Doom Spending: Mengapa Kita Terus Berbelanja Saat Stres dan Cemas?
Generasi Z dan segala macam trennya. Setelah loud budgeting, soft saving, sekarang muncullah doom spending. Istilah ini belakangan meriah sekali dibicarakan di media sosial.
Sebenarnya, doom spending bukanlah tren yang baru-baru amat. Bahkan, situs Psychology Today sudah membahasnya sejak tahun lalu, ketika ada survei baru oleh Qualtrics, yang diinisiasi oleh Intuit Credit Karma, mengungkap fakta bahwa sebanyak 27% respondennya melakukan doom spending.
Dari survei tersebut, kemudian dibahaslah fenomena doom spending yang sebenarnya banyak dilakukan juga oleh generasi lain. Kalau dilihat dari asal muasalnya, doom spending memang bisa terjadi pada siapa pun, apalagi kalau yang bersangkutan suka melakukan scrolling di media sosial.
Ah, tapi yang sekarang lagi ngehits memang generasi Z sih. So, coba yuk, kita bahas.
Table of Contents
Apa Itu Doom Spending?
Doom spending adalah tindakan belanja impulsif sebagai tanggapan terhadap tekanan emosional. Perilaku ini biasanya dipicu oleh pemberitaan buruk atau suasana yang suram. Belanja seperti ini cenderung dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan sejenak.
Dalam praktiknya, pembelian barang sering kali sebenarnya enggak dibutuhkan. Karena tujuannya ya itu tadi, untuk menciptakan perasaan yang “baik-baik saja” tetapi sementara. Namun, di sisi lain, hal ini dapat berdampak buruk pada kondisi keuangan.
Fenomena ini biasanya terkait erat dengan doomscrolling. Doom scrolling adalah kebiasaan membaca berita negatif yang berlebihan. Kebiasaan ini memperparah pandangan negatif terhadap masa depan dan meningkatkan perilaku belanja impulsif.
Baca juga: Loud Budgeting: Tren Keuangan yang Lagi Viral di Kalangan Gen Z
Mengapa Kita Melakukan Doom Spending?
Ya, kalau mau dijawab secara singkat sih sudah jelas jawabannya dari definisi di atas. Karena dengan belanja, kita pengin merasa baik-baik saja. Kalau mau didetailkan, berikut adalah penyebab yang akhirnya mendorong kita untuk melakukan doom spending.
1. Pencarian Kenyamanan Sesaat
Pencarian kenyamanan sesaat melalui belanja adalah fenomena umum yang memanfaatkan respons biologis tubuh. Ketika berbelanja, otak melepaskan dopamin, hormon yang terkait dengan kesenangan dan kepuasan. Pelepasan ini memberikan sensasi bahagia sementara, yang membuat aktivitas ini menarik sebagai cara untuk mengurangi stres atau kecemasan.
Kita cenderung menggunakan belanja sebagai mekanisme mengatasi yang cepat dan mudah karena memberikan kelegaan instan dari tekanan emosional. Makanya, belanja akhirnya menjadi pilihan populer di saat-saat sulit.
Jadi, siapa nih yang semakin stres semakin banyak belanjaannya?
2. Mengalihkan Perhatian
Pengalihan dari kecemasan melalui belanja sering kali dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi pemberitaan atau peristiwa yang menimbulkan stres. Dengan memfokuskan perhatian pada aktivitas seperti berbelanja, yang lebih menyenangkan dan menghibur, kita bisa sementara melupakan masalah yang lebih besar.
Belanja juga memberikan perasaan memiliki kontrol atas situasi, meskipun dalam kenyataannya kontrol tersebut mungkin cuma ilusi. Kegiatan ini menjadi cara efektif untuk mengatur emosi dan merasa seolah-olah ada tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi, meskipun hanya bersifat sementara dan enggak mengatasi akar masalah.
3. Pengaruh Media Sosial dan Iklan
Pengaruh media sosial dan iklan sangat kuat dalam mendorong perilaku belanja, terutama saat kita sedang emosional. Media sosial sering kali memperlihatkan gambaran gaya hidup mewah dan produk-produk terbaru yang menarik, bikin kita jadi mupeng juga untuk memiliki hal yang sama.
Hal ini lantas mendorong kita untuk berusaha meniru apa yang kita lihat. Biarpun hal ini di luar kemampuan finansial kita sebenarnya.
Selain itu, iklan yang dirancang secara khusus untuk menargetkan emosi juga bisa efektif. Apalagi kalau kita sedang dalam kondisi emosional yang labil. Iklan kayak gini tuh banyak banget loh, bisa kita temukan wira wiri di media sosial. Apalagi kalau talentnya influencer yang kita follow banget. Pasti deh, ada nyangkutnya.
4. Pengaruh Lingkungan dan Sosial
Peer pressure, istilah kerennya. Faktor lingkungan dan sosial memainkan peran penting dalam mendorong perilaku belanja. Melihat orang lain menikmati barang-barang baru atau pengalaman belanja yang menyenangkan sering kali menciptakan rasa ingin memiliki yang serupa.
Hal tersebut terutama umum terjadi kalau kita punya sirkel tertentu. Di dalam grup atau komunitas yang cenderung konsumtif, norma-norma sosial mengenai belanja bisa sangat memengaruhi anggotanya. Komunitas semacam itu sering kali menggunakan belanja sebagai cara untuk mengatasi stres atau sebagai aktivitas sosial yang menyenangkan. Akhirnya perilaku tersebut pun dianggap sebagai solusi untuk menghadapi ketidakpastian atau tekanan emosional yang normal saja.
5. Pesimis terhadap Masa Depan
Pandangan pesimis terhadap masa depan sering kali berakar dari rasa tak berdaya mengenai situasi ekonomi atau pribadi.
Kalau mau diamati, akhir-akhir ini memang banyak sekali keluhan terkait ekonomi—termasuk persoalan keuangan pribadi. Mulai dari penghasilan yang tak kunjung naik, pemotongan pajak dan iuran ini itu, sampai harga-harga kebutuhan yang merambat naik terus.
Ketika orang cenderung untuk pesimis akan masa depan, terkait perkembangan yang terjadi belakangan, mereka akan mencari solusi instan untuk mengatasi perasaan enggak nyaman tersebut. Belanja menjadi salah satu pilihan karena memberikan gratifikasi dengan segera.
Perasaan puas sementara ini dilihat sebagai obat untuk kegelisahan tentang masa depan, walaupun hanya memberikan solusi jangka pendek.
Mereka beranggapan, bahwa daripada menghadapi ketidakpastian dengan strategi jangka panjang yang akhirnya juga sama-sama bikin mumet—karena tetap saja enggak ada kepastian—mendingan dipakai saja buat belanja yang bisa memberikan kepuasan langsung.
Nah, inilah mengapa, meskipun sadar akan potensi dampak negatif jangka panjang, belanja tetap menjadi pilihan karena memberikan perasaan bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki suasana hati saat itu juga.
Baca juga: Soft Saving ala Gen Z: Plus dan Minusnya
Memahami doom spending bukan hanya tentang mengetahui artinya, tetapi juga tentang mengenali dampaknya pada keuangan pribadi.
Langkah pertama untuk mengatasi kebiasaan ini adalah menyadari pemicu emosional dan situasional yang mendorongnya. Dengan kesadaran ini, strategi lebih efektif dapat dikembangkan untuk mengelola reaksi terhadap stres dan cemas, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak dan berkelanjutan dalam hal keuangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Anak Gen Z Enggak Tertarik Jadi PNS, Emang Iya?
Di tengah banyaknya pilihan karier yang ada, semakin sedikit anak muda yang tertarik jadi PNS. Bukan tanpa alasan, karier di sektor pemerintahan kini memang acap dianggap kurang menarik oleh generasi Z, yang kreatif, serbacepat, penuh inovasi, dan yang maunya juga serba-fleksibel.
Pertanyaannya, apa yang sebenarnya memengaruhi pandangan Gen Z terhadap profesi ini?
Faktor-faktor seperti proses rekrutmen yang panjang dan kurangnya peluang untuk berkembang cepat menjadi beberapa alasan utama. Profesi yang dianggap oleh gen X dan generasi sebelumnya sebagai jaminan stabilitas ekonomi dan sosial ini, kini tampaknya mulai kehilangan daya tariknya.
Dengan perkembangan teknologi dan perubahan nilai dalam masyarakat, Gen Z mencari lebih dari sekadar keamanan dalam memilih pekerjaan.
Table of Contents
Faktor yang Membuat Gen Z Ogah Jadi PNS
Banyak alasan mengapa anak Gen Z kurang tertarik menjadi pegawai negeri sipil atau PNS ini. Beberapa alasan utamanya adalah sebagai berikut.
1. Perubahan Prioritas Karier
Prioritas karier generasi Z berbeda signifikan dari generasi sebelumnya. Salah satunya soal fleksibilitas jam kerja dan lokasi. Gen Z menyukai pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk bekerja dari mana saja dan kapan saja. Hal ini jarang bisa ditemukan dalam struktur kerja PNS yang lebih tradisional.
Selain itu, gen Z juga lebih suka pekerjaan yang kreatif, yang memungkinkan berkembangnya pertumbuhan pribadi mereka. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi juga menjadi faktor krusial.
Intinya, gen Z enggak hanya mementingkan finansial belaka, tetapi mereka juga ingin dipenuhi waktunya untuk berkegiatan di luar pekerjaan. Kondisi ini sering kali sulit diwujudkan dalam pekerjaan PNS yang cenderung memiliki jam kerja tetap dan beban kerja yang dapat menguras waktu serta energi.
Baca juga: Soft Saving ala Gen Z: Plus dan Minusnya
2. Gen Z Enggak Suka Hal-Hal Monoton
Generasi Z menilai pentingnya lingkungan kerja yang dinamis dan penuh dengan inovasi, memungkinkan mereka untuk terus berkembang dan bereksperimen dengan ide-ide baru.
Mereka mencari pekerjaan yang enggak hanya menantang secara intelektual tetapi juga memungkinkan implementasi ide secara real-time, terutama di bidang teknologi dan kreativitas.
Sayangnya, banyak pekerjaan PNS cenderung monoton, dengan rutinitas yang tetap dan sistematis. Dalam prosesnya, hanya ada sedikit kesempatan untuk melakukan proses kreatif. Hal ini membuat pekerjaan tersebut kurang menarik bagi Gen Z yang mendambakan kebebasan berekspresi dan kesempatan untuk membuat dampak langsung melalui pekerjaan mereka.
3. Proses Rekrutmen Panjang
Proses rekrutmen untuk menjadi PNS dikenal panjang dengan kompetisi yang ketat. Kadang butuh berbulan-bulan, itu pun bisa jadi akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat,
Hal ini cukup mengganggu para gen Z yang tumbuh di era digital, semua-mua serbacepar dan efisien. Lamanya waktu dan ketidakpastian dalam proses seleksi PNS bisa membuat gen Z merasa frustrasi dan cenderung mencari alternatif karier lain yang lebih sejalan dengan ekspektasi mereka terhadap kecepatan dan efisiensi.
4. Gaji dan Insentif
Jadi PNS memang sering dianggap “aman”. Peluang untuk layoff cukup rendah, gaji juga pasti tepat waktu.
Namun, hal ini tak serta merta membuat gen Z tertarik jadi PNS. Menurut mereka, gaji awal dan insentif relatif rendah, terutama jika dibandingkan dengan potensi penghasilan di sektor swasta. Industri seperti teknologi dan start-up tidak hanya menawarkan gaji yang lebih kompetitif tetapi juga beragam bentuk kompensasi lain seperti saham perusahaan, bonus kinerja, kesempatan untuk bekerja secara fleksibel atau jarak jauh, dan sebagainya.
Faktor-faktor ini menjadi sangat menarik bagi Gen Z. Pasalnya, mereka tak hanya mencari kompensasi yang layak, tetapi juga keuntungan tambahan yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesempatan profesional. Dalam jangka panjang, hal ini membuat karier jadi PNS kurang menarik bagi mereka yang mengutamakan imbalan finansial dan profesionalisme yang dinamis.
5. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Media sosial dan platform digital memainkan peran besar dalam membentuk perspektif karier Gen Z. Melalui platform ini, mereka terpapar pada berbagai jenis pekerjaan yang mungkin enggak pernah dipertimbangkan oleh generasi sebelumnya.
Misalnya saja, content creator. Generasi sebelumnya enggak mengenal profesi ini. Sekarang, penghasilan content creator bisa dua digit per bulannya, dan banyak menjadi karier impian. Generasi sebelumnya juga banyak yang menganggap pekerjaan freelance adalah pekerjaan yang kurang menjanjikan. Namun, sekarang banyak freelancer sukses, bahkan berpenghasilan mata uang asing.
Jadi PNS dianggap ketinggalan zaman dan kurang menarik karena lebih lokal dan kurang berinteraksi dengan teknologi terbaru. Ini mendorong Gen Z untuk mengejar jalur yang mereka anggap lebih relevan dengan dunia modern dan aspirasi mereka.
6. Dorongan untuk Berwirausaha
Dorongan untuk berwirausaha sangat kuat di kalangan Gen Z. Mereka punya keinginan kuat untuk memiliki kontrol atas masa depan mereka sendiri. Banyak dari mereka tertarik pada ide membangun sesuatu dari awal, yang memungkinkan mereka untuk menjadi pemimpin dan pengambil keputusan utama.
Hal ini pastinya akan kurang terakomodasi kalau gen Z jadi PNS, karena selalu ada struktur dalam organisasi PNS di kantor mana pun.
Bergabung dengan startup atau merintis bisnis sendiri memberi gen Z kesempatan untuk bereksperimen dan mengambil risiko, hal-hal yang mereka nilai sebagai komponen penting untuk pertumbuhan pribadi dan profesional. Ini menarik bagi Gen Z, yang sering mencari cara untuk membuat dampak langsung dan mengukir jalur unik mereka sendiri di dunia kerja.
Karena faktor-faktor ini, banyak anak muda zaman sekarang lebih memilih untuk mengeksplorasi karier dengan enggak jadi PNS.
Baca juga: Perbedaan Cara Perencanaan Keuangan Generasi X, Millenials, dan Gen Z
Nah, gimana dengan kamu?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Mengenal Money Dysmorphia: Gangguan Persepsi Keuangan yang Sering Terabaikan
Pernah dengar money dysmorphia? Sepertinya istilah ini asing ya, tetapi kalau kamu paham maksudnya, bisa jadi kemudian kamu akan merasa banyak menjumpai fenomena ini di sekitar kamu. Atau, lebih parah, kamu sendiri mengalaminya.
Money dysmorphia dapat memengaruhi banyak orang dalam cara mereka melihat dan mengelola keuangan pribadi. Gangguan ini menyebabkan distorsi dalam persepsi keamanan finansial. Orang yang mengalami “penyakit” ini bisa merasa terlalu miskin atau terlalu kaya dibandingkan dengan realita yang sebenarnya.
Dalam dunia yang semakin terobsesi dengan gambaran kekayaan dan status sosial, penting untuk memahami bagaimana money dysmorphia dapat memengaruhi pengambilan keputusan keuangan dan kesejahteraan emosional.
Memisahkan fakta dan perasaan tentang uang bisa menjadi langkah pertama untuk menghadapi dan mengelola kondisi ini dengan lebih efektif.
Table of Contents
Apa Maksudnya Money Dysmorphia?
Mengutip secara bebas artikel dari The New York Times, money dysmorphia adalah kondisi psikologis pada seseorang yang membuatnya memiliki persepsi yang terdistorsi—atau berbeda—tentang situasi keuangannya sendiri.
Orang dengan money dysmorphia mungkin merasa punya lebih sedikit uang daripada kenyataannya, atau sebaliknya, merasa lebih kaya daripada kondisi finansial sebenarnya.
Kondisi ini lantas bisa menyebabkan kecemasan, perilaku pengeluaran yang tidak sehat, dan kesulitan dalam mengelola keuangan secara efektif. Gangguan ini sering terkait dengan masalah harga diri dan bisa dipengaruhi oleh tekanan sosial atau pengalaman masa lalu.
Baca juga: Stop Mental Miskin: Ini Cara Kamu Berdaya dan Berhenti Merendahkan Diri Sendiri
Apa yang Menyebabkan Money Dysmorphia?
Beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang mengalami money dysmorphia. Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Pengalaman Masa Kecil
Pengalaman keuangan di masa kecil, seperti melihat orang tua yang sering cemas atau bergumul dengan masalah keuangan, bisa memengaruhi cara seseorang memandang uang saat dewasa.
2. Tekanan Sosial
Media sosial memang menjadi “pemicu” utama money dysmorphia ini di zaman sekarang. Adanya tekanan untuk memenuhi standar kekayaan atau gaya hidup tertentu bisa membuat seseorang merasa enggak cukup berkecukupan, meskipun kenyataannya enggak begitu.
Kalau kata netijen teh, “Enggak bersyukur!”
Terus-menerus membandingkan situasi keuangan dengan orang lain yang tampak lebih sukses atau stabil di media sosial seperti ini sangat bisa menimbulkan persepsi yang terdistorsi tentang keadaan finansial sendiri.
3. Masalah Kejiwaan
Gangguan kecemasan atau depresi juga bisa memengaruhi cara seseorang mempersepsikan realitas, termasuk kondisi keuangan mereka. Delulu, kalau kata gen Z.
4. Kurangnya Pendidikan Keuangan
Kurangnya pemahaman tentang pengelolaan uang dan perencanaan keuangan juga bisa menimbulkan money dysmorphia ini. Orang jadi merasa enggak aman atau enggak yakin tentang kondisi keuangannya sendiri, karena mereka tak terbiasa mencatat keuangan, enggak pernah financial check up.
5. Pengalaman Traumatis Terkait Uang
Misalnya seperti pernah kehilangan pekerjaan, sempat punya utang yang besar, atau mengalami kebangkrutan. Hal-hal seperti ini bisa meninggalkan trauma yang memengaruhi cara seseorang berpikir tentang uang dan keamanan finansial.
Nah, jika kamu mengalami money dysmorphia seperti ini, memahami penyebab timbulnya ini menjadi penting. Pasalnya, dengan begitu, kamu bisa mengidentifikasi cara-cara yang tepat dalam mengatasinya. Bahkan kalau perlu, kamu bisa menacri konseling keuangan atau terapi psikologis.
Dampak dari Money Dysmorphia
Tak bisa disepelekan, dampak money dysmorphia bisa sangat negatif. Bahkan, tak cuma untuk diri sendiri, tetapi juga cukup luas, baik secara finansial maupun psikologis, dan bisa melibatkan orang lain juga. Misalnya seperti apa?
1. Perilaku Pengeluaran yang Buruk
Kecenderungan ini bisa membuat pengeluaran menjadi berlebihan karena merasa enggak pernah cukup. Atau, bisa juga terjadi penghematan ekstrem dalam belanja karena takut kehabisan uang, bahkan jika finansialnya stabil.
2. Kecemasan dan Stres
Kamu jadi punya kekhawatiran yang konstan tentang uang, baik nyata maupun hanya di bayanganmu saja. Hal ini kalau dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan stres berat dan akhirnya memengaruhi kesehatan mental secara keseluruhan.
3. Dampak pada Hubungan
Ketidakstabilan dalam cara memandang keuangan juga dapat menyebabkan konflik dengan pasangan, keluarga, atau teman. Terutama jika perilaku keuangan yang buruk berdampak pada orang lain.
4. Enggak Mau Mengelola Keuangan
Muncul akibat kurangnya edukasi keuangan, ditambah lagi dampak bahwa kamu semakin menghindari pengelolaan keuangan karena takut atau cemas. Akibatnya ya bisa diduga, akan ada potensi masalah keuangan yang lebih besar, seperti utang tidak terkontrol atau kurangnya tabungan untuk masa depan.
5. Dampak Karier
Munculnya masalah mengenai persepsi uang ini juga bisa menghalangi kamu dari menjalani karier yang sehat. Bahkan, malah bisa mendorong kamu untuk bekerja berlebihan. Keduanya ini dapat merusak kesejahteraan jangka panjang loh!
6. Masalah Kesehatan Fisik
Pada akhirnya, semua stres yang ditimbulkan akan berpengaruh juga pada masalah kesehatan fisik, seperti sakit kepala, masalah pencernaan, atau tekanan darah tinggi.
Mengatasi money dysmorphia akan memerlukan pendekatan menyeluruh. Tetapi yang pasti, kamu memang kudu sadar dulu bahwa kamu mengalaminya.
Apa yang Harus Dilakukan agar Tak Harus Mengalami Money Dysmorphia?
Untuk menghindari atau mengelola money dysmorphia, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Edukasi Keuangan
Meningkatkan pengetahuan tentang manajemen keuangan, investasi, dan perencanaan keuangan dapat membantumu merasa lebih percaya diri dan mengendalikan keuangan pribadi kamu.
So, coba ceki-ceki kelas keuangan yang QM Financial tawarkan ya. Kamu bisa memilih kelas yang paling kamu butuhkan lebih dulu sekarang, agar bisa terhindar dari money dysmorphia. Akan lebih bagus lagi jika kamu ikut kelas secara berkelanjutan, dari kelas basic hingga mencapai kelas advanced, agar pengetahuan keuanganmu bisa berkembang optimal.
2. Pengaturan Anggaran
Buat rencana keuangan, terutama buat tujuan keuangan kamu. Dengan adanya tujuan keuangan, kamu bisa lebih tahu kebutuhan uang yang kamu perlukan sehingga tak lagi delulu mengenai kondisi keuanganmu.
Membuat dan mematuhi anggaran yang realistis dapat membantumu merasa lebih terkontrol atas keuangan pribadi kamu dan mengurangi kecemasan.
3. Meditasi dan Mindfulness
Belajar praktik-praktik meditas dan mindfulness. Kamu bisa mencarinya di YouTube, ada banyak video yang bisa kamu praktikkan sebagai pemula.
Praktik ini bisa mengurangi stres dan membantumu menjaga perspektif yang lebih seimbang tentang keuangan dan kekayaan.
4. Menghindari Perbandingan Sosial
Kurangi deh waktu di media sosial. Kalau di Instagram, kamu bisa mengatur berapa jam dalam sehari yang boleh kamu habiskan untuk scroll.
Cobalah untuk fokus pada tujuan pribadi daripada membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dengan begitu, kamu dapat mengurangi perasaan enggak pernah cukup tersebut.
5. Mengakui dan Mengelola Emosi
Mengenali bagaimana emosi memengaruhi keputusan keuangan dan belajar cara mengelola emosi tersebut bisa mengurangi pengambilan keputusan keuangan yang didorong oleh kecemasan atau ketakutan.
Untuk bisa melakukannya, kamu bisa menemukan orang yang tepat untuk diajak ngobrol. Berbicara tentang kekhawatiran keuangan dengan keluarga atau teman dapat membantu mengurangi beban emosional dan memberikan perspektif baru yang bisa jadi lebih objektif untukmu.
Baca juga: Sudah Saatnya Kita Perhatikan Kesehatan Mental, Fisik, dan Finansial secara Seimbang
Memahami money dysmorphia dan dampaknya memberikan kesempatan untuk mengubah cara pengelolaan keuangan dengan lebih sehat. Dengan pendekatan yang tepat, gangguan ini bisa ditangani, membuka jalan menuju kesehatan finansial dan emosional yang lebih baik.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Mengelola Keuangan untuk Generasi TikTok: Dari FOMO ke JOMO (Joy of Missing Out)
Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang enggak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Apalagi sekarang, saat muncul generasi TikTok.
Siapa nih yang sempat kecanduan buat belanja TikTok live? Sudah pernah menghitung belum, habis berapa sampai dengan fitur ini menghilang? Apakah barang yang dibeli (atau diborong) kemarin, sekarang masih digunakan? Masih bermanfaat penuh? Atau sudah dianggurin?
Ya, memang. TikTok, sebagai salah satu platform media sosial yang paling cepat berkembang, telah mengubah cara kita berkomunikasi, berbagi informasi, dan bahkan memengaruhi perilaku konsumsi kita.
Dengan kontennya yang menarik dan mudah diakses, TikTok menjadi sarana hiburan yang tak hanya menghibur tapi juga sering kali memicu perbandingan sosial di antara generasi TikTok itu sendiri.
Table of Contents
Apa Itu FOMO dan JOMO pada Generasi TikTok?
FOMO, itu dia. Hal yang kemudian menjadi masalah generasi zaman sekarang, termasuk generasi TikTok.
FOMO, atau Fear of Missing Out, merujuk pada perasaan cemas atau takut ketinggalan tren. Baik itu experience, acara, aktivitas, atau tren apa pun deh yang (terlihat) seru dinikmati oleh orang lain.
Dalam konteks keuangan, FOMO terutama dapat memicu keputusan pembelian impulsif yang akhirnya harus dialami oleh generasi TikTok. Artinya, kita melakukannya hanya agar bisa merasa “termasuk” atau update, alias enggak ketinggalan tren terkini.
Ya, akibatnya daripada manfaat dan keuntungannya, justru lebih banyak buntungnya. Banyak generasi TikTok mengalami tekanan keuangan karena berusaha memenuhi standar gaya hidup yang ditetapkan oleh lingkaran sosial atau influencer di media sosial—tanpa sadar sama kondisi diri sendiri.
Nah, terlalu banyak yang FOMO, muncul JOMO. Sebagai reaksi terhadap FOMO, Joy of Missing Out atau JOMO ini bisa digambarkan sebagai perasaan puas atau bahagia karena sudah memutuskan untuk enggak mengikuti tren.
Dengan semangat JOMO, kita akhirnya jadi bisa lebih fokus pada apa yang benar-benar memberi kepuasan dan kebahagiaan. Nah, dalam konteks keuangan, JOMO bisa jadi “alat” yang membuat generasi TikTok menjadi lebih bijaksana dan berpikir panjang. Terutama sih terhadap pengeluaran.
Efek terdekatnya, keputusan pembelian bisa dilakukan atas dasar value yang sebenarnya. Bukan cuma biar kelihatan edgy doang. Pastinya, hal ini akan lebih bagus efeknya untuk jangka panjang, karena membantu generasi TikTok membangun kebiasaan keuangan yang sehat.
Mengadopsi JOMO dalam mengelola keuangan bukan berarti menghindari pengeluaran sepenuhnya, melainkan membuat pilihan yang lebih “sadar”. Kita bisa membuat prioritas pada pengeluaran yang memang penting sesuai kebutuhan dan tujuan jangka panjang.
So, intinya memang pada menemukan keseimbangan antara menikmati kehidupan saat ini sambil juga menyiapkan diri untuk masa depan.
Dengan begitu, kita perlu tahu nih, bagaimana generasi TikTok dapat mengatasi tekanan FOMO dan merangkul JOMO sebagai cara untuk mengelola keuangan secara lebih efektif dan memperoleh kepuasan hidup yang lebih dalam.
Strategi Anti-FOMO, Menuju JOMO
Jadi, apa yang kudu dilakukan pertama, biar generasi TikTok ini bisa switching dari FOMO ke JOMO?
Ya pastinya kita harus mengatasi dulu rasa takut untuk ketinggalan tren. Kalau sudah enggak takut ketinggalan tren, rasanya FOMO bisa segera disingkirkan. Iya nggak sih?
1. Mengenali Value Diri Sendiri
Luangkan waktu untuk benar-benar memikirkan apa sih value kita sebenarnya? Apa yang membuat kita bahagia dan puas?
Dengan tahu apa value kita sebenarnya, kita bisa mendapatkan gambaran, apakah antara value dan kebutuhan dengan pengeluaran itu sudah selaras?
Gampangannya gini. Kalau dari meluangkan waktu di atas, ternyata kita sadar bahwa kita menganggap kesehatan mental dan fisik itu penting, misalnya. Maka, mungkin kita lebih butuh untuk membangun rutinitas olahraga, mengubah pola makan, atau belajar meditasi. Bukan belanja pakaian baru.
2. Membuat Anggaran
Nah, kalau sudah tahu sebenarnya maunya kita apa, maka selanjutnya, ya sudah pasti harus membuat anggarannya.
Misalnya, kalau mau pakai contoh yang sama dengan di atas, berarti mungkin kita lebih baik meluangkan waktu untuk mencari solusi tentang bagaimana supaya bisa rutin olahraga. Nah, di sini perlu hati-hati juga sih, teteup. Jangan sampai, kita merasa solusi terbaiknya adalah langganan gym, tapi ternyata ke depan membership itu dianggurin saja (lagi). Ya, itu sih namanya belum ketemu solusinya.
So, coba deh, diluangkan waktu, cari solusi yang bener-bener sesuai dengan masalahmu dan buat anggarannya. Kalau memang perlu membership gym ya enggak apa. Pastikan, beneran dipakai. Lalu, masukkan anggaran membership ini di anggaran rutin.
3. Penggunaan Media Sosial secara Sadar
Menggunakan media sosial dengan cara yang lebih sadar bisa membantu kita mengurangi perasaan harus selalu ikut serta dalam tren atau melakukan pembelian impulsif. Berikut adalah beberapa langkah konkret untuk menggunakannya dengan lebih bijak:
- Batasi Waktu Media Sosial: Tentukan batasan waktu harian untuk menggunakan media sosial. Misalnya, batasi diri hanya 30 menit atau 1 jam setiap hari.
- Evaluasi dan Kurangi Akun yang Diikuti: Lihat daftar akun yang diikuti. Tanyakan pada diri sendiri, apakah akun-akun ini membuat kita merasa positif? Apakah akun-akun itu mendorong kita untuk menghabiskan uang tanpa perlu? Jika iya, mungkin saatnya untuk berhenti mengikuti atau membatasi interaksi dengan akun-akun tersebut.
- Ikuti Akun Positif: Cari dan mulai mengikuti akun yang menyebarkan energi positif atau konten yang inspiratif. Ini bisa berupa akun yang fokus pada pengembangan diri, motivasi, tabungan dan investasi. Seperti akun QM Financial, misalnya?
- Waktu Detoks Media Sosial: Tentukan satu hari dalam seminggu sebagai hari detoks dari media sosial. Gunakan waktu ini untuk melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan internet, seperti membaca buku, berolahraga, atau menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman.
Yang pasti sih, kudu sadarkan diri sendiri bahwa apa yang orang post di media sosial sering kali merupakan hal-hal yang bagus-bagus doang. Realitanya, bisa saja enggak sebagus itu. So, enggak perlu banget membandingkan hidup kita dengan snapshot momen terbaik orang lain.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, generasi TikTok bisa mengurangi dampak negatif media sosial terhadap keuangan dan kesejahteraan mental. Pada akhirnya, kita pun bisa lebih menikmati kehidupan nyata dan membuat pilihan yang lebih sehat dan lebih bijaksana.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Antiboncos, Ini Dia Tip Atur Bujet Khusus buat KPop Stan
Jadi penggemar KPop alias KPop stan alias KPoppers memang menyenangkan. Dari musik yang catchy hingga gerakan dance yang energik, semuanya bisa membuat hari terasa lebih cerah.
Sayangnya, di sisi lain, gairah para KPop stan ini sering kali diiringi dengan pengeluaran yang tidak sedikit. Mulai dari membeli merchandise, album, hingga berlangganan platform streaming, semua membutuhkan dana.
Kabar baiknya, ada cara untuk tetap bisa menikmati keseruan untuk idola tanpa harus khawatir dompet jadi tipis. Inti dari semuanya adalah mengatur bujet dengan bijak.
Dengan sedikit perencanaan dan beberapa strategi pintar, mengikuti perkembangan KPop bisa tetap seru tanpa harus merasa ‘boncos’ atau kehabisan uang.
So, bukan hanya tentang menghemat, tetapi juga tentang menikmati hobi secara lebih cerdas.
Mengenali Pengeluaran KPop Stan
Menjadi KPop stan itu kadang ya butuh lebih dari sekadar antusiasme. Biaya yang dikeluarkan untuk fangirling (dan fanboying) bisa cukup signifikan. Berikut adalah beberapa pengeluaran yang biasanya dihadapi seorang KPop Stan.
1. Merchandise atau Barang Dagangan Resmi
Membeli merchandise resmi adalah salah satu cara KPop stan menunjukkan dukungan mereka. Barang-barang ini bisa sangat beragam, mulai dari pakaian seperti kaus dan hoodie, hingga poster, gantungan kunci, light stick, hingga photocard idola.
Merchandise ini enggak hanya sebagai koleksi, tetapi juga sebagai bentuk ekspresi diri dan kecintaan pada grup atau penyanyi favorit. Harganya bisa bervariasi, tergantung pada jenis dan kelangkaannya.
2. Tiket Konser
Menonton konser langsung memberikan pengalaman yang tak ternilai bagi penggemar. Nah, apalagi tahun ini kayaknya bakalan semakin banyak idol KPop yang bakalan datang ke Indonesia.
Enggak datang ke Indonesia pun, kalau ada konser di Singapura, Malaysia, atau Thailand, rasanya cinchay-lah buat didatengin.
Soalnya, ya kapan lagi ada kesempatan untuk melihat idola tampil langsung di panggung? Ya kan? Apalagi kalau bisa sampai dinotis, plus merasakan energi yang luar biasa dari crowd. Uwuwuw!
Tapi ya gitu, tiket konser itu enggak murah. Bisa jutaan sekali nonton. Belum ongkos keluar negerinya. Ada tambahan transportasi, akomodasi, makan, dan sebagainya.
3. Album
Album fisik merupakan bagian penting dari fangirling di dunia KPop. Pasalnya, enggak hanya berisi musik, album fisik itu sering kali dilengkapi dengan buku foto, poster, dan kadang-kadang barang eksklusif seperti photocard.
Bagi KPop stan, memiliki album fisik adalah cara untuk mendukung artis mereka secara langsung. Selain itu, kegiatan mengumpulkan album dan barang-barang terkait lainnya bisa menjadi hobi yang menyenangkan.
4. Langganan Platform Streaming
Platform streaming musik dan video memungkinkan penggemar untuk mengikuti perilisan terbaru dan menonton konten eksklusif seperti behind the scenes, reality show, dan video musik. Langganan bulanan memberikan akses tak terbatas untuk konten KPOP.
Cara ini juga merupakan cara yang nyaman untuk mendukung artis favorit, karena streaming juga berkontribusi pada chart musik dan pengakuan industri.
Memahami tiap jenis pengeluaran ini membantu penggemar dalam merencanakan dan mengelola keuangan seorang KPop stan dengan lebih baik. Dengan demikian, sebagai penggemar bisa terus mendukung idola favorit tanpa mengorbankan kestabilan finansial pribadi.
Atur Keuangan supaya Hobi Tetap Lancar Jaya
Mengatur bujet untuk KPop stan membutuhkan strategi agar keuangan tetap sehat. Berikut beberapa tip untuk membantu.
1. Prioritaskan Pengeluaran
Memutuskan apa yang benar-benar penting bisa menghemat banyak uang. Sebagai contoh, jika pengalaman langsung di konser memberikan kebahagiaan lebih dibanding memiliki setiap item merchandise, lebih baik alokasikan dana lebih besar untuk tiket konser daripada membeli merchandise.
Dengan begitu, kamu bisa mengalokasikan dana secara bijaksana ke aktivitas yang memberikan nilai dan kepuasan terbesar.
2. Sisihkan sesuai Anggaran
Buat anggaran yang nantinya akan menjadi batas pengeluaran bulanan untuk hobi KPop kamu.
Misalnya anggaran untuk hobi ini kamu masukkan ke dalam alokasi lifestyle, yang 20% dari penghasilan, sesuai formula 4-3-2-1. Di dalam alokasi lifestyle itu sendiri, buat alokasi lagi, seberapa banyak untuk KPop, dan seberapa banyak untuk kebutuhan lainnya jika ada.
Dengan begitu, kamu akan lebih mudah mengontrol agar tidak berlebihan dalam pengeluaran dan menjaga agar dana untuk kebutuhan lain tidak terganggu. Mengetahui batasan anggaran ini juga membantu dalam membuat keputusan pembelian yang lebih bijak dan menghindari kebiasaan pembelian impulsif.
3. Tabungan Khusus
Miliki rekening bank khusus untuk menampung alokasi dana hobi sehingga mempermudah pengelolaan keuangan.
Dengan cara ini, dana untuk hobi enggak tercampur dengan dana untuk kebutuhan sehari-hari atau tabungan lainnya. Kamu juga bisa dengan mudah melihat berapa banyak uang yang telah dihabiskan dan berapa yang masih tersedia untuk hobi kamu ini.
4. Manfaatkan Penawaran dan Diskon
Memanfaatkan penawaran khusus seperti tiket presale atau diskon untuk anggota fan club dapat mengurangi biaya yang cukup signifikan.
Banyak penyelenggara konser atau toko merchandise yang menawarkan diskon khusus pada waktu-waktu tertentu atau bagi pembeli dalam jumlah banyak. So, jadilah pembeli yang cerdas dan selalu mencari tahu tentang promosi dapat menghemat uang.
Dengan memahami dan menerapkan tip ini, sebagai KPop stan garis keras, kamu bisa menikmati hobi dengan lebih bijaksana dan tanpa merasa khawatir akan keuangan pribadi kamu.
Alternatif Dukung Idols Tanpa Boncos
Mendukung idola sebagai KPop stan juga enggak harus selalu menghabiskan banyak uang lo. Ada banyak cara untuk menunjukkan dukungan tanpa merusak dompet. Berikut beberapa alternatifnya.
1. Streaming Musik atau Video
Salah satu cara paling mudah dan efektif untuk mendukung idola adalah dengan streaming musik atau video mereka. Cara ini enggak memerlukan biaya ekstra jika sudah berlangganan platform streaming. Streaming membantu meningkatkan jumlah tayangan dan mendukung posisi idola di chart musik.
2. Berpartisipasi dalam Proyek Penggemar
Komunitas penggemar sering mengadakan proyek untuk mendukung idola, seperti proyek amal atau proyek promosi.
Kebanyakan proyek ini enggak memerlukan biaya besar untuk berpartisipasi. Misalnya, mengikuti tagar di media sosial atau berpartisipasi dalam voting online.
3. Menggunakan Platform Media Sosial
Media sosial merupakan alat yang kuat untuk mendukung idola. Posting, membagikan, dan berinteraksi dengan konten tentang idola bisa meningkatkan kesadaran dan popularitas mereka.
Cara ini enggak memerlukan biaya apa pun selain waktu dan kreativitas dalam membuat dan membagikan konten yang menarik.
Nah, dengan cara-cara ini, sebagai KPop stan, kamu dapat terus mendukung idola favorit kamu tanpa perlu mengkhawatirkan keuangan. Setiap bentuk dukungan, besar atau kecil, penting dan berharga.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Belanja di Live TikTok, Kenapa Susah Ditolak atau Dihentikan?
Siapa nih yang barusan checkout belanjaan gara-gara nonton live TikTok? Sementara para seller-nya mengumumkan bahwa omzet menembus miliaran rupiah, kamu apa kabar? Dompet gimana dompet?
Yes, akhir-akhir ini perilaku konsumsi masyarakat Indonesia memang berubah. Media sosial seperti TikTok dan Instagram telah memengaruhi cara orang berbelanja. Orang dengan cepat dihadapkan pada berbagai produk dan jasa saat mereka melihat video. Bahkan saat sedang iseng scroll.
Berawal scroll sebelum tidur, berakhir checkout sambil ngelindur. Besoknya bertanya-tanya sendiri, “Kok ada uang terdebit ya?”
Pada akhirnya, keputusan berbelanja bukan lagi pada kebutuhan, tetapi pada, “Eh, kok lucu ya?”, atau “Lah iya ya? Kalau pakai barang ini, hidupku akan lebih mudah.” Juga beberapa alasan lainnya yang kadang kala “beyond” yang bisa diwaspadai.
Apa saja?
Mengapa Live Tiktok Shopping Tak Bisa Ditolak?
Algoritma dan Testimoni
Aplikasi seperti TikTok mempunyai suatu sistem yang dibuat untuk memperlihatkan video atau barang-barang yang sangat sesuai dengan apa yang kita suka atau minati. Hal ini membuat aplikasi memberikan saran terus menerus untuk melihat video atau produk yang mirip, dan bisa jadi kita terus-terus melihat dan akhirnya terpengaruh untuk membeli.
Sementara itu, di media sosial, orang juga sering membagikan pengalaman masing-masing menggunakan suatu produk lewat ulasan atau komentar positif. Hal ini bisa membantu kita dalam memutuskan apakah kita juga ingin membeli produk tersebut. Karena kita membaca atau melihat pengalaman baik orang lain, kita jadi terpengaruh dan terkadang merasa lebih yakin untuk membeli produk tersebut juga.
Bisa Lihat secara Langsung
Di live TikTok, penjual bisa memperlihatkan produk mereka secara langsung melalui video. Artinya, kita bisa melihat bagaimana barang itu digunakan atau dilihat dari berbagai sudut sebelum kita memutuskan untuk membelinya. Ini berbeda dari hanya melihat foto atau membaca deskripsi tentang produk yang bersangkutan.
Dengan cara ini, kita jadi bisa lebih yakin saat ingin membeli karena kita sudah melihat sendiri bagaimana barang itu secara nyata. Misalnya, jika kita ingin membeli baju, kita bisa melihat bagaimana baju itu terlihat saat dipakai orang, bukan hanya melihat fotonya saja. Atau jika kita ingin membeli alat masak, kita bisa melihat bagaimana alat itu digunakan untuk memasak.
FOMO
Kita sering melihat di media sosial bahwa suatu produk menjadi sangat terkenal dan banyak orang membelinya. Hal ini bisa membuat kita ingin mengikuti tren dan juga membeli produk tersebut, meskipun sebenarnya kita tidak benar-benar membutuhkannya. Ini disebut dengan “efek bandwagon”, di mana kita terpengaruh oleh apa yang dilakukan oleh banyak orang.
Sebagai contoh, jika teman-teman kita di media sosial banyak yang membeli ponsel model terbaru, kita juga jadi ingin memiliki ponsel tersebut untuk bisa “ikutan” dengan yang lain. Ini juga bisa terjadi dengan pakaian, skincare, alat masak, aksesoris, makanan, dan berbagai jenis produk lainnya.
Gampang Belanjanya
Zaman sekarang, siapa sih yang enggak pengin serbamudah? Belanja di live TikTok itu gampang banget memang. Ibaratnya one click purchase, enggak perlu ribet mengisi berbagai form, langsung order ketika live berlangsung, konfirmasi, bayar, dan tinggal duduk manis deh di rumah menunggu pesanan datang.
Murah dan Banyak Diskon
Sesuai dengan data yang disajikan oleh Databoks nih, alasan utama banyak orang yang belanja di live TikTok adalah harga barang relatif lebih murah dan banyak diskon. Belum lagi, dikasih batasan waktu. Jadi rasanya harus cepet checkout biar dapat diskonnya!
Tip Manajemen Diri supaya Enggak Kalap Belanja saat Live TikTok
Memang, belanja saat siaran langsung di TikTok bisa sangat menggoda, terutama dengan berbagai penawaran menarik yang diberikan. Berikut adalah beberapa tips yang bisa membantumu untuk tidak berbelanja secara berlebihan.
Tetapkan Anggaran
Sebelum kamu mulai menonton live TikTok atau media sosial lainnya, ada baiknya kamu sudah menetapkan dulu jumlah uang maksimal yang boleh kamu gunakan untuk berbelanja. Dengan cara ini, kamu memiliki batasan yang jelas dan ini akan membantu untuk mencegah kamu dari pengeluaran yang berlebihan.
Misalnya, kamu bisa menetapkan anggaran belanja untuk hanya mengeluarkan maksimal Rp200 ribu untuk belanja saat menonton siaran langsung tersebut. Dengan memiliki anggaran atau batas pengeluaran ini, kamu bisa lebih terkendali dan tidak terbawa suasana untuk belanja terlalu banyak barang yang sebenarnya tidak kamu butuhkan. Jadi, sebelum menonton, pikirkan baik-baik berapa batas yang aman untuk kamu keluarkan sehingga tidak mengganggu keuanganmu di masa depan.
Hindari Impulsif
Kadang, saat kita lihat barang yang kita suka saat siaran langsung, kita bisa langsung ingin membelinya tanpa pikir panjang. Hal ini disebut belanja spontan atau pembelian impulsif. Nah, untuk mencegah ini, coba untuk tidak langsung membeli barang tersebut.
Sebagai gantinya, berilah diri kamu waktu untuk merenung dan mempertimbangkan dengan serius apakah kamu benar-benar memerlukan barang itu. Mungkin kamu bisa memikirkannya semalaman atau mencatatnya dulu dan memikirkannya lagi nanti. Dengan begitu, kamu tidak akan terjebak dalam membeli barang-barang yang sebenarnya tidak kamu butuhkan, dan ini akan membantu menjaga keuangan kamu agar tetap sehat.
Dengan kata lain, jangan terburu-buru untuk membeli, tapi berikan waktu untuk memikirkan keputusan kamu dengan lebih matang.
Batasi Waktu
Berikan batasan pada diri kamu mengenai berapa lama kamu boleh menonton siaran langsung yang menjual berbagai barang atau produk. Hal ini penting agar kamu tidak terlalu larut dan akhirnya tergoda untuk membeli banyak hal yang sebenarnya tidak kamu butuhkan.
Jadi, sebelum kamu mulai menonton, tentukan dulu bahwa kamu hanya akan menonton, misalnya, selama 30 menit atau 1 jam. Pasang alarm untuk mengingatkan kamu kapan waktunya untuk berhenti menonton.
Dengan mengontrol waktu menonton seperti ini, kamu akan lebih bisa mengontrol diri dari godaan-godaan untuk berbelanja secara berlebihan. Ini juga akan membantu kamu untuk lebih fokus pada barang atau produk yang memang benar-benar kamu butuhkan atau inginkan, daripada terbawa suasana dan membeli banyak hal secara impulsif.
Memang kita enggak bisa memungkiri sih, bahwa berbelanja melalui live TikTok itu memiliki daya tarik tersendiri yang sulit untuk diabaikan. Namun, penting untuk selalu menjaga kewarasan dan kebijaksanaan kita dalam berbelanja.
Meski tergoda dengan diskon menarik dan demonstrasi produk yang memikat, kita harus mampu mengontrol diri untuk tidak terjebak dalam siklus belanja yang tidak terkontrol. So, mengadopsi strategi manajemen diri yang efektif, seperti menetapkan anggaran, menghindari pembelian impulsif, dan membatasi waktu menonton, dapat menjadi langkah awal yang baik untuk berbelanja secara lebih cerdas dan terukur.
Ingatlah, kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari berbelanja, tetapi dari kepuasan akan keputusan yang kita buat dengan bijak dan pertimbangan yang matang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
FOPO (Fear of Other People’s Opinion) dan Masalah Keuangan yang Muncul Karenanya
Meet a new term: FOPO. Apakah FOPO saudaranya FOMO? Iya, mungkin saja, karena FOPO merupakan singkatan dari Fear of Other People’s Opinion. Kayak apa itu FOPO?
Pernah nggak sih, kamu merasa was-was terus mikirin apa kata orang? Nah, bisa jadi kamu punya namanya FOPO ini, alias “Fear of Other People’s Opinions” atau “takut sama omongan orang”. Bayangin aja, kalau kamu punya sindrom ini, maka bisa jadi kamu susah hidup tenang gara-gara terus mikirin omongan orang lain.
Adalah pakar psikologi dari UGM, Ibu T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D. yang memaparkan fenomena FOPO ini. Menurut beliau, FOPO ini sudah jadi hal yang biasa di Indonesia. Bahkan, belakangan ini tampaknya makin banyak orang yang ngerasain hal ini, lho.
Maraknya pemakaian media sosial juga jadi salah satu faktor yang bikin orang-orang jadi mudah ngerasain FOPO. Pasalnya, lewat media sosial, apa yang orang lain pikirin tentang kita jadi lebih gampang terlihat. Bahkan, orang yang dari dulu sudah sering cemas soal omongan orang lain, jadi makin khawatir gara-gara media sosial ini.
Nah, ternyata, FOPO dan keuangan ini juga berhubungan lo. Ya, kayak FOMO yang punya imbas ke mana-mana, termasuk di dalamnya keuangan. Kok bisa? Iya, karena suka cemas soal omongan orang lain, akhirnya finansial ikut kena efek. Apa saja tanda-tandanya?
Tanda-Tanda Keuangan Terpengaruh karena FOPO (Fear of Other People’s Opinion)
1. Boros karena gaya
Fear of Other People’s Opinion bisa membuat seseorang merasa harus terus ngikutin tren supaya dilihat hebat atau keren oleh orang lain. Maksudnya gimana?
Nah, misalnya nih, beli smartphone terbaru padahal smartphone lamanya masih bagus dan berfungsi dengan lancar. Tapi karena takut dibilang kuno atau nggak gaul, akhirnya dia beli juga.
Atau contoh lain, temen-temennya pada pakai baju branded semua, dia pun merasa harus beli baju-baju branded juga biar nggak dibilang murahan. Padahal sebenarnya uangnya mungkin nggak cukup, atau bisa dipakai untuk hal lain yang lebih penting.
Intinya, karena Fear of Other People’s Opinion, orang jadi mengeluarkan uang bukan karena dia butuh atau karena penting, tapi karena dia takut dikomentari atau dinilai orang lain. Padahal, sebenarnya belanja atau mengeluarkan uang itu seharusnya berdasarkan apa yang kita butuhkan. Betul? Bukan karena tekanan orang lain.
Nah, kebiasaan boros karena gaya hidup ini bisa bikin uang jadi cepat habis dan bisa bikin masalah finansial jangka panjang loh. Makanya, penting banget buat kita belajar gimana caranya mengelola keuangan dengan bijak, dan nggak perlulah terlalu memikirkan apa kata orang. Pasalnya, financial is personal. Apa yang cocok buat orang lain, belum tentu cocok buat kita sendiri.
Percaya deh, yang penting itu bukan merek atau harga barangnya, tapi gimana kita bisa hidup nyaman dan bahagia dengan apa yang kita punya.
2. Sulit bilang ‘nggak’
Fear of Other People’s Opinion juga bikin seseorang jadi sulit banget buat menolak permintaan orang lain. Misalnya nih, temennya minta pinjam uang, padahal dia sendiri lagi pas-pasan. Tapi gara-gara takut dibilang nggak peduli atau pelit, akhirnya dia pinjamkan uang juga.
Atau bisa juga misalnya, keluarganya minta dibelikan barang mahal. Padahal, dia sendiri sebenarnya uangnya nggak, dan bahkan mungkin harus berutang dulu buat membeli barang tersebut. Tapi, karena nggak mau dikatain nggak sayang keluarga atau nggak berbakti, akhirnya dibelikan juga.
Intinya, orang yang susah bilang ‘nggak’ ini biasanya takut banget sama pendapat orang lain tentang dirinya. Jadi, meskipun sebenarnya dia nggak mampu atau nggak mau, dia tetap aja melakukan hal tersebut buat menghindari omongan buruk dari orang lain.
Yah, namanya keluarga ya memang prioritas. Tapi kalau dibiarkan tanpa kendali, kebiasaan ini bisa bikin keuangan jadi enggak sehat. Bahkan bisa bikin terjerat utang!
Makanya, penting banget buat belajar cara bilang ‘nggak’ dengan bijak dan nggak perlu takut sama apa kata orang. Ingat, yang paling penting itu adalah kebutuhan dan kenyamanan kamu adalah prioritas.
3. Investasi asal-asalan
Fear of Other People’s Opinion juga bisa berupa kalau dengar teman atau siapa pun lagi ikutan investasi apa, dia ikut-ikut juga, meskipun tanpa ngerti apa-apa. Misalnya nih, ada teman yang bilang, “Bro, aku dapat keuntungan dari beli Bitcoin, nih!” Tanpa pikir panjang, dia langsung beli juga, padahal dia belum paham, apa itu Bitcoin.
Atau bisa jadi teman atau dia lihat media sosial ramai tentang investasi saham atau properti, bahkan yang sudah terlihat mencurigakan sekalipun, tanpa pikir panjang juga ikut beli saham atau properti juga. Padahal ya, belum paham betul gimana cara kerjanya.
Nah, orang yang kayak gini biasanya nggak mau dikatain nggak gaul atau ketinggalan zaman, jadi ikut-ikut investasi tanpa pikir panjang.
Ini sebenarnya cukup berbahaya. Pasalnya, investasi itu nggak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu pengetahuan dan perhitungan yang matang. Jika asal ikut-ikut tanpa paham, bisa-bisa uang kamu malah ludes dan kamu rugi besar.
Jadi, sebelum ikutan investasi, penting buat belajar dan pahami dulu apa itu investasi dan bagaimana cara kerjanya. Jangan terbawa arus dan ikut-ikutan orang lain. Ingat, investasi itu bukan soal gengsi, tapi soal bagaimana kita bisa mengelola uang kita dengan baik dan menghasilkan lebih banyak lagi untuk berbagai tujuan finansial.
4. Stres mikirin duit melulu
Kalau mengalami FOPO alias Fear of Other People’s Opinion, maka kamu selalu merasa was-was dan cemas mikirin duit. Misalnya, kamu nggak berani beli barang yang kamu butuhkan atau yang kamu suka karena takut orang lain bilang kamu boros. Atau, kamu merasa harus selalu ikutin gaya hidup sirkel pertemanan yang mewah, padahal duit sebenarnya enggak cukup.
Akibatnya, kamu jadi selalu cemas dan stres mikirin duit. Stres sampai-sampai jadi susah tidur, susah makan, bahkan bisa jadi susah buat fokus kerja atau belajar. Intinya, kehidupanmu jadi nggak tenang dan selalu dipenuhi kekhawatiran soal duit.
Yah, memang sih, uang itu penting, tapi jangan sampai bikin kamu stres atau mengorbankan kesehatan dan kebahagiaanmu. Di sinilah pentingnya keterampilan mengelola keuangan. Jadi, penting banget kan, buat belajar cara mengelola uang dengan bijak? Juga belajar cara mengabaikan omongan orang lain. Ingat, yang penting itu adalah bagaimana kamu bisa hidup nyaman dan bahagia, bukan gimana orang lain pandang kamu.
So, intinya, FOPO, si “Fear of Other People’s Opinion” atau “takut omongan orang” ini memang bisa bikin hidupmu jadi ribet, terutama soal urusan keuangan.
Tapi, jangan khawatir. Kamu nggak sendirian dan ada cara buat atasi ini, kok. Salah satunya, dengan belajar lebih dalam tentang pengelolaan keuangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Waspada Joki Pinjol! Ini yang Harus Kamu Perhatikan
Joki pinjol meresahkan. Sudahlah pinjol ilegal masih belum bisa dibereskan, sudah muncul mereka yang juga memanfaatkan situasi, ketidaktahuan, dan kondisi orang yang terpepet. Sungguh miris.
Baca di salah satu berita, ada seseorang yang terpaksa minjol untuk menutup kebutuhan hidup. Dari pengajuan Rp1.3 juta, ia hanya menerima Rp1.1 juta. Dalam waktu sepekan, ia harus mengembalikan pinjaman plus bunga sebesar Rp1.6 juta. Karena tak dapat membayar, ia berutang pada pinjol lainnya, hingga terjadilah gali lubang tutup lubang.
Ndilalah, ada joki pinjol mengirimkan DM di akun Instagramnya menawarkan solusi. Karena ingin segera bebas dari teror pinjol ilegal, ia termakan bujuk rayu si joki pinjol. Katanya, utang yang sekarang Rp5.5 juta bisa langsung ditutup menggunakan jasa joki pinjol tersebut, dengan ia “hanya” membayar setengahnya. Akhirnya, ia mentransfer sejumlah yang disepakati tersebut kepada joki pinjol. Namun, setelah uang ditransfer—alih-alih pinjaman dibereskan—si joki pinjol malah menghilang. WhatsApp dan Instagramnya diblok.
Kini, ia harus menderita kerugian dobel; ia tetap ditagih membayar pinjamannya sebesar Rp5.5 juta, plus harus kehilangan uang Rp2.750.000.
Apa Itu Joki Pinjol?
Joki pinjol adalah orang atau kelompok tertentu yang menyediakan layanan pencairan pinjaman di platform pinjol. Mereka menargetkan orang-orang yang memiliki pengalaman dengan pinjaman bermasalah, misalnya mereka yang masuk daftar hitam oleh perusahaan kredit karena tidak membayar, sehingga tidak dapat mengajukan pinjaman lagi. Sistem daftar hitam kredit macet ini dikenal dengan SLIK OJK.
Oknum joki pinjol ini biasanya menawarkan jasanya melalui media sosial—seperti melalui DM Instagram—bahkan hingga WhatsApp dan SMS. Pesan-pesan ini biasanya dikirim secara acak. Jika beruntung, ya mereka bisa dapat jackpot; yaitu orang yang memang sedang bermasalah dengan pinjamannya seperti kisah yang sudah diceritakan di atas.
Joki pinjol menawarkan jasa yang diklaim bisa mengatasi masalah pinjaman dengan mudah dan cepat. Bahkan mereka juga tak segan menawarkan nominal yang besar. Untuk meyakinkan (calon) target, mereka juga suka memperlihatkan berbagai screenshot bukti berisi uang yang berhasil dibayarkan.
Umumnya, mereka akan menjelaskan cara kerjanya seperti ini: Target didaftarkan ke suatu platform pinjol dengan data-data palsu. Dengan demikian, target bisa mendapatkan pinjaman lagi meski terlibat kredit macet pada aplikasi pinjol lain yang menyebabkannya masuk ke daftar hitam SLIK OJK. Dengan data palsu ini, si target bisa saja menghindar dari kewajiban membayar, alias gagal bayar secara disengaja.
Namun, alih-alih membereskan masalah, joki pinjol malah memunculkan masalah baru yang justru lebih besar.
Masalah yang Bisa Timbul Akibat Joki Pinjol
Membuka peluang penipuan dengan modus berbeda
Ya, seperti kisah di awal artikel ini, joki pinjol membuka peluang terjadinya kejahatan penipuan lagi untuk korban, dengan modus yang berbeda.
Untuk bisa “memuluskan” upayanya untuk melakukan gagal bayar yang disengaja ini, joki pinjol akan meminta sejumlah tarif pada targetnya untuk dibayarkan lebih dulu. Dari penelusuran, besaran tarif ini bervariasi. Ada yang “hanya” meminta 10% dari total pencairan dana yang diminta korban. Mereka mengistilahkannya sebagai “harga paket”.
Jadi, dari satu pelanggan, joki pinjol bisa mendapatkan ratusan ribu hingga jutaan rupiah—tergantung besar kecilnya pinjaman yang diinginkan. “Seru”-nya lagi, mereka meminta harga paket ini dibayarkan sebelum proses pencairan.
Bagi korban, ini semacam sudah jatuh tertimpa tangga. Rugi dobel; masih saja ditagih oleh platform pinjol plus kehilangan uang yang sudah disetorkan pada joki pinjol.
Pelanggaran data privasi
Untuk melakukan proses gagal bayar ini, joki pinjol akan meminta data-data korban. Tentu saja yang diminta adalah data-data yang cukup penting, seperti halnya data yang diminta saat kita meminjam dana ke platform pinjol.
Lalu, kalau sudah diserahkan, apakah data-data kita akan disimpan saja? Sepertinya sih, enggak. Siapa yang bisa memastikan?
Hindari Joki Pinjol!
Yuk, jadi orang yang cerdas keuangan! Sudah bukan waktunya lagi kita termakan oleh hal-hal seperti ini di zaman sekarang. Informasi sudah begitu terbuka, ilmu pengetahuan bahkan bisa didapatkan gratis di mana-mana.
Ingat, masalah keuangan timbul bisa jadi karena kita sendiri yang belum bijak mengelolanya. Rasanya, tak perlu lagi menambah masalah dengan berbagai hal yang sebenarnya bisa dihindari. Ya, kayak si joki pinjol ini.
Lakukan beberapa hal ini untuk menghindari upaya penipuan berkedok gagal bayar disengaja:
- Abaikan tawaran yang datang melalui berbagai jalur pribadi. Faktanya, berbagai layanan jasa keuangan yang ada di Indonesia dilarang oleh OJK untuk menghubungi nasabah melalui jalur pribadi—seperti DM Instagram, WhatsApp, SMS, atau bahkan juga menelepon. Jika mereka menawarkan jasanya melalui jalur pribadi, itu artinya mereka sudah melanggar peraturan. Pastinya, tidak akan ada bisnis yang dengan sengaja melanggar peraturan seperti itu, bukan?
- Waspada terhadap tindakan phishing. Jangan mengklik tautan atau unduh aplikasi dari sumber yang tidak dikenal atau tidak terpercaya.
- Tunaikan kewajiban! Kalau berani utang, artinya kamu juga harus berani bayar. Namanya meminjam, ya harus dikembalikan. So, cari solusi dan prioritaskan pelunasan utang mulai dari sekarang.
- Belajar keuangan dengan lebih baik, sehingga kamu tidak perlu berutang untuk memenuhi kebutuhan. Utang tidak dilarang, tetapi ada 3 syarat utang sehat yang harus dipenuhi dulu.
- Belajar membuat rencana keuangan yang komprehensif, agar terhindar dari berbagai masalah keuangan di kemudian hari.
- Update berita, supaya kamu bisa lebih waspada terhadap berbagai modus penipuan baru yang semakin canggih dari hari ke hari.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Heboh Nasabah Robek Buku Tabungan, Memangnya Seberapa Tekor sih Nabung di Bank?
Baru-baru ini ramai di media sosial video seorang pria yang merobek buku tabungan di kantor sebuah bank terkenal. Video pun viral seiring komentar netizen yang mahabenar. Yang paling menarik perhatian adalah curhatan si pelaku perobekan, katanya setengah mati cari uang, nabung di bank saldo berkurang.
Menurut ceritanya, ketika ia mengisi saldo Rp2.200.000, saat dicek kembali ternyata sudah berkurang menjadi Rp2.070.000. Ke mana sisanya?
Nabung di Bank? Pahami Ini!
Nah, masalah nabung di bank ini ternyata juga enggak semua orang paham. Banyak yang punya anggapan, bahwa kita nabung di bank mirip dengan sekadar menitipkan uang. Padahal, ada beberapa kebijakan yang harus dipahami juga untuk bisa menaruh uang di bank ini.
Biaya admin
Di bank, sebagai nasabah, kita akan dikenai biaya admin. Setiap bank punya kebijakan sendiri. Rata-rata sih mengenakan biaya admin tabungan antara Rp10.000 hingga Rp12.500.
Selain biaya admin, ada juga biaya lain, yaitu biaya kartu. Besarnya juga berbeda antara satu bank dengan yang lain. Kartu ini juga ada beberapa jenis, biasanya sih ada silver dan gold, atau bisa juga memakai istilah lain, tetapi kriterianya sama. Setiap jenis kartu juga berbeda biaya kartunya. Yang fasilitasnya lebih banyak, sudah pasti biaya juga akan menyesuaikan.
Nah, kalau kamu menarik uang di teller, di bawah jumlah tertentu, ada bank yang juga menerapkan biaya admin. Mau tutup rekening? Ada biaya admin juga. Apalagi kalau kayak masnya, yang merobek buku tabungan. Sudah tahu belum ya, kalau mengganti buku tabungan yang rusak itu juga ada biaya adminnya? Biasanya sih sebesar Rp25.000. Lha, makin tekor dong ya?
Bunga tabungan
Banyak dari kita yang termotivasi untuk nabung di bank karena adanya bunga dari dana kita yang mengendap. Sayangnya, banyak yang kurang paham juga di sini.
Memang akan ada bunga yang diberikan kalau kita memiliki dana mengendap di bank, tapi ada nominal minimalnya. Ada yang Rp1 juta, ada juga nominal yang lain. Rata-rata bunga tabungan bank adalah 0% jika berada di bawah nominal minimal ini. Kemudian untuk rentang nominal tertentu baru deh ada bunga beneran, biasanya nol koma sekian persen. Begitu terus dengan rentang nominal berikutnya yang lebih tinggi.
Mari hitung biaya admin vs bunga tabungan
Misalnya, nasabah menabung Rp2 juta, asumsi biaya administrasi adalah Rp12.000. Lalu, ada biaya kartu—misalnya silver—sebesar Rp2.000. Total adalah Rp14.000. Ini belum termasuk kalau kita transfer antarbank, atau transaksi lewat agen, beli token, dan sebagainya. Akan selalu ada biaya transaksi.
Lalu, mari kita hitung bunganya. Kita asumsikan bunga untuk nominal tabungan Rp1 juta hingga Rp50 juta adalah 0.7% per tahun. Dan ingat, bahwa ada pajak penghasilan atas simpanan sebesar 20% yang diberlakukan juga. So, agar bunganya bisa menutup biaya admin yang kita asumsikan Rp14.000 itu, si nasabah harus memiliki setidaknya tabungan Rp30 juta-an. Kalau saldonya kurang dari Rp30 juta, maka nominalnya akan berkurang.
Tip supaya Enggak Rugi Nabung di Bank
Jadi, nabung di bank, rugi dong ya? Ya, enggak gitu juga. Kita harus selalu melihat sesuatu dari 2 sisi.
Memang ada biaya ini itu untuk nabung di bank, tapi coba kamu lihat lagi, manfaatnya kan juga sangat besar buat kamu. Wajar jika bank menarik biaya atas jasanya. Bagaimanapun, bank itu merupakan bisnis, sehingga wajar bagi mereka untuk juga mendapatkan imbalan dari jasanya.
Lagi pula, nabung di bawah kasur juga ada “biaya”-nya. Biayanya bernama rayap.
Jadi, gimana? Tetap nabung di bank dong. Setidaknya, kamu harus bisa memanfaatkannya seoptimal mungkin. Berikut tip yang bisa kamu coba.
1. Anggaplah sebagai pengeluaran
Biaya admin dan sebagainya ini adalah biaya yang wajar muncul saat kita menukar manfaat dengan jasa layanan. Jadi, perhitungkan biaya-biaya kecil ini dalam pengeluaranmu.
Misalnya, setiap kali kamu membayar listrik, misalnya, ada biaya admin yang muncul. Catatlah pembayaran tagihan listrik yang sudah ditambahkan dengan biaya adminnya, jangan hanya biaya listrik tagihan dari PLN saja. Anggap saja, itu sebagai ongkos pengganti kamu ngantre di kantor PLN untuk bayar tagihan. Toh lebih praktis dan mudah kalau membayar via aplikasi bank kan?
Dengan demikian, saat membuat anggaran, kamu juga memperhitungkan biaya-biaya admin ini juga. Coba hitung berapa total biaya admin yang kamu keluarkan dalam sebulan untuk berbagai transaksi. Maka buatlah bujet yang sebesar itu juga.
2. Sebisa mungkin hindari transfer antarbank
Sebisa mungkin hindari transfer antarbank, yang biaya adminnya juga cukup mahal.
Sekarang ada aplikasi yang memungkinkanmu untuk bisa transfer antarbank tanpa biaya admin. Memang ada kode cantiknya, tapi kode cantik di akhir nominal ini pada waktunya nanti bisa ditarik kembali. Lagi pula, kode cantiknya juga jauh lebih kecil ketimbang biaya admin transfer antarbank. Jadi, ya, lumayan untuk bisa memangkas potongan.
3. Mulai investasi
Dari kasus ini, kita belajar bahwa nabung di bank itu baik. Tetapi, enggak cukup. Kita harus mulai belajar berinvestasi.
Ada kok, investasi “rasa” tabungan, misalnya reksa dana pasar uang. Ada biaya adminnya, tetapi imbal hasilnya juga jauh lebih besar daripada tabungan rekening biasa. Risiko tentu saja ada—namanya juga investasi. Tapi, masih relatif sangat rendah jika dibandingkan instrumen yang lain. Mau mencairkan? Memang butuh waktu sedikit, tetapi relatif mudah juga.
Punya rekening tabungan di bank itu perlu, karena bisa dimanfaatkan sebagai media penerima penghasilan ataupun untuk belanja. Tapi, untuk menabung, kamu perlu punya rekening khusus.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Love Scamming: Bikin Baper Ternyata Modus Penipuan Uang
Modus penipuan uang ini paling kena di hati sepertinya. Sudahlah bikin baper, eh … tambah harta raib. Yes, love scamming.
Baru-baru ini baca sebuah berita, bahwa Polda Metro Jaya menangkap tersangka love scamming yang mengaku sebagai tentara wanita AS dengan korban seorang WNI. Awalnya kenalan di Instagram, dan kemudian berlanjut ke WhatsApp. Selanjutnya, si pelaku meminta “pertolongan” dari korban untuk bisa membantunya keluar dari militer dan kemudian hendak bermukim di Indonesia. Pelaku love scamming lantas meminta korban membayarkan ongkosnya ke Indonesia sebanyak Rp2.4 miliar, dan nantinya akan diganti dengan uang sebesar USD 2 juta yang dimilikinya.
Ternyata semua janji kosong belaka.
Apa Itu Love Scamming?
Kamu sudah nonton serial yang ngehits, The Tindler Swindler? Dalam serial itu disebutkan, bahwa Simon Leviev berhasil memerdaya sejumlah perempuan dengan dalih cinta, untuk membiayai hidupnya yang borju. Alhasil para korbannya rugi puluhan ribu dolar, bahkan ada yang sampai terlilit utang besar.
Love scamming memang sangat berbahaya. Meski sudah banyak korban, faktanya sampai sekarang ada saja kasus yang masih terjadi.
Apa itu love scamming?
Love scamming, atau kadang juga disebut romance scam, adalah modus penipuan uang yang biasanya dilancarkan dengan memanfaatkan jejaring sosial internet. Pelaku biasanya mengajak korbannya berkenalan. Untuk mendapatkan kepercayaan calon korban, pelaku membuat dirinya sendiri semenarik mungkin hingga membuat korban jatuh cinta. Saat sudah terbangun ikatan emosional, pelaku pun dengan segala cara membujuk korban untuk mengirimkan sejumlah uang.
Pelaku love scamming bisa saja pria maupun perempuan. Biasanya korbannya adalah orang-orang rentan; lebih tua secara usia, terutama yang sedang galau masalah pasangan.
Ciri Umum Love Scamming
Modus seperti ini sebenarnya tidak baru lagi. Namun, lagi-lagi, masih saja banyak menelan korban. Enggak heran sih, soalnya melibatkan banyak perasaan di sini.
So, ada baiknya kamu mengenali ciri utama love scamming.
1. Cinta kilat
Pelaku scamming umumnya dengan cepat akan mengungkapkan cinta, kekaguman, dan kesukaannya pada calon korban. Padahal, ya, belum pernah ketemu secara langsung.
Hal ini tak lain dilakukan untuk menarik perhatian, mendapatkan kepercayaan, hingga menggali informasi pribadi, sehingga pelaku lebih leluasa melancarkan aksinya.
2. Menjual drama
Sering kali, pelaku love scamming membuat cerita sedemikian rupa sehingga mengundang simpati dari calon korban. Misalnya terkena musibah, terlilit utang, dikejar pesaing bisnis, hingga ingin keluar dari satuan militer. Biasanya mereka berdalih meminjam uang, yang dijanjikan akan dikembalikan dengan nilai uang yang lebih besar.
3. Janji bertemu, yang tak pernah kesampaian
Sering kali pelaku mengajak korbannya untuk meetup. Hal ini diperlukan agar si korban semakin percaya, bahwa si pelaku punya keseriusan dalam berhubungan. Meskipun kemudian mereka juga akan selalu membatalkan janji meetup di detik-detik terakhir, karena ada kondisi “darurat”.
Mencegah Diri Sendiri menjadi Korban Love Scamming
Bikin baper, menjadi korban love scamming bisa menimbulkan trauma tersendiri. Tak hanya secara material, secara mental pun kena.
So, ada baiknya kamu cegah agar dirimu jangan sampai menjadi korban love scamming.
1. Rahasiakan detail informasi pribadi
Informasi pribadi adalah kunci. Begitu informasi pribadi diketahui oleh orang lain, dengan mudah pula informasi ini disalahgunakan. Jadi, tetap rahasiakan detailnya saat kamu sedang beraktivitas di dunia maya.
Jangan pernah ungkapkan tanggal lahir, nama lengkap, nama ibu kandung, alamat rumah, no HP pribadi, alamat sekolah anak-anak, detail data anak-anak dan keluarga, serta berbagai informasi lain yang bisa membahayakan dirimu sendiri. Jika memang diperlukan—misalnya untuk verifikasi aplikasi bank atau sejenisnya, dan kamu perlu mengunggah identitas—maka pastikan aplikasinya berada di bawah pengawasan otoritas yang berwewenang. Tapi, selain untuk tujuan verifikasi layanan keuangan ini, sebaiknya tak sembarangan memberikan identitas diri.
Lebih baik juga tak melanjutkan obrolan di jalur pribadi, seperti WhatsApp atau SMS atau aplikasi sejenis. Keep it on public.
2. Jangan kirim uang
Sedrama apa pun kisah yang diceritakan, jangan pernah mengirimkan uang. Meskipun mereka memaksa dengan alasan apa pun—termasuk ketika mereka berjanji untuk mengembalikannya dengan jumlah yang lebih besar.
Sama teman atau saudara saja kita perlu berhati-hati dalam meminjamkan uang, apalagi mereka yang baru kenal secara online. Waspada, karena predator bisa menyaru menjadi apa saja dan siapa saja.
3. Cerita pada orang terdekat
Biasanya, orang terdekat akan bisa memberikan pertimbangan yang lebih logis, ketimbang kita yang mungkin saat itu sedang ‘mabuk kepayang’, termakan pesona si pelaku love scamming. Ketika orang terdekat memberikan pendapat secara logis, dengarkan. Kemudian, coba pikirkan dengan kepala dingin. Itu dia sedikit ulasan mengenai love scamming—modus penipuan uang yang kini semakin marak, seiring semakin kerasnya hidup yang harus dijalani. Semakin ke sini, ide para pelaku kejahatan siber ini juga semakin kreatif, so, ada baiknya memang bagi kamu untuk meningkatkan kewaspadaan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!