5 Pertanyaan yang Wajib Dibahas bareng Pasangan sebelum Menikah
Sebelum menikah, ada beberapa pertanyaan penting yang perlu dibahas bersama pasangan untuk membangun dasar yang kuat bagi hubungan di masa depan.
Menentukan tempat tinggal, pembagian peran dalam keluarga, keinginan memiliki anak, rencana pensiun, dan cara berkomunikasi serta menyelesaikan konflik adalah topik-topik krusial yang sebaiknya jangan sampai dilewatkan untuk diobrolkan sebelum menikah.
Pembahasan ini bukan hanya tentang merencanakan kehidupan bersama loh, tapi juga memahami lebih dalam tentang harapan dan impian masing-masing.
Table of Contents
Pertanyaan Wajib Dijawab Sebelum Menikah
Ngobrol adalah langkah awal untuk bisa memastikan bahwa kedua belah pihak memiliki visi yang sama tentang kehidupan bersama setelah menikah.
Dengan membicarakan tempat tinggal impian, peran masing-masing dalam keluarga, jumlah anak yang diinginkan, cita-cita setelah pensiun, dan strategi komunikasi serta penyelesaian masalah, kamu dan pasanganmu dapat membangun fondasi yang kuat untuk hubungan yang harmonis dan langgeng.
Dialog terbuka ini membantu mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan, memfasilitasi penyesuaian, dan memperkuat ikatan di antara kamu dan pasanganmu.
Berikut adalah beberapa hal yang sebaiknya sudah dibahas sebelum menikah antara pasangan.
1. Mau Tinggal di mana setelah Menikah?
Kayaknya sih ini pertanyaan yang simpel dan sepele. Kadang di-skip, karena saking sepelenya. Dianggap mudah dipecahkan, karena yah … di mana aja boleh asalkan berdua. Tsah. Padahal ini bisa jadi hal besar kalau dua belah pihak enggak sepakat.
Ada beberapa alternatif yang umumnya muncul menjadi opsi. Yang pertama, tinggal di rumah orang tua atau mertua. Pastinya, ini adalah opsi “hemat”, cocok buat pengantin baru yang masih harus banyak nabung, banyak kudu buat rencana ini itu. Seenggaknya, dengan tinggal di rumah orang tua dulu, perkara printilan rumah tuh bisa dilakukan bareng-bareng sama mertua atau orang tua. Ada yang bantuin. Tapi, kalau salah satu enggak nyaman, ya harus diobrolkan.
Alternatif kedua adalah kontrak rumah. Biasanya ini menjadi opsi ketika pasangan sudah niat ingin membangun keluarga yang lepas sama sekali dari “pengaruh” orang ketiga. Tentu saja, ini adalah opsi yang sangat bagus. Namun, harus punya rencana yang matang ya, terutama dari segi keuangan rutin karena nantinya harus bayar kontrakan.
Alternatif ketiga, langsung punya rumah sendiri. Ini memang privilege. Bisa beli sendiri, atau mungkin hibah, atau kado pernikahan.
So, sebelum menikah, pastikan kamu dan pasangan sudah membahas tentang masalah tempat tinggal ini, supaya enggak ruwet ke depannya.
2. Bagaimana Pembagian Peran dalam Keluarga Nantinya?
Sebelum menikah, hal ini juga termasuk yang harus diobrolkan. Mulai dari apakah nantinya nafkah datang dari dua pintu (suami dan istri) atau satu pintu saja (suami saja atau istri saja)? Jika dua pintu, maka seperti apa ketentuannya? Kalau satu pintu, seperti apa pengaturannya?
Di dalam obrolan ini, bisa dibahas juga mengenai sistem pengelolaan keuangan keluarga ke depannya. Misalnya, jika datang dari dua pintu, maka mau dikelola seperti apa? Apakah dua penghasilan dijadikan satu, kemudian dibagi ke alokasi pos pengeluaran keluarga?
Bisa juga dikelola dengan berbagi jatah, penghasilan siapa untuk membayar apa? Misalnya urusan dapur dan makanan menjadi tanggung jawab istri. Sementara suami kebagian membayar kontrakan dan investasi.
Jika nafkah satu pintu, maka juga harus ditentukan pengelolaannya. Apakah mau sistem “gajian”, per bulan dijatah dengan nominal tertentu? Atau mau harian?
Biasanya sih, dari sini, obrolan bisa diteruskan ke pembagian peran dalam keluarga yang sifatnya sehari-hari. Siapa yang memasak, siapa yang urus kebersihan rumah, dan sebagainya.
3. Punya Anak atau Enggak? Kalau Punya Anak, Mau Berapa?
Berhubung sudah banyak pasangan yang memilih menjalani gaya hidup childfree, maka hal ini juga harus diobrolkan bersama (calon) pasangan sebelum menikah.
Jika ingin punya anak, maka sudah pasti perlu dipikirkan biaya hidupnya. Kemudian, coba proyeksikan, kapan mulai membangun dana pendidikan anak. Apakah ketika mulai promil, atau ketika anak dilahirkan, atau kapan?
4. Apa Pension Dreams-nya?
Pengin menjalani hidup seperti apa nanti kalau sudah pensiun, anak-anak sudah dewasa dan mandiri, dan sudah kembali berdua saja lagi?
Mungkin pengin melipir ke daerah tertentu yang lebih tenang dan sejuk? Atau mau pulang kampung, buat yang merantau? Atau bisa jadi memilih untuk menghabiskan masa pensiun di elderly residence kekinian yang mewah itu? Atau mau keliling dunia berdua naik yacht?
Semua mungkin loh, dilakukan, asalkan sudah ada rencananya mulai dari sebelum menikah. Dengan mengetahui pension dreams seperti apa yang ingin dijalani, kamu dan pasangan akan lebih mudah membuat rencana keuangan pensiun karena targetnya juga sudah jelas.
5. Bagaimana Cara Berkomunikasi dan Penyelesaian Konflik Nantinya?
Ada beberapa pasangan yang bersepakat, untuk tidak memperpanjang masalah sampai keesokan harinya. Apa pun masalahnya, harus selesai hari itu juga sehingga esok hari mereka berdua bisa menjalani hari normal lagi seperti biasa.
Ada beberapa pasangan yang memilih untuk keluar dari rumah saat ingin menyelesaikan konflik. Mereka akan pergi ke taman, atau tempat wisata untuk “berdebat” di sana. Mungkin supaya tidak mengganggu dan terganggu oleh anggota keluarga yang lain di rumah.
Jadi, bagaimana kamu dan pasanganmu nanti akan menyelesaikan konflik jika muncul? Hal ini perlu diobrolkan, terutama untuk mendalami karakter masing-masing. Karena di setiap rumah tangga pastilah ada masalah ini dan itu. Dan, cara kamu dan pasangan berkomunikasi akan menentukan bagaimana penyelesaian terbaiknya.
Nah, itulah beberapa hal yang idealnya harus dibahas sebelum menikah. Dengan begitu, kamu dan pasangan dapat membangun masa depan bersama yang bahagia dan sehat.
Bukan cuma soal rencana, tapi juga tentang memperkuat hubungan dengan memahami dan menghargai pandangan serta harapan satu sama lain. Langkah awal ini akan dapat membuka pintu menuju perjalanan hidup bersama yang penuh dengan cinta, pengertian, dan kesiapan menghadapi tantangan bersama.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
10 Masalah Keuangan untuk Kamu Bahas Bersama Pasangan!
Data perceraian di Pengadilan Agama pada tahun 2020 (sumber: katadata.co.id) menunjukkan bahwa lebih dari 20% alasan perceraian adalah karena masalah ekonomi alias ujungnya duit. Bagaimana sih sebaiknya mendiskusikan masalah keuangan dengan pasangan?
Berikut ini adalah 10 masalah keuangan yang bisa kamu bahas bersama pasangan–demi hubungan yang lebih awet dan langgeng.
10 Masalah Keuangan Rumah Tangga
1. Nilai-nilai keluarga
Gak bisa dipungkiri lagi. Menikah itu gak sama si dia aja kan. Kita juga otomatis jadi satu keluarga dengan keluarganya. Ayo ngobrol soal apa aja hal-hal yang dianggap penting sebagai nilai keluarga.
Misalnya menjunjung tinggi kemandirian atau semua harus hidup bersama satu kompleks seumur hidup. Ini dua nilai yang sangat berbeda dan akan butuh kompromi besar untuk menyatukan pemikiran antar pasangan.
2. UU Perkawinan 1974
Menikah karena cinta, menikah secara agama. Ternyata ada satu lagi, menikah itu memasuki ikatan dengan kekuatan hukum karena ada Undang-Undang Perkawinan tahun 1974.
Sebelum menikah seharusnya kita tahu kalau ada UU ini, di antaranya mengatur masalah keuangan juga. Misalnya seperti harta dan utang yang dihasilkan setelah menikah adalah milik bersama.
Jika tidak ingin mengikuti UU tersebut maka pasangan yang ingin menikah perlu membuat perjanjian pisah harta. Hartamu dan hartaku, ternyata harta kita. Lebih dari itu, utangmu dan utangku, ternyata utang bersama juga!
3. Konsep nafkah
Sebagian orang percaya, suami adalah pemberi nafkah utama keluarga. Sebagian orang lagi percaya, tidak perlu membebani laki-laki, atur saja secara bersama. Sebaiknya topik masalah keuangan yang satu ini juga dibahas bersama.
Ekspektasi berlebihan–padahal tidak percaya pada konsep yang sama–berpotensi menyebabkan pertengkaran hebat di kemudian hari. Jika sudah sama-sama paham dan sepakat pada konsep nafkah yang sama, maka lebih mudah untuk saling mengerti peran dalam keuangan rumah tangga.
4. Tanggungan keluarga besar
“Kalau sudah menikah nanti, dan saya ingin memberikan uang kepada orang tua saya, kira-kira suami bakal marah gak ya?”
Kalimat seperti ini sering sekali kita jumpai. Setiap keluarga memiliki kondisi dan masalah keuangan yang berbeda-beda. Ada yang saling ketergantungan, ada juga yang tidak.
Saat dua orang bersatu dalam pernikaha, mereka tidak datang dari keluarga yang sama. Karena itu, urusan bantuan kepada orang tua ini perlu segera dibahas. Membantu keluarga itu tidak pernah salah. Tapi menyembunyikan uang, diam-diam tidak cerita, yang begini yang bisa bikin jadi bibit bertengkar.
5. Status utang
Tidak semua orang siap menikah bersama utang. Sebetulnya jika seseorang sudah memiliki utang sebelum menikah, maka status utang itu adalah miliknya sendiri–pasangannya tidak turut bertanggung jawab.
Akan tetapi, kenyataannya saat sudah menikah, ada saja orang yang merasa ‘terjebak’ karena harus ikut membayarkan utang pasangannya, bahkan utang orang tua pasangannya. Jika masalah keuangan ini sudah dibicarakan sebelumnya, dan mencapai kata sepakat, tentu tidak masalah. Tapi siapa sih yang senang jika tiba-tiba harus membayarkan utang yang sebelumnya bukan tanggung jawab dia?
Biasakan membereskan utang dan tidak mengharapkan orang lain akan membayarkan utang yang jadi tanggung jawab kita sendiri.
6. Mau tinggal di mana?
Ada banyak alternatif tempat tinggal untuk pasangan yang baru menikah. Mulai dari pondok mertua indah, rumah kos, kontrakan, hingga membeli rumah sendiri. Tempat tinggal ini sangat berhubungan dengan pola hidup kita di kemudian hari.
Pengaturan cash flow pasangan yang masih tinggal di rumah orang tua tentu akan berbeda dengan pasangan yang sudah harus mencicil rumah sendiri.
7. Soal anak
Soal anak ini perlu dibahas sebelum menikah. Mulai dari pandangan soal child-free lifestyle, hingga pandangan soal jika menikah dan tidak dapat memiliki anak.
Selain soal tukar pendapat soal pandangan ini, tentu saja berikutnya adalah soal jika memiliki anak, kira-kira ingin sanggup menyekolahkan sampai jenjang pendidikan seperti apa. Diskusi ringan soal cita-cita menyekolahkan anak dapat sangat membuka wawasan soal apa dan bagaimana kita menyiapkan dana Pendidikan bersama di kemudian hari.
8. Kebiasaan keuangan
Apakah kamu pernah mendengar tentang Good Money Habit? Ini soal kebiasaan keuangan yang menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari.
Misalnya seorang suami yang selalu rajin menabung 10% dari gajinya. Atau istri yang senang mencatat pengeluaran supaya tahu ke mana bocor keuangan terjadi. Diskusi kebiasaan keuangan yang baik akan saling menguatkan antar pasangan. Jadi bisa mengurangi friksi yang menambah jurang antara pasangan.
Dengan saling kenal kebiasaan keuangan yang baik, pasangan merasa mereka adalah satu tim yang sedang berjuang bersama.
9. Kebiasaan belanja
“Kalau sudah menikah nanti, aku tuh tetap bebas belanja skin care gak ya? Atau harus izin suami dulu?”
Yuk, diskusikan dengan pasangan soal kebiasaan belanja kamu dan si dia. Ada suami yang dari dulu memang gamer–gak mungkin mau pakai gawai yang abal-abal. Padahal si istri sedang stres masalah keuangan lantaran memikirkan dana pendidikan anak. Kebayang kan pertengkaran macam apa yang bakal terjadi?
10. Tentang agama
Apa hubungannya agama dengan masalah keuangan? Bukankah soal agama ini urusan privat masing-masing?
Ternyata ada aspek keuangan yang beririsan dengan agama. Maka saat mempraktikkan keuangan, perlu juga memeriksa apa pandangan pasangan soal agama ini. Misalnya mulai dari urusan waris, pengeluaran sosial, juga tentang jenis produk keuangan–semuanya akan bersinggungan dengan aturan agama dan pandangan pasangan terhadap aturan agama tersebut.
Hukum waris untuk seorang muslim dan muslimah, aturan perpuluhan di gereja masing-masing, dan lain sebagainya. Bisa juga soal pemilihan produk sesuai Syariah–yang sebetulnya tidak terbatas pada pemeluk agama Islam.
Tentu saja masih banyak lagi masalah keuangan dan hal lain yang perlu dibicarakan bersama antar pasangan, baik sebelum menikah maupun sesudah menikah. Tapi dari 10 hal di atas, mana yang kira-kira akan kamu mulai bahas terlebih dahulu?
Sebetulnya tidak ada soal benar atau salah dalam diskusi di atas.
Yang perlu diperhatikan adalah soal membuka diri untuk saling mendengarkan, bertemu di tengah, mencapai kesepakatan bersama. Akhirnya, menikah itu adalah soal kompromi antara dua orang yang datang dari dua latar belakang yang berbeda.
Mari saling menjaga cinta dan kepercayaan dengan pasangan. Ternyata bisa mulai dengan ngobrol dulu ya. Selamat mencoba!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Jangan lupa juga follow Instagram QM Financial untuk berbagai update kelas finansial online dan tip praktis lainnya.
Begini Caranya Mulai Bicara Uang dengan Pasangan
Kalau ada 1 pertanyaan yang paling sering muncul tentang bicara uang dengan pasangan, biasanya ya pertanyaan ini.
“Bagaimana caranya mulai bicara uang dengan pasangan?”
Ya mulai ngomong aja susah amat?
Ternyata gak gampang yah. Tiap fase yang sedang dilalui tiap pasangan juga akan mempengaruhi pantas tidaknya bicara uang dengan pasangan tersebut.
Kamu ada di fase yang mana?
- BELUM RESMI – pacaran atau taaruf. Pasti bingung kalau tiba-tiba bahas uang. Jadi perlu cek juga timing dan topik yang tepat.
- NEWLYWEDS (<5 tahun) – semakin cepat terjadi pembahasan finansial ini tentu semakin baik.
- OH SO MARRIED COUPLES (6-15 tahun) – ada banyak sekali topik yang harus dibahas rutin, terutama sudah hidup bersama dalam waktu yang cukup panjang.
- OLD MARRIED COUPLES (>16 tahun) – jangan berpikir karena sudah sangat lama bersama, lalu keuangan jadi gak dibahas. Justru dengan bertambahnya usia, berubah kondisi hidup, rencana keuangan perlu revisi.
Ada hal yang menarik dari berbagai fase hubungan ini. Ternyata apapun fase yang sedang kalian lalui, bicara uang ini tetap harus terjadi!
Berikut ini step-by-step topik finansial yang bisa kamu bahas dengan pasangan – apapun fase yang sedang kamu lalui.
Ayo kita mulai bicara uang dengan pasangan!
1. Mari bahas hal yang PRINSIP
Iya. Saat baru mulai bicara uang, hindari bahas yang sifatnya angka. Baru kenal langsung nanya gaji? Gak pas ya! Mari bicara hal yang prinsip dulu. Walau gak harus persis sama, gak harus selalu setuju, kesamaan pemahaman tentang hal yang prinsip akan membantu kedua pihak sadar soal jurang seperti apa yang harus mereka sambung dengan ‘jembatan kompromi’.
Yuk bahas dulu mulai dari konsep nafkah, perempuan dan pilihan bekerja, perjanjian pranikah, dan lain-lain. Ngobrolnya tidak perlu terlalu serius. Selipkan dalam obrolan sehari-hari dan hasil pengamatan dari interaksi bersama.
2. Tempat tinggal
Pertanyaan yang hakiki! Setelah menikah akan tinggal di mana? Apakah akan tinggal bersama – atau karena dinas perlu menjalani LDR? Tinggal di rumah orang tua atau ngontrak dulu? Kapan siap membeli rumah?
Topik tentang tempat tinggal ini begitu pentingnya, karena kita akan menjalani hidup bersama dengan pasangan.
3. Biaya hidup
Setelah menikah, hidup bersama (bahkan saat beda kota karena LDR), maka perlu bahas biaya hidup bersama. Ada pengeluaran harian, mingguan, bulanan hingga tahunan yang harus kita siapkan. Cara kita hidup dan gaya kita hidup akan sangat mempengaruhi besarnya ongkos yang akan ditanggung bersama.
4. Tujuan finansial bersama
Nah kalau yang ini lebih seru. Membahas hidup bersama sama dengan membahas tujuan finansial bersama. Apa cita-cita yang akan kalian capai bersama? Ada target pencapaian dan ada tenggat waktunya. Dengan begitu kalian bisa mengalokasikan dana dengan fokus pada tujuan bersama.
5. Let’s grow together baby!
Tentu saja selanjutnya soal menabung dan berinvestasi. Ini adalah cara untuk pasangan bisa tumbuh bersama secara finansial. Dari tahun ke tahun, perlu ada progress. Hidup kita serba dinamis, maka rencana keuangan pun perlu direvisi secara berkala. Sejalan dengan bertambahnya usia, maka tujuan finansial dan kebutuhan produk investasinya akan bergerak. Mungkin awalnya punya tujuan jangka panjang dengan produk serba agresif. 20 tahun kemudian anak sudah besar, maka tujuan serba jangka pendek dan produk perlu yang konservatif.
Bicara uang dengan cara ini sangat bermanfaat dalam memperkuat fondasi hubungan kamu lho. Kalau pembicaraan sudah mulai terjadi, tentu aksi melakukan pengaturan keuangan bersama akan lebih mudah kita lakukan.
Baca juga artikel tentang cara atur uang dengan pasangan.
Rencana keuangan atau FINANCIAL PLAN untuk pasangan sudah menikah tentu akan berbeda dengan sebelum menikah. Ada banyak elemen yang perlu diperhatikan. Juga ada kalkulasi hitungan tujuan finansial yang lebih kompleks.
Di QM Financial, kami siap menjadi rekanan untuk kalian belajar segala yang finansial. Ada kelas khusus untuk menghitung tujuan-tujuan finansial yang terjadi setelah menikah.
Ini adalah 3 kelas praktis dan bermanfaat yang bisa kamu ikuti sebagai bagian dari seri kelas finansial online QM Financial:
- Plan for Married Couples
- Dana Rumah Pertama
- Dana Pendidikan
Kamu bisa mendaftarkan diri lewat tautan berikut ini.
Selalu ada cara yang asyik untuk belajar finansial bersama QM Financial.
5 Tip Menyesuaikan Kebiasaan Keuangan Pengantin Baru
Menjadi pengantin baru, ternyata banyak hal yang baru juga. Termasuk kebiasaan keuangan. Misalnya, pasangan suka banget kulineran atau makan di luar hampir setiap hari. Sedangkan kita merasa, kebiasaan ini berpotensi bikin keuangan jadi kurang sehat.
Atau, kita terbiasa menghabiskan uang gajian langsung di depan, ke dalam pos-pos pengeluaran yang sudah terjatah dengan pasti, sedangkan pasangan lebih suka go with the flow.
Hvft! Memang sulit sih, karena namanya juga kebiasaan–hal yang secara otomatis saja kita lakukan. Bisa jadi kita merasa enggak masalah dengan kebiasaan keuangan ini, tapi pasangan tidak berpendapat yang sama.
Coba baca kisah Atas Nama Cinta ini, bisa jadi referensimu betapa kebiasaan keuangan yang berbeda akhirnya berujung menyakitkan.
Yah, namanya juga dua pribadi, masing-masing datang dari latar belakang yang berbeda. Pastilah membawa keunikan masing-masing. Lalu, bagaimana caranya berkompromi?
Yes, karena dua pribadi itu enggak mungkinlah disatukan. Yang bisa dilakukan memang hanya berkompromi. Semua demi kepentingan bersama. Yang pasti, jangan sampai terlambat untuk berkomunikasi. Jangan tar sok tar sok melulu–bentar besok bentar besok. Sekarang juga, ajak pasangan berkompromi.
Nah, jika kamu dan pasangan kamu–yang sekarang masih berstatus sebagai pengantin baru–masing-masing punya kebiasaan keuangan sendiri-sendiri yang berbeda, ini dia beberapa tip untuk bisa menyambungkan keinginan kalian dan akhirnya bisa berkompromi.
5 Tip untuk Menyesuaikan Kebiasaan Keuangan Pengantin Baru
1. Akui kondisi keuangan masing-masing, seburuk apa pun
Punya utang bawaan? Silakan untuk saling dibicarakan. Berapa utangnya, kepada siapa, kapan jatuh tempo, dan posisinya sekarang–jika utang tersebut dibayar kembali dengan cara mengangsur.
Jika kamu sempat membuat perjanjian pranikah, maka status utang ini bisa jadi sudah ternyatakan dalam surat perjanjian itu. Jika memang dirasa bakalan memberatkan di depan, jangan sungkan untuk ajak pasangan berdiskusi untuk meminta masukan.
Namun, jika tidak, berarti setelah menjadi pasangan suami istri, utang bawaan ini harus diselesaikan bersama.
Begitu juga kondisi lain selain utang. Misalnya seperti harta bawaan, waris, gaji, penghasilan selain gaji, dan lain sebagainya. Seburuk atau sebaik apa pun kondisi keuangan kita pribadi lebih baik bicarakan dengan pasangan.
2. Membagi peran
Selanjutnya, sesuai dengan kondisi keuangan masing-masing dan kesepakatan bersama, bagilah peran di antara kamu dan pasanganmu. Siapa yang jadi juru bayar? Dari mana harus membayar semua keperluan dan kebutuhan hidup? Termasuk, dari mana saja penghasilan didapatkan?
Bagilah peran dengan seimbang antara kamu dan pasangan, dan berkomitmenlah terhadap apa yang sudah disepakati.
3. Terus evaluasi diri
Jika memang ada hal-hal yang harus diperbaiki, maka bicarakanlah dengan pasangan. Sambil ngadem, ngemil-ngemil, makan enak, pasti bisa deh dicari solusinya.
Yang penting, jangan bicara dengan nada menuduh padanya, meskipun sebenarnya pasanganlah yang harus memperbaiki kebiasaan keuangan yang kurang cocok ini. Posisikan diri sendiri pada level yang “sama bersalah”-nya, dan tunjukkan kemauan kita untuk memperbaiki yang salah tersebut.
Yes, introspeksi diri dulu yang pertama, baru ajak pasangan untuk ngobrol.
4. Keep communicating
Topik keuangan ini memang bisa sangat sensitif, tapi bukan berarti tak bisa dibicarakan. Jadi, bukalah selalu kesempatan untuk ngobrol dan berkomunikasi setiap waktu.
Supaya lebih lancar komunikasinya, coba lakukan tip-tip ajak ngobrol pasangan soal kebiasaan keuangan ala Mbak Ligwina Hananto ini.
Dijamin deh, seru! Apalagi kalau lanjut. #eh
5. Rumuskan tujuan bersama
Biasanya, kalau dua orang atau beberapa orang punya mimpi, cita-cita, dan tujuan yang sama, maka mereka auto saling dukung. Maka, demikian pula dengan kamu dan pasangan kamu sebagai pengantin baru.
Kebiasaan keuangan bisa jadi berbeda, dan perlu kompromi untuk bisa jalan bareng. Tapi, kalau tujuannya sudah sama, maka itu berarti separuh persoalan sudah beres dengan sendirinya. Tinggal masing-masing saja memegang komitmen pada kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya.
Jadi, apa tujuan keuangan kalian sebagai keluarga baru? Kapan mau mulai mandiri dan penuhi kebutuhan sendiri, nggak melulu tergantung pada orang tua? Ingat, kalian sudah jadi keluarga baru lo! Lalu, kapan mau mulai siapkan dana buat bekal hari tua? Jangan salah, ini harus disiapkan sejak dini. Belum lagi rencana punya anak, punya bisnis, punya rumah kedua, dan seterusnya.
Nah, kan. Banyak! Jadi, yuk, selain buka-bukaan kondisi keuangan, coba kompromi juga masalah tujuan, target waktu, dan gimana cara mencapai tujuan itu bareng-bareng.
Nah, selamat berkomunikasi dengan pasangan demi menyamakan persepsi dan menyinkronkan kebiasaan keuangan kalian ya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Menikah, Justin Bieber dan Hailey Baldwin Harus Selalu Mengingat 5 Hal Keuangan Ini
Meski sudah menikah di hadapan hukum setahun yang lalu, ternyata pasangan Justin Bieber dan Hailey Baldwin enggak merasa cukup. Katanya, mereka pengin menikah di depan Tuhan. Hmmm, enggak nyangka sih berdua ini religius juga ya.
Welcome, the new relationship goal! Setelah Song Song couple bercerai, tampaknya kita memang butuh role model baru untuk sebuah relationship goal. Bener nggak sih? Yah, semoga The Biebers bisa samawa selamanya yah. Amin!
Tapi oh tapi, sebuah pernikahan itu bukanlah ending dari suatu cerita. Kalau di dongeng sih, Cinderella happy ending dengan pernikahannya. Akan tetapi, itu sayangnya enggak berlaku di dunia nyata yang penuh dengan kepahitan hidup ini.
Di kenyataan, sebuah pernikahan justru merupakan awal hidup yang sebenarnya. Karena di depan nanti, pasangan yang sudah menikah harus siap dengan berbagai tantangan baru–yang enggak pernah dirasakan atau dibayangkan saat masih lajang. Mulai dari punya anak, nyekolahin anak, masalah rumah, masalah pendapatan, sampai soal selera makanan yang ternyata enggak cocok.
Keuangan memang bisa menjadi akar masalah yang paling besar dialami oleh pasangan suami istri mana pun, tak terkecuali Justin Bieber dan Hailey Baldwin–meski keduanya adalah artis dunia, yang bisa dipastikan enggak bakal kekurangan uang.
Nggak bakal kekurangan uang? Yakin? Bukankah sifat dasar manusia itu selalu merasa enggak cukup?
So, Justin Bieber semoga sih sudah punya perencana keuangan sendiri ya, yang bisa bantuin untuk mengelola keuangan setelah menikah sama Hailey Baldwin. Kalau belum, well, barangkali bisa mulai dari beberapa langkah berikut untuk menjadi perencana keuangan untuk keluarga sendiri.
5 Langkah Mengelola Keuangan Setelah Menikah untuk Justin Bieber dan Hailey Baldwin
1. Terbuka soal keuangan
Apalagi ini berdua kan sama-sama artis. Justin Bieber adalah penyanyi kelas dunia, sedangkan Hailey adalah seorang model profesional, dan sesekali main film–selain terkenal sebagai anak dari Stephen Baldwin.
Keduanya harus saling terbuka soal riwayat keuangan masing-masing sejak awal, demi menghindari konflik-konflik yang tak perlu. Misalnya, ada saja kemungkinan pendapatan Hailey lebih banyak ketimbang Justin–wah, barangkali kalau di Indonesia hal ini sudah jadi perkara besar ya, yang harus dibicarakan sejak awal.
Begitu juga dengan riwayat utang. Jika masing-masing membawa riwayat utang ke dalam pernikahan, maka hal ini juga harus diungkapkan sejak awal.
2. Kompak merumuskan tujuan finansial
Setelah mengetahui kebiasaan dan riwayat masing-masing terkait kondisi keuangan, Justin Bieber dan Hailey Baldwin harus duduk bersama–kalau Mbak Ligwina Hananto menyebutnya dengan Money Date–untuk membicarakan masalah keuangan keluarga ini bareng-bareng.
Mulai dari mencari solusi terhadap masalah keuangan yang mungkin sudah ada sejak keduanya belum menikah, sampai menentukan tujuan finansial jauh ke depan. Bagaimana berdua harus menyelesaikan utang, menyiapkan dana pendidikan–apalagi kalau berencana untuk segera punya anak. Dan, dana pensiun pastinya. Bukan nggak mungkin kan, baik Justin Bieber maupun Hailey Baldwin pengin pensiun dari profesi artis.
Capek juga kali jadi artis kan. Jangan dikira cuma santai-santai atau hura-hura kayak di foto mereka di media sosial doang lo!
3. Berbagi peran
Meski keduanya punya pendapatan yang besar, tapi pasti biaya hidup mereka juga lebih banyak ketimbang para rakyat jelata. Sehingga pembagian peran dalam pengelolaan keuangan keluarga ini tetap harus ada.
Apalagi nanti di saat sulit. Namanya manusia, katanya punya hidup bagaikan roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Suami dan istri adalah partner, punya posisi yang sejajar. Karena itu, susah senang harus ditanggung bersama. Kan katanya, “I will love you for better or worse.” kan?
Tanpa pembagian peran yang baik, hal ini enggak akan bisa dilakukan.
4. Saling melupakan ego
Ego masing-masing akan mulai tampak–biasanya–di masa-masa setelah acara pernikahan berlangsung. Setelah honeymoon berlalu, nah … di situlah biasanya kenyataan hidup berkeluarga yang rumit mulai muncul sedikit demi sedikit.
Ego bisa juga muncul, hingga menghambat upaya berkomunikasi. Padahal, untuk bisa terbuka dan berkompromi, komunikasi harus lancar.
5. Saling mengingatkan
Ego dikurangi, selanjutnya harus saling mengingatkan terhadap peran masing-masing. Komunikasi adalah koentji. Dalam hal apa pun di hidup berkeluarga, akan memerlukan usaha komunikasi yang intens. Apalagi kalau masalahnya tentang keuangan.
Bisa saja di awal sudah bisa saling terbuka perihal masalah keuangan masing-masing, ternyata kemudian ada yang punya tabungan rahasia untuk keperluan rahasia. Ckckck.
Kalau masih bermasalah dengan komunikasi, ada baiknya barangkali Justin Bieber ataupun Hailey Baldwin ceki-ceki jadwal kelas finansial online QM Financial. Bulan Oktober ini sih ada kelas couple nih, kelas yang khusus didedikasikan untuk para pasangan suami istri agar bisa mendiskusikan masalah keuangan keluarga.
So, happy wedding, Justin Bieber dan Hailey Baldwin. Semoga enggak seperti couple goals lain–misalnya Song Song Couple atau Brangelina–yang telah mengaburkan arti cinta sejati dengan perpisahan mereka. Tsah.
Samawa ya!
Saat Gaji Istri Lebih Besar, 5 Hal yang Harus Diingat oleh Pasangan Bekerja
Mindset kebanyakan orang adalah suami bekerja atau berbisnis, dan istri tugasnya di rumah. Atau setidaknya kalau keduanya bekerja, maka suami seharusnya bergaji lebih besar. Lalu, kalau gaji istri lebih besar, bagaimana? Apakah itu berarti suaminya nggak becus?
Ada sedikit cerita.
Seorang teman akhirnya menikahi kekasihnya beberapa tahun yang lalu. Saat mereka menikah, posisinya adalah si teman adalah seorang head of general affairs di sebuah pabrik kosmetik besar, sedangkan istrinya adalah seorang dosen. Keduanya punya gaji yang besar, meski gaji sang istri agak lebih kecil karena saat itu posisinya masih dosen muda.
Karena ingin membangun bisnis sendiri, si teman akhirnya resign dan merintis usaha propertinya. Ternyata, nasib berkata lain. Ia kena tipu dan akhirnya kehabisan modal. Untuk kembali bekerja, ia merasa sudah terlalu berumur. Sudah susah cari kerja, karena kebanyakan perusahaan selalu mematok usia muda sebagai karyawan baru. Kecuali untuk menempati posisi manajer, mungkin masih bisa. Tetapi, lebih sulit pastinya mencari lowongan manajer.
Akhirnya lama kelamaan, mereka bersepakat. Istri tetap bekerja sebagai dosen (bahkan kemudian bisa menempuh S3, dan bergelar doktor. Sekarang sedang dalam perjalanan menuju guru besar di usianya yang masih berkepala 4). Gajinya semakin besar, bahkan bisa dipakai untuk KPR dan operasional rumah tangga, pastinya. Sementara sang suami tinggal di rumah, urus anak, urus keperluan rumah tangga, sambil mencoba kembali merintis bisnis impiannya: bisnis properti, meski tertatih. Tugas utamanya: ternak teri–anter anak anter istri.
Pergantian Peran dalam Rumah Tangga: Hal Biasa
Kalau dilihat, kisahnya cukup miris. Tak sekali keduanya berada di kondisi tak mengenakkan karena permasalahan “bertukar peran” seperti ini. Apalagi di zaman modern, tapi yang berpikiran konvensional masih bertahan. Banyak pihak yang melontarkan komentar miring terhadap pasangan ini.
“Jadi suami kok di rumah saja. Istrinya pergi terus.”
Begitulah mindset kebanyakan dari kita di sini. Saat gaji istri lebih besar, itu berarti ada yang salah. Kesan yang dicuatkan adalah istri yang nggak peduli terhadap keluarga, atau suami yang nggak becus cari uang.
Padahal, kalau berbicara soal rumah tangga, seharusnya pasangan adalah partner bukan? Jika suami memang sedang ada kesulitan, maka tugas istrilah untuk membantunya, dalam bentuk apa pun. Tapi, saat si istri berhasil dan sukses, cibiran pun mengalir.
Bukankah sebenarnya tak pernah ada aturan resmi yang mengatur pembagian peran dalam rumah tangga? Tapi, menurut Papalia dan Martorell, dalam buku Experience Human Development, memang ada perspektif yang disebut dengan gender roles pada kebanyakan budaya, yang membuat kita menjadi punya pandangan tertentu terhadap pembagian peran ini, yaitu perempuan itu tugasnya mengurus rumah tangga dan anak-anak, sedangkan suami mencari nafkah dan melindungi keluarga.
Meski demikian, kondisi gaji istri lebih besar dan mungkin membuat suami cemburu ini sebenarnya bisa diatasi. Pasangan suami istri tersebut haruslah mengingat 5 hal berikut.
1. Komunikasi
Yes, yakinkan diri terlebih dahulu bahwa hal seperti ini bisa diatasi, terutama jika komunikasi antara suami dan istri sudah terjalin dengan baik.
Untuk kasus di atas, misalnya. Memang mereka pernah berada di fase saling mencurigai, tapi melalui komunikasi yang intens, akhirnya keduanya bersepakat lagi. Bahwa apa yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, harus tetap berada di dalam rumah. Artinya, orang lain di luar tak perlu tahu secara detail, sehingga tak perlu pula mencampurinya.
Gaji istri lebih besar termasuk privacy rumah tangga. Tak perlulah orang lain tahu. Kalau sudah begini, omongan yang lalu-lalang di luar sana, juga tak perlu terlalu diambil hati. Yang penting, bagaimana menjalin komunikasi dengan pasangan, agar kondisi ini dapat diterima oleh kedua belah pihak dengan ikhlas.
2. Kembali pada komitmen berbagi peran
Komunikasi sudah jalan, maka kembali ke komitmen berbagi peran menjadi hal penting berikutnya yang harus segera dilakukan, jika ternyata suami merasa resah akibat gaji istri lebih besar.
Masalah ekonomi memang terbukti menjadi penyebab pertama terbesar pasangan suami istri yang cekcok, bahkan berakhir bercerai. Namun, bukan berarti tak bisa diatasi. Dan, untuk bisa mengatasinya, kembali mulai ke awal adalah langkah yang terbaik.
3. Tekan rasa gengsi dan pikiran negatif
Tak hanya suami sebenarnya yang berpeluang untuk punya keresahan akibat gaji istri lebih besar. Sang istri sendiri mungkin juga digelayuti pikiran negatif. Hal seperti ini memang mudah sekali saling memengaruhi. Saat yang satu berpikiran negatif, maka yang lain besar kemungkinan akan ketularan juga.
Jika suami cemburu atau resah, maka bisa jadi sang istri juga merasakan hal yang sama. Akibatnya, kemungkinan ia juga jadi tak bisa menunjukkan kinerja yang baik di kantor. Akhirnya produktivitasnya menurun, yang bisa saja memengaruhi besaran pendapatan yang akan diterimanya nanti.
Jadi, siapa yang rugi? Semua pihak.
Karena itu, demi kemaslahatan bersama, tekan dan kesampingkan rasa gengsi dan pikiran negatif.
4. Tempatkan diri sesuai kondisi
Gaji istri lebih besar memang bisa menunjukkan bahwa istri lebih sukses ketimbang suami. Meski demikian, ia seharusnya tetap dapat menempatkan diri bahwa jika di rumah, kepala keluarga tetaplah suami, meski suami punya gaji lebih kecil, jabatan lebih rendah, bahkan jika suami sedang tak punya pekerjaan. Suami adalah partner dan pasangan hidup, suami tidak sama dengan karyawan atau bawahan istri di kantor.
Jika istri dapat menempatkan diri dengan baik, maka diharapkan kehidupan rumah tangga akan berjalan dengan baik, seiring dengan kesuksesannya dalam berkarier.
Bisa dibayangkan, jika si istri yang lebih sukses ini selalu memamerkan dan membanggakan diri di depan suami–apalagi menyepelekannya–wah, sudah pasti akan semakin memperuncing konflik yang sudah ada.
5. Buat waktu untuk berdua
Selalu sediakan waktu untuk satu sama lain. Suami perlu menyediakan telinganya untuk mendengarkan cerita istri mengenai kariernya, begitu pula dengan istri. Dengarkan cerita suami tentang apa pun.
Gaji istri lebih besar tak berarti menutup telinga terhadap pendapat pasangan, bukan?
Jika masalah masih saja tetap terjadi sampai di sini, maka masing-masing sebaiknya menyadari kembali tujuan awal menikah. Dengan kesadaran ini, biasanya akan timbul lagi pemahaman bahwa kehidupan berumah tangga itu seharusnya lebih berharga daripada materi yang didapatkan selama ini.
QM Financial sering lo mengadakan kelas finansial khusus untuk pasangan. Jika Anda mempunyai kasus yang sama seperti di atas–saat gaji istri lebih besar daripada suami, dan menemui masalah dengan hal ini–maka Anda bisa follow akun Instagram QM Financial, agar nggak ketinggalan info kalau diadakan kelas finansial khusus pasangan.
Selain itu, banyak juga kelas-kelas finansial lain yang bisa dipilih sesuai kebutuhan lo! Cek jadwalnya di sini ya.
Biasa Jadi Baik: Berolahraga Meski Tak Bersama
Saat kita pensiun nanti, dari kebiasan-kebiasaan baiklah kita bisa punya kualitas hidup lebih baik. Ini perlu dimulai dari sekarang.
Bulan Februari ini, kami mau mensharingkan kebiasaan baik dengan pasangan. Ada Ninit Yunita dan Adhitya Mulya yang punya kebiasaan berolahraga meski jarang bersama-sama. Simak obrolan QM dengan mereka ya!