Pentingnya Keterampilan Mengelola Keuangan untuk Para Lajang
Sebagai lajang, kita rentan banget dengan yang namanya godaan. Enggak, nggak salah kok! Namanya juga darah muda. *autonyanyi* Tapi karena itulah, jadi sangat penting bagi kita untuk punya keterampilan mengelola keuangan.
Jadi lajang, seakan nggak punya tanggungan. Pada faktanya, banyak di antara lajang yang belum juga punya tujuan keuangan yang jelas. Merasa masih jauh dari pensiun, merasa sehat walafiat, merasa masih penuh energi, dan things are going well.
Tapi, siapa yang bisa menjamin, kalau things are going well terus?
Jangankan hidup, cuaca saja pagi cerah, siang sedikit sudah bisa mendung dan hujan besar kan? Kalau mau contoh yang paling nyata ya, pandemi dan resesi ekonomi yang sedang kita jalani saat ini. Siapa yang mengira, hal seperti ini harus kita jalani di sepanjang tahun 2020?
Jangan terlena dengan ‘status lajang’. Memang sih bebas merdeka, tapi ada baiknya kamu mulai pikirkan juga masa depanmu. Enggak selamanya things are going well kan?
Berikut beberapa alasan mengapa kamu, justru karena masih lajang, harus punya keterampilan mengelola keuangan.
1. Agar dapat hidup sesuai kemampuan
Adalah penting bagi kita untuk sadar seberapa kita punya kemampuan finansial. Tanpa memahaminya, kita bisa terjebak dalam gaya hidup berlebihan, melebihi kemampuan yang akibatnya bisa fatal bagi kehidupan kita kelak.
Dengan memiliki keterampilan mengelola keuangan, kita jadi kenal prioritas, serta tahu mana kebutuhan yang harus diprioritaskan dan mana yang bisa ditangguhkan demi bisa memenuhi hal lain yang lebih besar.
2. Terhindar dari masalah keuangan di kemudian hari
Jika kita punya keterampilan mengelola keuangan dengan baik, di kemudian hari, kita bisa menghindarkan diri sendiri dari masalah keuangan yang mungkin timbul.
Salah satunya, yang terbesar, adalah utang. Justru, jika kita bisa mengelola keuangan dengan baik, utang bisa jadi bukan masalah, melainkan jadi alat untuk menumbuhkan aset. Kok bisa? Iya, bisa, tapi ya keterampilan kita dalam mengelola uang memang harus mumpuni.
3. Memberi perlindungan pada diri sendiri
Dari waktu ke waktu, kita memang akan selalu dihadapkan pada masalah keuangan. Selain kita manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, uang juga menjadi alat perlindungan.
Kok gitu? Iya, misalnya saja, ketika kita sakit. Butuh berobat ke dokter, atau bahkan dirawat inap di rumah sakit. Tanpa uang, kita tidak bisa melakukannya, bukan? Tambahan lagi, sakit itu mahal. Tetapi, dengan pengelolaan keuangan yang baik–dengan cara membeli asuransi–biaya berobat dan rumah sakit jadi lebih ringan. Dengan mengelola keuangan, kita jadi punya perlindungan terhadap risiko yang lebih besar.
4. Memberi rasa aman
Ketika kita tahu bahwa keuangan kita sehat, uang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai tiba gajian lagi, plus tahu bahwa kita punya perlindungan terhadap jiwa dan kesehatan yang memadai, maka kita pun akan merasa aman dan tenang beraktivitas.
Rasa aman ini penting loh! Tanpa rasa aman, kamu bakalan susah fokus, dan akhirnya bisa memengaruhi kinerjamu di kantor dan di setiap aktivitasmu sehari-hari. Mau mengeluarkan uang untuk apa pun juga dengan tenang, karena sudah dalam rencana dan anggaran, dan sudah pasti cukup. Nggak pernah merasakan tanggal tua-tanggal muda, dan nggak perlu terpaksa harus makan mi instan di akhir bulan. Ya, maksudnya kalau mau makan mi instan ya makan saja sih, nggak perlu nunggu tanggal tua. #ehgimana
5. Memungkinkan kita untuk punya tabungan demi masa depan
Kamu pasti menginginkan yang terbaik untuk dirimu sendiri di masa depan, yang harus mulai direncanakan sejak sekarang. Tanpa keterampilan mengelola uang yang baik, rasanya sulit untuk menabung apalagi investasi.
Alhasil, boro-boro mikirin masa depan, buat yang sekarang saja ngos-ngosan.
So, buat kamu para lajang yang pengin menambah keterampilan mengelola keuangan, bisa banget join di online course QM Financial di Udemy ya. Sudah tersedia paket Journey for Singles yang pasti cocok untukmu. Di dalamnya ada topik yang membahas mengenai Dana Darurat, Dana Menikah, sampai Dana Liburan, termasuk bagaimana caranya agar tetap bisa berinvestasi di masa sulit.
Enaknya belajar di Udemy, kamu enggak terikat oleh waktu. Kamu bisa mempelajari semua materi kapan pun, karena aksesnya lifetime untuk sekali pembayaran saja.
Asyik kan?
Yuk, belajar bareng di Udemy. Tim QM Financial tunggu di sana ya!
Selama Pandemi COVID-19, Ini Dia 3 Dampak dan Masalah Keuangan Terbesar yang Kita Alami
Tujuh bulan sudah kita harus mengubah banyak hal lantaran terhantam pandemi COVID-19. Ada hal-hal yang sekarang harus kita lakukan, yang sebelumnya tidak. Lebih banyak lagi hal yang harus kita sesuaikan dengan kondisi baru, terutama yang terkait dengan keuangan.
Bagaimana kondisimu? Apakah masih baik-baik saja sampai sekarang? Gaji aman? Bisnis jalan? Job berdatangan? Jika memang kondisi sedang mengharuskanmu prihatin, maka kamu ya harus segera melakukan beberapa adaptasi di sana-sini. Supaya apa? Tentu saja, supaya survive sampai pandemi ini berlalu.
Sejauh ini, QM Financial mencatat munculnya 3 dampak dan masalah keuangan terbesar yang harus kita hadapi sejak pandemi COVID-19 dimulai sampai sekarang. Mari kita lihat apa saja.
3 Dampak dan Masalah Keuangan Terbesar yang Muncul di Masa Pandemi COVID-19
1. Penghasilan berkurang
Apa kabar, kamu para karyawan? Di awal pandemi COVID-19 kemarin, ada sebagian dari kamu akhirnya harus bekerja dari rumah saja. Sebagian lain harus menerima kenyataan pahit karena benar-benar dirumahkan, dalam arti yang sesungguhnya.
Tentu saja, hal ini memengaruhi penghasilanmu, ya kan? Baik yang harus bekerja dari rumah, mungkin ada beberapa tunjangan yang tidak diberikan, bahkan gaji pokok pun mungkin juga nggak full bisa kamu terima. Yang harus dirumahkan, jangan tanya lagi deh. Mungkin cuma uang pesangon saja yang bisa diharapkan.
Setelah beberapa bulan berlalu, pemerintah mengumumkan bahwa kondisi new normal akhirnya bisa kita jalani, meski belum semua daerah memenuhi syarat. Sebagian dari kamu mungkin sudah bisa kembali masuk kantor. Tetapi, gaji tetap saja belum seperti sebelumnya. Misalnya saja, uang lembur, uang dinas luar, uang-uang insentif lain juga belum bisa diberikan, karena aktivitas masih terbatas.
Lalu, apa kabar kebutuhan sehari-harimu? Apa kabar tujuan keuanganmu? Apakah kamu masih bisa berinvestasi?
2. Bisnis nggak jalan
Pandemi COVID-19 paling banter memberikan dampak di bisnis retail, pariwisata, dan beberapa sektor lain. Meski tak semua terdampak negatif sih, karena ada beberapa sektor yang justru bertumbuh positif juga.
Namun, buat sebagian pemilik bisnis, realita yang harus dihadapi sekarang memang sangat pahit. Apalagi kalau bisnisnya bukan termasuk bisnis yang bisa dengan mudah dikonversi menjadi bisnis online. Duh, pasti berat banget deh, untuk bisa survive di masa pandemi ini ya?
Memang harus ada adaptasi di banyak hal agar bisnis tetap bisa survive sekarang. Masalah terbesar apa yang paling krusial yang harus kamu hadapi sekarang? Pemasukan berkurang, tetapi tetap harus memberikan gaji pada karyawanmu? Atau, produksi harus berkurang karena pasokan bahan baku juga terhenti lantaran vendor terdampak oleh pandemi?
Yuk, coba duduk sejenak, dicari akar masalahnya. Jika akar masalah sudah teridentifikasi, kamu pasti kemudian bisa mencoba mencari beberapa alternatif penyelesaiannya.
3. Nggak ada dana darurat
Mari kita lihat data survei yang dilakukan oleh OECD–Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi–berikut ini, yang dirilis 25 Juni 2020 yang lalu.
Data tersebut mengungkapkan seberapa siapkah masyarakat dunia untuk menghadapi penurunan pertumbuhan ekonomi sekarang. Coba cermati posisi Indonesia.
Sungguh miris, bahwa 46% masyarakat Indonesia ternyata hanya punya dana darurat untuk seminggu saja. Ini sungguh angka yang memprihatinkan. Sedangkan, 24% responden mengaku memiliki dana darurat untuk satu hingga enam bulan ke depan. Dan hanya 9% saja yang yakin bisa bertahan lebih dari 6 bulan. Selebihnya? Malah nggak tahu punya dana darurat atau enggak. Aduh.
Bagaimana denganmu? Saat ini, kamu sudah punya berapa banyak dana darurat? Kalau kamu pembaca setia situs ini, penonton setia channel YouTube QM Financial, follower akun media sosial QM Financial dan juga alumni kelas online finansial, tentu kamu sudah tahu, betapa pentingnya dana darurat, ya kan?
Nah, itu dia 3 dampak dan masalah keuangan terbesar yang kita alami selama masa pandemi COVID-19 ini.
Ngobrol yuk, tentang hal ini!
Bersama Nyonya Rumah Ligwina Hananto, QM Financial akan mengadakan Financial Dialogue vol. 04 pada 17 Oktober 2020 mendatang, melalui webinar dengan aplikasi Zoom. Ada 3 panelis yang akan hadir dalam diskusi finansial kita kali ini. Mereka adalah:
- Hanifa Ambadar. Dari perspektif entrepreneur, Hanifa Ambadar akan berbagi pengalamannya menerapkan adaptasi pada bisnis Female Daily Network di bidang beauty industry.
- Jenny Jusuf. Dari perspektif freelancer, Jenny Jusuf akan berbagi pengalaman menerapkan adaptasi pada pekerjaan freelance yang dijalaninya di industri film.
- Muhammad Arif Rahman. Dari perspektif freelancer dan entrepreneur, Arif Rahman akan berbagi pengalaman menerapkan adaptasi pada pekerjaan freelance travel blogger dan bisnis @whatravel yang dimilikinya.
Seru kan? Yuk, ya!
Pentingnya Karyawan Membangun Aset Sejak Dini
Setiap orang sudah seharusnya memiliki keinginan dan kebutuhan, yang kemudian bisa dicukupi dengan cara bekerja untuk mendapatkan imbalan. Konsep ini juga yang mendasari para karyawan untuk bekerja keras setiap harinya. Tetapi, sebenarnya nggak hanya kebutuhan sehari-hari saja yang harus dipenuhi oleh kamu yang berstatus karyawan. Kamu juga harus membangun aset sejak awal.
Apa itu aset?
Menurut Wikipedia, aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari.
Kalau diterjemahkan secara bebas, aset merupakan hal-hal yang kita miliki sekarang, yang mempunyai nilai ekonomi dan akan memberikan manfaat kembali pada kita ke depannya. Singkatnya, aset adalah total harta yang kita miliki, baik yang dalam bentuk fisik (bisa dilihat) atau nonfisik, misalnya seperti aset keuangan–saham, misalnya.
Mengapa karyawan perlu membangun aset?
Ini dia beberapa alasan pentingnya:
1.Aset merupakan alat untuk mencapai tujuan finansial
Di masa depan, aset akan memberikan nilai ekonomis yang besar manfaatnya untuk hidup kita. Misalnya saja, kita mempunyai aset berupa properti. Tidak hanya ditinggali, properti ini bisa disewakan, sebagai kos, rumah kontrakan untuk keluarga, bahkan juga bisa disewakan sebagai toko ataupun kantor.
Begitu juga dengan bentuk aset yang lain. Tidak semua hal yang kita miliki bisa dimasukkan ke dalam kategori aset. Hanya hal yang memberikan nilai ekonomis kembali ke kitalah yang bisa disebut dengan aset. Dengan aset bernilai ekonomis ini, kita bisa mewujudkan tujuan finansial kita.
Berinvestasi di berbagai instrumen, misalnya saham di beberapa perusahaan besar, agar nantinya bisa dipakai untuk membeli rumah. Setelah rumah terbeli, nantinya akan disewakan sebagai kamar kos. Penghasilan dari kos akan menjadi dana pensiun yang bisa kita manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup di saat kita sudah tak produktif bekerja lagi.
That’s how assets work.
2.Menghindarkan diri sendiri dari masalah keuangan
Tak ada orang yang mau mendapatkan masalah keuangan di masa depan. Konon juga, sebanyak 92% karyawan mengaku merasa nyaman dan aman dalam bekerja jika mereka merasa secure terhadap kondisi keuangan mereka.
Hal ini bisa dicapai, salah satunya, dengan cara membangun aset sejak dini.
Di saat-saat sulit, memiliki aset bisa jadi penyelamat. Setidaknya, aset bisa jadi andalan sampai kondisi membaik lagi. Perasaan jadi lebih tenang, dan bisa berpikir, mencari cara untuk survive dengan lebih baik.
3.Bekal pensiun
Ya, ini adalah tujuan terbesar dari membangun aset sejak dini; sebagai bekal pensiun. Saat kita tak lagi produktif, kita mungkin tak akan bisa mendapatkan penghasilan sebanyak sebelumnya. Tetapi, yang namanya kebutuhan hidup akan terus ada–bahkan mungkin bertambah.
Dengan memiliki aset, kita bisa surviving di masa pensiun. Tentunya, kamu mau kan, jadi pensiunan mandiri, yang bisa menghidupi diri sendiri, enggak menjadi beban buat anak-anak kita, bahkan kalau mungkin malah bisa kasih uang saku meski seadanya buat cucu.
Hidup cukup; buat makan, cukup. Buat belanja ini itu sesuai kebutuhan juga ada, meskipun tanpa pemasukan aktif.
Nah, begitulah gambaran garis besar hidup kita jika kita bisa memiliki aset yang memadai. Lalu, bagaimana cara kita–yang berstatus karyawan ini–bisa membangun aset? Memangnya, gajinya cukup?
Bukan masalah gaji yang besar ataupun kecil. Semua kembali ke diri kita sendiri. Apakah kita sudah bisa mengelola keuangan dengan baik, sehingga di samping bisa cukup dipergunakan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, gaji kita juga cukup digunakan untuk membangun aset demi masa depan?
Nah, yang bisa menjawab kan diri sendiri, ya kan? Sudahkah punya financial habit yang baik? Kalau memang sudah, maka pasti juga sudah bisa mengelola utang dengan baik, punya kebiasaan berinvestasi juga sesuai porsi, pun sudah memiliki proteksi. Ya kan? Dengan demikian, kita bisa membangun aset per tahap dengan rencana yang baik pula.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Belajar Finansial dan 5 Manfaatnya untuk Hidup
Percayakah kamu, bahwa sebagian besar masalah hidup itu rata-rata memiliki akar permasalahan yang sama, yaitu keuangan? Dan hal ini bisa diatasi dengan kita belajar finansial.
Ada banyak cara untuk belajar finansial, mulai dari baca buku, dengerin podcast, sampai ikut kelas online yang biasanya full ilmu sekalian praktik juga.
Banyak manfaat yang bisa kita rasakan dengan belajar finansial. Apa saja?
5 Manfaat yang Bisa Kamu Dapatkan dengan Belajar Finansial
1. Financial is personal
Di QM Financial, kami percaya bahwa setiap orang bisa menjadi financial planner untuk diri mereka sendiri. Begitu pun dengan kamu.
Kondisi hidup kamu sudah pasti berbeda dengan orang lain. Berdasarkan hal tersebut, maka kamu perlu mengatur keuangan yang pas untuk dirimu sendiri, tanpa ada intervensi dari pihak mana pun. Karena hidupmu ya kamu sendiri yang menjalani, bukan?
Tetapi, untuk mengaturnya dengan baik, kamu perlu belajar finansial. Hal-hal teori haruslah dikuasai dulu, untuk kemudian kamu aplikasikan dengan penyesuaian terhadap kondisimu. Tanpa tahu teorinya, praktik akan lebih sulit.
So, yes, financial is personal. Begitulah yang diajarkan oleh lead trainer QM Financial, Ligwina Hananto. Tidak pernah ada single solution untuk setiap hal dan masalah, termasuk keuangan, because financial is personal.
2. Bisa membuat keputusan sendiri
Pada akhirnya, setelah belajar finansial dan juga mengenal diri sendiri, kamu pun pasti akan bisa membuat keputusan finansialmu sendiri.
Masalah hidup mana yang pengin kamu cari solusi terlebih dahulu, dengan biaya berapa besar, akan menjadi keputusanmu sendiri. Karena, sekali lagi, financial is personal.
Prioritas setiap orang kan berbeda, dan hal ini akan lebih tepat dicari solusinya oleh si pelaku prioritas tersebut. Hanya kita sendiri yang tahu, bagaimana menentukan prioritas ini, dan akhirnya mengambil keputusannya.
3. Bertanggung jawab terhadap keuangan sendiri
Sudah bisa memutuskan yang terbaik untuk diri sendiri, selanjutnya ya harus bertanggung jawab untuk diri sendiri juga. Dan, dengan belajar finansial, kita jadi tahu, sebesar apa tanggung jawab yang bakalan kita terima jika ingin mengelola uang.
Because, your money, your responsibility.
Keuangan kita adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan tanggung jawab orang lain. So, kenapa enggak jadi financial planner untuk diri sendiri? Tentu saja, kita harus membekali diri sendiri dengan ilmu keuangan yang cukup lebih dahulu.
Kita sendiri yang bisa mengukur risikonya, kita sendiri pula yang bisa menentukan apakah kita cukup toleran terhadap risiko tersebut.
4. Bisa menentukan masa depan kita sendiri
Sekali lagi, karena financial is very personal.
Kita sendiri yang mengerti masalah keuangannya, kita pula yang memutuskan solusi mana yang paling efektif, kita sendiri pula yang bertanggung jawab atas keputusan tersebut, dan kita jugalah yang harus menentukan masa depan kita sendiri.
Ya dong. Kan ini hidup kita, bukan hidup orang lain! Masa masa depan aja orang lain juga yang buatin. Masalah hidup harus ditangani sendiri.
5. Kenal dengan berbagai produk keuangan
… sehingga bisa menentukan mana yang cocok dan sesuai dengan tujuan dan cita-cita kita, dan mana yang kurang cocok.
Dengan penyesuaian ini, tujuan keuangan tercapai, pun kita bisa memitigasi risiko jika rencana tidak berjalan seperti harapan. Kita enggak akan menyalahkan siapa-siapa, tetapi justru menjadi semakin haus ilmu untuk memperbaiki kesalahan yang sama.
Hingga akhirnya, kita naik kelas juga skill pengelolaan uangnya.
Belajar finansial itu asyik! Sekali belajar, kita bisa pula belajar hal yang lain, dan semuanya itu bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup kita.
Sudah waktunya bagi setiap orang untuk menjadi financial planner untuk dirinya sendiri (dan juga untuk keluarganya), sehingga apa yang terbaik bisa dipilih dan disesuaikan dengan kondisi diri sendiri.
Yuk, belajar finansial bareng QM Financial! Ada berbagai kelas finansial online QM Financial yang bisa dipilih sesuai kebutuhanmu, mulai dari yang basic sampai advanced. Mulai belajar mengatur arus kas dulu, sampai belajar asuransi dan investasi. Dengan modul yang komprehensif dan trainer yang terampil, siapa pun pasti mudah mengikuti materinya. Cek jadwalnya, dan segera daftar ya!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Kesalahan Keuangan yang Justru Kita Lakukan Karena Terlalu Panik
Seluruh dunia dilanda kepanikan gara-gara virus corona. Dari mulai para pekerja yang gajinya dipotong, dirumahkan hingga terkena PHK, sampai para pemilik bisnis yang menjerit. Kita semua memang harus bersiap untuk kondisi yang terburuk sekarang. Tapi, kerasa enggak, justru karena terlalu panik, banyak dari kita yang malah melakukan beberapa kesalahan keuangan, yang akhirnya mengakibatkan munculnya masalah baru?
Ya, begitulah. Sudahlah susah, jadi lebih susah jadinya. Padahal masalah keuangan ini biasanya yang paling besar menjadi penyebab stres dan depresinya manusia.
Apa saja kesalahan keuangan yang justru kita lakukan di tengah kepanikan ini? Coba lihat yuk, jangan-jangan kamu juga melakukannya di tengah krisis akibat penyakit COVID-19 ini.
5 Kesalahan Keuangan yang Sering Dilakukan Karena Panik
1. Belanja berlebihan
Pernah membaca di suatu artikel berbahasa Inggris, bahwa manusia itu pada dasarnya akan sangat reaktif terhadap ‘kelangkaan’–atau scarcity, dalam bahasa Inggris.
Ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk respons otak reptil manusia yang merupakan penerima pertama dari segala jenis rangsangan/stimulus. Bisa dibilang, hal ini merupakan respons dalam upayanya untuk mempertahankan diri. Untuk survive.
Nah, di saat-saat krisis, respons pertama yang selalu muncul adalah pertanyaan, “Kondisi ini mengancam hidup saya. Bagaimana saya bisa bertahan?” Secara otomatis, otak kemudian akan memberikan respons, “Penuhi kebutuhanmu dulu segera, baru mikir mesti gimana.” Lalu, keluarlah reaksi berupa panic buying. Kesalahan keuangan yang pertama.
Belanja berlebihan, nyetok kebutuhan sebanyak mungkin agar bisa bertahan hidup selama mungkin. Belanja berlebihan ini akhirnya menjadi sebab dari kelangkaan, yang akhirnya semakin memicu kita untuk panik dan belanja lagi dengan berlebihan.
#rauwis-uwis, ya?
2. Jual saham begitu nilainya anjlok
Kesalahan keuangan kedua ini dipicu oleh kepanikan karena grafik harga saham yang terjun bebas di pasar modal. Karena panik, lupa pada tujuan keuangan yang sudah disusun sendiri.
Ya, memang sih. Ini juga merupakan respons refleks. Siapa yang enggak ambyar hatinya melihat kerugian investasi yang sudah dilakukan begitu lama dan konsisten? Tak cuma bayangan kehilangan masa pensiun sejahtera, tapi berasa sia-sia semua usaha keras kita. Betul?
Begitu ambyarnya, kita jadi lupa untuk mengecek, masa pensiun–jika investasinya dipakai untuk dana pensiun, misalnya–masih berapa lama lagi sih? 10 tahun lagi? Well, kalau masih 10 tahun lagi, sejarah mengatakan bahwa pasar modal akan selalu kembali naik seiring ekonomi yang juga membaik, eventually.
Jadi, mari kembali ke tujuan keuangan dan tujuan investasimu. Dan, kamu pun akan bisa memutuskan, mau diapain itu investasi yang sedang anjlok. Jangan buru-buru dijual, tapi coba evaluasi lagi.
3. Nggak segera membuat budgeting baru
Padahal sudah jelas, kondisi berubah. Pemasukan berubah, demikian pula dengan pengeluaran. Prioritas dalam hidup pun berubah, harus disesuaikan dengan kondisi.
Jika kamu tak segera menyesuaikan pengeluaranmu dengan pemasukan ‘yang baru’, maka kesalahan keuangan ini bisa berakibat fatal di akhir bulan.
Hayok, cek lagi alokasi arus kas kamu sekarang. Mungkin kamu sudah enggak butuh anggaran buat kongko di kafe lagi, ngabuburit di mal lagi, atau membership gym. Uang yang dialihlokasikan bisa dipakai untuk memperkuat dana darurat.
Jangan dianggap uang nganggur atau uang sisa yang bisa kamu belanjain barang-barang aneh dari marketplace.
4. Pakai dana darurat tanpa perhitungan
Masa krisis berarti ini masa saat kita “dibolehin” memakai dana darurat. Dana ‘nganggur’ sebanyak 3 – 12 bulan kali pengeluaran itu ternyata banyak juga ya? Biar merasa aman dan nggak insecure lagi di masa pandemi, mendingan cairkan saja semua.
Jadi, berasa kayak dapat uang kaget enggak sih? Ngerasa kaya di tengah kepanikan itu bisa jadi senjata makan tuan. Kalau enggak percaya, lihat di poin pertama deh.
Dana darurat bukan uang kaget. Bukan uang nganggur. Dana darurat adalah dana yang dipakai di masa darurat, dan pemakaiannya harus diperhitungkan dengan teliti dan cermat. Kita enggak pernah bisa memprediksi kapan krisis ini akan benar-benar berakhir. Bisa tiga bulan lagi, bisa saja tahun depan.
Perpanjang napasmu. Hemat di awal, kalau sisa, kembalikan lagi ke tempat penyimpanan.
5. Menunggak cicilan utang
Yang punya cicilan utang, apa kabar? Apakah hari-hari belakangan terasa berat untuk mencicil? Kalau iya, kamu bisa mengajukan keringanan kredit sesuai aturan pemerintah.
Masa krisis seperti ini bukan waktunya untuk menambah masalah hidup dengan cicilan utang yang tertunggak. Ingat akan bunga dan dendanya, ini bisa menjadi kesalahan keuangan yang tidak perlu.
Seharusnya, cicilan utang ini akan aman jika kamu memang punya alokasi 30% dari penghasilanmu. Jadi, cek lagi. Apakah benar-benar berada dalam batas aman? Ataukah, kamu harus menyesuaikannya lagi lantaran penghasilanmu juga berubah sekarang (see point 2)? Yuk, cek lagi, jangan sampai cicilan utang tertunggak ini menjadi kesalahan keuangan berikutnya.
Krisis memang membuat kita jadi waswas. Tapi hal ini justru seharusnya membuat kita jadi lebih waspada dan hati-hati dalam bertindak, khususnya terkait keuangan.
Jangan sampai ada masalah baru akibat kesalahan keuangan yang kita lakukan gara-gara panik. Rasanya, nggak worth it banget deh.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Pertengkaran Rumah Tangga Bisa Dipicu oleh 5 Masalah Keuangan Ini – Beresin Yuk!
Namanya rumah tangga, biasalah jika terjadi riak-riak kecil di sana-sini. Namun, dari semua akar permasalahan, akan terasa lebih berat dan kompleks ketika ada hubungannya dengan masalah keuangan. Sepertinya ini memang menjadi penyebab klasik pertengkaran rumah tangga.
Memang kan, begitu kita mulai membangun rumah tangga dan keluarga–saat sudah punya anak–kebutuhan hidup juga akan meningkat. Sebenarnya ini wajar, dan terjadi pada semua orang. Hanya saja, pada beberapa pasangan, kurang lancarnya komunikasi juga ikut “membumbui” sehingga akhirnya pertengkaran rumah tangga pun terjadi.
Apa saja masalah keuangan yang bisa memicu pertengkaran rumah tangga ini? Kita lihat satu per satu yuk!
5 Masalah Keuangan yang Dapat Memicu Pertengkaran Rumah Tangga
1. Sandwich generation
Ini adalah masalah yang biasa dialami oleh generasi milenial di zaman sekarang; menjadi sandwich generation.
Seharusnya sih enggak masalah untuk membantu keluarga. Bagus, malah. Namun, kadang karena begitu menjiwai perannya sebagai sandwich generation, ada lo yang lantas “melupakan” keluarganya sendiri. Ini dia yang lantas menjadi bibit pertengkaran rumah tangga, apalagi jika pasangan sudah mulai merasa dinomorduakan.
Kalau mau membantu keluarga besar, pastikan keuangan kita sehat terlebih dahulu. Alokasikan dana sesuai kesanggupan–bicarakan hal ini dengan pasangan ya–di pos pengeluaran sosial. Misalnya, 5 – 10% dari penghasilanmu. Lalu, berani menolak ketika bantuanmu sudah melebihi jatah yang disepakati.
2. Penghasilan istri lebih besar ketimbang penghasilan suami
Yang sering terjadi di Indonesia adalah suami seharusnya berperan sebagai tulang punggung keluarga, yang menafkahi keluarga untuk segala kebutuhan hidupnya.
Namun, di zaman sekarang, peran ini sudah banyak bergeser. Kadang, para istri juga turut bekerja di luar rumah–bahkan punya karier yang lebih bagus sehingga penghasilan pun menjadi lebih tinggi ketimbang suami.
Seharusnya hal ini juga enggak jadi masalah, ketika keduanya sepakat untuk pembagian peran yang adil pada masing-masing pihak. Toh, rezeki itu selalu berputar. Mungkin akan tiba saatnya, si suami menanjak pula kariernya sehingga bisa mendapat gaji yang sepadan.
Diskusikan hal ini dengan pasangan secara terbuka. Jangan biarkan ada gaji di antara kita. Jangan jadikan hal ini sebagai penyebab pertengkaran rumah tangga. Ingat, yang penting kebutuhan bisa terpenuhi. Masalah pintu rezeki dari mana pun, harus disyukuri. Sepakat kan?
3. Peran yang kurang seimbang
Pembagian peran keuangan antara pasangan suami istri memang penting untuk dilakukan. Bahkan hal ini harus dilakukan sejak awal menikah dan masih berstatus sebagai pengantin baru.
Pembagian peran ini haruslah seimbang dan atas dasar kesepakatan bersama. Jangan sampai salah satu pihak merasa bebannya lebih besar ketimbang yang lain, karena bisa memicu pertengkaran rumah tangga. Ini bukanlah hal yang sepele lo!
Kalau ada yang merasa kurang adil, segeralah duduk dan berdiskusi, sebelum pertengkaran rumah tangga terjadi. Sepakati, siapa bertugas di bagian apa, siapa in-charge di mana. Misalnya saja, suami berperan di topup investasi setiap bulannya dan membayar asuransi. Istri memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ingat, tujuan keluarga kan sama, jadi harus ditanggung dan diperjuangkan bersama juga.
4. Masing-masing memiliki rahasia keuangan
Beberapa waktu yang lalu, sempat viral di media sosial, pengakuan-pengakuan para suami yang punya hobi tertentu dan belanja keperluan hobinya di online shop, yang meminta pada admin olshop untuk “memalsukan” nota pembelian.
Lucu sih. Kebanyakan beralasan supaya enggak dibawelin istri. Tapi, waspada, karena hal seperti ini bisa menjadi masalah besar lo. Pertengkaran rumah tangga bisa terjadi, kalau istri merasa dibohongi.
Begitu juga dengan istri. Sering ada kasus, istri berutang untuk panci, tas branded, atau apa pun deh, tanpa sepengetahuan suami. Ketika nunggak cicilan, istri kabur, eh … suaminya yang ditelpon dan ditagih. Wah, bisa kebayang deh akhirnya gimana. Ya kan?
Yuk, kurangi kebiasaan ini. Bukankah semua bisa didiskusikan bareng pasangan? Apalagi masalah keuangan seperti ini.
5. Gaya hidup yang enggak sinkron satu sama lain
Namanya suami istri, biarpun sudah disatukan dalam ikatan pernikahan, tetap saja terdiri atas 2 kepala dan 2 hati. Kadang ya kurang sinkron satu sama lain. Sebenarnya juga wajar, tinggal bagaimana kompromi satu sama lain demi tujuan keuangan keluarga bersama.
Jika salah satu merasa kurang sreg dengan keputusan yang diambil oleh pasangannya, ya enggak ada jalan lain selain mendiskusikannya dengan duduk bareng. Kalau enggak, ya bisa jadi pertengkaran rumah tangga terjadi. Kalau sudah begini, masing-masing pasti saling menyalahkan, bukan?
Jadi, terbukalah dengan pasangan kamu, tentang apa pun itu. Terutama jika menyangkut masalah keuangan.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Penyebab Masalah Keuangan Pengantin Baru yang Perlu Diwaspadai Sejak Awal
Masa-masa masih berstatus pengantin baru itu rasanya memang luar biasa: bahagia, excited, … membuncah aja gitu semuanya. Bener nggak? Tapi eh tapi … jangan kelamaan terlena. Sepulang dari honeymoon, ada beberapa PR yang harus segera dikerjakan. Salah satunya masalah keuangan. Yes, masalah keuangan pengantin baru ini kadang malah sudah menghantui sejak sebelum pesta pernikahan dimulai lo!
Kok bisa? Iya, misalnya saja masalah utang. Nah lo. Misalnya kayak salah satu (atau malah kedua) pasangan membawa utang lajang, atau misalnya utang biaya pernikahan yang harus segera diselesaikan.
Adduh! Kalau sudah begini, rasa bahagianya jadi “terkontaminasi” deh.
Well, take a deep breath, atur napas, tenangkan diri. Mari kita lihat dulu beberapa masalah keuangan pengantin baru yang sering muncul yang mesti diwaspadai–untuk kemudian dicari jalan keluarnya.
5 Penyebab Masalah Keuangan Pengantin Baru yang Harus Diwaspadai Sejak Awal
1. Merahasiakan kondisi keuangan masing-masing
Masalah keuangan pengantin baru yang pertama ini contohnya sudah sempat disebutkan di atas. Misalnya, setelah menikah dan jadi pengantin baru, baru deh ketahuan masing-masing punya utang yang mencekik.
Duh. Masalah besar kalau ini sampai kejadian.
Seharusnya, masalah kondisi keuangan ini justru harus dibicarakan sejak sebelum pernikahan dilangsungkan. Tapi, misalnya terlambat, ya sudah, sekaranglah waktunya untuk duduk berdua dan ngobrol. Tinggalkan jaket egonya ya.
2. Anggap tabu membicarakan masalah keuangan
Mungkin ini kalau zaman dulu ya maklum. Semacam ada perasaan sungkan untuk ngomongin duit. Takut dibilang matre, kali ya? Tapi, untuk zaman now, ini justru jadi potensi masalah keuangan pengantin baru yang bisa berefek domino panjang.
Bukannya matre, tapi kita hidup mesti realistis. Harus ada rencana, supaya enggak deg-degan. Harus punya proteksi, biar terlindungi. Harus punya cita-cita, supaya jadi lebih baik lagi. Betul nggak?
Dan semua rencana, proteksi, serta cita-cita itu butuh uang. Sekali lagi, uang memang bukan segalanya, tapi buat hidup, segalanya butuh uang. Jadi, jangan tabu ngobrol soal duit. Banyak loh, yang harus direncanakan dengan duit berdua ini.
3. Hidup tanpa rencana jangka panjang
Besok ya dipikirin besok saja. Sekarang kita pikir dulu hari ini.
Emang bener sih, manusia itu hidup di masa sekarang. Konon kan katanya gitu ya? Tapi, ini enggak berlaku untuk keuangan. Kamu dan pasangan kamu akan hidup berdua sampai tua lo (berharapnya selalu begitu kan, sebagai pengantin baru?).
Jadi, ayo, segera duduk berdua dan buat rencana jangka panjang. Mau hidup seperti apa ke depannya? Bagaimana nanti dengan anak-anak? Bagaimana nanti dengan kita kalau sudah tua? Mau diisi apa saja nih sepanjang hidup keluarga nih?
Jangan biarkan masalah keuangan pengantin baru yang ketiga ini terlalu lama tak terselesaikan.
4. Malas mencatat
Mencatat pengeluaran dan pendapatan, tentu saja. Padahal ini penting banget!
Catatan keuangan keluarga akan bermanfaat ketika nanti kita harus mengevaluasi rencana-rencana mana yang sudah bisa dijalankan dan mana yang harus terus diusahakan. Juga, untuk melihat apakah semua tujuan keuangan sudah mulai kelihatan hilalnya. Pun untuk mereview, aset apa saja yang sudah kita miliki, nanti setelah hidup berkeluarga selama beberapa, beberapa belas, dan beberapa puluh tahun.
Jadi, jangan anggap remeh masalah keuangan pengantin baru keempat ini ya. Sebaiknya, mulailah segera membuat catatan keuangan yang sederhana. Bisa diawali dari mencatat berapa uang yang dikeluarkan setiap harinya, mulai dari jajan sampai parkir mobil. Lalu direkap semuanya di akhir bulan sesuai pos-posnya, baru kemudian kita bisa mengevaluasi apakah kondisi keuangan keluarga sudah sehat. Setelah itu, kita bisa melanjutkan dengan membuat anggaran untuk bulan berikutnya.
5. Tidak saling percaya
Biasanya masalah keuangan pengantin baru yang kelima ini akan terjadi sebagai akibat dari masalah seperti yang dijelaskan di poin 1 dan 2 di atas. Yes, akar permasalahannya sebenarnya cuma satu, yakni komunikasi.
Komunikasi yang tidak lancar bisa menjadikan kedua belah pihak menjadi tidak saling percaya. Kalau dibiarkan terjadi, bakalan susah juga nih untuk bisa berbagi peran secara adil dan berimbang antara pasangan suami istri.
Nah, bagaimana? Apakah kalian masih mengalami kelima akar masalah keuangan pengantin baru di atas? Kalau iya, segera sadari kondisinya dan ambil beberapa tindakan untuk memperbaiki. Jangan tunda lagi ya, semua ini demi hidup keluarga juga ke depannya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Keuangan Keluarga Juga Harus Lebih Baik di Tahun 2020 Ini
Yes, keuangan keluarga juga harus lebih baik di tahun ini, kalau tahun sebelumnya masih saja ada yang kurang atau belum dilakukan. Tahun 2020 ini harus lebih baik lagi daripada sebelumnya.
Tantangan utama dalam pengaturan keuangan keluarga itu biasanya adalah ada saja keperluan darurat yang muncul mendadak, tanpa memberi kita kesempatan buat siap-siap. Kadang ya cuma kecil-kecil, tapi ya lumayan juga sih memengaruhi kondisi dompet dan tabungan. Misalnya saja, tiba-tiba ada yang rusak di bagian rumah. Atau ada keperluan mendadak untuk anak-anak terkait sekolahnya, dan seterusnya.
Tantangan kedua, biasanya keluarga juga punya tanggungan utang yang jumlahnya besar. KPR, misalnya.
Nah, kalau sudah punya catatan keuangan keluarga di tahun lalu, ada baiknya kita buka lagi untuk melihat-lihat di sebelah mana anggaran bocor halus dan bocor ambyar, untuk kemudian kita perbaiki tahun ini. Dan, kemudian lakukan beberapa langkah berikut.
5 Langkah untuk Keuangan Keluarga yang Lebih Baik Tahun Ini
1. Tetap catat dengan cermat
Tetaplah mencatat semua pengeluaran dan anggaran. Hanya dengan cara ini, kita bisa memonitor kondisi keuangan dengan baik. Kita bisa tahu jika ada yang salah sejak awal, dan enggak akan terlambat untuk mengambil langkah antisipasi.
Keuangan keluarga memang lebih kompleks, karena menyangkut hajat hidup 2, 3, 4, … beberapa orang terpenting dalam hidup kita. So, dengan berbekal catatan, kita akan bisa memastikan bahwa setiap orang dalam keluarga bisa terjamin kehidupannya.
Kalau memang belum rapi, kita bisa mulai rapikan sejak awal tahun ini. Buat buku khusus, atau catat melalui aplikasi smartphone yang banyak tersedia–gratis diunduh. Pakai apa pun boleh, yang penting mudah diakses.
2. Prioritaskan utang
Berapa persen porsi utang saat ini? Semoga sih tak lebih dari 30% dari penghasilan total sebulan, sehingga bebannya tidak terlalu besar.
Prioritaskan utang di setiap bulan. Jika ada penghasilan ekstra, ada baiknya juga dialokasikan untuk pembayaran utang ini, agar lebih cepat lunas. Tentu saja disesuaikan dengan syarat dan ketentuan utang yang kita punya ya. Karena ada utang yang justru memberi penalti jika dibayar lunas lebih cepat.
3. Kelola dana darurat dengan baik
Untuk keuangan keluarga, pastikan dana darurat selalu mencukup. Untuk yang belum punya anak, besarnya dana darurat paling ideal adalah 6 kali pengeluaran bulanan rutin. Sudah punya anak satu, besar idealnya 9 kali pengeluaran rutin, sedangkan sudah punya anak dua seharusnya sih 12 kali pengeluaran rutin.
Besaran ideal dana darurat ini enggak harus dipenuhi sekaligus kok, bisa dibangun sedikit demi sedikit dengan menabung di instrumen investasi atau tabungan yang tepat. Di Reksa Dana Pasar Uang, misalnya. Setiap kali dana darurat terpakai, segera rencanakan untuk topup lagi. Jadi enggak sampai kosong melompong, karena kebanyakan diambil.
Pastikan juga bahwa akses ke dana darurat terbuka, paling enggak untuk pasangan. Sehingga jika terjadi apa-apa, bisa dengan cepat melakukan sesuatu.
4. Hemat mulai dari hal-hal kecil
Nah, tahun ini, mari kita hemat hal-hal kecil–yang meski tampak enggak berhubungan dengan keuangan secara langsung–tapi percaya deh, pasti ada efeknya juga.
Seperti misalnya:
- Lebih hemat listrik. Matikan lampu dan peralatan elektronik lain yang enggak dipakai. Cabut charger smartphone kalau enggak dipakai, jangan biarkan menancap terus di stopkontak.
- Lebih hemat pemakaian air. Ingat, bumi kita semakin naik suhunya lo, dan ini berpengaruh pada stok persediaan air tanah yang menipis. Kalau kita bisa hemat air, tagihan PDAM juga terkendali kan?
- Lebih hemat belanja, tepatnya sih lebih bijak dan efektif ya. Misalnya, ketimbang belanja bolak-balik, mendingan sediakan waktu belanja untuk seminggu. Pakai catatan belanja, biar nggak lapar mata. Tahan dari segala macam diskon.
- Beralih dari belanja di supermarket ke belanja di pasar tradisional. Memang kurang nyaman karena enggak ber-AC, tapi selisih harganya itu lo … Lumayan bangat!
- Masak sendiri, ketimbang pesan makanan secara online melulu. Bawa bekal ke kantor atau ke sekolah juga akan lebih hemat dan pastinya sehat.
Dari hal-hal kecil bakalan berefek ke hal besar. Percaya deh.
5. Lebih terbuka
Sekarang sudah enggak zamannya lagi berahasia sama pasangan, atau merasa tabu untuk ngobrolin masalah keuangan keluarga sama pasangan. Kalau di tahun kemarin masih mentok aja, coba di tahun ini, lebih terbuka.
Keuangan keluarga enggak akan bisa terkelola dengan baik tanpa keterbukaan pasangan suami istri satu sama lain. Bahkan, jika memungkinkan, anak-anak juga perlu dilibatkan. Biar mereka lebih melek literasi keuangan lebih dini, kan? Akan baik juga buat mereka nantinya.
Nah, bagaimana? Siap untuk membuat keuangan keluarga lebih baik di tahun 2020?
Semangat!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Menikah, Justin Bieber dan Hailey Baldwin Harus Selalu Mengingat 5 Hal Keuangan Ini
Meski sudah menikah di hadapan hukum setahun yang lalu, ternyata pasangan Justin Bieber dan Hailey Baldwin enggak merasa cukup. Katanya, mereka pengin menikah di depan Tuhan. Hmmm, enggak nyangka sih berdua ini religius juga ya.
Welcome, the new relationship goal! Setelah Song Song couple bercerai, tampaknya kita memang butuh role model baru untuk sebuah relationship goal. Bener nggak sih? Yah, semoga The Biebers bisa samawa selamanya yah. Amin!
Tapi oh tapi, sebuah pernikahan itu bukanlah ending dari suatu cerita. Kalau di dongeng sih, Cinderella happy ending dengan pernikahannya. Akan tetapi, itu sayangnya enggak berlaku di dunia nyata yang penuh dengan kepahitan hidup ini.
Di kenyataan, sebuah pernikahan justru merupakan awal hidup yang sebenarnya. Karena di depan nanti, pasangan yang sudah menikah harus siap dengan berbagai tantangan baru–yang enggak pernah dirasakan atau dibayangkan saat masih lajang. Mulai dari punya anak, nyekolahin anak, masalah rumah, masalah pendapatan, sampai soal selera makanan yang ternyata enggak cocok.
Keuangan memang bisa menjadi akar masalah yang paling besar dialami oleh pasangan suami istri mana pun, tak terkecuali Justin Bieber dan Hailey Baldwin–meski keduanya adalah artis dunia, yang bisa dipastikan enggak bakal kekurangan uang.
Nggak bakal kekurangan uang? Yakin? Bukankah sifat dasar manusia itu selalu merasa enggak cukup?
So, Justin Bieber semoga sih sudah punya perencana keuangan sendiri ya, yang bisa bantuin untuk mengelola keuangan setelah menikah sama Hailey Baldwin. Kalau belum, well, barangkali bisa mulai dari beberapa langkah berikut untuk menjadi perencana keuangan untuk keluarga sendiri.
5 Langkah Mengelola Keuangan Setelah Menikah untuk Justin Bieber dan Hailey Baldwin
1. Terbuka soal keuangan
Apalagi ini berdua kan sama-sama artis. Justin Bieber adalah penyanyi kelas dunia, sedangkan Hailey adalah seorang model profesional, dan sesekali main film–selain terkenal sebagai anak dari Stephen Baldwin.
Keduanya harus saling terbuka soal riwayat keuangan masing-masing sejak awal, demi menghindari konflik-konflik yang tak perlu. Misalnya, ada saja kemungkinan pendapatan Hailey lebih banyak ketimbang Justin–wah, barangkali kalau di Indonesia hal ini sudah jadi perkara besar ya, yang harus dibicarakan sejak awal.
Begitu juga dengan riwayat utang. Jika masing-masing membawa riwayat utang ke dalam pernikahan, maka hal ini juga harus diungkapkan sejak awal.
2. Kompak merumuskan tujuan finansial
Setelah mengetahui kebiasaan dan riwayat masing-masing terkait kondisi keuangan, Justin Bieber dan Hailey Baldwin harus duduk bersama–kalau Mbak Ligwina Hananto menyebutnya dengan Money Date–untuk membicarakan masalah keuangan keluarga ini bareng-bareng.
Mulai dari mencari solusi terhadap masalah keuangan yang mungkin sudah ada sejak keduanya belum menikah, sampai menentukan tujuan finansial jauh ke depan. Bagaimana berdua harus menyelesaikan utang, menyiapkan dana pendidikan–apalagi kalau berencana untuk segera punya anak. Dan, dana pensiun pastinya. Bukan nggak mungkin kan, baik Justin Bieber maupun Hailey Baldwin pengin pensiun dari profesi artis.
Capek juga kali jadi artis kan. Jangan dikira cuma santai-santai atau hura-hura kayak di foto mereka di media sosial doang lo!
3. Berbagi peran
Meski keduanya punya pendapatan yang besar, tapi pasti biaya hidup mereka juga lebih banyak ketimbang para rakyat jelata. Sehingga pembagian peran dalam pengelolaan keuangan keluarga ini tetap harus ada.
Apalagi nanti di saat sulit. Namanya manusia, katanya punya hidup bagaikan roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Suami dan istri adalah partner, punya posisi yang sejajar. Karena itu, susah senang harus ditanggung bersama. Kan katanya, “I will love you for better or worse.” kan?
Tanpa pembagian peran yang baik, hal ini enggak akan bisa dilakukan.
4. Saling melupakan ego
Ego masing-masing akan mulai tampak–biasanya–di masa-masa setelah acara pernikahan berlangsung. Setelah honeymoon berlalu, nah … di situlah biasanya kenyataan hidup berkeluarga yang rumit mulai muncul sedikit demi sedikit.
Ego bisa juga muncul, hingga menghambat upaya berkomunikasi. Padahal, untuk bisa terbuka dan berkompromi, komunikasi harus lancar.
5. Saling mengingatkan
Ego dikurangi, selanjutnya harus saling mengingatkan terhadap peran masing-masing. Komunikasi adalah koentji. Dalam hal apa pun di hidup berkeluarga, akan memerlukan usaha komunikasi yang intens. Apalagi kalau masalahnya tentang keuangan.
Bisa saja di awal sudah bisa saling terbuka perihal masalah keuangan masing-masing, ternyata kemudian ada yang punya tabungan rahasia untuk keperluan rahasia. Ckckck.
Kalau masih bermasalah dengan komunikasi, ada baiknya barangkali Justin Bieber ataupun Hailey Baldwin ceki-ceki jadwal kelas finansial online QM Financial. Bulan Oktober ini sih ada kelas couple nih, kelas yang khusus didedikasikan untuk para pasangan suami istri agar bisa mendiskusikan masalah keuangan keluarga.
So, happy wedding, Justin Bieber dan Hailey Baldwin. Semoga enggak seperti couple goals lain–misalnya Song Song Couple atau Brangelina–yang telah mengaburkan arti cinta sejati dengan perpisahan mereka. Tsah.
Samawa ya!
Terlalu Banyak Izin Sakit Hingga Tingkat Ketidakhadiran di Kantor Naik? Coba Atasi dengan 5 Langkah Berikut!
Dalam suatu organisasi perusahaan, adalah penting untuk semua elemen agar dapat bekerja sama dengan baik, seiring sejalan. Kompak, begitulah singkatnya. Tapi, apa daya kalau terlalu banyak karyawan yang sering izin sakit atau izin-izin yang lainnya, sehingga ketidakhadiran di kantor menjadi meningkat?
Pastinya kinerja organisasi akan terganggu ya? Akan terjadi ketimpangan sana-sini sehingga proses bisnis pun menjadi nggak berjalan lancar seperti yang diharapkan.
Tentu saja, pihak perusahaan harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi persoalan banyaknya izin sakit dan izin-izin lainnya ini. Tentunya, kalau benar-benar sakit, karyawan memang seharusnya beristirahat, supaya lekas pulih. Namun, bagaimanapun tingkat ketidakhadiran harus ditekan, agar tim bisa produktif lagi. Apa yang bisa dilakukan? Mari kita lihat.
5 Hal untuk menekan tingkat ketidakhadiran karyawan karena izin sakit
1. Punyai kebijakan yang jelas
Yang pertama harus dicek adalah apakah perusahaan sudah mempunyai regulasi dan kebijakan yang jelas mengenai absensi izin sakit ini?
Berapa lama karyawan diizinkan untuk tidak masuk kerja lantaran sakit? Apakah izinnya harus melampirkan surat dokter? Kalau karyawan izin sakit terlalu lama hingga batas waktu tertentu, apa kebijakan selanjutnya? Dan seterusnya.
Setelah dirumuskan secara detail, jangan lupa untuk disosialisasikan pada karyawan, agar mereka paham mengenai hak dan kewajiban mereka, terutama terkait absensi ini. Jika ada konsekuensi yang menyertai ketidakhadiran karyawan–dengan alasan apa pun termasuk sakit–juga harus diumumkan dan dijelaskan, agar tercapai kesepakatan di awal.
2. Dengarkan keluhan dan kebutuhan karyawan
Alasan ketidakhadiran karyawan di kantor bisa saja tidak melulu karena izin sakit. Bisa juga alasan yang lain. Alasan lain apa?
Nah, ini yang harus digali lebih dalam oleh pihak perusahaan, melalui divisi HR. Salah satunya yang harus diwaspadai adalah masalah keuangan pribadi karyawan, yang bisa berdampak besar pada kinerjanya. Misalnya saja, si karyawan terlilit utang yang besar hingga menimbulkan stres padanya. Stres yang dialami kemudian membuatnya merasa sakit–sakit kepala, mual, diare, dan berbagai keluhan sakit lainnya.
Kalau permasalahannya seperti ini, pengobatan ke dokter enggak akan menyelesaikan masalah, kan? Penyelesaiannya adalah karyawan dibantu mengatasi masalah keuangannya hingga tuntas, hingga ia bebas utang, misalnya. Salah satu caranya adalah dengan memberikan edukasi literasi keuangan yang komprehensif untuknya, seperti yang biasa dilakukan dalam #QMTraining, yaitu program pelatihan interaktif untuk karyawan di perusahaan.
3. Beri support sebaik-baiknya
Saat si karyawan izin sakit dan istirahat di rumah, berikan dia support. Beri ucapan semoga lekas sembuh, telepon di waktu-waktu tertentu yang tidak mengganggunya untuk menanyakan, apakah butuh bantuan supaya bisa lekas pulih. Misalnya, menguruskan asuransi dan mengganti biaya pengobatan secepatnya.
Dengan perhatian-perhatian kecil seperti ini, karyawan akan merasa dibutuhkan. Jangan remehkan timbulnya perasaan ini, karena perasaan “dibutuhkan” ini akan membuatnya tak sabar untuk kembali ngantor dan bekerja lo.
So, sekali lagi, beri ia support secukupnya (yang pasti ya jangan malah mengganggu istirahatnya dengan menanyakan berbagai tetek-bengek pekerjaan yang bikin dia tambah pusing sih.), dan tanyakan kapankah ia bisa mulai aktif lagi karena perusahaan membutuhkannya.
4. Perlu kerja sama dari para supervisor dan manajer
Nggak hanya para staf HR saja yang bertanggung jawab atas usaha untuk menekan tingkat ketidakhadiran karena izin sakit ini, tetapi juga para supervisor dan manajer yang ada.
Diskusikan dengan mereka, apa yang perlu dilakukan untuk bisa menekan tingkat ketidakhadiran dengan alasan izin sakit ini. Bagaimanapun, merekalah penentu load kerja pada karyawan dan anak buah, bukan?
5. Pastikan lingkungan dan kondisi kerja nyaman
Nah, yang terakhir ini tak kalah penting, yaitu memastikan lingkungan dan kondisi kerja yang nyaman bagi karyawan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya.
Lingkungan dan kondisi kerja yang nyaman ini juga merupakansalah satu bentuk kompensasi nonfinansial yang dapat sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas karyawan lo. Jadi, jangan abaikan jika ternyata karyawan merasa tak nyaman bekerja di kantor.
Nah, itu dia beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menekan tingkat ketidakhadiran di kantor karena izin sakit.
QM Financial bersedia membantu perusahaan mana pun untuk memberikan edukasi keuangan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan karyawan lo! Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.