Workaholic Atau Gila Kerja: 3 Yay dan 3 Nay untuk Kesehatan Mental dan Dompet
Atas nama dedikasi pada perusahaan, profesionalitas, perfeksionisme, dan komitmen, seseorang bisa menjadi begitu gila kerja. Workaholic, istilah kerennya.
Bagus dong? Iya, bagus banget. Perusahaan mana yang enggak suka punya karyawan yang selalu bisa memenuhi semua target KPI–karyawan terbaik dan teladan, yang mendedikasikan seluruh waktunya untuk bekerja demi kepentingan perusahaan.
Kalau perusahaan maju, kan si karyawan gila kerja ini juga yang akan mendapatkan benefit; naik gaji, jenjang karier cemerlang, apresiasi berupa bonus dan tunjangan, dan lain sebagainya. Sudah pasti, jaminan hidup terpenuhi; cash flow lancar, syukur-syukur bisa hedon sedikit.
Eh tapi, bukan enggak mungkin juga lo, dengan menjadi gila kerja, kita malah enggak sempat ngapa-ngapain. Jangankan hangout dan hedon di mal, cuma mau tidur aja loh, susah! Makan aja lupa. Kepikiran terus, “Aduuuh, kerjaan yang anu belum selesai. Tugas ini pegimana? Duh, deadline yang onoh sudah semakin dekat!”
Nah lo. Jadi, memangnya kita–sebagai karyawan–mesti jadi seorang gila kerja alias workaholic demi mencapai semua target karier itu? Yakin nih, dengan menjadi gila kerja, kita tetap bisa waras?
Mari kita lihat yay or nay dari menjadi seorang karyawan gila kerja. Apa sih yang menguntungkan, dan apa yang patut diwaspadai?
Gila Kerja: Yay!
Apa sih yang dicari oleh para karyawan gila kerja ini? Mungkin salah satu dari hal-hal berikut (atau malah semuanya?).
1. Demi tujuan finansial
Setiap orang memang sebaiknya punya tujuan finansial yang jelas, realistis, dan terencana dengan baik. Tujuan finansial bisa diibaratkan sebagai motivasi kita untuk siap bekerja keras dan berusaha.
Setuju kan, sampai di sini?
So, sebagian orang pun memang rela melakukan apa saja demi tercapainya tujuan finansial atau mimpi-mimpi hidup mereka ini. Bahkan kalau bisa, lebih cepat tercapai, lebih baik! Karena itu, banyak karyawan yang merelakan diri bekerja lebih giat daripada yang lainnya, karena motivasi mereka begitu kuat. Entah demi menyekolahkan anak-anaknya di sekolah terbaik, atau melunasi KPR lebih cepat, nabung modal untuk bisnis, dan lain sebagainya.
Dengan gila kerja, harapannya tentu saja, target tercapai. Target tercapai lalu berharap akan ada bonus yang lebih besar lagi menanti. Belum lagi, bayangan naik gaji yang juga terlukis di benak.
2. Kepuasan
Sebagian yang lain mengaku, mereka gila kerja karena mereka bekerja sesuai passion. Karena itu, ada kepuasan tersendiri ketika mereka berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya, bahkan nggak segan untuk bekerja lebih keras demi melampaui target.
Kenapa sampai dibela-belain gila kerja? Ya, karena kepuasannya itu lo, katanya sih melebihi nominal uang.
Jangan salah. Banyak lo, karyawan atau pekerja yang bekerja tanpa memikirkan bonus dan benefit-benefit, selama dia diperkenankan mengerjakan tugasnya yang sangat menyenangkan itu.
3. Memacu perkembangan diri lebih cepat
Gila kerja berarti siap menerima berbagai tantangan. Dan, biasanya sih bagi para karakter type-A, tantangan dianggap sebagai pemacu adrenalin bagi diri sendiri untuk berkembang lebih baik dan lebih cepat.
Semakin ditantang, mereka akan semakin cepat bergerak. Semakin dikasih banyak kerjaan, semakin gila kerja.
Yes, ada memang orang yang seperti ini. Beruntunglah perusahaan yang bisa memiliki karyawan seperti ini. Pepet terus, jangan kasih kendur!
Gila Kerja: Nay!
Tapi, selalu ada 2 sisi untuk setiap hal, termasuk soal gila kerja. Beberapa hal berikut di antaranya.
1. Superman syndrome
Seseorang yang gila kerja biasanya memiliki kecenderungan untuk perfeksionis, dan punya standar tinggi terhadap sesuatu. Bahkan sampai-sampai ia tak percaya pada standar orang lain.
Seseorang yang gila kerja bisa saja merasa bahwa enggak ada orang lain yang bisa sebaik dirinya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Di sinilah muncul gejala Superman Syndrome. Seolah-olah perusahaan akan ambruk jika ia tidak ada, dunia runtuh kalau ia tidak bekerja. Padahal, coba deh cuti seminggu. Perusahaan tetap ada, pekerjaan tetap berjalan seperti apa adanya.
2. Anggaran kesehatan melonjak
Seorang yang gila kerja kadang lupa bahwa setiap manusia punya kapasitas yang terbatas. Enggak ada orang yang bisa melakukan segala sesuatu sendirian. Alhasil, karena selalu berusaha menyelesaikan semua sendiri, kesehatan fisik, jiwa, dan mental pun terancam terganggu.
Akibatnya, anggaran demi menjaga kesehatan fisik, jiwa, dan mental jadi melonjak. Jadi sering jajan boba atau kopi kekinian demi menaikkan mood saat bekerja. Makan malam di luar sekalian saat pulang kantor, biar begitu sampai di rumah atau apartemen bisa langsung tidur aja karena kecapekan. Ikut jadi member gym, padahal ya rajinnya cuma 2 bulan pertama doang. Selebihnya, kecapekan. Pulang kantor terus tidur.
Belum lagi kalau beneran sakit. Kelelahan fisik kan sudah pasti akan mengganggu daya tahan tubuh. Jadi lebih mudah terinfeksi virus ini itu, jadi sering flu ini itu. Padahal, merasa pantang untuk cuti. Jadilah sakitnya enggak sembuh-sembuh.
Mbulet, rauwis-uwis.
3. Awas, ekspektasi berlebihan
Ini kenyataan pahit sih, terkadang. Kita perlu ingat, bahwa tak selamanya apresiasi yang kita dapatkan sesuai dengan harapan. Termasuk dalam menyelesaikan pekerjaan.
Taruhlah, kita berhasil menyelesaikan tugas 150%. Tapi atasan hanya berharap sampai 90% saja sudah cukup. Ini berarti kan, kita sudah over kerja untuk sesuatu yang enggak diapresiasi? Baguslah, kalau memang atasan dan perusahaan tanggap terhadap kinerja kita yang overqualified. Siapa tahu bisa dipertimbangkan ada bonus lebih. Kalau enggak?
Kalau sudah begini, berarti kegilaan kerja kita sudah overdosis. Mungkin enggak akan kerasa di awal, tapi lama-lama masalah akan bermunculan juga.
Kenapa? Karena dengan segala kesibukan itu, kita bisa jadi lupa menjaga kualitas hidup kita, termasuk perkara kesehatan.
So, penting untuk diingat. Mau gila kerja? Boleh saja, tapi kita juga harus punya kualitas hidup dengan standar tinggi juga. No utang, punyai proteksi kesehatan yang lebih, punyai asuransi jiwa, bikin dana liburan, dan sebagainya, demi menjamin kesehatan kita terutama kesehatan mental.
Yuk, ikut kelas-kelas finansial online dari QM Financial yang bisa dipilih sesuai kebutuhan! Cek jadwalnya di web Event QM Financial atau follow akun Instagram QM Financial biar update terus ya.