganmu sendiri.
Di akhir cerita, menghadapi teman yang meminjam uang bisa menjadi ujian bagi kedalaman hubungan dan integritas pribadi.
Siapa sih yang enggak pengin menjadi teman yang baik? Ya kan? Tetapi menjadi teman yang baik juga berarti mengajarkan pentingnya tanggung jawab finansial dan kadang harus berkata tidak demi kesehatan keuangan kita sendiri.
Ingatlah, menolak permintaan pinjaman bukan berarti kamu tidak peduli lo! Justru kamu peduli pada kondisi finansialmu dan menjaga hubungan tetap sehat tanpa tekanan piutang. Jadilah bijaksana, berkomunikasi dengan terbuka, dan jangan ragu untuk mengambil langkah yang kamu anggap tepat.
“Pinjam Dulu Seratus!” bukan sekadar tentang uang, melainkan tentang membangun batasan dan menghargai hubungan persahabatan dengan cara yang sehat dan berkelanjutan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Apa Itu Kredit Tanpa Agunan? Simak Penjelasan Lengkapnya Dulu!
Seberapa sering kamu mendapat tawaran kredit tanpa agunan? Atau, jangan-jangan malah kamu sudah menjadi debitur?
Punya banyak mau sepertinya memang jadi sifat naturalnya manusia. Seiring waktu, maunya juga bertambah banyak. Kebutuhan meningkat, seiring perubahan kondisi. Belum lagi ada inflasi yang kadang juga ikut bertingkah. Kebutuhan manusia memang tak pernah ada habisnya, sayangnya kadang hal ini tidak disertai dengan sumber daya yang mencukupi.
Boro-boro ikut meningkat seiring bertambah banyaknya kebutuhan. Cukup saja kadang juga jauh.
Di situlah kemudian muncul “kebutuhan” untuk berutang. Salah satu bentuk utang yang sering ditawarkan oleh penyedia jasa layanan keuangan adalah kredit tanpa agunan.
Banyak yang menyebutkan, bahwa produk pinjaman tanpa agunan ini memiliki banyak keunggulan. Nah, utang memang tidak dilarang. Namun, sebelum kamu benar-benar mengajukan pinjaman dana pada kredit tanpa agunan, ada baiknya kamu pahami dulu cara kerja produk ini. Mengapa? Supaya—kalau memang dibutuhkan—kamu bisa mengelolanya dengan bijak, sehingga manfaat bisa optimal tanpa harus terjerumus menjadi utang yang menjerat.
Apa Itu Kredit Tanpa Agunan?
Kredit, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur. Sedangkan agunan adalah jaminan. Dengan demikian, bisa disimpulkan dengan cukup mudah, bahwa kredit tanpa agunan adalah produk pemberian pinjaman dana yang skema pengembaliannya dengan cara diangsur atau dicicil, tanpa memerlukan jaminan.
Kredit Tanpa Agunan, atau KTA, umumnya dimanfaatkan untuk pengajuan kredit demi memenuhi berbagai kebutuhan nonproduktif. Misalnya, untuk membiayai liburan, renovasi rumah, membeli berbagai macam barang, dan sebagainya.
Lembaga pembiayaan, misalnya seperti bank, biasanya memberikan pinjaman dengan kisaran Rp5 juta hingga ratusan juta rupiah, dengan tenor 3 hingga 5 tahun. Memang tenornya pendek, karena memang melayani berbagai kebutuhan jangka pendek. Tidak seperti kredit kepemilikan rumah, alias KPR, yang bisa sampai puluhan tahun.
Kelebihan Kredit Tanpa Agunan
Kredit Tanpa Agunan—seperti namanya—ditawarkan bagi nasabah yang tidak memiliki aset untuk dijadikan sebagai agunan atau jaminan. Memang di situlah kelebihan produk ini. Syaratnya lebih ringan, di antaranya:
- Tidak butuh jaminan atau agunan
- Proses pencairannya relatif lebih cepat, maksimal 14 hari kerja
- Prosedurnya juga gampang, enggak panjang seperti KPR
- Beberapa bank punya produk bundling KTA dan asuransi
- Pencairan bisa langsung ambil tunai, atau via transfer
Nah, seperti biasa, kalau ada hal yang mudah, pasti juga ada trade off-nya. Ini normal. Begitu juga dengan KTA ini. Beberapa hal yang bisa “menyulitkan” dalam KTA:
- Suku bunga relatif tinggi
- Jika KTA adalah produk dari bank, maka biasanya ada syarat wajib memiliki kartu kredit lebih dulu
- Tenor pendek, biasanya maksimal hanya 5 tahun
- Plafon jumlah pinjaman juga rendah, tidak bisa sampai ratusan juta seperti halnya kredit dengan agunan
- Ada denda yang besar jika kita terlambat mengangsur, atau mengalami gagal bayar
Nah, kalau kamu memang merasa membutuhkan, ya tidak ada larangan untuk ambil Kredit Tanpa Agunan ini. Faktanya, banyak orang bisa juga memanfaatkannya dengan baik, dan akhirnya bisa menjadi leverage alias daya ungkit agar bisa mencapai hal-hal yang di luar jangkauan.
Kamu juga bisa, tetapi wajib hati-hati. Pasalnya, jika tidak memahami cara kerjanya atau tidak mampu mengelola utang dengan baik dan bijak, alih-alih jadi daya ungkit, utang KTA justru bisa menenggelamkanmu dalam gunung utang yang tak bertepi. Tsah.
Lalu gimana dong?
Perhatikan Hal Ini Sebelum Mengambil Kredit Tanpa Agunan
1. Pahami 3 syarat utang sehat
Sudah tahu kan 3 syarat utang sehat?
- Tujuannya jelas, untuk apa utang?
- Periode yang cocok, jangka waktu penggunaan harus lebih lama dibanding jangka waktu pinjaman.
- Mampu bayar kembali
So, mau ambil Kredit Tanpa Agunan? Cek, untuk apa utangnya? Ada hal yang jelas dibutuhkan, dan tidak bisa memanfaatkan pos dana yang lain, dan juga tidak mungkin untuk menabung dulu? Apakah nanti durasi penggunaan atau pemanfaatannya lebih panjang daripada tenor pinjaman? Nantinya, bisa mengangsur dengan dana dari sumber yang mana?
Jika semua pertanyaan tersebut bisa dijawab, maka mau ambil KTA, ya silakan saja.
2. Perhatikan syarat KTA
Perhatikan syarat Kredit Tanpa Agunan yang ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman. Bisa jadi berbeda satu sama lain, tetapi syarat umum di antaranya adalah:
- Warga negara Indonesia, berusia minimal 21 tahun, memiliki identitas diri yang resmi
- Menyediakan bukti penghasilan ataupun slip gaji terakhir. Atau surat izin usaha atau praktik untuk yang profesional
- Memiliki rekening bank dan/atau kartu kredit di bank yang bersangkutan
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP
Silakan cek di lembaga pembiayaan terkait mengenai syarat lengkapnya ya. Penuhi semua syaratnya, jangan sampai ada yang ketinggalan.
3. Lakukan simulasi
Umumnya, pihak bank atau lembaga pembiayaan memiliki kalkulator simulasi pinjaman yang bisa kita manfaatkan untuk melihat, seperti apa gambaran pengembalian dengan cicilan nantinya.
Manfaatkan fasilitas atau fitur ini, agar kamu semakin mudah menyusun rencana pengembalian pnjaman.
4. Pinjam sesuai kebutuhan, bukan keinginan
Pinjamlah sesuai kebutuhan. Karena itu, perhitungkanlah dengan cermat.
Pinjamlah pada lembaga resmi yang sudah terdaftar dan diawasi oleh pemerintah. Kamu bisa meminjam ke bank, ataupun ke fintech pinjaman online. Untuk yang terakhir, pastikan fintech yang bersangkutan sudah terdaftar dan/atau memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan.
Jangan pernah meminjam dari mereka yang berada di luar wewenang pemerintah. Kalau ada apa-apa, urusannya panjang dan melebar ke mana-mana.
5. Miliki dana darurat dan asuransi yang memadai
Utang adalah suatu aktivitas yang penuh risiko. Karena itu, adalah penting bagi kamu untuk memastikan bahwa kamu memiliki jaring pengaman keuangan yang cukup, terdiri atas dana darurat dan asuransi.
Pastikan dana daruratmu minimal sudah 3 kali pengeluaran rutin bulanan. Pastikan juga kamu sudah memiliki asuransi wajib, yaitu asuransi kesehatan, dan bila perlu ditambah dengan asuransi jiwa.
Nah, itu dia sekilas gambaran tentang Kredit Tanpa Agunan. Semoga bisa menambah gambaran mengenai skema pinjamannya ya. Yang terpenting, selalu pastikan bahwa kamu mampu membayarnya kembali sesuai kesepakatan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Pinjaman Online: Pahami Cara Kerjanya, Supaya Terhindar dari Jeratan
Memang benar ya, teknologi itu bisa memudahkan, tetapi juga bisa mengancam. Tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Salah satu contoh ketika penggunaan teknologi bisa bermata dua ini misalnya seperti pinjaman online.
Pinjaman online sebenarnya hadir untuk mengisi celah yang tak bisa terlayani oleh sistem perbankan. Menawarkan berbagai fasilitas, seharusnya layanan ini bisa dimanfaatkan untuk melayani berbagai kebutuhan. Sayangnya, sampai dengan artikel ini ditulis, masih saja banyak kasus tragedi terjadi akibat pinjaman online yang disalahgunakan.
Lebih miris lagi, kadang kasus yang terjadi “hanya” karena kita yang kurang terliterasi dengan baik; enggak paham cara kerja pinjaman online dan berutang dengan baik. Nah loh. Jadi, gimana?
Pinjaman online tidak selamanya buruk. Banyak fintech lending yang justru dapat membantu pihak-pihak tertentu secara finansial hingga meraih kesuksesan. Untuk penambahan modal UMKM, misalnya. Yang buruk adalah pinjol yang menjadi kedok rentenir liar yang ilegal, tak terdaftar di OJK, yang memang bertujuan menipu, memeras, mencari keuntungan sendiri.
Padahal antara fintech lending legal dan pinjol ilegal ini sebenarnya juga dapat dibedakan dengan mudah loh. Semua bisa dilihat dari cara kerjanya.
So, mari kita mendalami cara kerja pinjaman online, supaya kita bisa menghindarkan diri kita sendiri menjadi korban penipuan atas nama pinjol.
Fasilitas dan Keunggulan yang Ditawarkan oleh Pinjaman Online Legal
1. Syarat mudah
Saat kita hendak mengajukan pinjaman uang di bank, maka kita akan dihadapkan pada sederet syarat yang harus dipenuhi. Misalnya saja:
- Memiliki usaha yang sudah berjalan beberapa lama
- Punya surat izin usaha
- Melampirkan slip gaji
- Minimal pinjaman nominalnya besar, dan sebagainya
- Lolos survei pihak bank
Padahal, tak hanya individu, banyak juga loh, orang yang baru mau mulai bisnis dan butuh pinjaman modal, jadi belum ada bisnisnya. Atau, belum punya surat izin usaha, karena masih rumahan banget. Pun slip gaji, orang sudah resign atau kena PHK. Enggak butuh juga pinjaman nominal besar, asal cukup buat beli bahan baku dengan jaminan invoice dari pembeli/klien.
Fintech lending memungkinkan UMKM dan pihak-pihak yang kesulitan memenuhi syarat pinjaman bank mengajukan pinjaman dana di platformnya. Syaratnya sama sekali enggak ribet, paling-paling diminta KTP, mengisi formulir, dan proses KYC saja. Tidak butuh agunan, kamu bisa meminjam dana dari nominal kecil, sesuai kebutuhan.
2. Ketentuan jelas di depan
Berapa bunga yang dibebankan, apa saja biaya yang diperlukan, hingga kapan jatuh temponya, semua tertuang dengan jelas dalam aturan fintech lending legal. Biasanya, kamu bisa mengaksesnya melalui laman-laman support di website ataupun aplikasinya.
Ketika akhirnya pinjaman cair, maka ketentuan ini mengikat dua belah pihak. Pihak akan bertindak sesuai aturan dan ketentuan yang sudah disepakati. Tidak ada bunga yang tiba-tiba naik, atau tenor yang tiba-tiba memendek.
3. Ada seleksi calon peminjam
Meski syarat mudah dan tak perlu birokrasi yang bertele-tele, faktanya platform pinjaman online legal juga melakukan seleksi ketat terhadap calon peminjam.
Seleksinya meliputi historis peminjaman dana yang pernah dilakukan oleh calon peminjam. Jika dalam data ternyata si peminjam pernah terlibat kredit macet di aplikasi lain, maka pinjaman dana bisa jadi tidak akan di-approve.
Ini sangat berbeda dengan pinjol ilegal, yang meloloskan siapa saja yang ingin meminjam uang. Tanpa verifikasi, tanpa checking.
4. Ada layanan pengaduan
Penyelenggara pinjaman online legal diwajibkan untuk memiliki layanan pengaduan yang setiap saat bisa membantu kesulitan dan menjawab pertanyaan nasabah atau awam yang ingin tahu lebih banyak mengenai layanannya.
5. Larangan meneror melalui jalur pribadi
Oleh Otoritas Jasa Keuangan, sebagai regulator layanan finansial Indonesia, penyelenggara fintech lending dilarang untuk mengirimkan pesan pribadi kepada nasabah atau peminjam jika tidak ada izin dari yang bersangkutan.
Aplikasinya pun hanya diperbolehkan mengakses mikrofon, kamera, dan lokasi, untuk keperluan verifikasi. Tidak sampai mengakses fitur-fitur pribadi, seperti galeri hingga kontak. So, teror dengan modus menyebarkan data pribadi bisa dihindarkan.
Mengajukan Pinjaman ke Pinjaman Online Boleh Saja, Tapi Perhatikan Ini!
Yang paling meresahkan dari adanya pinjaman online ilegal ini adalah isu penyalahgunaan data pribadi ini.
Perlu diketahui, bahwa pinjaman online yang legal dan diawasi OJK tidak melakukan peretasan terhadap kontak yang ada dalam handphone pihak peminjam. Mereka umumnya hanya meminta 3 jenis nomor HP untuk dicantumkan saat pengajuan pinjaman, yaitu nomor peminjam, nomor kantor, dan nomor pihak ketiga sebagai penjamin.
Dalam aturan dan ketentuannya, sudah sewajarnya bagi nasabah untuk mengembalikan pinjaman sesuai waktu dan perjanjian. Kalau nasabah bisa disiplin mengikuti apa yang sudah menjadi ketentuan ini, pastinya tidak akan penagihan dari pihak aplikasi. Yang ada hanya reminder.
Penagihan hanya akan dilakukan jika tidak ada pembayaran. Itu pun tidak boleh dengan ancaman, tidak ada pencemaran nama baik, harus dilakukan secara manusiawi.
Pihak Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi platform pinjaman online legal yang ada dan di bawah pengawasann OJK juga telah mengadakan berbagai macam pelatihan dan sertifikasi bagi para petugas penagih. Ada rambu-rambu dan banyak aturan yang harus dipatuhi.
Jika memang ada kesulitan bayar cicilan—asalkan pihak nasabah terbuka dan mau berkomunikasi dengan baik, mau memberikan alasan kuat mengapa kesulitan membayar—pihak aplikasi juga biasanya akan memberikan berbagai solusi. Mulai dari tenor diperpanjang, pengurangan bunga, dan sebagainya.
Jadi, semua kembali ke pihak peminjam. Saat mengajukan pinjaman, apakah pengelolaan keuangan pribadi sudah baik? Sudah memenuhi 3 syarat utang sehat? Jika belum, maka berutang bisa menimbulkan masalah baru. Masalah yang lebih besar.
So, pastikan kamu berutang secara sehat. Penuhi syaratnya, dan kemudian disiplin membayarnya. Utang tidak akan melilit dan menjeratmu, malahan bisa menjadi leverage alias daya ungkit untuk membantu meraih tujuan. Dan, pastikan kamu hanya melakukan pinjaman dana di aplikasi yang sudah terdaftar dan berizin resmi OJK.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Hal yang Perlu Diketahui tentang Pinjaman Online – Jangan Sampai Terjebak
Sepertinya semakin banyak saja orang yang terjerat pinjaman online. Sungguh berita buruk, di tengah mulai nge-hype-nya literasi keuangan dewasa ini.
Bahkan sampai ada yang bunuh diri lantaran tercekik sampai belasan aplikasi pinjaman online ini. Coba baca artikel yang dilansir oleh Kompas.com, di sini ada berbagai cerita dari para peminjam uang online. Sedih banget bacanya :(
Utang, barangkali adalah budaya. Kita cenderung untuk selalu merasa kekurangan uang. Padahal pemasukan (baca: gaji) ada rutin setiap bulan. Kadang juga ada yang masih bisa memperoleh penghasilan sampingan. Tapi, banyak yang sudah bergaji besar, utang juga banyak. Mending ini utang produktif. Tapi, enggak. Utangnya buat beli barang-barang konsumtif.
Atau malah lebih miris lagi. Utang pinjaman online buat berobat, karena enggak punya asuransi kesehatan.
*mengheningkan cipta*
Well, mari kita lihat beberapa hal tentang pinjaman online, agar bisa berpikir ulang kali kalau mau utang di sana.
5 Hal tentang pinjaman online yang harus banget diketahui dan disadari sebelum mulai berutang
1. Tidak semua terdaftar dan diawasi oleh OJK
Pemerintah sendiri–melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK)–sebenarnya juga sudah enggak kurang-kurang usahanya dalam melindungi kita. Ada ribuan perusahaan pinjaman online yang ilegal sudah dibekukan tahun ini.
Tapi, kasus tetap saja ada.
Sebelum mulai melakukan pinjaman online, coba cek apakah perusahaannya terdaftar dan berizin resmi di OJK. Di bulan Agustus 2019 kemarin, OJK telah mengeluarkan daftar berisi 127 fintech terdaftar di seluruh Indonesia, dan 7 di antaranya sudah mengantongi izin permanen.
Jadi, selain mengecek kondisi diri sendiri untuk memastikan bahwa kita benar-benar butuh meminjam uang, kita juga harus mengecek perusahaan tempat kita akan meminjam uang.
2. Selalu ada harga untuk kemudahan dan kepraktisan
Kalau dari cerita dalam berita yang dilansir oleh Kompas.com yang sudah ditautkan di atas, rata-rata para peminjam pinjol yang akhirnya terjebak ini tertarik berutang karena proses yang cepat, mudah, dan praktis. Seakan-akan, enggak perlu apa-apa deh, tinggal daftar terus ajukan pinjaman. Dalam hitungan jam, bahkan menit, uang pun cair.
Tapi coba ditelusuri. Sejak pertama pinjaman cair saja, ada potongan 30% dari uang pinjamannya. Katanya sih untuk biaya administrasi. Banyak yang mengajukan pinjaman Rp1.000.000, tapi ternyata uang yang diterima hanya Rp600.000 – Rp650.000. Tapi kemudian harus mengembalikan utang pokoknya Rp1.054.000, plus bunga Rp75.000 per hari, dengan tenor 7 hari.
My oh my!
Jangan terjebak oleh iming-iming “mudah dan praktis”. Selalu ingat, bahwa tak pernah ada makan siang gratis, kawan. Apalagi ini soal duit. “Mudah dan praktis” pasti berharga mahal.
3. Awas, tenor!
Selanjutnya, soal tenor (yang pastinya berhubungan dengan bunga). Tenor rata-rata pinjaman online ilegal adalah dalam hitungan hari. Ada jebakan tersendiri juga dari tenor yang sangat singkat ini.
Bunga hariannya saja sudah mencekik. Saat peminjam tidak bisa melunasi tepat waktu, maka si peminjam akan meminta agar waktu pelunasan mundur. Waktu pelunasan mundur bukan berarti tanpa perhitungan. Kadang justru bunga dari tenor yang mundur ini jadi berkali lipat lagi.
Akhirnya si peminjam semakin terlilit dan tak mungkin bisa lepas. Ada yang berusaha lepas, tetapi dari meminjam aplikasi pinjaman online lain untuk menutup utang pinjaman online yang satu.
Oh dear. Sungguh siklus yang sepertinya tak akan pernah terputus.
4. Eksploitasi data pribadi
Saat kita mengunduh suatu aplikasi–aplikasi mobile apa pun di PlayStore maupun App Store–saat itu pula biasanya akan muncul pertanyaan, apakah kita mengizinkan aplikasinya mengakses data personal kita, seperti foto dan kontak?
Biasanya sih, tanpa banyak baca ya kita akan langsung setuju saja.
Tapi sadar enggak sih, bahwa dengan kita setuju (kalau enggak setuju, aplikasi batal didownload dan diinstall), kita juga sudah memberikan akses secara free pada aplikasi-aplikasi mobile tersebut? Termasuk aplikasi pinjaman online.
Dari berbagai kasus jeratan pinjaman online yang bisa dibaca di artikel Kompas.com itu, banyak yang mengaku bahwa tak cuma si peminjam saja yang diteror oleh penagih pinjaman online. Tapi juga termasuk orang-orang yang nomornya ada di daftar kontak kita. Bahkan bos di kantor pun bisa juga ikut diteror. Akibatnya, ada tuh cerita; sudahlah harus melunasi pinjaman online, malah dipecat juga dari kantor lantaran dituduh menjaminkan nama atasan.
Waduh! Runyam banget.
So, coba deh dipikirkan baik-baik setiap kali hendak mengunduh dan menginstal aplikasi mobile. Kira-kira membahayakan kontak kita enggak ya? Apalagi untuk pinjaman online.
5. Ketahui cara melaporkan fintech yang melanggar aturan
Sebenarnya ada cara untuk melaporkan fintech yang melanggar aturan. OJK secara khusus menyediakan line untuk pengaduan. Bisa langsung klik tautannya saja.
Namun, yang bisa ditindak oleh OJK hanyalah jika pelanggaran tersebut dilakukan oleh fintech legal, yang masuk dalam daftar pengawasan mereka ya. Jadi, kalau kita berutang ke fintech ilegal, maka OJK tidak bisa membantu. Untuk fintech ilegal yang meneror kita, kita bisa melaporkannya ke kepolisian.
Selain itu, kalau baca ceritanya sih, ada kejadian di mana fintech-nya menyebarkan data pribadi kita di media sosial bahkan ditambah dengan fitnah. Untuk hal ini, berarti ada indikasi penyebaran konten negatif. Nah, ini bisa dilaporkan melalui situs aduankonten.id milik Kemenkominfo.
Fyuh, memang sudah semakin memprihatinkan saja nih kondisinya ya. Tapi, mau bagaimanapun, hal yang terbaik adalah jangan sembarangan berutang. Apalagi utang untuk kebutuhan yang sebenarnya bisa kita penuhi dengan menabung dan berinvestasi.
Ada lo kelas-kelas finansial online QM Financial yang bisa bantu kamu untuk segera lepas dari jeratan utang ini. Ada kelas Blueprint of Your Money yang merupakan foundation dari semua tip keuangan, hingga cara mengatur cash flow sehingga dengan pemasukan yang minim pun seharusnya kita tetap bisa menabung dan punya tujuan finansial yang jelas.
Yuk, segera cek jadwalnya, dan pilih kelas yang kamu butuhkan.
Mau belajar finansial apa hari ini?
5 Langkah Mengurangi Kasbon Karyawan yang Bisa Dilakukan oleh Manajemen Perusahaan
Betapa miris, ketika seharusnya karyawan bisa pulang dengan senyum lebar saat gajian tiba, ternyata harus menghadapi kenyataan bahwa hanya sekian persen saja gaji yang dapat diterimanya lantaran ada potongan kasbon. Karena itu, perlu ada tindakan khusus untuk dapat mengurangi kasbon karyawan ini.
Memang kasbon biasanya diambil lantaran karyawan butuh uang secara mendadak dan mendesak. Perusahaan, pastinya ingin membantu karyawan, dan kasbon memang terbukti cukup membantu untuk beberapa kasus. Tapi, sering juga akhirnya kejadian, karyawan terlalu sering kasbon. Jumlahnya kecil-kecil sebenarnya, tapi kemudian jumlah pinjaman darurat ini malah justru menumpuk enggak jelas. Hingga kemudian, karyawan malah enggak jadi bawa pulang gaji setiap tanggal gajian tiba, lantaran dipotong untuk melunasi kasbon.
Kasbon seharusnya menjadi alternatif bantuan dan fasilitas yang memudahkan karyawan, tetapi akhirnya malah jadi bumerang bagi si karyawan. Lalu, bagaimana? Apa yang harus dilakukan?
Well, selain dari diri karyawan sendiri yang harus mengubah mindset mengenai pinjaman uang dan utang serta pengelolaan keuangannya, dari pihak perusahaan sendiri juga bisa melakukan beberapa langkah berikut untuk mengurangi kasbon.
5 Langkah Mengurangi Kasbon Karyawan
1. Buat aturan yang lebih ketat
Kebanyakan perusahaan memang belum punya aturan ketat mengenai kasbon karyawan ini. Nah, untuk mengurangi kasbon karyawan ini, maka ada baiknya perusahaan membuat peraturan yang lebih ketat mengenai kasbon.
Aturannya kembali lagi ke kondisi perusahaan sih, tapi umumnya:
- Jumlah kasbon total tidak melebihi sekian persen gaji (paling sering 30%)
- Maksimal harus lunas dalam beberapa kali cicilan, diusahakan lebih cepat lebih baik
- Tidak boleh ambil kasbon lagi, kalau kasbon sebelumnya belum beres.
- Hanya boleh kasbon untuk keperluan yang sangat penting dan mendesak saja, pastinya ada review dari perusahaan.
- Dan sebagainya
Sosialisasikan aturan pengambilan kasbon ini pada seluruh karyawan agar mereka benar-benar paham.
2. Berikan benefit berupa asuransi dan program peningkatan kesehatan
Sudahkah karyawan diikutikan dalam program asuransi kesehatan, baik itu BPJS Kesehatan ataupun swasta? Akan lebih baik jika karyawan punya “keamanan” kesehatan berlapis. Karena kadang mengandalkan BPJS Kesehatan saja tidak cukup.
Ada beberapa kasus ketika karyawan–atau anggota keluarganya–sakit mendadak dan darurat sehingga harus segera menuju ke rumah sakit besar atau swasta, tanpa melewati rujukan berjenjang yang berlaku di BPJS Kesehatan. Atau, ada kondisi lain yang kebetulan tak bisa ter-cover oleh asuransi kesehatan pemerintah ini.
Untuk kondisi ini, agar dapat mengurangi kasbon, mempunyai asuransi kesehatan swasta akan sangat membantu. Salah satu alasan karyawan mengambil kasbon adalah ketika ada yang sakit–entah dirinya sendiri ataupun keluarganya.
Mungkin, perusahaan juga perlu mengadakan program peningkatan kesehatan karyawan agar karyawan enggak sampai sakit.
3. Membuat program dana darurat bersama
Salah satu langkah yang bisa dilakukan demi mengurangi kasbon karyawan adalah dengan membuat program dana darurat bersama. Misalnya–teteup ya–dengan melakukan pemotongan gaji setiap bulannya, dan kemudian oleh perusahaan disetorkan dalam instrumen investasi yang pas. Ke Reksa Dana Pasar Uang, misalnya.
Memang sih, jatuhnya sama-sama pemotongan gaji. Tapi membuat dana darurat bersama akan jauh lebih baik ketimbangan sekadar menawarkan kasbon pada karyawan.
Tentang jumlah, prosedur setoran, dan prosedur pengambilan dana darurat ini tentunya bisa dibicarakan dan didiskusikan bersama antara pihak perusahaan dengan karyawan.
4. Dorong karyawan untuk punya tujuan finansial yang jelas
Seseorang yang tak punya tujuan finansial, cita-cita hidup, motivasi, dan rencana yang matang untuk mencapainya memang akan cenderung menggampangkan masalah keuangan.
Karena itu, untuk bisa menyehatkan kondisi keuangan karyawan yang hobi kasbon, perusahaan harus bisa mengubah mindset karyawan dulu mengenai utang. Akan sulit untuk memberikan edukasi lainnya tentang keuangan ketika mindset karyawan masih beranggapan bahwa utang itu adalah hal sepele.
5. Berikan training keuangan yang pas dengan kebutuhan
Cara lain yang biasanya cukup ampuh untuk memberikan awareness lebih mengenai pentingnya pengelolaan keuangan pribadi dan sebagai usaha untuk mengurangi kasbon adalah dengan memberikan training keuangan pada karyawan.
Survei yang dilakukan oleh International Foundation of Employee Benefit Plans (IFEBP) di Brookfield Wisconsin memberikan bukti dan data nyata, bahwa 66% karyawan perusahaan yang menjadi responden mereka mengaku mengalami masalah utang yang pelik selagi bekerja. Selanjutnya, masih di survei yang sama, juga ada fakta bahwa 4 dari 5 perusahaan melaporkan bahwa masalah keuangan pribadi karyawan berdampak buruk bagi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Dan, ternyata dengan training keuangan, 2/3 perusahaan mengaku bisa mengatasi masalah keuangan pribadi karyawan dan akhirnya memberikan perkembangan yang baik pada bisnis perusahaan.
Nah, bagaimana dengan perusahaan Anda?
Yuk, bantu karyawan memperbaiki kondisi keuangannya demi mengurangi kasbon dan pinjaman lainnya, agar bisnis Anda bisa semakin lancar melalui training keuangan bagi karyawan.
Tertarik untuk mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.