Pembagian Beban Kerja Karyawan: 5 Akibat Jika Sampai Tak Seimbang
Di surat perjanjian kerja atau di peraturan perusahaan, biasanya memang sudah ada bab atau bahasan mengenai job description, yang meliputi daftar tugas apa saja yang menjadi tanggung jawab dan wewenang seorang karyawan. Namun, pada praktiknya kadang ada saja pembagian beban kerja yang dirasa tak seimbang.
Indikasi ketidakseimbangan pembagian beban kerja antarkaryawan ini cukup mudah terlihat, sebenarnya. Kalau ada karyawan yang seakan selalu kehabisan waktu saat mengerjakan tugas, keteteran, bahkan sampai lupa tak beristirahat, sedangkan yang lain ada yang sempat baca koran, main catur, menicure pedicure di kantor, nonton Youtube nonstop, maka bisa jadi itu adalah salah satu tanda ada pembagian beban kerja yang tak merata.
Barangkali pihak perusahaan bisa berkilah, kemampuan satu karyawan dengan yang lain memang berbeda, sehingga beban kerja pun berbeda (plus gaji juga berbeda). Namun, kalau sampai terjadi ketidakseimbangan atau ketimpangan pembagian beban kerja seperti ini, tentunya, akan membawa dampak kurang baik juga bagi perusahaan. Di antaranya adalah sebagai berikut.
5 Hal yang bisa terjadi ketika pembagian beban kerja tak seimbang antara karyawan yang satu dengan yang lainnya
1. Stres kerja meningkat
Beban kerja yang melebihi kapasitas akan mengakibatkan si karyawan burnout, mengalami kelelahan fisik dan mental, hingga akhirnya menimbulkan stres kerja.
Stres yang muncul ini sudah pasti akan mengganggu kinerja dan performa sang karyawan sehari-hari. Produktivitas menurun, kurang fokus, dan sebagainya, yang nantinya akan berakibat juga pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2. Karyawan akan sering menuntut kenaikan gaji
Beban kerja yang tak seimbang akan membuat si karyawan curiga, bertanya-tanya dan berpikir negatif. Jangan-jangan gajinya juga enggak seimbang.
Lalu mulailah karyawan yang merasa terlalu berat beban kerjanya ini kepo, “Berapa ya gaji karyawan yang suka gabut di kantor itu? Jangan-jangan sama kayak gue!” Akhirnya–kalau memang sama–si karyawan akan merasa tidak diperlakukan adil, hingga kemudian bisa saja ia berpikir untuk menuntut kenaikan gaji.
Well, kalau memang perusahaan siap menaikkan gaji tentunya hal ini nggak akan masalah sih, sebenarnya. Tapi, menaikkan gaji ini bukan hal yang semata-mata bisa langsung dilakukan, bukan? Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh pihak perusahaan untuk menaikkan gaji seorang karyawan, meskipun beban kerja si karyawan memang berat.
3. Naiknya turnover karyawan
Jika seorang karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil lantaran beban kerja yang lebih berat ketimbang karyawan yang lain (apalagi ditambah dengan besaran gaji yang sama, dan tidak adanya jalan keluar yang bisa didiskusikan antara karyawan dan perusahaan plus stres), maka bisa jadi karyawan menjadi tak betah lagi bekerja.
Akibatnya, bisa hampir dipastikan karyawan akan mempertimbangkan untuk resign, dan mencari tempat kerja lain yang menurutnya bisa lebih baik.
Kalau turnover–intensitas karyawan keluar masuk–tinggi, berarti ini adalah indikasi manajemen perusahaan yang kurang sehat. Reputasi bisa menurun, hingga bisa berpengaruh juga ke bisnis perusahaan.
4. Izin tidak masuk meningkat
Jika si karyawan belum memutuskan untuk resign, tapi bisa jadi hal ini juga mengakibatkan tingkat sick leave alias izin sakit jadi bertambah. Meskipun mungkin si karyawan enggak benar-benar sakit.
Sering deh dapat curhatan dari beberapa staf HR, yang mengaku lihat sharing “oknum” karyawan di media sosial lagi liburan, atau lagi makan di kafe, atau lagi di spa, padahal izin sakit ke kantor. Rasanya antara geli, kasihan, dan paham gitu, kenapa si karyawan berbohong seperti itu.
5. Rawan fraud
Ketimpangan beban kerja, yang kemudian berlanjut dengan mentoknya jalan keluar yang bisa didiskusikan antara karyawan dan perusahaan, bisa berpeluang menimbulkan rasa ketidakpuasan karyawan terhadap perusahaan. Banyak hal yang bisa terjadi kemudian, selain yang sudah disebutkan di atas, salah satunya adalah peluang terjadinya fraud.
Well, siapa yang menginginkan terjadi fraud dalam perusahaan? Pemilik bisnis, manajer, CEO, staf HR mana pun sepertinya tak akan menginginkan fraud terjadi, karena bisa merugikan perusahaan baik material maupun imaterial.
Tapi yah, ada peluang, ada ketidakpuasan, dan ada kebutuhan, bisa membuat seorang karyawan jujur yang tadinya berkarakter pekerja keras menjadi “tergoda”.
Ketimpangan pembagian beban kerja antarkaryawan memang sebaiknya tidak diabaikan, karena sedemikian banyak dampak tak mengenakkan yang bisa terjadi, seperti yang disebutkan di atas. Akan lebih baik, jika pihak perusahaan sudah memperhatikan hal ini sejak awal hingga sedetail-detailnya, sehingga ketimpangan ini tidak terjadi. Segera ambil tindakan seperlunya, hingga masalah ini tersolusikan.
Jangan biarkan karyawan terbaik merasakan ketidakpuasan, sehingga berpikir untuk resign.
Lengkapi juga dengan berbagai training, agar karyawan yang kurang kompeten bisa meningkat kompetensinya. Pun karyawan yang sudah berprestasi semakin mahir melakukan manajemen diri, termasuk semakin pintar dalam mengelola keuangan pribadinya.
Yuk, adakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Siasat Bertahan Hingga Gajian Berikutnya Tiba
Masih di pertengahan bulan namun kamu sudah kuatir kalau keuangan menipis tidak mampu membuatmu bertahan hingga akhir bulan? Kalau kamu sering mengalami hal ini, mungkin ada yang salah dengan pengaturan keuanganmu. Di masa seperti inilah kamu ditantang untuk berpikir lebih keras bagaimana cara mengelola sisa-sisa uang agar dapat bertahan hidup hingga tanggal gajian tiba. Anjuran untuk hidup hemat memang terasa mengganggu dan menyebalkan tapi apa daya hal tersebut harus tetap kamu lakukan.
Gaji Dirahasiakan atau Tidak? Berikut 3 Pertimbangannya!
Sudah beberapa hari ini, dunia media sosial diramaikan oleh gaji. Kalau tak salah, keramaian ini awalnya berasal dari diskusi alokasi gaji pertama. Dari sini kemudian ada beberapa orang yang dengan terbuka dan sukarela membocorkan angka gaji yang mereka terima, hingga akhirnya yang menjadi topik hangat adalah apakah sebaiknya angka gaji dirahasiakan atau tidak?
Seperti biasa, para netizen punya pendapat sendiri-sendiri. Kubu terbelah. Ada yang berpendapat bahwa gaji itu boleh saja tidak dirahasiakan. Dengan berbagi, siapa tahu kita mendapat insight yang lebih baik. Sedangkan yang lain bilang, bahwa seharusnyalah gaji dirahasiakan, karena gaji adalah urusan pribadi. Nggak patut rasanya kalau digembar-gemborkan.
Gaji Oh Gaji
Hmmm, kalau dilihat-lihat, berbagai pendapat di atas datang dari para penerima gaji ya? Bagaimana dengan para pemberi gaji, alias para bos, pengusaha, dan pihak perusahaan–dalam hal ini diwakili oleh HRD? Apakah menurut mereka, seharusnya gaji dirahasiakan ataukah angka-angka itu layak diperbincangkan secara terbuka?
Sebenarnya ada banyak hal yang memengaruhi besaran gaji ini, sehingga gaji seharusnya tak hanya dilihat sebagai deretan angka semata yang tertulis di atas kertas, yang kemudian bisa disebutkan angkanya di media sosial.
Dalam besaran gaji, ada penghargaan dari perusahaan terhadap pekerjanya. Dalam angka gaji, ada keringat dan pembelajaran terus menerus dari seorang karyawan. Ingat, bahwa dalam komponen gaji sendiri ada banyak elemen yang memengaruhi juga, sehingga bisa saja satu karyawan dengan lainnya berbeda angka gaji, padahal posisinya sama. Beban divisi dan individual saja bisa berbeda.
Apakah adil jika karyawan yang punya tanggung jawab lebih besar, mampu menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efisien, dibayar dengan angka yang sama dengan karyawan lain yang kurang perform meski posisinya sama? Rasanya tidak.
Namun, biasanya perusahaan memang punya kebijakan sendiri-sendiri. Seperti halnya kepribadian karyawan juga bisa berbeda-beda. Ada yang terbuka, ada yang lebih suka menjaga privacy demi etika.
Tetapi, lain pihak, informasi angka gaji ini juga penting didapatkan oleh karyawan, untuk mengetahui apakah mereka ini sudah diberi imbalan yang sesuai dengan keluaran kerja yang mereka hasilkan.
Jadi, gimana dong?
Setidaknya ada 3 hal yang menjadi pertimbangan, apakah perlu gaji dirahasiakan atau tidak, terlepas dari kebijakan perusahaan dan pendapat masing-masing individu karyawannya.
Perlukah Gaji Dirahasiakan? 3 Pertimbangan:
1. Motivasi atau demotivasi?
Sebagian orang berpendapat, bahwa nggak perlulah gaji dirahasiakan. Dengan berbagi angka gaji, kita jadi tahu, apakah kita sudah dibayar sesuai dengan porsinya. Dan, dengan mengetahui gaji sesama karyawan lainnya–terutama yang berkaitan dengan insentif–motivasi untuk bekerja lebih keras akan timbul. Harapannya, kalau karyawan yang kurang perform tahu bahwa ada karyawan lain yang digaji lebih besar karena bisa memberikan kontribusi lebih banyak, maka ia akan termotivasi untuk bisa lebih baik lagi.
Masalahnya, siapa yang bisa menjamin karyawan tersebut bisa termotivasi dengan baik lalu bisa meningkatkan kinerjanya? Menurut seorang HRD staf yang sempat diinterview, bisa saja yang terjadi adalah sebaliknya. Si karyawan malah terdemotivasi, hingga malah timbul perasaan negatif terhadap perusahaan. Yang lebih parah lagi, malah jadi krisis kepercayaan diri pada karyawan sehingga ada berbagai dampak kurang baik untuk perkembangan ke depannya.
Pastinya, hal ini harus dicegah kan? Nah, salah satu pencegahannya adalah memilah informasi apa yang sebaiknya di-share dengan karyawan secara terbuka, dan mana yang sebaiknya dibicarakan dalam kalangan terbatas. Kalau soal gaji, ada yang menyarankan, kalau fixed pay lebih baik tetap menjadi privacy masing-masing, namun variable pay bisa dibicarakan dengan lebih terbuka di antara karyawan.
2. Apakah menimbulkan ketidaknyamanan?
Salah satu hal lagi yang bisa menjadi bahan pertimbangan, apakah perlu gaji dirahasiakan antar karyawan, atau bahkan antarteman (termasuk disebar di media sosial) adalah apakah akan menimbulkan ketidaknyamanan atau tidak.
Satu contoh saja. Dalam satu perusahaan, satu divisi, bisa saja (dan boleh saja) perusahaan memperkerjakan dua karyawan atau lebih, dengan gaji yang berbeda. Apa yang membuat berbeda? Banyak hal, misalnya saja senioritas ataupun performa kerja, belum lagi kalau ada kebijakan-kebijakan lain dari perusahaan yang tergantung pada kondisi dan situasi perusahaan itu sendiri.
Jika kemudian perusahaan memutuskan agar besaran gaji dirahasiakan, maka bisa jadi maksudnya supaya tidak terjadi perselisihan ataupun persaingan tidak sehat antar karyawan. Sudah pasti, perusahaan mana pun ingin agar karyawannya bisa bekerja sama dan bersinergi demi mencapai tujuan bersama bukan?
Begitu juga kalau di pihak para karyawan sendiri. Memang adalah hak masing-masing untuk tetap pengin gaji dirahasiakan, atau dengan senang hati membaginya dengan orang lain. Yang pasti harus dipertimbangkan adalah apakah akan menimbulkan ketidaknyamanan di depan, baik bagi orang lain maupun bagi diri sendiri?
3. Tujuan informasi
Ada kalanya karyawan memang butuh informasi angka gaji orang lain. Untuk apa? Misalnya untuk negosiasi gaji dengan atasan. Dengan data angka gaji yang real dan list tanggung jawab yang jelas, pastinya karyawan akan bisa berargumen lebih baik mengapa seharusnya ia naik gaji.
Kalau tujuan informasinya untuk riset seperti ini, pastinya sah-sah saja jika karyawan yang bersangkutan bertanya angka gaji pada karyawan lain ataupun pada teman yang posisi dan tanggung jawabnya sama dan bekerja di perusahaan lain. Tapi bukan berarti angka gaji disebutkan secara terbuka juga, melainkan melalui obrolan pribadi. Lewat jalur pribadi WhatsApp, misalnya.
Jadi, apa nih yang bisa kita simpulkan?
Well, gaji dirahasiakan atau tidak, itu kembali ke pribadi masing-masing sih. Namun, sebaiknya pertimbangkan dengan saksama, karena topik gaji ini memang sensitif–setidaknya di Indonesia. Dengan mempertimbangkan 3 hal di atas, pastinya kita semua bisa memutuskan dengan bijak, apakah sebaiknya gaji dirahasiakan atau tidak.
Bagi pihak perusahaan dan pemberi gaji, sebaiknya juga tetap bijak menentukan sikap. Akan lebih bagus jika karyawan diberikan edukasi yang baik mengenai pengelolaan keuangan yang baik, agar bisa mengalokasikan gaji masing-masing dengan bijak pula. Jika karyawan bisa mengelola gaji dengan baik, mereka tidak akan merasa gaji kurang, sehingga kecenderungan untuk membanding-bandingkan gaji satu sama lain pun akan bisa dikurangi.
Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!