Atur Penghasilan Freelancer Selama Krisis Pandemi COVID-19
Sejumlah proyek batal mengakibatkan penghasilan freelancer terkena imbas selama pandemi COVID-19. Para pekerja lepas rugi puluhan hingga ratusan juta karenanya.
Survei yang pernah dilakukan di Inggris juga memberikan fakta, sebanyak 46% pekerja lepas di negaranya Prince William itu sudah kehilangan pekerjaan selama krisis ini berlangsung sejak awal tahun. Dalam survei ini, 83% responden adalah pekerja film, televisi, live tour, teater, dan galeri seni.
Dengan diprediksinya pelarangan untuk berkumpul dalam event pertunjukan dan seni sampai batas waktu yang belum pasti ini, tak bisa dibayangkan juga seberapa panjang harus bertahan hidup tanpa penghasilan freelancer mereka.
Bagaimana di Indonesia? Sepertinya tak jauh berbeda. Pemerintah memang sudah menyiapkan beberapa jaring pengaman sosial agar masyarakat bisa terbantu. Tetapi, sejauh ini, bantuan baru menyasar pada mereka yang bekerja di sektor informal dan para buruh yang terkena PHK. Para pekerja lepas, yang bahkan sering harus bekerja tanpa kontrak, masih belum termasuk dalam daftar penerima bantuan sosial.
Jadi, harus bagaimana?
Ya, tak bisa tidak, harus bertahan, bantu diri sendiri dengan penghasilan freelancer yang ada sekarang. Setidaknya, kita harus bertahan sampai kondisi dinyatakan aman bagi kita untuk kembali berkarya–meski belum jelas juga kapan.
5 Hal Mengatur Keuangan dan Penghasilan Freelancer Selama Pandemi COVID-19
1. Tetap tenang
Mari kita join no panic panic club. Susah memang, tapi mulailah dengan tenang. Kalau kita tenang menghadapi situasi, maka kita bisa mencari solusi yang paling tepat.
Tidak panik juga akan menghindarkan kita dari hal-hal impulsif, yang bisa jadi akan kita sesali kemudian.
So, penghasilan freelancer memang menurun, tetapi jangan panik dulu. Mari kita hadapi, dan cari solusinya.
2. Evaluasi pemasukan
Pada dasarnya, penghasilan freelancer memang merupakan pendapatan tidak tetap. Setiap bulannya bisa berbeda nominalnya, tergantung proyek yang dikerjakan. Kadang, bahkan bisa jadi enggak ada pemasukan sama sekali dalam sebulan, sedangkan di waktu lain, pemasukan bak air bah membanjiri rekening.
Kamu pasti sudah paham, bahwa kalau penghasilannya tidak tetap, maka yang harus dibikin tetap adalah pengeluarannya.
Jadi, mari evaluasi penghasilan freelancer selama pandemi yang masuk ke rekeningmu. Apakah benar-benar sudah hilang alias zero income? Ataukah, ada sih pemasukan, meski sedikit? Cek, jika masih ada pemasukan, bagaimana posisinya terhadap pengeluaran bulanan rutinmu. Apakah masih bisa meng-cover? Jika tidak, seberapa besar yang tidak ter-cover?
Setelah itu, mari kita buat budgeting baru dengan menyesuaikan kondisi yang berubah ini. Apa saja yang perlu diperhatikan? Yuk, lihat poin berikutnya.
3. Menyesuaikan diri the ‘the new normal’
Kebiasaan hidup sudah berubah. So, kita harus segera bisa menyesuaikan diri. Karena penghasilan freelancer kamu berubah, maka ayo segera sesuaikan pengeluarannya juga.
Mulai dari menurunkan standar hidup. Carilah barang-barang substitusi. Yang biasanya pakai produk impor, coba cari merek lokal. Biasa pakai produk-produk merek super, sekarang gantilah dengan merek second grade.
FYI yah, kalau kamu belanja di minimarket, supermarket, atau hipermarket, kadang mereka punya beberapa produk private label. Produk-produk ini harganya bisa sampai 30% lebih rendah ketimbang produk-produk store brand lo.
Beberapa pos pengeluaran lain juga mungkin akan terhapus atau dikurangi, bisa juga ditunda. Cek lagi catatan pengeluaranmu bulan-bulan sebelumnya, dan lakukan penghematan di sana-sini. Prinsipnya: sebanyak mungkin uang bisa dialokasikan ke kebutuhan utama atau pokok, yaitu makanan dan kesehatan.
4. Kelola klien dan cari klien baru
Tetaplah menjalin kontak dengan klien kamu yang sekarang masih ada. Bisa jadi mereka memotong fee atau menunda pencairan invoice, sehingga penghasilan freelancer juga menurun. Tetapi, kita harus maklum juga dengan kondisi mereka. Prinsipnya: Pertahankan sebisa mungkin klien yang ada.
Alih-alih, berikanlah penyesuaian harga atau diskon pada klien. Beri mereka ide-ide segar, agar bisnis mereka bisa bertahan. Ingat, bisnis mereka survive, kamu pun akan survive juga lo. Jadi, sejenak lupakan orientasi cuan semata, tapi mari saling bantu untuk bisa bertahan.
Cobalah untuk mencari klien baru, karena meski semua sektor dan bisnis terpengaruh, tapi ada juga yang malah moncer perkembangan bisnisnya. Kamu bisa menyesuaikan jenis servis jasa atau produk yang kamu jual dengan kebutuhan (calon) klien. Misalnya, kamu terbiasa bekerja untuk urusan branding produk, sekarang coba tawarkan jasa untuk mengelola akun media sosial mereka juga.
Uliklah apa yang kamu bisa berikan, meski mungkin itu di luar area jasamu sekarang.
5. Cari alternatif sumber pemasukan lain
Sebenarnya kondisi paceklik seperti ini adalah kondisi yang harus siap dihadapi oleh freelancer mana pun, bahkan sejak sebelum pandemi terjadi. So, meski skalanya berbeda, tetapi mereka biasanya lebih siap mental untuk menghadapi kondisi dengan penghasilan freelancer menurun (bahkan hilang) seperti ini.
Yuk, coba cari alternatif sumber pemasukan lain selama masa krisis ini berlangsung. Siapa tahu, kalau berhasil, malah bisa jadi penghasilan sampingan dari profesi pekerja lepasmu kan?
Yang pasti, persiapkan dana daruratmu! Dana darurat seorang freelancer idealnya adalah sebesar 12 kali pengeluaran bulanan. Dan sekaranglah saatnya kamu bisa memanfaatkan dana darurat yang besar itu. Setidaknya kamu bisa bertahan hidup sampai 12 bulan ke depan, sembari kamu bisa mencari alternatif lain.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Cara Mendapatkan Penghasilan Tambahan Selama Pandemi
Yes, jelas segala macam PSBB, #dirumahaja, work from home, dan pelarangan mudik selama masa pandemi virus corona ini hidup kita jadi kena dampak. Gelombang ancaman PHK, kehilangan pekerjaan, tertundanya proyek, dan seterusnya menjadi masalah hidup kebanyakan orang dewasa ini. Tidak bisa tidak, kita harus segera mencari penghasilan tambahan.
Karena, siapa yang tahu kondisi krisis ini akan berakhir? Siapa yang bisa memastikan, kapan kondisi ini bisa kembali normal lagi seperti sebelumnya?
Nggak ada.
Karena itu, ayo, segera berpikir demi napas yang lebih panjang. Pemerintah memang akan memberikan bantuan–tapi kita harus sadar, bahwa bantuan pemerintah itu juga terbatas. Jadi, buat yang masih bisa usaha sendiri, berikut beberapa ide untuk mencari penghasilan tambahan selama masa pandemi virus corona.
5 Cara Mencari Penghasilan Tambahan Selama Pandemi Virus Corona
1. Dropshipper dan agen distributor
Beberapa hari belakangan, saya banyak melihat iklan-iklan berseliweran di linimasa Instagram, yang menawarkan untuk menjadi agen distributor, reseller, ataupun dropshipper produk tertentu.
Berkurangnya pendapatan ini juga terjadi pada beberapa bisnis besar, sehingga mereka pun sepertinya juga harus menambah squad penjualannya dengan membuka rekrutmen.
Beberapa produk yang saya lihat iklannya adalah frozen food, bahan dan olahan kopi, T-Shirt, buku, dan lain sebagainya.
Menjadi reseller dan dropshipper ini bisa menjadi alternatif untuk mencari penghasilan tambahan yang pas untuk sekarang. Kita enggak perlu modal terlalu banyak, apalagi untuk dropshipper. Tinggal mencarikan pelanggan saja, dan ketika dapat, kita menginfokan pada penjual besarnya untuk mengirimkan barang kepada pembeli. Kita pun menerima keuntungan dari komisi atau selisih harga jual.
2. Freelancer jasa
Mulai dari menjadi virtual assistant, graphic designer, videografer, admin media sosial, olah data, sampai penulis konten, bisa juga menjadi pilihanmu untuk mencari penghasilan tambahan.
Kamu bisa memulainya dengan bergabung di beberapa marketplace freelancer, baik lokal maupun yang internasional. Pastinya, kalau bergabung dengan marketplace freelancer internasional kamu harus siap dengan perbedaan bahasa dan juga persaingan yang lebih besar ya.
Tapi, enggak masalah sih, jika kamu memang memiliki keahlian yang memang banyak dibutuhkan.
Atau, kamu juga bisa mencoba untuk menjadi tutor pelajaran secara online demi mendapatkan penghasilan tambahan. Menurut pengamatan, banyak kelas online ditawarkan dan laris diikuti lo, selama masa #dirumah aja ini. Mulai dari kelas soft skill, misalnya seperti kelas keuangan, kelas desain, kelas bahasa, sampai kelas-kelas yang melibatkan fisik, seperti kelas yoga. Tawarkan jasamu pada mereka yang butuh.
3. Jual kebutuhan pokok
Orang butuh kebutuhan pokok, dan selama masa pandemi virus corona ini, banyak orang memilih untuk berbelanja kebutuhan pokok secara online. Ini juga bisa menjadi peluang bagi kamu untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Carilah supplier kebutuhan pokok yang menyediakan harga grosir, dan kemudian bisa kamu jual kembali secara eceran. Buka saluran pemesanan, misalnya melalui WhatsApp atau Line. Tawarkan daganganmu melalui grup-grup WhatsApp, minta teman-temanmu untuk share ke teman-teman mereka.
Jangan lupa untuk menyediakan layanan antar juga ya. Ini justru yang paling penting.
4. Katering atau jasa meal prep
Meski sedang musim pandemi, tapi kita tetap butuh makan, dan enggak semua orang punya waktu (atau kemauan) untuk memasak sendiri makanan mereka. Hal ini memberi kamu peluang untuk membuka bisnis katering perorangan, apalagi jika kamu memang jago memasak.
Susun menu yang terjangkau, yang berbeda setiap harinya. Pastikan menunya menu sehat, karena orang-orang semakin sadar akan pentingnya kesehatan belakangan ini.
Atau, kamu juga bisa mencoba berbisnis jasa meal prep. Saya sendiri akhirnya punya langganan jasa meal prep ini lo. Langganan saya itu menyediakan beberapa paket meal prep yang isinya bahan-bahan masakan yang tinggal masak saja. Mulai dari pecel, sayur sup, sayur asem, berbagai oseng dan tumisan, sampai ayam dan ikan lele yang siap goreng, lengkap dengan bahan untuk sambalnya.
Bahan dan bumbu dikemas menjadi satu, dalam wadah kotak plastik cantik yang bisa dipakai lagi. Simpan di lemari es, lalu masak satu per satu sesuai keinginan. Praktis banget lo, buat yang nggak terlalu suka ribet masak. Satu paketnya bisa untuk 3-4 porsi.
Kalau jasa meal prep ini sih sepertinya enggak butuh skill memasak yang terlalu advanced. Kamu tinggal ikuti saja resep-resep yang ada.
Tertarik? Jangan lupa untuk menyediakan jasa layanan antar juga ya.
5. Ubah hobi menjadi bisnis
Coba cari, apa hobimu ada yang bisa diubah menjadi bisnis yang menguntungkan di masa pandemi virus corona ini?
Misalnya saja, kamu hobi fotografi. Coba deh, jual stok fotomu melalui situs-situs penyedia stok foto. Misalnya seperti iStockPhoto, Getty Images, dan lain sebagainya.
Kamu jago bikin aplikasi mobile? Kamu bisa ngedesain games-games ringan yang bisa bikin orang asyik dan terhibur.
Yep! Meski kondisi sulit, tetapi bukan waktunya untuk menyerah begitu saja. Yuk, segera cari cara agar bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Kamu pasti bisa, karena kamu kan makhluk yang kreatif.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Hal tentang Pajak Pekerja Lepas atau Freelancer
Sudah ngomongin pajak penghasilan karyawan kantoran, lalu bagaimana dengan pajak pekerja lepas? Atau, malah ada yang baru tahu kalau pekerja lepas juga kena pajak?
Ya, iyalah. Pekerjaan sih memang freelancer, tapi kan tetap sebagai warga negara Indonesia kan–yang salah satu kewajibannya adalah membayar pajak?
Nah, faktanya, sebagai pekerja lepas atau freelancer, memang ada beberapa hal yang bikin males untuk mengurus pajak. Salah satunya adalah perhitungan yang rumit, yang harus dilakukan secara mandiri.
Yes, memang enggak semua orang punya “passion” dengan matematika dan angka. Apalagi buat pekerja lepas, yang penghasilannya tidak tentu jumlahnya. Bahkan, kadang tak tentu pula dalam sebulan dapat job. Bisa jadi bulan ini dapat job full sampai keteteran, bulan depan zonk sama sekali. Males banget ngitung deh. Makanya, banyak pajak pekerja lepas yang tidak terurus.
Well, coba baca beberapa hal tentang pajak pekerja lepas berikut ini ya. Siapa tahu, dengan begini, kamu mengerti dan paham arti pentingnya kita membayar pajak, meski kita adalah para pekerja lepas yang penghasilannya tidak tetap setiap bulannya.
5 Hal tentang Pajak Pekerja Lepas yang Harus Diketahui
1. Pentingnya punya NPWP
Banyak di antara pekerja lepas yang pajaknya langsung dipotong oleh klien atau pemberi kerja saat invoice mereka cair. Di sini baru deh ketahuan juga, bahwa banyak dari pekerja lepas yang bahkan nggak punya NPWP, entah apa pun alasannya.
Tahukah kamu, tidak punya NPWP justru akan membuatmu harus membayar pajak lebih banyak. Pajak pekerja lepas yang tidak memiliki NPWP akan ditambah 2% daripada mereka yang memiliki NPWP.
Selain itu, ada beberapa kesulitan lain yang juga bisa kamu alami jika tidak punya NPWP, salah satunya kamu akan kesulitan mengajukan pinjaman bank, atau bahkan saat mengajukan visa untuk mengunjungi negara lain.
So, yuk, bikin NPWP. Kan bisa dilakukan secara online, lebih praktis dan mudah.
2. Formulir yang digunakan
Untuk melaporkan pajak pekerja lepas, kamu bisa menggunakan Formulir 1770, yang khusus diperuntukkan bagi para pekerja yang menerima penghasilan tidak dari satu sumber saja.
Formulir 1770 ini juga digunakan untuk wajib pajak yang dikenakan PPh final, penghasilan dalam negeri lain, dan penghasilan luar negeri.
Jadi, jangan salah isi formulir ya.
3. Ketahui tentang penghasilan yang kena dan tidak kena pajak
Salah satu hal yang bikin males untuk lapor dan bayar pajak pekerja lepas adalah penghasilan yang dari banyak sumber, pun mungkin besarnya yang masing-masing enggak seberapa. Bukan apa-apa, males banget nyatet-nya!
Tapi ini penting, jadi catatlah. Lagi pula, kalau enggak punya catatan penghasilan, bagaimana juga kita akan bisa mengatur cash flow harian, right? Kalau perlu, miliki satu akun rekening bank khusus yang dipakai untuk menerima fee jasa, sehingga kamu akan lebih mudah lagi nge-trace-nya.
Setelah itu, pahami juga bahwa ada yang namanya penghasilan kena pajak. Kalau setelah dihitung ternyata tidak lebih dari ketentuan penghasilan tidak kena pajak, maka kamu sebagai seorang freelancer bisa bebas untuk tidak membayar pajak.
Tapi, ini bukan berarti lantas kamu nggak perlu lapor ya. Tetap harus melapor, tetapi ada Surat Pemberitahuan Nihil.
4. Mandiri membayar dan melapor
Lalu, gimana cara menentukan besaran pajak yang harus disetorkan, kan kita juga kesulitan untuk menentukan penghasilan yang nggak tetap ini?
Untuk masalah ini, Dirjen Pajak memberikan angka fix pengali yang disebut Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Untuk pekerja lepas di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Palembang, Denpasar, Pontianak, Manado, dan Makassar, besarnya adalah 40% dari total penghasilan selama satu tahun. Di luar kota-kota tersebut dikenakan 35%.
Nah, jadi enggak sulit dong, menentukan pajak pekerja lepas ini ya?
Misalnya, dalam satu tahun–menurut catatanmu–penghasilanmu Rp96.000.000, maka penghasilan neto yang terkena pajak adalah 40% x Rp96.000.000 = Rp38.400.000.
Angka ini nanti masih diperhitungkan dengan penghasilan tidak kena pajak jika kita sudah berkeluarga, ataupun ketika penghasilan sudah dipotong pajak sekalian oleh pemberi kerja.
5. Jangan lupa minta bukti potong
Dari poin 4 di atas, kita jadi tahu deh bahwa penting untuk meminta bukti potong pada klien, jika memang fee kita sudah nett, tanpa pajak lagi. Bukti potong ini nantinya harus dilampirkan saat pelaporan SPT Tahunan sebagai faktor pengurang pajak.
Jadi, jangan sampai lupa untuk diminta ya, bukti potongnya.
Nah, itu dia beberapa hal yang penting untuk diketahui terkait pajak pekerja lepas.
Gimana, masih bingung? Coba cek jadwal kelas finansial online QM Financial yuk, siapa tahu ada kelas pajak yang bisa kamu ikuti. Atau, kalau belum ada, kamu bisa mengusulkannya melalui Instagram QM Financial. Kalau memang banyak yang request, pasti akan dipertimbangkan untuk diadakan. Kamu bisa belajar tentang serba-serbi pajak, dan juga belajar mengisi SPT Tahunan supaya nggak terjadi kesalahan yang nggak perlu.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Pekerja Kreatif, Kalian Juga Berhak Berkecukupan dan Waras – Simak 5 Tipnya!
Akhir-akhir ini sepertinya para pekerja kreatif sedang disoroti ya. Kasus A, B, C, semua tumpah ruah–terutama sih di media sosial. Beragam banget sih memang, masalah para pekerja kreatif ini. Apalagi mereka yang berstatus freelancer. Wah, rasanya seperti roller coaster setiap harinya ya.
Saya sendiri sebenarnya enggak 100% pekerja kreatif sih. Memang punya hobi bikin gambar-gambar sketsa ala-ala, ada beberapa yang laku dibeli sebagai ilustrasi buku, diorderin desain kaus atau totebag, dan sebagainya. Tapi penghasilan dari karya-karya kreativitas ini bisa dibilang enggak teratur sama sekali. Iyalah, orang selakunya juga. Kalau enggak ada yang laku, ya enggak apa-apa. Saya kan ada penghasilan tetap yang lain.
Bisa dibilang, karya kreatif saya itu hanya sebagai “jajan” aja.
Tapi, lain halnya dengan beberapa teman yang memang mendapatkan penghasilan utama sebagai pekerja kreatif. Mereka adalah para ilustrator, desainer grafis, videografer, hingga arsitek (eh, arsitek bisa dimasukkan ke dalam pekerja kreatif juga kan ya?). Mereka adalah orang-orang yang dituntut untuk menghasilkan produk-produk hasil rekayasa kreativitas setiap harinya.
Menjadi seorang pekerja kreatif itu memang harus siap untuk banyak perubahan, update, dan tantangan. Karena ya, seperti namanya sendiri, pekerja kreatif. Biasanya ya kecenderungannya jam kerja, metode kerja dan segala macamnya akan berbeda dengan karyawan biasa.
Penghasilan yang jumlahnya tidak tetap setiap bulan saja sudah menjadi satu masalah yang enggak bisa direcehkan saja, bukan? Belum lagi jam kerja fleksibel–yang bisa berarti 24/7. Dan kemudian, satu lagi nih: belum adanya perlindungan yang kuat terhadap karya-karya kreatif di negeri ini.
Itu semua memaksa para pekerja kreatif untuk banyak bersabar, kan ya?
Tapi, meski begitu setiap pekerja kreatif sebenarnya tetap berhak untuk hidup berkecukupan dari penghasilan mereka yang tidak tetap, dan jam kerja yang (terlalu) fleksibel ini lo. Sekaligus, mereka juga berhak untuk tetap waras menghadapi segala tuntutan kerja dan deadline yang berderet (serta invoice yang enggak cair-cair).
Gimana ya caranya?
5 Hal untuk Para Pekerja Kreatif Supaya Hidupmu Berkecukupan dan Waras
1. Pencatatan arus kas masuk dan keluar
Pencatatan arus uang yang masuk dan keluar adalah koentji, jika kita tidak mempunyai penghasilan yang tetap, baik jumlahnya maupun waktunya.
Dengan pencatatan keuangan yang benar, kita bisa tahu kondisi keuangan kita yang sebenarnya: apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, berapa yang bisa ditabung dan diinvestasikan, apakah cukup jika ditambah cicilan utang, dan seterusnya.
Kuncinya adalah pada pengeluaran yang tetap, meskipun pemasukan tidak tetap. Untuk bisa menetapkan pengeluaran, kita harus punya anggaran dulu. Anggaran bisa disusun jika kita ada catatan pengeluaran bulan sebelumnya.
2. Lengkapi dirimu dengan proteksi
Barangkali kamu adalah tulang punggung keluarga. Jadi, meski pemasukanmu tidak tetap, tapi bisa jadi ada beberapa orang yang hidupnya tergantung pada penghasilan yang didapatkan. Karena itu, pertimbangkan dengan saksama jika kamu membutuhkan asuransi jiwa.
Selain itu, asuransi kesehatan juga penting untuk kamu miliki. Semoga sih, setidaknya kamu sekarang sudah jadi peserta BPJS Kesehatan mandiri. Jangan nunggak iurannya ya.
3. Siap dengan dana darurat
Mungkin akan ada saatnya, sebagai seorang pekerja kreatif apalagi yang bekerja secara lepas atau freelance, kamu akan tidak mendapatkan pemasukan sama sekali dalam satu bulan. Lalu, dengan apa kamu harus memenuhi kebutuhanmu?
Dana darurat, itu dia.
So, mulailah membuat dana daruratmu sendiri. Untuk seorang freelancer, kamu akan butuh dana darurat sebesar 12 x pengeluaran rutinmu setiap bulan.
Besar ya? Kamu enggak harus langsung memenuhi 12 x pengeluaran kok. Kamu bisa menjadikannya sebagai target finansial, katakanlah, dalam 12 bulan ke depan, misalnya. Pilih instrumen investasi yang cocok dengan profil risikomu, supaya lebih cepat bisa terpenuhi.
4. Lindungi aset aktifmu
Karya yang sudah kamu hasilkan adalah aset aktifmu. Aset aktif adalah sesuatu yang akan memberikanmu passive income.
Sebagai pekerja kreatif, kita punya hak atas kekayaan intelektual terhadap produk atau apa pun hasil kerja kita. Seharusnya memang, setiap hasil dari kekayaan intelektual atau hak cipta ini dilindungi oleh undang-undang. Ada hukum yang berlaku bagi mereka yang melanggarnya.
Hanya saja–sedihnya–hal ini belum terlalu kuat di Indonesia. Masih banyak yang belum tahu, bahwa setiap karya yang tersebar di internet itu ada penciptanya. Bahwa apa yang dipost di ranah publik tidak berarti otomatis menjadi milik publik. Dan apresiasi terhadap para pencipta karya-karya kreatif ini juga masih minim sekali.
Sepertinya ini seharusnya menjadi PR pertama untuk pemerintah yang baru saja dilantik kemarin. Bapak Wishnutama semoga sudah mengagendakan hak perlindungan bagi karya-karya kreatif anak bangsa ini dalam program kerjanya. Mari kita berharap bersama!
5. Manajemen diri
Sebagai pekerja kreatif, bisa saja kamu akan bekerja 24/7. Tapi kamu juga perlu berlibur lo, seperti pekerja-pekerja kantoran yang lain. Mereka punya hak cuti setiap tahunnya. Kamu juga!
Karena itu, manajemen diri itu sangat penting, apalagi jika kamu seorang pekerja kreatif yang bekerja secara independen sebagai freelancer. Jangan mentang-mentang karena waktunya fleksibel, lantas kamu lupa untuk merawat diri sendiri.
Kamu juga perlu berlibur, cuti, sekadar istirahat, bahkan tidur yang cukup setiap hari. Ingat, menjadi tetap waras adalah hal yang sangat mahal belakangan ini.
Yuk, upgrade diri kamu sendiri! Karena sebagai seorang pekerja kreatif, jelas kamu berhak untuk hidup berkecukupan. Coba cek jadwal kelas finansial online QM Financial ya, dan pilih kelas-kelas yang sesuai dengan kebutuhanmu.
Selain itu, selalu ingat. Bahwa kamu juga berhak untuk waras, pun hasil karyamu terlindungi dengan baik. Semangat ya!
Mau Kerja Remote? 5 Hal Ini Harus Disiapkan Terlebih Dahulu
Zaman semakin berkembang. Sekarang, untuk bekerja, orang kadang nggak perlu lagi ngantor nine to five; pagi berangkat, terjebak macet, kerja di kubikel, makan siang di kantin, meeting di ruang rapat, dan pulang dengan masih sambil menembus macet. Orang bisa bekerja di mana saja–di rumah, di kafe, di taman kota–berbekal internet dan laptop. Yes, kerja remote.
Ada survei yang menunjukkan, bahwa saat ini 34% tenaga kerja produktif di Amerika memilih untuk kerja remote, ketimbang harus ngantor setiap harinya. Dan, di tahun 2020 nanti, bahkan diprediksi bahwa 50% tenaga kerja Amerika akan bekerja di luar kantor. Bagaimana dengan kondisi dunia kerja di Indonesia? Well, memang belum ada data yang bisa menunjukkan kondisi yang sama dengan Amerika sih. Tapi bukan tak mungkin, kecenderungan ini akan terjadi juga di Indonesia–meski entah berapa lama ke depan.
Buktinya, sekarang saja sudah mulai banyak yang lebih suka kerja remote di sini. Coba saja kunjungi coworking space atau kafe-kafe di hari dan jam kerja. Pasti akan banyak menemukan pemandangan orang-orang yang tampak serius di depan laptop, ditemani secangkir kopi dan sepiring camilan. Kalau lihat penampilannya, sudah pasti bukan mahasiswa lagi. So, siapa mereka? Dugaan terbesar ya, para freelancer dan orang-orang yang kerja remote.
Seperti juga setiap hal selalu ada dua sisi yang berbeda, demikian pula kerja remote. Di satu sisi, kerja remote–menurut penelitian–mampu memberikan kebahagiaan dan kepuasan lebih pada para pekerja; mereka bisa mengatur jadwal kerja mereka sendiri, lebih produktif, gaji pun kadang malah lebih besar diterimanya ketimbang yang setiap hari mesti ngantor. Sedangkan, sisi lain, pekerja remote juga harus menghadapi banyak tantangan yang tak bisa dibayangkan oleh mereka yang bekerja di kantor.
So, ada yang berminat untuk kerja remote? Nggak heran sih banyak yang memang pengin untuk kerja remote. Tapi, sebelum mulai, pastikan dulu punya beberapa bekal berikut.
5 Hal yang Harus Dipersiapkan Jika Ingin Kerja Remote
1. Disiplin dan manajemen diri yang baik
Salah satu tantangan terberat bagi yang kerja remote adalah godaan gagal fokus. Yups, namanya kerja di rumah, kerja di kafe, atau di tempat-tempat yang bebas seperti itu, kadang karena terlalu nyaman, malah jadi keenakan.
Di rumah misal. Godaan untuk lebih baik tidur, atau nonton drakor, atau main games, akan lebih besar. Di kafe, sama saja. Apalagi kalau enggak sendirian. Ditemani pacar? Wah, sudah pasti gagal kerja deh.
Tidak adanya seseorang yang mengawasi pekerjaan kita–seperti halnya di kantor, kita bisa punya atasan yang memonitor langsung atau HR yang siap-siap pecut kalau kita malas-malasan-membuat para pekerja remote harus punya bekal disiplin dan manajemen diri yang baik.
Belum lagi nih, kalau si pekerja remote ini seorang yang workaholic. Bisa-bisa malah kerja terus, nggak pakai istirahat. Waduh. Kan masalah banget ke kesehatan.
Karena itu, kalau mau kerja remote pastikan kita punya jadwal sendiri; kapan mulai kerja, kapan istirahat, kapan berhenti kerja sekadar buat jalan-jalan, hangout, ataupun liburan. Mesti bisa diatur sendiri, dan disiplin terhadap jadwal yang sudah diatur sendiri ini.
2. Punya semangat belajar yang tinggi
Tidak seperti para pekerja kantoran yang bisa selalu dimonitor oleh HR untuk meningkatkan kompetensi, para pekerja remote harus selalu siap untuk belajar sendiri.
Kadang yang terjadi adalah job desc-nya sudah disepakati A, tapi dalam perjalanan ternyata mesti ngerjain B juga. Padahal tugas B ini belum dikuasai betul. Jadilah autodidak, belajar sendiri. Utak-atik sendiri, coba-coba, dan error. Itu biasa banget.
Kalau enggak punya semangat belajar yang tinggi, pasti kerjaan juga akan terhambat.
3. Komunikasi yang baik
Dalam kerja remote, kita akan berhubungan dengan klien melalui berbagai aplikasi komunikasi mobile. Mungkin WhatsApp, Skype, Zoom, ataupun aplikasi chatting lainnya. Akan butuh keterampilan komunikasi yang baik, karena bagaimanapun berkomunikasi melalui alat akan berbeda dengan komunikasi langsung–yang memungkinkan kita bisa melihat perubahan wajah ataupun bahasa tubuh lawan bicara kita.
Kita hanya akan bisa mendengar suara atau melihat muka saja, tanpa melihat suasana sekitar lawan bicara kita. Dan, ini tuh PR banget kalau enggak punya skill komunikasi yang baik.
Belum lagi kalau kita kerja remote dengan orang luar. Kemampuan berbahasa asing pasti dibutuhkan banget.
4. Mandiri
Kalau kerja kantoran, kita akan bisa banyak didukung oleh tim. Kalau keteteran, kita bisa meminta bantuan pada rekan kerja yang lain untuk ikut menyelesaikan suatu pekerjaan.
Tapi tidak demikian dengan kerja remote. Akan ada kemungkinan, semua tugas harus bisa kita kerjakan sendiri. Barangkali sih memang kita bekerja bersama tim, tapi kalau enggak selokasi ya sama saja dengan kerja sendiri. Pastinya berbeda dengan kerja tim yang semua terlibat langsung kan?
5. Punya alat kerja yang cukup
Yang pasti, minimal biasanya sih kita harus punya handphone dan internet sebagai alat kerja. Untuk beberapa jenis tugas lainnya, ada kemungkinan akan perlu juga laptop, dan alat kerja lain.
Ada kemungkinan, kita harus bisa memenuhi alat kerja kita sendiri. Berbeda dengan para karyawan kantoran yang biasanya alat kerjanya dipenuhi oleh pihak perusahaan.
Gimana nih, sampai di sini? Masih tetap tertarik dengan kerja remote? Dengan 5 persiapan di atas, siapa saja memang bisa kerja remote dan lebih produktif kok.
Oh iya, dan salah satu hal yang harus kita kembangkan juga adalah kemampuan untuk mengelola keuangan. Sebagian besar para pekerja remote tak menerima upah yang sama lo setiap bulannya, karena dihitung berdasarkan hasil kerjanya–meski ada juga yang diberi upah tetap. Perlu trik khusus untuk mengelola pemasukan yang tak tetap ini, supaya pengeluaran tetap rutin dan terukur.
Coba cek berbagai kelas finansial online di QM Financial yuk, ikuti yang sesuai dengan kebutuhan keuangan seorang pekerja remote. Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip keuangan yang applicable untuk siapa saja.
Para Ibu Bekerja Bisa Memiliki 3 Alternatif Penghasilan Tambahan Ini!
Kalau dulu, status menjadi seorang ibu bekerja memang tidak sepopuler zaman sekarang. Saat seorang perempuan menikah dan menjadi istri serta ibu, maka ia akan menjadi tanggung jawab suaminya.
Yah, hal tersebut kalau dilihat sepintas lalu memang seperti “berpihak” pada perempuan. Tapi bisa jadi jebakan betmen juga. Saat perempuan yang berstatus ibu itu sudah bergantung sedemikian rupa, maka jika suatu saat ada hal-hal yang tidak diingikan dan di luar dugaan terjadi, ia bisa saja “kehilangan” tempat bergantung. Akibatnya, ia pun akan mengalami kesulitan untuk melanjutkan hidup.
Pastinya hal ini tak kita harapkan ya? Dan, untunglah semakin ke sini, perempuan semakin sadar akan hal ini. Mereka pun berusaha mandiri dan bisa menghasilkan uang sendiri, meski sudah berstatus ibu.
Tapi persoalannya, kadang juga ada beberapa alasan yang membuat para ibu bekerja harus menambah penghasilan. Antara lain karena punya tujuan keuangan yang baik, maka seorang ibu yang juga berstatus karyawan ini juga harus berusaha untuk mencapainya lebih cepat. Atau, bisa juga untuk persiapan masa pensiun.
Yes, memang ada banyak alasan baik di balik tambahan penghasilan bagi ibu bekerja.
Tapi, bukankah menjadi seorang ibu bekerja itu sudah sibuk sekali? Bukankah ibu bekerja sudah direpotkan dengan urusan anak, mengurus suami juga, dan masih harus bekerja keras mencapai target-target di kantor? Apakah mungkin bisa mempunyai penghasilan tambahan lagi?
Bisa kok. Berikut beberapa alternatif penghasilan tambahan yang bisa didapatkan oleh ibu bekerja.
3 Alternatif penghasilan tambahan bagi ibu bekerja
1. Freelancing
Bekerja secara freelance memang menjadi pilihan pertama. Apalagi jika si ibu bekerja punya passion tertentu yang berbeda dengan yang dilakukannya di kantor.
Misalnya saja, menulis. Di sela-sela waktunya bekerja untuk kantor dan mengurus keluarga, seorang ibu bekerja juga bisa bekerja lepas sebagai penulis. Bisa penulis buku, penulis konten untuk pekerjaan digital, hingga menjadi ghost writer.
Jenis pekerjaan lepas lain yang bisa dilakukan oleh ibu bekerja adalah desain grafis. Jika punya kemampuan di bidang ini, kita bisa menerima berbagai pekerjaan desain grafis, seperti desain-desain marketing kit, mulai dari company profile, brosur-brosur, hingga desain kartu nama.
Jika punya keterampilan di pemrograman, seorang ibu bekerja juga bisa menerima order web design ataupun web development.
Apa pun pekerjaan lepas yang dilakukannya, pastikan bisa dilakukan di sela-sela waktu antara pekerjaan utama dan urusan rumah tangga yang harus ditangani. Kemampuan manajemen waktu dan disiplin diri menjadi kunci sukses seorang ibu bekerja yang juga menerima pekerjaan lepas seperti ini.
2. Bisnis kecil
Selain bekerja secara lepas, seorang ibu bekerja juga bisa memiliki bisnis kecil yang bisa mulai dengan dikerjakan sendiri.
Misalnya, berdagang. Zaman now semua orang sepertinya sudah memanfaatkan internet buat jualan. Siapa pun bisa membangun bisnis kecilnya dengan berbasis internet. Mulai dari jualan pernak-pernik aksesori fashion, jualan baju, jualan mukena, sampai bisnis MLM, semua bisa dijalankan secara online.
Kita bisa mulai berjualan di media sosial, seperti Instagram dan Facebook. Atau, bisa juga menitipkan dagangan di marketplace-marketplace yang semakin menjamur belakangan ini. Atau, jika punya kemampuan mengulik blog, kita juga bisa membuat website jualan sendiri juga lo! Gampang banget.
Kalau nggak mau online, seorang ibu bekerja juga bisa berbisnis offline. Contohnya saja, berbisnis katering sarapan atau makan siang untuk teman-teman sekantor. Kan pasarnya sudah langsung ada tuh, nggak perlu susah-susah lagi melakukan survei dan tes pasar lagi. Lumayan banget kan?
3. Pengelolaan aset aktif
Sudah punya pekerjaan sampingan sebagai freelancer atau punya bisnis kecil, jangan lupa untuk juga punya aset sendiri. Sepertinya sih wajib ini ya?
Salah satunya adalah dengan mempunyai properti atas nama pribadi yang bisa disewakan, dan bisa memberikan tambahan pemasukan setiap bulannya.
Namun, jika menganggap untuk punya aset aktif ini kita butuh modal besar (lantaran memang besar–untuk membeli dan kemudian merawatnya), maka seorang ibu bekerja bisa juga memilih untuk berinvestasi di surat berharga. Ada deposito, obligasi, saham, hingga P2P Lending.
Nah, banyak kan alternatif penghasilan tambahan untuk ibu bekerja?
Setelah menambah penghasilan, PR selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengelola semua penghasilan tambahan tersebut agar dapat dioptimalkan demi memenuhi kebutuhan hidup sekarang dan di masa yang akan datang.
Anda bisa mengusulkan pada perusahaan tempat Anda bekerja untuk mengadakan training keuangan bagi karyawan. Ada banyak manfaat yang bisa diambil dari training keuangan untuk karyawan ini. Tak hanya bagi karyawan sendiri tetapi juga bagi perusahaan.
Hubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, yaitu program pelatihan interaktif untuk karyawan. Pihak perusahaan dapat menyusun program bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansialnya.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Jangan Khawatir, Rezeki Sudah Ada Yang Mengatur
“Jangan khawatir, rezeki sudah ada yang mengatur”
Inilah jawaban yang saya dapatkan saat mengajukan pertanyaan seputar pengelolaan keuangan freelancer kepada Fairuzul Mumtaz, seorang konsultan buku lepas yang saat ini berdomisli di Yogyakarta. Meski freelancer identik dengan job yang tidak pasti – kadang ramai, kadang sepi – Fairuz tak pernah khawatir sepi order. Fairuz mengaku tak pernah kekurangan job. Pekerjaan selalu ada, tinggal kita malas atau tidak mengerjakannya.
Mengkhawatirkan ada tidaknya order besok, itu artinya menghina Tuhan, begitu katanya. Meski tak khawatir akan datangnya order, Fairuz mengaku khawatir akan pengelolaan keuangan keluarganya, tentang bagaimana sebaiknya menabung dan berinvestasi untuk masa depan.
Apakah kamu punya kekhawatiran yang sama?
Ada banyak jalan rezeki. Ada yang memilih bekerja sebagai wirausahawan atau karyawan. Ada pula yang yang memilih menjadi freelancer seperti Fairuz. Sebagai seorang freelance konsultan buku, sehari-harinya Fairuz bekerja di garasi rumah yang ia sulap menjadi kantornya.
Fairuz menyediakan jasa end to end pengerjaan buku. Mulai dari menulis naskah, proof reading, editing, desain & layouting, perijinan (ISBN) hingga mengurus ke percetakan. Fairuz juga masih menyediakan waktu untuk mengajar teknik-teknik penulisan kepada mereka yang tertarik belajar. Semua dilakukannya di garasi rumahnya di daerah Bantul,Yogyakarta.
Prinsip Fairuz, seorang buruh harus punya banyak bos. Itulah yang membuat pekerjaan selalu mengalir kepadanya. ‘Bos-bos’ ini didapatkannya dari hasil membangun jaringan. Menjalani pekerjaan freelancer sejak 2008, Fairuz sudah membangun jaringan penulis dan penerbit sejak masih berstatus sebagai mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Setelah lulus, ia sempat mengelola Radio Buku, sebuah radio tentang dunia literasi berbasis internet. Pekerjaan ini memperluas jaringannya di luar Jogja, terutama Jakarta. Jaringannya juga diperkuat oleh sang istri, Tikah Kumala, yang sebelumnya bekerja sebagai editor sebuah penerbit di kota yang sama.
Dalam mengelola keuangan keluarganya, Fairuz menganut manajemen keuangan Lillahi ta’ala, artinya kurang lebih ikut kehendak Gusti Allah. Fairuz percaya, selama kita giat, pekerjaan atau rezeki akan selalu ada. Tapi pekerjaan rumahnya adalah apakah kita mengelola rezeki dengan benar? Apakah bisa menabung atau berinvestasi untuk masa depan?
Selama ini, Fairuz sudah membuat rekening terpisah untuk keperluan masa depannya. Honor yang cukup besar ditransfer ke rekening ini. Sayangnya, beberapa kali rekening ini terpaksa dijebol saat terjadi keadaan darurat atau untuk memenuhi biaya sosial yang tinggi.
Meski mengaku bidang literasi seperti yang digelutinya selama 10 tahun terakhir ini adalah salah satu passion-nya, Fairuz menganggap freelance bukan pekerjaan selamanya. Tidak menutup kemungkinan untuk menjadi pekerja kantoran jika ada kesempatan untuk mengekspresikan bakat kreatifnya. Mungkin saja saat menjadi karyawan, biaya sosial bisa lebih rendah karena waktu luang yang terbatas sehingga tidak sempat terlalu banyak berkomunitas. Lagipula, seorang karyawan lebih mudah mendapatkan persetujuan kredit (terutama KPR) dibandingkan freelancer kan?
Rezeki memang sudah ada yang mengatur. Namun, kitalah yang harus belajar mengelola rezeki yang sudah kita terima untuk kebutuhan masa kini dan masa depan. Sebagai langkah awal agar rekening untuk keperluan masa depannya tak lagi dijebol, Fairuz perlu membuat Dana Darurat.
baca juga: Tentang Dana Darurat
Ayo coba cek apakah target Dana Daruratmu sudah terkumpul? Apapun struktur rezekimu, pastikan kamu terus meningkatkan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga.
Your money, your choice, your responsibility.
Fransisca Emi
Freelance Bukan Untuk Semua Orang
Belakangan ini tren kerja sebagai freelancer semakin mencuat di kalangan millenials. Bayangan waktu kerja yang fleksibel tentu menarik untuk mereka yang tak ingin terikat jam kerja. Apalagi dengan tingginya tingkat kemacetan di kota besar, tentu menyenangkan kalau kita bisa bebas bekerja dari mana saja.
Tertarik menjadi freelancer? Kata Andika Rahmawati yang lebih akrab disapa Mba Akid – seorang freelancer yang saat ini berdomisili di Jogja – freelance itu bukan untuk semua orang! Nah loh. Jangan buru-buru resign sebelum kamu membekali diri dengan pengetahuan yang cukup ya. Yuk, kita simak obrolan seru dengan Mba Akid.
Hai Mba Akid, cerita dong tentang latar belakang Mba Akid!
Hai hai! Saya adalah lulusan Teknik Informatika yang sebenarnya tidak ingin bekerja di bidang IT. Hahaha. Dari kecil saya suka menulis, tapi saat itu karier sebagai penulis tampak kurang menjanjikan. Saya pun memilih jurusan IT yang secara praktis terlihat lebih bisa menghasilkan uang, dan menulis saya jadikan hobi.
Selama 9 tahun bekerja kantoran, saya sempat beberapa kali berganti bidang. Awalnya saya bekerja di bagian technical support, kemudian beralih ke desain website, kemudian sedikit demi sedikit mulai geser ke konten website. Posisi kerja saya di beberapa tahun terakhir saya ngantor ada di bawah divisi Marketing Communication, dari situ saya juga jadi belajar banyak soal komunikasi. Perjalanan inilah yang membawa saya kembali ke menulis. Ternyata saya harus mengambil jalan memutar untuk akhirnya bisa menghasilkan uang dari menulis.
Kenapa akhirnya Mba Akid memutuskan menjadi freelancer?
Ide awal tidak bekerja kantoran itu dari pergaulan. Saya punya beberapa kawan dekat yang awalnya menginspirasi saya untuk bekerja tanpa ngantor. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, saya juga mulai melihat adanya kesempatan. Kala itu freelancing dan remote working mulai happening. Saya merasa skill yang saya punya sebenarnya bisa ‘dijual’ di luar tanpa harus kerja kantoran. Tapi ini keputusan saya untuk akhirnya jadi freelancer tidak terjadi seketika. Butuh 2-3 tahun bagi saya untuk menyiapkan diri, memantapkan ide, memperbanyak portofolio, dan memperkuat koneksi.
Biasanya dari mana Mba Akid mendapatkan project?
Ada banyak portal online yang bisa digunakan untuk mencari project, misalnya freelancer.com. Tapi saya merasa kurang cocok di situ, karena persaingannya berat dan terutama kita tidak mengenal klien. Saya pribadi lebih banyak mengandalkan koneksi yang sudah saya kumpulkan selama bekerja kantoran. Selain itu saya juga memanfaatkan LinkedIn dan website pencari kerja formal seperti jobsdb dan jobstreet yang biasanya juga menjadi platform bagi perusahaan yang mencari pekerja freelance/remote. Soal pemilihan klien, saya lebih suka investasi tenaga dan waktu di perusahaan/brand besar karena kalau sudah cocok, kerjasamanya punya potensi untuk jadi jangka panjang. Saya juga lebih suka menjaga hubungan dekat dengan klien yang sudah ada daripada tebar jala mencari klien baru, dengan harapan, loyalitas seperti ini juga akan memudahkan saya dapat proyek lagi dari klien tersebut.
Project apa saja yang diambil?
Saat ini saya lebih fokus ke literasi, seperti penerjemahan teks, utamanya dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Selain itu saya juga mengedit artikel, menulis artikel featured, serta menerjemahkan konten digital seperti website dan email. Saya juga menangani end to end social media project mulai dari strategi, monitoring, hingga evaluasi.
Apa sih plus minusnya jadi freelancer dibanding karyawan kantor?
Ada dua pembeda utama, yaitu penghasilan dan waktu. Saat jadi karyawan, saya punya penghasilan rutin. Arus keuangan bisa diprediksi dan lebih mudah menata kehidupan. Minusnya, saya tidak punya kebebasan waktu karena harus mengikuti jam kerja kantor. Sebaliknya, saat menjadi freelancer, saya punya kebebasan untuk mengatur waktu kerja sendiri. Mewah banget rasanya. Minusnya, terjadi ketidakteraturan pendapatan. Fleksibitas waktu bagi freelancer bisa jadi pisau bermata ganda. Jadi harus pintar-pintar mengatur waktu dan uang.
Sederhananya, kerja kantoran itu relatif banyak duit tapi gak punya waktu buat jalan-jalan. Ibaratnya, saat jadi karyawan kita sebenarnya sedang menggadaikan waktu. Harus berada di kantor saat jam kerja, baik itu saat load kerja sedang banyak atau malah magabut (makan gaji buta). Bagi saya gaji adalah uang gadai waktu. Padahal waktu adalah aset yang paling berharga, gak bisa diulang atau diputar balik. Karena itulah saya memilih menjadi freelancer.
Fleksibitas waktu freelancer bisa jadi pisau bermata ganda, maksudnya gimana?
Freelance bukan buat semua orang. Freelancer harus punya disiplin tinggi. Kebebasan waktu yang dimiliki bisa jadi boomerang. Ada kalanya santai tapi ada juga masa-masa gak punya waktu bebas sama sekali karena kerja rodi mengejar deadline.
Dengan penghasilan yang gak pasti, gimana caranya mengatur keuangan ala freelancer?
Faktor paling penting adalah kontrol diri. Jangan merasa kaya kalau invoice cair! Hahaha. Saya selalu berasumsi bulan depan gak dapat uang agar bisa lebih menahan diri.
Sebagai freelancer saya menyiapkan Dana Darurat untuk hidup aman selama 6 bulan ke depan. Saya punya istilah khusus, namanya ambang minimal kekhawatiran (AMK). Selama tabungan saya masih berada di atas AMK, saya tidak memaksakan diri mencari project, sedapatnya saja. Saya tidak takut menolak kerjaan kalau memang gak bisa handle. Kalau dipaksakan akan berpengaruh ke kualitas hasil kerja. Dampaknya panjang. Saya tidak mau menggadaikan waktu lagi untuk uang. Kalau uang di tabungan sudah menyentuh AMK, baru deh saya rajin cari project baru.
Untuk menjaga kestabilan pemasukan saya mencari project beli putus. Project ini tipikalnya bernilai besar dalam jangka waktu pendek. Uangnya saya gunakan untuk tabungan, investasi, dan dana liburan. Untuk uang bulanan, saya mencari dari project rutin seperti social media management bulanan. Namun kini saya mengurangi pekerjaan media sosial karena mengurangi level kewarasan. Hahaha.
Saya punya dua macam rekening: tabungan dan operasional. Semua uang yang diterima masuk ke rekening tabungan. Setiap bulan saya mentransfer sejumlah uang ke rekening operasional sebagai ‘gaji bulanan’. Kalau uang di rekening operasional menipis, berarti saya lagi bokek, gak boleh ambil uang di tabungan. :)
Freelancer biasanya kerja di coworking space atau coffee shop. Biaya operasionalnya mahal dong?
Nggak. Karena saat menentukan harga jual jasa, semua biaya produksi seharusnya sudah diperhitungkan, termasuk untuk listrik, internet, makanan dan minuman selama kerja. Saya seringkali menggunakan hourly rate. Ini memudahkan saya untuk melihat apakah bulan ini saya sudah cukup menghabiskan sumber daya untuk suatu project.
Awalnya saya lebih ketat mengatur biaya operasional, sekarang sudah jauh lebih santai. Gak pelit-pelit banget. Saya sebut ini biaya untuk menjaga kewarasan. Bisa gila kalau kerjanya sendirian terus di kos J
Soal proteksi gimana Mba?
Sejak masih jadi karyawan saya sudah melindungi diri dengan membeli asuransi kesehatan swasta sendiri, jadi saat freelance tinggal dilanjutkan. Triggernya saya pernah sakit parah sehingga harus opname cukup lama. Asuransi dari kantor ternyata tidak cukup untuk menutup semua biaya. Jadi sisanya harus saya tanggung sendiri. Rasanya tertohok karena merasa sudah kerja capek-capek mengumpulkan uang, eh malah uangnya habis karena bayar biaya rumah sakit.
Nah! Ini yang kadang freelancer lupa. Waktu jadi karyawan, asuransi kesehatan ditanggung oleh kantor. Pas jadi freelancer, kita harus menyiapkan asuransi kesehatan sendiri. Freelancer itu kalau gak kerja gak dapat uang. Gak mau kan tabungannya habis untuk membayar rumah sakit? Minimal punya BPJS Kesehatan lah. Jangan dilihat mahalnya karena sekarang banyak juga yang terjangkau. Premi bisa mulai dibawah Rp100.000 per bulan kok.
Menurut Mba Akid apa aja yang harus disiapkan seseorang yang ingin melepas status karyawan dan menjadi freelancer?
Saya tidak menyarankan orang masuk dunia freelance tanpa senjata. Minimal dia harus punya tabungan untuk 6 bulan ke depan. Sebelum jadi freelancer, bikin plan dulu skill apa yang mau dijual. Dari situ baru bisa bergerak mengumpulkan portofolio dan menguatkan network. Kalau modalnya belum kuat, sabar dulu ya :)
Kamu tertarik menjadi freelancer? Yuk siapkan amunisi berupa Dana Darurat minimal selama 6 bulan, asuransi kesehatan yang cukup, skill yang mumpuni, portofolio yang menarik, dan network yang kuat. Selamat mengumpulkan senjata!
Fransisca Emi
***
#AskQMPlanner: Bagaimana Mengelola Keuangan Untuk Freelancer Atau Pemilik Usaha?
Bekerja sendiri baik dengan membuka usaha maupun sebagai freelancer, artinya Anda menjadi bos bagi diri sendiri. Waktu kerja yang fleksibel, bebas memilih pekerjaan yang disukai dan ritme kerja sesuai dengan keinginan adalah beberapa keuntungan utama.