Doom Spending: Mengapa Kita Terus Berbelanja Saat Stres dan Cemas?
Generasi Z dan segala macam trennya. Setelah loud budgeting, soft saving, sekarang muncullah doom spending. Istilah ini belakangan meriah sekali dibicarakan di media sosial.
Sebenarnya, doom spending bukanlah tren yang baru-baru amat. Bahkan, situs Psychology Today sudah membahasnya sejak tahun lalu, ketika ada survei baru oleh Qualtrics, yang diinisiasi oleh Intuit Credit Karma, mengungkap fakta bahwa sebanyak 27% respondennya melakukan doom spending.
Dari survei tersebut, kemudian dibahaslah fenomena doom spending yang sebenarnya banyak dilakukan juga oleh generasi lain. Kalau dilihat dari asal muasalnya, doom spending memang bisa terjadi pada siapa pun, apalagi kalau yang bersangkutan suka melakukan scrolling di media sosial.
Ah, tapi yang sekarang lagi ngehits memang generasi Z sih. So, coba yuk, kita bahas.
Table of Contents
Apa Itu Doom Spending?
Doom spending adalah tindakan belanja impulsif sebagai tanggapan terhadap tekanan emosional. Perilaku ini biasanya dipicu oleh pemberitaan buruk atau suasana yang suram. Belanja seperti ini cenderung dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan sejenak.
Dalam praktiknya, pembelian barang sering kali sebenarnya enggak dibutuhkan. Karena tujuannya ya itu tadi, untuk menciptakan perasaan yang “baik-baik saja” tetapi sementara. Namun, di sisi lain, hal ini dapat berdampak buruk pada kondisi keuangan.
Fenomena ini biasanya terkait erat dengan doomscrolling. Doom scrolling adalah kebiasaan membaca berita negatif yang berlebihan. Kebiasaan ini memperparah pandangan negatif terhadap masa depan dan meningkatkan perilaku belanja impulsif.
Baca juga: Loud Budgeting: Tren Keuangan yang Lagi Viral di Kalangan Gen Z
Mengapa Kita Melakukan Doom Spending?
Ya, kalau mau dijawab secara singkat sih sudah jelas jawabannya dari definisi di atas. Karena dengan belanja, kita pengin merasa baik-baik saja. Kalau mau didetailkan, berikut adalah penyebab yang akhirnya mendorong kita untuk melakukan doom spending.
1. Pencarian Kenyamanan Sesaat
Pencarian kenyamanan sesaat melalui belanja adalah fenomena umum yang memanfaatkan respons biologis tubuh. Ketika berbelanja, otak melepaskan dopamin, hormon yang terkait dengan kesenangan dan kepuasan. Pelepasan ini memberikan sensasi bahagia sementara, yang membuat aktivitas ini menarik sebagai cara untuk mengurangi stres atau kecemasan.
Kita cenderung menggunakan belanja sebagai mekanisme mengatasi yang cepat dan mudah karena memberikan kelegaan instan dari tekanan emosional. Makanya, belanja akhirnya menjadi pilihan populer di saat-saat sulit.
Jadi, siapa nih yang semakin stres semakin banyak belanjaannya?
2. Mengalihkan Perhatian
Pengalihan dari kecemasan melalui belanja sering kali dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi pemberitaan atau peristiwa yang menimbulkan stres. Dengan memfokuskan perhatian pada aktivitas seperti berbelanja, yang lebih menyenangkan dan menghibur, kita bisa sementara melupakan masalah yang lebih besar.
Belanja juga memberikan perasaan memiliki kontrol atas situasi, meskipun dalam kenyataannya kontrol tersebut mungkin cuma ilusi. Kegiatan ini menjadi cara efektif untuk mengatur emosi dan merasa seolah-olah ada tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi, meskipun hanya bersifat sementara dan enggak mengatasi akar masalah.
3. Pengaruh Media Sosial dan Iklan
Pengaruh media sosial dan iklan sangat kuat dalam mendorong perilaku belanja, terutama saat kita sedang emosional. Media sosial sering kali memperlihatkan gambaran gaya hidup mewah dan produk-produk terbaru yang menarik, bikin kita jadi mupeng juga untuk memiliki hal yang sama.
Hal ini lantas mendorong kita untuk berusaha meniru apa yang kita lihat. Biarpun hal ini di luar kemampuan finansial kita sebenarnya.
Selain itu, iklan yang dirancang secara khusus untuk menargetkan emosi juga bisa efektif. Apalagi kalau kita sedang dalam kondisi emosional yang labil. Iklan kayak gini tuh banyak banget loh, bisa kita temukan wira wiri di media sosial. Apalagi kalau talentnya influencer yang kita follow banget. Pasti deh, ada nyangkutnya.
4. Pengaruh Lingkungan dan Sosial
Peer pressure, istilah kerennya. Faktor lingkungan dan sosial memainkan peran penting dalam mendorong perilaku belanja. Melihat orang lain menikmati barang-barang baru atau pengalaman belanja yang menyenangkan sering kali menciptakan rasa ingin memiliki yang serupa.
Hal tersebut terutama umum terjadi kalau kita punya sirkel tertentu. Di dalam grup atau komunitas yang cenderung konsumtif, norma-norma sosial mengenai belanja bisa sangat memengaruhi anggotanya. Komunitas semacam itu sering kali menggunakan belanja sebagai cara untuk mengatasi stres atau sebagai aktivitas sosial yang menyenangkan. Akhirnya perilaku tersebut pun dianggap sebagai solusi untuk menghadapi ketidakpastian atau tekanan emosional yang normal saja.
5. Pesimis terhadap Masa Depan
Pandangan pesimis terhadap masa depan sering kali berakar dari rasa tak berdaya mengenai situasi ekonomi atau pribadi.
Kalau mau diamati, akhir-akhir ini memang banyak sekali keluhan terkait ekonomi—termasuk persoalan keuangan pribadi. Mulai dari penghasilan yang tak kunjung naik, pemotongan pajak dan iuran ini itu, sampai harga-harga kebutuhan yang merambat naik terus.
Ketika orang cenderung untuk pesimis akan masa depan, terkait perkembangan yang terjadi belakangan, mereka akan mencari solusi instan untuk mengatasi perasaan enggak nyaman tersebut. Belanja menjadi salah satu pilihan karena memberikan gratifikasi dengan segera.
Perasaan puas sementara ini dilihat sebagai obat untuk kegelisahan tentang masa depan, walaupun hanya memberikan solusi jangka pendek.
Mereka beranggapan, bahwa daripada menghadapi ketidakpastian dengan strategi jangka panjang yang akhirnya juga sama-sama bikin mumet—karena tetap saja enggak ada kepastian—mendingan dipakai saja buat belanja yang bisa memberikan kepuasan langsung.
Nah, inilah mengapa, meskipun sadar akan potensi dampak negatif jangka panjang, belanja tetap menjadi pilihan karena memberikan perasaan bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki suasana hati saat itu juga.
Baca juga: Soft Saving ala Gen Z: Plus dan Minusnya
Memahami doom spending bukan hanya tentang mengetahui artinya, tetapi juga tentang mengenali dampaknya pada keuangan pribadi.
Langkah pertama untuk mengatasi kebiasaan ini adalah menyadari pemicu emosional dan situasional yang mendorongnya. Dengan kesadaran ini, strategi lebih efektif dapat dikembangkan untuk mengelola reaksi terhadap stres dan cemas, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak dan berkelanjutan dalam hal keuangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Anak Gen Z Enggak Tertarik Jadi PNS, Emang Iya?
Di tengah banyaknya pilihan karier yang ada, semakin sedikit anak muda yang tertarik jadi PNS. Bukan tanpa alasan, karier di sektor pemerintahan kini memang acap dianggap kurang menarik oleh generasi Z, yang kreatif, serbacepat, penuh inovasi, dan yang maunya juga serba-fleksibel.
Pertanyaannya, apa yang sebenarnya memengaruhi pandangan Gen Z terhadap profesi ini?
Faktor-faktor seperti proses rekrutmen yang panjang dan kurangnya peluang untuk berkembang cepat menjadi beberapa alasan utama. Profesi yang dianggap oleh gen X dan generasi sebelumnya sebagai jaminan stabilitas ekonomi dan sosial ini, kini tampaknya mulai kehilangan daya tariknya.
Dengan perkembangan teknologi dan perubahan nilai dalam masyarakat, Gen Z mencari lebih dari sekadar keamanan dalam memilih pekerjaan.
Table of Contents
Faktor yang Membuat Gen Z Ogah Jadi PNS
Banyak alasan mengapa anak Gen Z kurang tertarik menjadi pegawai negeri sipil atau PNS ini. Beberapa alasan utamanya adalah sebagai berikut.
1. Perubahan Prioritas Karier
Prioritas karier generasi Z berbeda signifikan dari generasi sebelumnya. Salah satunya soal fleksibilitas jam kerja dan lokasi. Gen Z menyukai pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk bekerja dari mana saja dan kapan saja. Hal ini jarang bisa ditemukan dalam struktur kerja PNS yang lebih tradisional.
Selain itu, gen Z juga lebih suka pekerjaan yang kreatif, yang memungkinkan berkembangnya pertumbuhan pribadi mereka. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi juga menjadi faktor krusial.
Intinya, gen Z enggak hanya mementingkan finansial belaka, tetapi mereka juga ingin dipenuhi waktunya untuk berkegiatan di luar pekerjaan. Kondisi ini sering kali sulit diwujudkan dalam pekerjaan PNS yang cenderung memiliki jam kerja tetap dan beban kerja yang dapat menguras waktu serta energi.
Baca juga: Soft Saving ala Gen Z: Plus dan Minusnya
2. Gen Z Enggak Suka Hal-Hal Monoton
Generasi Z menilai pentingnya lingkungan kerja yang dinamis dan penuh dengan inovasi, memungkinkan mereka untuk terus berkembang dan bereksperimen dengan ide-ide baru.
Mereka mencari pekerjaan yang enggak hanya menantang secara intelektual tetapi juga memungkinkan implementasi ide secara real-time, terutama di bidang teknologi dan kreativitas.
Sayangnya, banyak pekerjaan PNS cenderung monoton, dengan rutinitas yang tetap dan sistematis. Dalam prosesnya, hanya ada sedikit kesempatan untuk melakukan proses kreatif. Hal ini membuat pekerjaan tersebut kurang menarik bagi Gen Z yang mendambakan kebebasan berekspresi dan kesempatan untuk membuat dampak langsung melalui pekerjaan mereka.
3. Proses Rekrutmen Panjang
Proses rekrutmen untuk menjadi PNS dikenal panjang dengan kompetisi yang ketat. Kadang butuh berbulan-bulan, itu pun bisa jadi akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat,
Hal ini cukup mengganggu para gen Z yang tumbuh di era digital, semua-mua serbacepar dan efisien. Lamanya waktu dan ketidakpastian dalam proses seleksi PNS bisa membuat gen Z merasa frustrasi dan cenderung mencari alternatif karier lain yang lebih sejalan dengan ekspektasi mereka terhadap kecepatan dan efisiensi.
4. Gaji dan Insentif
Jadi PNS memang sering dianggap “aman”. Peluang untuk layoff cukup rendah, gaji juga pasti tepat waktu.
Namun, hal ini tak serta merta membuat gen Z tertarik jadi PNS. Menurut mereka, gaji awal dan insentif relatif rendah, terutama jika dibandingkan dengan potensi penghasilan di sektor swasta. Industri seperti teknologi dan start-up tidak hanya menawarkan gaji yang lebih kompetitif tetapi juga beragam bentuk kompensasi lain seperti saham perusahaan, bonus kinerja, kesempatan untuk bekerja secara fleksibel atau jarak jauh, dan sebagainya.
Faktor-faktor ini menjadi sangat menarik bagi Gen Z. Pasalnya, mereka tak hanya mencari kompensasi yang layak, tetapi juga keuntungan tambahan yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesempatan profesional. Dalam jangka panjang, hal ini membuat karier jadi PNS kurang menarik bagi mereka yang mengutamakan imbalan finansial dan profesionalisme yang dinamis.
5. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Media sosial dan platform digital memainkan peran besar dalam membentuk perspektif karier Gen Z. Melalui platform ini, mereka terpapar pada berbagai jenis pekerjaan yang mungkin enggak pernah dipertimbangkan oleh generasi sebelumnya.
Misalnya saja, content creator. Generasi sebelumnya enggak mengenal profesi ini. Sekarang, penghasilan content creator bisa dua digit per bulannya, dan banyak menjadi karier impian. Generasi sebelumnya juga banyak yang menganggap pekerjaan freelance adalah pekerjaan yang kurang menjanjikan. Namun, sekarang banyak freelancer sukses, bahkan berpenghasilan mata uang asing.
Jadi PNS dianggap ketinggalan zaman dan kurang menarik karena lebih lokal dan kurang berinteraksi dengan teknologi terbaru. Ini mendorong Gen Z untuk mengejar jalur yang mereka anggap lebih relevan dengan dunia modern dan aspirasi mereka.
6. Dorongan untuk Berwirausaha
Dorongan untuk berwirausaha sangat kuat di kalangan Gen Z. Mereka punya keinginan kuat untuk memiliki kontrol atas masa depan mereka sendiri. Banyak dari mereka tertarik pada ide membangun sesuatu dari awal, yang memungkinkan mereka untuk menjadi pemimpin dan pengambil keputusan utama.
Hal ini pastinya akan kurang terakomodasi kalau gen Z jadi PNS, karena selalu ada struktur dalam organisasi PNS di kantor mana pun.
Bergabung dengan startup atau merintis bisnis sendiri memberi gen Z kesempatan untuk bereksperimen dan mengambil risiko, hal-hal yang mereka nilai sebagai komponen penting untuk pertumbuhan pribadi dan profesional. Ini menarik bagi Gen Z, yang sering mencari cara untuk membuat dampak langsung dan mengukir jalur unik mereka sendiri di dunia kerja.
Karena faktor-faktor ini, banyak anak muda zaman sekarang lebih memilih untuk mengeksplorasi karier dengan enggak jadi PNS.
Baca juga: Perbedaan Cara Perencanaan Keuangan Generasi X, Millenials, dan Gen Z
Nah, gimana dengan kamu?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Soft Saving ala Gen Z: Plus dan Minusnya
Generasi Z telah memopulerkan berbagai tren, dan salah satu yang paling menarik adalah soft saving.
Metode ini menawarkan cara menabung yang lebih santai, yang mencerminkan nilai dan aspirasi generasi muda saat ini. Dengan fokus pada kualitas hidup dan kepuasan saat ini, soft saving menjadi gaya pengelolaan keuangan yang semakin banyak diadopsi di kalangan muda.
Namun, seperti semua strategi, pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang berdampak pada stabilitas finansial jangka panjang.
So, apakah kamu juga penganut aliran ini? Coba kita telaah lagi yuk, termasuk membahas plus dan minusnya.
Table of Contents
Pengertian Soft Saving
Soft saving merupakan cara menabung yang enggak terlalu membebanimu. Fokus utamanya bukan pada pengumpulan kekayaan jangka panjang, melainkan pada peningkatan kualitas hidup saat ini.
Hal ini mencakup investasi pada pengembangan pribadi dan kesehatan. Prinsipnya bisa dibilang berkebalikan dari metode menabung yang lebih tradisional—yang sering diadopsi oleh generasi sebelumnya—yang lebih banyak menekankan pentingnya keamanan finansial di masa mendatang.
Karakteristik Soft Saving
Dalam praktik soft saving, proporsi untuk menabung biasanya lebih kecil dibandingkan dengan cara menabung yang konvensional. Sebaliknya, sebagian besar penghasilan diarahkan untuk mendukung gaya hidup yang diinginkan saat ini.
Hal ini mencerminkan keinginanmu untuk hidup dengan lebih nyaman hari ini daripada menunda kesenangan demi keuntungan di masa depan. Istilahnya, kalau bisa sekarang, kenapa kudu besok?
Penyebaran dan Pengaruh Global
Konsep soft saving telah menyebar secara global dan bukan hanya fenomena lokal, alias cuma terjadi di Indonesia saja. Gen Z seluruh dunia tahu akan metode ini, dan sebagian besar memang melakukannya.
Populernya pendekatan ini didorong oleh konsep soft life, yang sering dipromosikan oleh influencer di berbagai platform media sosial. Soft life adalah pendekatan hidup yang mengedepankan ketenangan dan kesehatan mental, mengurangi tekanan untuk selalu berprestasi atau memenuhi standar sosial yang tinggi.
Prioritas dalam Soft Life dan Soft Saving
Pendekatan soft life menekankan pada pentingnya menjalani kehidupan yang lebih santai dan mengutamakan kesehatan mental. Untuk memenuhinya, banyak gen Z yang melakukan aktivitas seperti berolahraga secara teratur, mengikuti pola makan yang sehat, dan memilih pekerjaan yang menyenangkan, dibandingkan dengan mengejar kemewahan seperti mobil mahal atau karier yang prestisius. Pun dana pensiun yang mencukupi.
Pengikut soft life dan soft saving lebih memilih untuk memanfaatkan dana yang tersedia untuk kepuasan pribadi dan kesejahteraan mental, daripada pengorbanan jangka panjang.
Baca juga: Cara Belajar Manajemen Keuangan pada Generasi X, Millenial, dan Gen Z
Dampak Positif dari Soft Saving
Well, akan selalu ada dua sisi untuk semua hal, betul? Bagi generasi-generasi sebelumnya, gaya hidup soft saving bisa dibilang akan punya dampak buruk. Namun, di sisi lain, metode hidup ini ada juga bagusnya.
1. Keseimbangan Hidup yang Lebih Baik
Soft saving memungkinkan seseorang untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya dan waktu untuk kegiatan yang meningkatkan kualitas hidup saat ini. Misalnya seperti hobi, olahraga, atau belajar keterampilan baru. Intinya, melakukan hal-hal yang mengarah pada keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik.
2. Kesehatan Mental yang Lebih Baik
Soft saving mengurangi stres yang sering kali muncul dari tekanan keuangan jangka panjang. Dengan metode ini, kecemasan tentang masa depan berkurang, memungkinkan fokus lebih besar pada kesejahteraan dan kebahagiaan saat ini.
3. Fleksibilitas Finansial
Pendekatan ini lebih fleksibel dalam pengelolaan keuangan, memungkinkanmu untuk lebih cepat menyesuaikan anggaran sesuai dengan perubahan situasi atau prioritas hidup.
Dampak Negatif dari Soft Saving
Seperti yang sudah disebutkan di atas, pendekatan ini juga memiliki sisi lain yang perlu dipertimbangkan. Sebelum memutuskan untuk mengadopsi metode ini, penting untuk memahami beberapa dampak buruk yang mungkin timbul. Apa saja?
1. Ketidakamanan Finansial Jangka Panjang
Fokus pada kepuasan jangka pendek dan pengeluaran untuk gaya hidup saat ini bisa mengurangi kemampuan untuk menangani kebutuhan atau krisis finansial di masa depan. Termasuk di dalamnya adalah kekurangan dana untuk pensiun, perawatan kesehatan, atau situasi darurat lainnya.
2. Ketergantungan pada Pendapatan Tetap
Soft saving bisa jadi enggak ideal jika pendapatan kamu tidak stabil. Pengeluaran yang lebih tinggi untuk gaya hidup saat ini dapat berisiko jika tiba-tiba saja penghasilanmu menurun.
3. Potensi Kurangnya Investasi
Investasi dalam aset yang akan menjadi sumber penghasilan pasif di masa mendatang, misalnya seperti properti atau saham, bisa berkurang. Artinya, kamu bisa saja kehilangan peluang pertumbuhan kekayaan jangka panjang yang bisa lebih menguntungkan dibandingkan menikmati pengeluaran saat ini.
Baca juga: Loud Budgeting: Tren Keuangan yang Lagi Viral di Kalangan Gen Z
Apakah Metode Soft Saving Cocok untuk Semua Orang?
Soft saving bisa jadi enggak cocok untuk semua orang karena beberapa alasan. Efektivitasnya sangat bergantung pada situasi keuangan, tujuan finansial jangka panjang, dan kebutuhan masing-masing.
Berikut beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah soft saving cocok untuk diadopsi.
1. Stabilitas Pendapatan
Orang dengan pendapatan yang stabil dan dapat diprediksi mungkin lebih mampu menerapkan soft saving tanpa risiko keuangan besar. Contohnya, orang-orang yang sudah berstatus karyawan tetap atau sudah sampai ke jenjang manajerial.
Bagi mereka yang memiliki pendapatan yang fluktuatif atau tidak pasti, metode hidup seperti ini bisa menimbulkan risiko keuangan.
2. Tanggung Jawab Finansial
Kamu yang sudah memiliki tanggung jawab finansial yang lebih besar, seperti para sandwich generation, sudah berkeluarga, atau punya utang besar, rasanya pasti akan sulit dijalankan. Kamu membutuhkan strategi tabungan yang lebih konservatif untuk memastikan keamanan keuangan jangka panjang.
3. Tujuan Keuangan Jangka Panjang
Kamu yang memiliki tujuan jangka panjang seperti pengin punya rumah, pengin anaknya sekolah di sekolah terbaik, atau yang pengin menjalani FIRE, juga akan sulit menjalani gaya hidup seperti ini.
Kamu memerlukan strategi penghematan dan investasi yang lebih tradisional daripada soft saving.
4. Toleransi Risiko
Soft saving mengurangi penekanan pada pengumpulan aset dan tabungan. Hal ini enggak akan cocok bagi kamu yang lebih konservatif dalam hal keamanan finansial atau bagi yang ingin membangun kekayaan jangka panjang.
5. Kebutuhan Pribadi dan Prioritas
Gaya hidup, prioritas, dan nilai-nilai pribadi juga memengaruhi kecocokan soft saving. Bagi yang menghargai kebebasan dan kualitas hidup saat ini lebih tinggi daripada keamanan finansial di masa depan, pendekatan ini bisa jadi memang lebih menarik. Tetapi, enggak sebaliknya.
So, memang kembali pada pilihan hidup masing-masing.
Dalam mengambil keputusan apakah soft saving adalah pilihan yang tepat, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap situasi keuangan pribadi dan berdiskusi dengan penasihat keuangan untuk memastikan semua aspek keuangan tercakup dan seimbang.
Jadi, kesimpulannya, soft saving bisa saja sangat bermanfaat untuk kesehatan mental dan kualitas hidup saat ini, tetapi penting juga bagi kamu untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan finansial ini. Seimbangkan antara menikmati hidup saat ini dengan mempersiapkan keamanan di masa yang akan datang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Langkah Awal Freelancing: Panduan untuk Fresh Graduate
Sebagai generasi Z dan juga fresh graduate, barangkali kamu akan lebih tertarik untuk menjalani karier sebagai freelancer. Ada banyak hal yang memang lebih menarik dengan menjadi freelancer ketimbang melamar kerja kantoran. Fleksibilita adalah salah satunya.
Namun, memasuki dunia kerja sebagai fresh graduate membawa tantangan unik, terutama ketika memutuskan untuk mengejar karier sebagai freelancer. Banyak yang merasa terintimidasi dengan prospek bekerja secara mandiri.
Pasalnya, mengembangkan karier freelance membutuhkan lebih dari sekadar keahlian di bidang tertentu. Di sini, diperlukan juga kemampuan untuk mengelola berbagai aspek bisnis dan personal secara efektif.
So, kalau kamu kebetulan adalah seorang fresh graduate dan ingin mengejar karier impian sebagai freelancer sukses, artikel ini sudah pas buat kamu. Kita akan membahas wawasan dasar dan tip praktis untuk memulai perjalanan freelancing dengan percaya diri.
Table of Contents
Langkah Persiapan dan Tip Menjadi Freelancer untuk Fresh Graduate
1. Menentukan Scoop Kerja
Untuk memulai freelancing, idealnya, kamu harus menemukan sesuatu yang menjadi keahlianmu sekaligus yang banyak dicari. So, pemahaman tentang diri sendiri akan diperlukan.
Mulailah dengan introspeksi untuk mengenali keahlian dan minatmu. Tanya pada diri sendiri, apa yang sering kamu lakukan dengan baik? Apakah kamu sering dipuji atas keterampilan tertentu? Pikirkan proyek yang pernah kamu tangani, mungkin bersama teman-teman atau dosen, atau bisa juga pengalamanmu saat internship. Proyek mana yang paling kamu nikmati dan berhasil dengan baik?
Lihat tren pasar untuk mengetahui keahlian apa yang banyak dicari. Untuk saat ini, keahlian seperti pengembangan web, desain UI/UX, atau analisis data sering banget ada di peringkat tertinggi demand.
Memilih dan mengembangkan keahlian khusus sangat penting dalam membangun karier yang sukses sebagai freelancer, sementara masih fresh graduate. Dengan pemahaman yang baik tentang apa yang kamu tawarkan dan kepada siapa, kamu bisa lebih strategis dalam mencari dan mendapatkan proyek.
2. Bikin Portofolio
Sebagai freelancer, portofolio ibarat modal. Sebegitu mahapenting, sehingga kamu tidak boleh membuatnya dengan asal-asalan.
Tapi, kan fresh graduate belum pengalaman? Gimana bikin portofolionya?
Tenang, coba ingat-ingat lagi. Selama kuliah, kamu pernah bikin proyek atau tugas kuliah apa saja? Apakah ada yang dapat nilai bagus, atau dipuji dosen? Nah, karya-karya itu bisa kamu masukkan sebagai portofolio.
Selain itu, kamu juga bisa membuat proyek “fiktif”. Misalnya, kamu coba buat sebuah brief iklan untuk produk skincare. Kamu bikin marketing kit, mulai dari kemasan produk sampai konsep promosinya. Nah, kamu juga bisa memasukkannya ke dalam portofolio kamu.
Gunakan layout yang bersih dan profesional yang memudahkan calon klien untuk melihat dan menilai pekerjaanmu. Kamu bisa menyimpannya di Google Drive atau host lainnya. Kamu juga bisa mempostingnya di akun Instagram. Yang penting, pastikan mudah diakses sewaktu-waktu.
3. Promosikan Dirimu
Dalam dunia freelancing, pemasaran diri adalah kunci untuk mendapatkan lebih banyak peluang dan membangun reputasi profesional. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan jejaring sosial yang ada.
LinkedIn, misalnya, merupakan platform yang ideal untuk menghubungkan kamu dengan profesional lain dan menunjukkan keahlianmu di dunia kerja. Sementara itu, Instagram bisa menjadi tempat yang tepat untuk membagikan karya visualmu dan menarik perhatian dengan visual yang menarik.
Selain media sosial, memiliki website pribadi juga sangat membantu. Website ini bisa dijadikan sebagai rumah digital di mana kamu menampilkan portofolio pekerjaanmu, membagikan cerita sukses, dan menyediakan informasi kontak. Website menjadi titik sentral di mana klien potensial bisa memahami lebih dalam tentang apa yang kamu tawarkan dan bagaimana mereka bisa berkolaborasi denganmu.
Tidak kalah pentingnya adalah keberadaan di platform freelancing. Situs seperti Upwork, Freelancer, atau Sribulancer memberikan kamu akses langsung ke ribuan peluang kerja yang sesuai dengan keahlianmu. Mendaftar di platform tersebut memungkinkan kamu untuk menjelajah berbagai proyek, dari yang kecil hingga proyek besar, dan memulai pembicaraan dengan klien dari seluruh dunia.
4. Pikirkan Aspek Legal dan Finansial
Mengatur aspek legal dan finansial adalah bagian penting dari menjadi freelancer yang sukses. Meski baru mulai dan masih fresh graduate, adalah penting bagi kamu untuk memahami dan mengelola perizinan sejak awal. Jadi, pastikan kamu segera punya NPWP, dan belajar tentang hak cipta dan kontrak kerja sama.
Sisi keuangan juga tidak kalah pentingnya. Sebagai freelancer, kamu perlu jeli dalam menetapkan tarif yang enggak hanya kompetitif tapi juga mencerminkan kualitas pekerjaanmu.
Segera kelola juga keuanganmu dengan baik. Ingat, salah satu tantangan terbesar menjadi freelancer adalah penghasilannya tidak pasti. Bisa jadi dalam bulan ini kamu mendapatkan penghasilan yang besar, tetapi zonk di bulan depan. Jadi, kamu harus belajar menjaga cash flow sebaik mungkin. Jangan lupa, untuk memisahkan keuangan bisnis dari keuangan pribadimu.
Baca juga: Cara Menentukan Tarif Freelance yang Bukan Harga Teman
5. Siap Mental dan Disiplin
Menjadi freelancer membutuhkan persiapan mental dan kemampuan manajemen waktu yang baik. Tanpa supervisi langsung dari atasan, kamu harus mampu menjaga disiplin diri untuk mengatur jadwal kerjamu sendiri dan tetap termotivasi.
Kamu harus bisa mengatur waktu, kapan mengerjakan proyek dan kapan istirahat agar enggak kelelahan.
Selain itu, networking dengan freelancer lain juga sangat penting. Bergabung dengan komunitas atau jaringan profesional bisa memberikan dukungan, memungkinkan pertukaran ide, dan membantu kamu mendapatkan wawasan baru yang berguna untuk pengembangan karier.
Networking juga bisa menjadi sumber peluang kerja baru, yang akan sangat membantu dalam mempertahankan kelangsungan bisnismu. Dengan mengelola waktu dengan bijak dan memperluas jaringan sosialmu, kamu akan bisa menjalani dunia freelancing dengan lebih efektif dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada, meskipun masih fresh graduate.
Baca juga: Tip Atur Uang buat Freelancer Pemula
Memulai perjalanan sebagai freelancer bisa menjadi salah satu keputusan paling berharga bagi fresh graduate yang mencari kebebasan dalam berkarier dan mengeksplorasi potensi diri. Dengan persiapan yang matang dan pendekatan yang terarah, langkah-langkah awal ini tidak hanya akan membangun dasar yang kuat tetapi juga membuka banyak pintu untuk kesempatan yang lebih luas di masa depan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Menjaga Kesehatan Keuangan Generasi Z
Menjaga kesehatan keuangan menjadi aspek krusial bagi generasi Z yang mulai memasuki dunia kerja dan kehidupan mandiri saat ini.
Kesehatan keuangan ini enggak hanya soal punya cukup uang untuk kebutuhan sehari-hari saja lo. Namun, juga tentang bagaimana mengelola pengeluaran, menabung, dan merencanakan masa depan dengan bijak.
Apalagi nih, tantangan finansial di era digital semakin kompleks dengan adanya berbagai pilihan investasi, peluang penghasilan tambahan, dan godaan konsumsi yang terus meningkat.
Table of Contents
Pentingnya Menjaga Kesehatan Keuangan bagi Gen Z
Generasi Z dikenal sebagai generasi yang melek teknologi dan memiliki akses mudah ke beragam informasi. Dengan banyaknya tantangan yang ada, tak banyak gen Z yang bisa menjaga kesehatan keuangannya dengan baik. Padahal, hal ini penting banget.
Berikut adalah alasan mengapa menjaga keuangan yang sehat itu sangat penting bagi gen Z.
1. Kemampuan Menghadapi Ketidakpastian
Kesehatan keuangan memungkinkan generasi Z untuk lebih siap menghadapi situasi tak terduga. Karena situasi seperti ini bisa terjadi pada setiap orang. Misalnya saja seperti kehilangan pekerjaan, krisis ekonomi, atau keadaan darurat kesehatan tanpa harus terjerat utang.
2. Mandiri Secara Finansial
Dengan mengelola keuangan dengan baik, generasi Z dapat mencapai kemandirian finansial lebih cepat. Bisa segera enggak bergantung pada orang tua atau pihak lain.
Baca juga: 61% Orang Tua Masih Support Finansial pada Anak Dewasa, Apa Kabar Kemandirian Finansial?
3. Masa Depan yang Lebih Baik
Kesehatan keuangan yang baik membuka jalan untuk investasi di masa depan, seperti membeli rumah, memulai bisnis, atau menyiapkan dana pendidikan bagi anak-anak.
4. Kesehatan Mental
Nah, ini nih. Memang cocok buat gen Z yang sedikit-sedikit bahas soal kesehatan mental. Tahukah kamu, bahwa masalah keuangan sering kali menjadi sumber stres. So, kalau kalau kamu pengin punya kesehatan mental yang baik, maka mulailah dengan membangun keuangan yang sehat.
Dijamin deh, langkah menyehatkan mental berikutnya akan lebih mudah.
5. Mencapai Tujuan Keuangan
Dengan keuangan yang sehat, gen Z di mana pun, dengan profesi apa pun, penghasilan berapa pun, akan dimungkinkan untuk lebih mudah mencapai tujuan finansial masing-masing. Mulai dari tujuan finansial jangka pendek, menengah, hingga panjang. Bahkan FIRE.
6. Pembentukan Kebiasaan Baik
Dengan mulai menjaga kesehatan keuangan sejak dini, generasi Z dapat membentuk kebiasaan finansial yang baik yang akan bermanfaat dalam jangka panjang. Bahkan sepanjang hidup.
7. Menghindari Jeratan Utang
Pengelolaan keuangan yang baik membantu generasi Z untuk menghindari utang berlebihan dan masalah kredit yang dapat membatasi peluang finansial di masa depan. Enggak ada lagi ditolak kerja karena BI Checking skornya tinggi.
Menjaga kesehatan keuangan adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan banyak manfaat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, bagi Generasi Z.
Syarat Keuangan Sehat bagi Gen Z
Nah, terus kalau memang keuangan yang sehat itu penting, lantas apa saja syaratnya? Kondisi seperti apa yang bisa disebut sebagai keuangan yang sehat untuk gen Z?
Berikut adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi jika ingin memiliki kesehatan keuangan yang baik untuk gen Z:
- Pendapatan Stabil: Memiliki sumber pendapatan yang tetap dan memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta mencapai tujuan finansial jangka panjang.
- Anggaran yang Terencana: Menyusun dan mematuhi anggaran bulanan yang mencakup semua pengeluaran dan pendapatan. Hal ini akan dapat membantu mengontrol pengeluaran dan mengidentifikasi area di mana penghematan bisa dilakukan.
- Tabungan yang Cukup: Menyisihkan sebagian pendapatan secara rutin untuk ditabung. Idealnya, memiliki dana darurat yang setara dengan 3-6 bulan pengeluaran bulanan.
- Manajemen Utang yang Baik: Mengelola utang dengan bijak. Ini berarti membayar utang tepat waktu, menghindari utang konsumtif yang tidak perlu, dan memastikan total utang tidak melebihi kemampuan untuk membayar.
- Investasi yang Tepat: Menginvestasikan sebagian dari pendapatan untuk mendapatkan keuntungan di masa depan. Ini bisa berupa investasi di pasar saham, reksa dana, properti, atau instrumen investasi lainnya yang sesuai dengan profil risiko.
- Asuransi yang Memadai: Memiliki asuransi yang sesuai untuk melindungi dari risiko finansial yang tidak terduga, seperti asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi lainnya yang relevan.
- Pensiun yang Terencana: Menyiapkan dana pensiun sejak dini untuk memastikan kenyamanan finansial di masa tua. Ini bisa melalui program pensiun perusahaan, tabungan pensiun, atau investasi lainnya yang ditujukan untuk masa pensiun.
- Pengelolaan Pengeluaran yang Bijak: Membuat keputusan pengeluaran yang bijak dengan membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Menghindari pembelian impulsif dan memastikan pengeluaran sejalan dengan anggaran.
- Catatan Keuangan yang Rapi: Memiliki catatan keuangan yang rapi dan teratur untuk memantau arus kas, pengeluaran, utang, dan investasi. Ini membantu dalam membuat keputusan finansial yang lebih baik.
- Kebiasaan Menabung dan Berinvestasi: Membentuk kebiasaan menabung dan berinvestasi sejak dini untuk mencapai tujuan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
Baca juga: Cara Perencanaan Keuangan untuk Gen Z yang Pengin Mencapai Stabilitas Finansial
Dengan memenuhi syarat-syarat di atas, sebagai gen Z, kamu pasti bisa mencapai dan mempertahankan kesehatan keuangan dengan baik. Selain itu, kamu juga akan siap menghadapi berbagai tantangan finansial ke depannya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Cara Belajar Manajemen Keuangan pada Generasi X, Millenial, dan Gen Z
Beda generasi, beda karakter, ya wajar kalau beda cara belajar manajemen keuangan yang dilakukan. Jangankan keuangan, cara berpikir saja berbeda. Makanya, generasi X enggak akan cocok kalau belajar dengan cara generasi Z, and vice versa.
Karena itu, mengenali karakteristik masing-masing itu penting. Harapannya, dengan tahu mengenai karakteristik ini, kamu bisa menyesuaikannya dengan kecenderungan tersebut, sehingga hasilnya bisa lebih baik dan efektif.
Table of Contents
Cara Belajar Manajemen Keuangan yang Cocok untuk Setiap Generasi
So, kali ini kita akan bahas mengenai kecenderungan cara belajar manajemen keuangan yang cocok dilakukan oleh masing-masing generasi. Coba cek, relate enggak nih denganmu?
1. Generasi X (lahir antara 1965-1980)
Kursus dan Pelatihan
Generasi X cenderung lebih menyukai aktivitas belajar keuangan ala old school, yang memungkinkan mereka untuk bertatap muka langsung dengan trainer. Apalagi kalau ada peserta lainnya juga. Dengan begitu, mereka lebih efektif dalam menyerap materi, dan suka mendapatkan insight dari teman-teman “senasib” yang turut hadir.
Mereka juga cenderung suka dengan validasi. Jadi, kalau ada semacam sertifikat, mereka akan suka sekali. Karena dengan demikian, kredibilitas mereka bisa dianggap valid.
Buku dan Materi Cetak
Generasi X umumnya juga suka membaca, terutama secara konvensional. Seperti buku, majalah, koran, dan sejenisnya. Mereka cenderung lebih percaya pada informasi yang disajikan dalam format ini karena dianggap ulasannya lebih indepth dan tepercaya.
Membaca buku-buku yang ditulis oleh pakar keuangan, seperti “The Intelligent Investor” oleh Benjamin Graham atau “Rich Dad Poor Dad” oleh Robert Kiyosaki, atau “100 Langkah untuk Tidak Miskin” oleh Ligwina Hananto menjadi salah satu metode yang diandalkan.
Selain itu, mengikuti perkembangan melalui publikasi profesional dan majalah seperti Forbes, The Economist, atau Wall Street Journal membantu generasi X tetap up-to-date dengan tren dan perubahan di dunia keuangan.
Mentorship dan Konsultasi
Generasi X juga lebih cocok dengan cara belajar manajemen keuangan dengan bimbingan langsung dari mentor atau konsultan keuangan yang berpengalaman. Mereka merasa bahwa nasihat langsung dari seorang ahli yang telah berpengalaman di bidangnya itu reliable dan lebih aplikatif.
Baca juga: Perbedaan Cara Perencanaan Keuangan Generasi X, Millenials, dan Gen Z
2. Generasi Milenial (lahir antara 1981-1996)
E-Learning dan Kursus Online
Generasi milenial cenderung memilih platform e-learning seperti Udemy dan sejenisnya. Pasalnya, cara belajar manajemen keuangan seperti ini memungkinkan fleksibilitas waktu dan tempat yang lebih luas. Kursus seperti ini juga memungkinkan generasi milenial untuk memilih topik yang ingin dipelajari sesuai kebutuhan.
So, sudah tahu kan, kalau QM Financial juga menyediakan banyak video e-learning dengan beragam topik di Udemy?
Aplikasi dan Software Keuangan
Generasi milenial juga cenderung lebih suka menggunakan aplikasi keuangan seperti Spendee atau Money Lover, juga aplikasi investasi mulai dari Bibit, Stockbit, dan sejenisnya untuk mengelola keuangan mereka. Aplikasi ini membantu mereka melacak pengeluaran, merencanakan anggaran, dan menginvestasikan uang dengan mudah melalui perangkat mobile.
Simulasi dan Permainan Keuangan
Milenial juga seneng banget sama hal-hal yang fun. So, simulasi dan permainan keuangan dapat menjadi cara belajar manajemen keuangan yang efektif bagi mereka.
Aplikasi seperti “Monopoly” versi digital atau permainan investasi simulasi memberikan pengalaman praktis dalam mengelola keuangan dan mengambil keputusan keuangan. Hal ini membantu milenial memahami konsep keuangan dalam konteks yang menyenangkan dan interaktif.
Komunitas Online dan Media Sosial
Bergabung dengan komunitas online di platform seperti Reddit (misalnya subreddits r/personalfinance atau r/investing) memungkinkan milenial untuk berbagi pengalaman, mendapatkan saran, dan belajar dari orang lain yang memiliki minat yang sama dalam manajemen keuangan. Diskusi dalam komunitas ini sering kali memberikan wawasan praktis dan solusi nyata untuk berbagai masalah keuangan.
Milenial juga banyak influencer dan pakar keuangan di platform seperti YouTube, Instagram, hingga TikTok. Dengan begitu, ada banyak tips, strategi, dan update terbaru yang bisa didapatkan. Video tutorial, postingan blog, dan podcast adalah beberapa format konten yang populer dan sering diakses.
So, sudah pada follow Instagram, TikTok, YouTube, dan Podcast QM Financial juga kan?
3. Generasi Z (lahir setelah 1996)
Microlearning dan Konten Interaktif
Generasi Z punya attention span yang paling sempit di antara ketiga generasi. So, mereka lebih suka pembelajaran dalam format yang cepat dan mudah dicerna, seperti video pendek, infografis, dan modul interaktif.
Video pendek memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep penting dalam waktu singkat, sementara infografis membantu menyajikan data dan informasi dengan visual yang menarik dan mudah dipahami. Modul interaktif yang mencakup kuis dan tugas praktis juga meningkatkan keterlibatan dan pemahaman mereka.
Karena itu, platform seperti TikTok dan Instagram sangat populer bagi generasi Z. Jika milenial masih suka melihat foto dan suka membaca konten, generasi Z memang lebih tertarik ke gambar bergerak. Karena itu, konten-konten dalam bentuk video dengan durasi pendek sangat menarik bagi mereka.
Mereka bisa belajar tentang manajemen keuangan, investasi, dan pengelolaan uang secara efektif melalui konten yang kreatif dan menghibur.
Gamifikasi
Generasi Z sering menggunakan aplikasi yang menggabungkan elemen permainan untuk mempelajari konsep keuangan. Aplikasi seperti Habitica, yang mengubah tugas harian menjadi tantangan yang gamified, membantu mereka dalam mengelola keuangan sambil mencapai tujuan pribadi lainnya. Elemen seperti poin, level, dan penghargaan dalam aplikasi ini membuat pembelajaran lebih menarik dan memotivasi.
Media Digital dan Podcast
Mirip seperti milenial, generasi Z juga suka mengikuti podcast keuangan untuk belajar sambil beraktivitas, seperti saat berolahraga, berkendara, atau bersantai. Beberapa podcast populer di kalangan generasi Z termasuk “The Dave Ramsey Show” dan “Millennial Money”. Nah, perlu juga sih ditambah dengan podcast QM Financial, yang pasti akan lebih relate daripada podcast luar.
Baca juga: 5 Mitos tentang Belajar Finansial untuk Pemula
Cara belajar manajemen keuangan yang disesuaikan dengan karakteristik generasi masing-masing sangat penting untuk memastikan efektivitas dan kenyamanan dalam mempelajari manajemen keuangan.
Bagi generasi X, interaksi langsung dan metode tradisional tetap menjadi pilihan utama. Sementara itu, milenial dan generasi Z lebih cenderung memanfaatkan teknologi dan pendekatan modern seperti e-learning, aplikasi keuangan, dan konten digital.
Dengan memahami preferensi ini, setiap orang dimungkinkan untuk dapat menciptakan strategi cara belajar manajemen keuangan yang lebih tepat guna dan relevan. Hal ini akan dapat membantu setiap generasi mencapai tujuan keuangan masing-masing dengan lebih baik dan lebih percaya diri.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Perbedaan Cara Perencanaan Keuangan Generasi X, Millenials, dan Gen Z
Cara perencanaan keuangan sangat berbeda antara Generasi X, Milenial, dan Generasi Z. Setiap generasi tumbuh dalam lingkungan ekonomi dan teknologi yang berbeda, sehingga memengaruhi cara mereka mengelola dan merencanakan keuangan.
Faktor-faktor seperti akses ke teknologi, pengalaman masa lalu, dan nilai-nilai yang dianut turut membentuk pendekatan masing-masing generasi terhadap keuangan pribadi.
Perbedaan ini mencerminkan bagaimana setiap generasi memprioritaskan tujuan finansial mereka. Meskipun semua generasi bertujuan mencapai stabilitas keuangan, metode dan alat yang digunakan untuk mencapainya bisa sangat berbeda.
Memahami karakteristik unik dari setiap generasi dapat membantu mengidentifikasi pola dan strategi yang paling efektif dalam perencanaan keuangan mereka.
So, coba yuk, kita lihat.
Table of Contents
Karakteristik Kebiasaan Keuangan Generasi X, Milenial, dan Generasi Z
Berikut adalah beberapa karakteristik generasi X, milenial, dan generasi Z terkait kebiasaan keuangan masing-masing yang cukup khas.
1. Karakteristik Generasi X (lahir sekitar 1965-1980)
- Generasi X cenderung lebih konservatif dalam mengelola uang, lebih memilih untuk menabung dan memiliki tabungan pensiun yang aman.
- Mereka lebih percaya diri untuk berinvestasi dalam instrumen keuangan tradisional seperti saham, obligasi, dan properti.
- Generasi X juga cenderung berhati-hati dalam mengambil utang. Kalaupun ada utang, paling banter adalah KPR. Mereka umumnya mengelola utang secara bertanggung jawab.
- Generasi ini lebih memperhatikan asuransi kesehatan dan jiwa sebagai bagian dari perencanaan keuangan.
2. Karakteristik Generasi Milenial (lahir sekitar 1981-1996)
- Milenial sangat nyaman menggunakan teknologi finansial (fintech) seperti aplikasi mobile banking, e-wallet, dan platform investasi online.
- Mereka cenderung menghabiskan lebih banyak untuk pengalaman, seperti traveling dan gaya hidup, dibandingkan menghabiskan uang untuk barang fisik.
- Milenial umumnya juga lebih terbuka untuk berinvestasi dalam bentuk aset alternatif seperti cryptocurrency dan crowdfunding.
- Banyak milenial memiliki utang konsumtif yang cukup signifikan, dan hal ini memengaruhi cara mereka mengelola keuangan.
3. Karakteristik Generasi Z (lahir sekitar 1997-2012)
- Generasi Z tumbuh dengan teknologi digital dan sangat nyaman menggunakan aplikasi finansial dan layanan online untuk mengelola keuangan.
- Mereka lebih tertarik pada kewirausahaan dan sering mencari peluang untuk menciptakan bisnis atau sumber pendapatan sampingan.
- Generasi ini cenderung lebih memperhatikan investasi yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan (SRI – Socially Responsible Investing).
- Generasi Z menunjukkan minat yang tinggi dalam pendidikan keuangan dan mencari informasi secara online untuk belajar tentang investasi dan pengelolaan uang.
So, setiap generasi memang memiliki pendekatan yang berbeda dalam manajemen keuangan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi, di antaranya adalah kondisi ekonomi, teknologi, dan nilai-nilai sosial yang berkembang pada masa mereka.
Baca juga: Mengelola Keuangan untuk Generasi TikTok: Dari FOMO ke JOMO (Joy of Missing Out)
Cara Perencanaan Keuangan yang Sesuai untuk Masing-Masing Generasi
Lalu, gimana cara perencanaan keuangan yang sesuai dengan karakter-karakter tersebut? Pastinya, juga enggak sama kan?
Berikut adalah beberapa cara perencanaan keuangan yang dapat disesuaikan dengan ciri khas dan karakteristik Generasi X, Milenial, dan Generasi Z:
1. Generasi X
- Diversifikasi Investasi: Investasikan di berbagai instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan properti untuk mengurangi risiko.
- Rencana Pensiun yang Kuat: Tingkatkan kontribusi ke dalam akun pensiun seperti BPJS Ketenagakerjaan, DPLK, hingga investasi dana pensiun mandiri, untuk memastikan kesejahteraan di masa pensiun.
- Asuransi: Pastikan memiliki asuransi kesehatan, jiwa, dan asuransi aset untuk melindungi diri dan keluarga.
- Perencanaan Warisan: Buat rencana warisan yang jelas termasuk surat wasiat dan trust untuk memastikan distribusi aset sesuai keinginan.
- Mengelola Utang: Kurangi utang dan hindari mengambil utang baru kecuali sangat diperlukan. Fokus pada pelunasan hutang yang ada.
2. Milenial
- Penggunaan Teknologi: Manfaatkan aplikasi keuangan untuk budgeting, pelacakan pengeluaran, dan investasi otomatis seperti aplikasi robo-advisor.
- Investasi yang Agresif: Pertimbangkan untuk mengalokasikan sebagian besar portofolio ke saham atau investasi berisiko tinggi lainnya karena masih memiliki waktu untuk pemulihan jika terjadi penurunan.
- Mengatasi Utang Konsumtif: Buat rencana pembayaran utang yang efisien, tekan utang baru kalau masih ada tanggungan, dan belajar lebih banyak mengenai utang produktif.
- Pentingnya Asuransi: Jangan lupakan pentingnya asuransi kesehatan dan jiwa untuk melindungi diri dari risiko tak terduga.
- Menabung untuk Tujuan Jangka Pendek dan Panjang: Sisihkan dana untuk tujuan jangka pendek seperti liburan, dan tujuan jangka panjang seperti membeli rumah atau pensiun.
3. Generasi Z
- Mulai Menabung Sejak Dini: Mulailah menabung dan berinvestasi sedini mungkin untuk memanfaatkan kekuatan bunga majemuk.
- Pendidikan Finansial: Manfaatkan sumber daya online untuk meningkatkan pengetahuan tentang investasi, perencanaan keuangan, dan manajemen uang.
- Kewirausahaan: Jika tertarik pada kewirausahaan, buat rencana bisnis yang solid dan pertimbangkan sumber pendanaan seperti crowdfunding atau modal ventura.
- Investasi yang Bertanggung Jawab: Pertimbangkan investasi dalam saham atau reksa dana yang berfokus pada tanggung jawab sosial dan lingkungan.
- Fleksibilitas dan Mobilitas: Buat perencanaan keuangan yang memungkinkan fleksibilitas, seperti memiliki dana darurat yang cukup untuk mendukung gaya hidup fleksibel dan mobilitas kerja.
Tip Umum untuk Semua Generasi
Selain yang sudah dibahas di atas, ada beberapa tip umum yang juga kudu diperhatikan sebagai cara perencanaan keuangan yang lebih sehat, dan berlaku untuk semua generasi.
- Dana Darurat: Simpan dana darurat yang mencukupi setidaknya 3-6 bulan pengeluaran untuk mengatasi situasi tak terduga.
- Tujuan Keuangan yang Jelas: Tentukan tujuan keuangan jangka pendek, menengah, dan panjang serta buat rencana untuk mencapainya.
- Pengelolaan Anggaran: Buat anggaran bulanan untuk melacak pengeluaran dan memastikan bahwa pengeluaran tidak melebihi pendapatan.
- Belajar Keuangan: Terus belajar dan mengikuti perkembangan terbaru dalam dunia keuangan untuk membuat keputusan yang lebih baik.
- Perencanaan keuangan yang baik harus disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi pribadi masing-masing individu dalam generasi tersebut.
Baca juga: Cara Perencanaan Keuangan untuk Gen Z yang Pengin Mencapai Stabilitas Finansial
Memahami perbedaan cara perencanaan keuangan antara Generasi X, Milenial, dan Generasi Z memberikan wawasan berharga tentang bagaimana setiap generasi menghadapi tantangan finansial mereka. Meskipun pendekatan mereka mungkin berbeda, tujuan utama tetap sama: mencapai stabilitas dan kesejahteraan finansial. Dengan mengenali karakteristik unik masing-masing generasi, perencanaan keuangan dapat disesuaikan agar lebih efektif dan relevan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Cara Perencanaan Keuangan untuk Gen Z yang Pengin Mencapai Stabilitas Finansial
Di era yang serba digital dan dinamis ini, generasi Z berada di garis depan perubahan. Dengan akses ke informasi yang tak terbatas dan teknologi yang memungkinkan mobilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya, mereka memiliki peluang yang tak terhitung jumlahnya untuk mencapai kesuksesan. Namun, salah satu aspek yang sering terabaikan adalah pentingnya memahami cara perencanaan keuangan.
Padahal, melihat dari data yang dirilis oleh Data Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh Populix, mayoritas gen Z dan milenial di Indonesia mengukur tingkat kesuksesan seseorang terutama dari aspek stabilitas finansialnya lo.
So, ini menarik. Gen Z, sebagai generasi yang cenderung menghargai kebebasan dan fleksibilitas, ternyata memandang kestabilan finansial sebagai kunci untuk mewujudkan impian dan aspirasi mereka.
Jadi, apa yang harus gen Z lakukan untuk mencapai kondisi ini? Tentu dengan tahu cara perencanaan keuangan yang tepat.
Siapa Itu Gen Z dan Mengapa Mereka?
Generasi Z adalah mereka yang lahir antara akhir 1990-an hingga awal 2010-an. Gen Z ini bisa dikatakan merupakan angkatan yang unik. Mereka adalah saksi dari resesi ekonomi, revolusi teknologi, dan perubahan sosial yang pesat.
Dalam menghadapi lingkungan yang begitu kompleks, penting bagi mereka untuk tahu cara perencanaan keuangan yang akan memungkinkan mereka untuk dapat beradaptasi dan berkembang. Dengan tahu cara perencanaan keuangan yang tepat dan kemampuan pengambilan keputusan yang bijaksana, mereka dapat merencanakan masa depan yang lebih cerah dan lebih stabil.
Cara perencanaan keuangan bagi generasi Z bukan hanya tentang menghemat uang, tetapi juga tentang memahami bagaimana uang dapat bekerja untuk mereka. Hal ini melibatkan mengembangkan strategi yang melibatkan anggaran, investasi, pengelolaan utang, dan perlindungan aset.
Dengan fokus pada tujuan jangka panjang dan membuat keputusan keuangan yang cerdas sejak dini, generasi Z dapat memanfaatkan potensi mereka sepenuhnya dan membentuk masa depan yang mereka inginkan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi langkah-langkah cara perencanaan keuangan yang dapat diambil oleh generasi Z untuk dapat mencapai stabilitas finansial.
Cara Perencanaan Keuangan untuk Generasi Z
Perencanaan keuangan adalah salah satu kunci penting dalam mencapai stabilitas finansial. Ini sangat penting bagi generasi Z yang sekarang berada di awal karier dan memiliki banyak waktu untuk membuat keputusan finansial yang cerdas. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil oleh generasi Z dalam merencanakan keuangan mereka.
1. Menetapkan Tujuan
Yes, tentu saja kita harus memulai cara perencanaan keuangan ini dari #TujuanLoApa. Jadi, mulailah dengan menentukan tujuan finansial jangka pendek, menengah, dan panjang.
Misalnya, tujuan jangka pendek dapat berupa menyimpan uang untuk liburan, sementara tujuan jangka panjang mungkin termasuk pensiun dini atau membeli rumah. Pisahkan dalam timeline yang berbeda, sehingga kamu bisa menentukan prioritas dengan baik.
2. Membuat Anggaran
Buat anggaran yang realistis dan patuhi. Kategorikan pengeluaran ke dalam kebutuhan dan keinginan, dan prioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan.
3. Menabung dan Investasi
Mulai menabung secara konsisten, bahkan jika jumlahnya kecil. Pertimbangkan untuk berinvestasi di pasar saham, reksa dana, atau aset lainnya untuk membantu uang kamu tumbuh di atas inflasi.
4. Membangun Dana Darurat
Dana darurat adalah uang yang disisihkan untuk situasi tak terduga. Sebagai aturan umum, dianjurkan untuk memiliki setidaknya 3-6 bulan pengeluaran dalam dana darurat.
5. Mengelola Utang
Jika kamu memiliki utang kartu kredit atau pinjaman lainnya, buat rencana untuk melunasinya secepat mungkin. Hindari mengumpulkan utang konsumtif yang tidak perlu.
6. Memanfaatkan Teknologi
Gunakan aplikasi dan alat keuangan online untuk melacak pengeluaran, tabungan, dan investasi kamu. Untuk contoh aplikasinya, kamu bisa baca-baca artikel yang sudah ditautkan ya.
7. Mencari Sumber Pendapatan Tambahan
Jangan bergantung hanya pada satu sumber pendapatan. Cari cara-cara untuk meningkatkan pendapatan kamu melalui pekerjaan paruh waktu, freelancing, atau bisnis sampingan.
8. Menghindari Gaya Hidup Hedonistik
Hindari godaan untuk mengikuti gaya hidup yang mewah yang mungkin enggak sesuai dengan kemampuan kamu. Pasalnya, hal seperti ini bisa menyebabkan pengeluaran berlebih dan menghambat langkah untuk mencapai tujuan stabilitas finansial.
9. Asuransi dan Perlindungan
Pertimbangkan untuk mengambil asuransi kesehatan dan asuransi jiwa untuk melindungi dirimu sendiri dari risiko finansial yang tak terduga.
Jangan lupa untuk menyertakan orang-orang yang hidupnya kamu tanggung dalam asuransi juga, seperti asuransi kesehatan. Hal ini akan dapat membantumu memperkokoh fondasi keuangan, sehingga langkah menuju stabilitas finansial tidak terganggu.
10. Pensiun
Meskipun mungkin terasa jauh, mulailah memikirkan pensiun. Jika kamu sekarang sudah bekerja di perusahaan, umumnya kamu sudah akan diikutsertakan dalam program pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, ada baiknya kamu juga memiliki sendiri tabungan dana pensiun yang dibuat secara mandiri. Mungkin kamu bisa bergabung di DPLK yang sudah banyak tersedia, atau bisa membangun dana pensiun dari berbagai instrumen yang kamu ramu sendiri, berdasarkan pengetahuan keuangan yang sudah kamu miliki.
11. Belajar Keuangan
Luangkan waktu untuk mempelajari dasar-dasar keuangan dan investasi. Belajar keuangan akan dapat membantumu membuat keputusan yang lebih baik tentang bagaimana mengelola uang untuk mencapai stabilitas finansial.
Penting untuk diingat bahwa cara perencanaan keuangan adalah sebuah perjalanan yang berkelanjutan, bukan destinasi akhir. Dunia keuangan terus berkembang dengan inovasi dan perubahan regulasi yang tak henti-hentinya. Oleh karena itu, memiliki dasar yang kuat dalam cara perencanaan keuangan hanyalah langkah pertama.
Sebagai Generasi Z, ada baiknya bagi kamu untuk berkomitmen untuk terus belajar dan memperbarui pengetahuan seputar keuangan. Ini mencakup memahami cara kerja catatan keuangan, berkenalan dan menentukan “kendaraan” yang dapat mengantar menuju tujuan finansial, dan cara-cara untuk mengevaluasi rencana yang sudah dibuat.
Dengan tetap proaktif, beradaptasi dengan perubahan, dan membuat keputusan yang didasarkan pada informasi terkini, generasi Z akan lebih siap untuk menghadapi tantangan finansial apa pun yang akan dihadapi di masa depan. Kesadaran dan pendidikan keuangan bukan hanya tentang membangun kekayaan, tetapi juga tentang memberdayakan diri sendiri untuk membuat pilihan yang mendorong kualitas hidup yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
6 Contoh Tujuan Keuangan Jangka Pendek untuk Gen Z
Contoh tujuan keuangan jangka pendek sering kali menjadi topik yang dibahas ketika berbicara tentang generasi Z dan perjalanan keuangan mereka. Sebagai generasi yang lahir di era digital, mereka punya kebiasaan yang unik untuk memanfaatkan berbagai alat dan sumber daya yang tersedia untuk segala hal, termasuk dalam perencanaan keuangan.
Begitu juga dengan contoh tujuan keuangan jangka pendek. Ada banyak opsi yang dapat dipertimbangkan, dan tak jarang hal ini bikin galau. Pengin yang ini, tapi yang itu kayaknya juga menggiurkan. Akhirnya bingung. Padahal sebenarnya bingung itu wajar, cuma sayangnya, kalau dibiarkan berlama-lama bingung akhirnya tertunda dan terlupakan.
Hingga akhirnya, banyak gen Z yang mulai enggak tahu apa tujuan keuangannya sendiri.
Mengapa Gen Z Penting untuk Punya Tujuan Keuangan?
Siapa sih gen Z? Generasi Z atau generasi pascamilenial adalah kelompok manusia termuda di dunia saat ini. Mereka lahir dalam rentang 1995 hingga 2010. Di Indonesia, pada 2010 saja jumlah mereka sudah lebih dari 68 juta orang, nyaris dua kali lipat Generasi X (kelahiran 1965-1976). Dan kini ada sekitar 2,5 miliar orang Generasi Z di seluruh dunia.
Sebagai generasi Z, mempunyai tujuan finansial merupakan suatu keharusan, bukan pilihan. Mengapa penting?
Contohnya saja soal kondisi ekonomi yang berkembang belakangan ini. Harga rumah, biaya pendidikan, dan biaya hidup umumnya telah meningkat secara signifikan. Tanpa perencanaan dan tujuan keuangan yang baik, generasi Z mungkin akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan ekonomi ini.
Eh, tapi kan masih muda! Bahkan belum punya rencana serius buat nikah. Masa sudah harus mikirin biaya pendidikan?
Well, di situlah ada yang namanya tujuan keuangan jangka pendek. Ini cocok banget buat gen Z yang belum mau mikir terlalu jauh. Ini dia beberapa alasan mengapa gen Z seharusnya punya tujuan keuangan jangka pendek:
- Memiliki tujuan keuangan jangka pendek dapat membantu membentuk kedisiplinan keuangan dan mengajarkan generasi Z bagaimana merencanakan, menabung, dan berinvestasi.
- Dengan memiliki tujuan keuangan jangka pendek yang jelas, generasi Z dapat mengurangi stres finansial dan merasa lebih terkontrol atas keuangan sendiri.
- Contoh tujuan keuangan jangka pendek seringkali adalah langkah pertama menuju tujuan keuangan jangka panjang yang lebih besar. Misalnya, menabung untuk liburan atau gadget baru dapat membantu membiasakan generasi Z untuk menabung untuk tujuan yang lebih besar, seperti membeli rumah atau merencanakan pensiun.
- Tujuan keuangan jangka pendek seperti merencanakan liburan atau membeli gadget baru juga dapat meningkatkan kualitas hidup dan memberikan penghargaan dan motivasi untuk bekerja keras.
- Tujuan keuangan seperti dana darurat membantu mempersiapkan situasi tidak terduga, seperti kehilangan pekerjaan atau masalah kesehatan. Ini memberikan jaring pengaman dan memberikan rasa aman finansial.
Dengan alasan-alasan tersebut, sangat penting bagi generasi Z untuk memahami pentingnya menetapkan dan mencapai tujuan keuangan jangka pendek sebagai bagian dari perencanaan keuangan yang sehat dan berkelanjutan.
Contoh Tujuan Keuangan Jangka Pendek untuk Gen Z
Jadi, apakah kamu salah satud ari generasi Z yang sedang merencanakan masa depan keuangan, atau kamu hanya ingin memahami lebih baik bagaimana generasi ini memandang keuangan, yuk, kita bahas 6 contoh tujuan keuangan jangka pendek yang mungkin relevan dan bermanfaat bagi generasi Z.
1. Dana Darurat
Dana darurat adalah sejumlah uang yang disimpan secara khusus untuk mengatasi kejadian mendadak atau tak terduga, seperti kehilangan pekerjaan, biaya medis mendadak, atau perbaikan mobil atau rumah yang mendesak.
Gen Z perlu menjadikan dana darurat ini sebagai contoh tujuan keuangan jangka pendek pertama yang harus dicapai secepat mungkin. Pasalnya, seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa dana darurat dapat memberikan rasa aman dan mengurangi stres finansial saat terjadi krisis. Tanpa dana darurat, kejadian tak terduga bisa menjadi bencana finansial.
Dana darurat juga bisa menjadi alternatif mencegah utang. Jika terjadi krisis dan tidak ada dana darurat, mungkin kamu akan terpaksa mengambil pinjaman atau menggunakan kartu kredit dengan tingkat bunga tinggi. Dana darurat dapat mencegah hal ini bisa terjadi.
Sebagai generasi Z, contoh tujuan keuangan jangka pendek yang ideal adalah menabung setidaknya 3-6 bulan pengeluaran hidup dalam dana darurat. Jumlah ini mungkin berbeda-beda tergantung pada situasi individu masing-masing, seperti status pekerjaan dan tanggung jawab finansial lainnya.
2. Lunasi Utang
Melunasi utang merupakan salah satu contoh tujuan keuangan jangka pendek yang sangat penting, terutama bagi generasi Z yang mungkin baru memulai perjalanan keuangan.
Mengapa demikian?
Utang, terutama utang dengan bunga tinggi, bisa menjadi beban yang besar. Melunasi utang dapat membantu mengurangi beban finansial dan membantu kamu memiliki lebih banyak uang untuk tabungan dan investasi di masa mendatang.
Dan, jangan salah ya. Melunasi utang merupakan langkah pertama dan paling penting jika kamu bercita-cita untuk bisa merasakan bebas finansial secepat mungkin. Tanpa utang, kamu memiliki kontrol penuh atas penghasilanmu dan memiliki fleksibilitas lebih besar dalam pengeluaran dan investasi.
3. Liburan
Liburan adalah salah satu contoh tujuan keuangan jangka pendek yang cukup populer, termasuk bagi generasi Z.
Pasalnya, merencanakan dan menabung untuk liburan bisa menjadi motivasi yang kuat untuk mengembangkan kebiasaan menabung dan merencanakan keuangan. Hal ini juga memungkinkanmu untuk bisa menikmati liburan tanpa stres finansial.
Dengan menabung terlebih dahulu untuk liburan dapat mencegahmu mengambil utang untuk biaya liburan, yang bisa menambah beban finansial di kemudian hari.
Sebagai generasi Z, mulai merencanakan dan menabung untuk liburan sejak dini adalah langkah yang baik. Mulailah dengan menentukan tujuan liburanmu, membuat anggaran, dan kemudian menetapkan rencana tabungan. Mungkin memerlukan waktu dan kedisiplinan, tetapi hasilnya – liburan yang dinikmati tanpa beban finansial – akan sangat berharga.
4. Gadget Baru
Membeli gadget baru seperti smartphone, laptop, atau konsol game adalah contoh tujuan keuangan jangka pendek yang umum, terutama bagi generasi Z yang sangat akrab dengan teknologi.
Sama seperti liburan, menyisihkan uang setiap bulan untuk gadget baru bisa membantu membentuk kebiasaan dan kedisiplinan keuangan yang baik. Ini bisa menjadi latihan yang berharga dalam merencanakan dan mengejar tujuan keuangan. Pun, membeli gadget baru bisa menjadi mahal, dan sering kali orang tergoda untuk membelinya melalui cicilan atau kartu kredit. Namun, jika kamu menabung terlebih dahulu, kamu dapat menghindari biaya tambahan dan bunga yang sering kali melekat pada opsi pembayaran tersebut.
So, enggak apa kalau kamu ganti smartphone setiap kali ada generasi baru hadir. Toh sebagai generasi Z, teknologi kan memang merupakan bagian dari hidupmu. Namun, penting juga untuk merencanakan pembelian gadget baru secara bijaksana.
5. Melanjutkan Pendidikan
Melanjutkan pendidikan, baik itu untuk gelar sarjana, master, doktoral, atau program sertifikasi profesional, adalah contoh tujuan keuangan jangka pendek hingga menengah yang sering menjadi prioritas bagi generasi Z.
Melanjutkan pendidikan adalah investasi dalam pengetahuan dan keterampilan kamu sendiri, yang dapat membuka lebih banyak peluang karier dan potensi pendapatan di masa mendatang. Sementara, biayanya juga mahal dan banyak mahasiswa berakhir tidak bisa melanjutkan pendidikan karena keterbatasan biaya. Menabung terlebih dahulu untuk pendidikan bisa membantu mengurangi beban finansial ini.
Generasi Z harus melakukan perencanaan keuangan jangka pendek secara cermat sebelum memutuskan untuk melanjutkan pendidikan. Pertimbangkan potensi pengembalian investasi dari program pendidikan yang kamu minati, serta cara-cara alternatif untuk mendanai pendidikan tersebut, seperti beasiswa, kerja paruh waktu, atau program pembayaran pelatihan oleh perusahaan.
6. Menikah
Menikah adalah suatu keputusan besar yang juga melibatkan pertimbangan finansial yang signifikan, serta salah satu contoh tujuan keuangan jangka pendek yang penting.
Dari persiapan pernikahan hingga kehidupan setelahnya, berikut beberapa poin mengenai menikah sebagai contoh tujuan keuangan jangka pendek atau menengah bagi generasi Z:
- Biaya pernikahan, bisa sangat mahal, mulai dari biaya resepsi, fotografi, gaun pengantin, hingga bulan madu. Menyisihkan uang sejak dini untuk biaya ini dapat membantu meringankan beban finansial saat waktu pernikahan tiba.
- Setelah menikah, kamu mungkin akan memulai hidup bersama pasangan, yang berarti biaya hidup baru seperti sewa atau cicilan rumah, utilitas, makanan, dan lainnya. Memahami dan merencanakan untuk biaya ini akan sangat penting.
- Menikah sering kali juga berarti membangun tujuan keuangan bersama, seperti membeli rumah, mempersiapkan pendidikan anak, atau merencanakan pensiun, yang hanya bisa dicapai jika kamu punya rencana keuangan yang komprehensif.
Nah, itu dia 6 contoh tujuan keuangan pendek yang sebaiknya dimiliki oleh generasi Z.
Beberapa contoh tujuan keuangan jangka pendek seperti membentuk dana darurat, melunasi utang, merencanakan liburan, membeli gadget baru, melanjutkan pendidikan, dan persiapan pernikahan adalah beberapa langkah penting dalam perjalanan keuangan generasi Z. Menetapkan dan merencanakan untuk mencapai tujuan-tujuan ini dapat membangun keterampilan keuangan yang akan berdampak positif sepanjang hidup.
Bagaimana memulainya? Untuk membantumu melangkah lebih jauh, kamu bisa bergabung dalam kelas keuangan online di QM Financial.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!