Gaya Hidup Childfree Dipilih karena Dana Pendidikan Anak yang Tinggi?
Dunia maya heboh dengan gaya hidup childfree yang dipopulerkan oleh salah satu influencer. Jadi topik hangat deh di mana-mana, dan tentu saja, diwarnai dengan pro dan kontra.
Bagaimana dengan kamu? Kamu termasuk tim pro atau tim kontra? Atau, bodo amat, asal nggak ngerugiin orang lain?
Yah, yang namanya gaya hidup memang jadi hak setiap orang buat memilih mana yang akan dijalani, betul? Dan, memang, asalkan tidak membuat rugi pihak lain, juga sehat untuk diri sendiri, ya kenapa enggak dijalankan?
Alasan Seseorang Memilih Childfree
Childfree adalah keputusan untuk tidak punya anak oleh pasangan yang sudah menikah. Keputusan seperti ini sebenarnya bukan hal baru. Bahkan, sudah lama banyak yang memang memutuskan untuk tidak punya anak setelah menikah, meskipun ini menjadi unpopular opinion di Indonesia yang budaya nenek moyangnya masih kental. Cuma ya, tadinya—entah karena alasan privacy, atau juga karena peran media sosial—nggak seheboh ini.
Sebenarnya keputusan untuk childfree atau pilihan yang lainnya, itu menjadi privilege masing-masing pasangan. Tapi apa yang mendasari sepasang suami istri memutuskan untuk childfree alias tak punya anak? Ada beberapa alasan sih:
- Masalah kesehatan, karena mungkin salah satu pasangan kesehatannya rentan jika punya anak
- Tak siap mental menjadi orang tua, karena yah, memang berat banget tuh tuntutan untuk menjadi orang tua.
- Ingin fokus pada karier
- Masalah finansial
Nah, yang menarik tentu saja alasan terakhir. Of course, QM Financial akan membahasnya dari sisi finansial, karena QM Financial bukan konsultan pernikahan, apalagi tempat praktik dokter kandungan.
Biaya-Biaya Punya Anak
Kita sudah mafhum, bahwa biaya untuk punya anak itu tidaklah murah. Mulai dari saat ibu hamil, sampai nanti ketika anak selesai kuliah, selama itu pula semua hal yang terjadi pada anak menjadi tanggung jawab orang tua.
Ada beberapa biaya yang kemudian muncul, begitu kita memutuskan untuk punya anak.
1. Biaya kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan
Dari mulai program hamil, selama masa kehamilan, hingga menjelang persalinan, orang tua harus siap dengan berbagai biaya, mulai dari biaya kontrol dokter, vitamin-vitamin, asupan gizi yang baik, dan sebagainya. Biaya kontrol dokter bisa saja gratis, kalau kontrolnya ke puskesmas. Tapi biaya lain, tetaplah ada.
Tiba saatnya bersalin, kalau bisa melahirkan secara alami sudah pasti akan terjangkau. Tapi, kalau ada masalah kesehatan, ya mesti siap operasi. Ini belum termasuk ongkos rumah sakitnya.
Pascapersalinan, ibu dan bayi juga akan butuh perawatan ekstra. Belum lagi kalau butuh jasa babysitter, daycare, atau ART juga kan?
2. Biaya kebutuhan dasar anak
Mulai dari pangan, sandang, papan, hingga kenyamanan, sudah pasti harus dipenuhi oleh orang tua yang baik.
Di sini termasuk juga kebutuhan hiburan untuk anak, yang ternyata tak dikategorikan ke biaya kebutuhan pokok, tapi justru banyak juga bujetnya. Ajak anak-anak main, jajan, mainan, ini itu, … yang nominalnya kadang kecil, tapi karena cukup sering ya, jadinya lumayan juga. Dengan childfree, pasangan sudah pasti hanya perlu fokus pada kebutuhan berdua saja.
3. Biaya pendidikan
Nah, ini nih, yang sepertinya paling banyak dinilai menjadi yang terbesar dari semua biaya yang muncul begitu punya anak. Kita juga nggak bisa memungkiri kok, kalau biaya pendidikan di Indonesia kian mahal dari tahun ke tahun. Dan maklum banget, jika ada yang memutuskan childfree untuk menghindari biaya di sisi ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik, rata-rata inflasi yang timbul dari sektor pendidikan periode 2009 – 2019 mencapat 3.75%. Tapi pada praktiknya, kita bisa melakukan survei sendiri, dan biaya pendidikan itu naik antara 10-20% setiap tahunnya.
Kenapa biaya pendidikan bisa begitu mahal? Nah, ini sudah pernah kita bahas pada artikel sebelumnya. Boleh diintip ya.
Sebenarnya, untuk biaya pendidikan, ini bisa loh kita siapkan lebih dulu, sehingga tak memberatkan ketika sudah waktunya untuk menyekolahkan anak, dan tak harus membuat keputusan untuk childfree. Kapan mulai bisa dipersiapkan? Sesegera mungkin. Kalau bisa, bahkan, sejak ibu mulai hamil.
Bisa kok, bisa, asalkan disiplin dan rencana keuangannya sudah komprehensif. Bahkan, kita juga bisa merencanakan dana pendidikan anak, sekaligus membuat rencana untuk tujuan finansial lain, seperti punya rumah hingga dana pensiun.
Gimana ya, caranya membuat rencana dana pendidikan anak yang baik? Apa saja pilihan cara menyisihkan uang? Lalu, bagaimana triknya supaya selain dana pendidikan anak terpenuhi, kebutuhan hidup yang lain juga tercukupi, sementara penghasilan orang tua pasti bukannya tak terbatas juga.
Nah, gabung saja yuk, di kelas Dana Pendidikan di Financial Clinic Online Series QM Financial. Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Menunda Investasi? Inilah 3 Risiko Keuangan yang Harus Dihadapi
Memiliki gaji besar ataupun kecil, setiap orang pasti memiliki kebutuhan yang sudah direncanakan setiap bulan. Ada yang bersifat kebutuhan tetap dan ada pula tambahan. Dan, tak jarang karena kebutuhan ini itu, jadi kerap menunda untuk melakukan investasi. Sayangnya, perilaku tersebut berefek ke risiko keuangan yang harus dihadapi.
Dalam strategi perencanaan keuangan, investasi merupakan hal yang sangat penting, agar ke depannya Anda bisa memiliki sejumlah dana yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan ataupun keinginan.
Memutuskan untuk melakukan investasi adalah pilihan terbaik. Karena sejatinya, investasi merupakan suatu proses untuk menunda keinginan kita hari ini agar bisa digunakan di kemudian hari.
Mengapa perlu berinvestasi? Inflasi adalah hal yang pasti. Jadi, di masa depan sudah pasti akan ada kenaikan harga, di sinilah fungsi investasi di mana diharapkan bisa memberikan kenaikan pada nilai aset dan juga penghasilan di masa yang akan datang.
Risiko dalam berinvestasi itu pun sudah pasti ada. Semakin tinggi imbal hasil, maka makin tinggi pula risikonya. Namun, setinggi apa pun risiko investasi, akan lebih besar risiko keuangan yang bisa terjadi karena menunda investasi.
Lalu, risiko keuangan apa saja yang bisa terjadi ketika kita menunda investasi? Yuk, disimak penjelasannya.
Menunda Investasi? Inilah 3 Risiko Keuangan yang Harus Dihadapi
Tidak ada dana pendidikan untuk anak-anak
Memutuskan untuk berkeluarga, kita harus berpikir jauh ke depan. Dana pendidikan anak mulai dari jenjang TK hingga perguruan tinggi adalah salah satu tujuan keuangan yang nominalnya bisa bikin kepala cenat-cenut kalau tak disiapkan dengan baik.
Setiap tahun, biaya pendidikan akan ada kenaikan. Walaupun memilih sekolah negeri yang bebas biaya masuk, bukan berarti tidak ada biaya lainnya. Intinya kita harus memiliki sejumlah dana untuk pendidikan anak di tiap jenjang. Jumlah anak juga akan memengaruhi berapa banyak dana yang harus disiapkan lho.
Menabung apa saja cukup? Sayangnya tidak. So, untuk memenuhi kebutuhan dana pendidikan, investasi adalah keharusan.
Tidak ada dana pensiun
Memikirkan dana pensiun itu sungguh tak menarik. Apalagi, kalau kita masih muda, baru semangat-semangatnya kerja. Masa sudah mau mikirin gimana nanti kalau pensiun?
Kalau memang ini yang kamu pikirkan sebagai karyawan, well, sekaranglah saatnya kamu mengubah persepsi. Dana pensiun harus dimiliki oleh siapa pun, baik pekerja lepas, profesional, pemilik bisnis, apalagi karyawan, demi kehidupan yang (tetap) baik di masa tua nanti.
Setiap instansi memiliki batas waktu pensiun yang berbeda-beda. Coba deh dipikirkan, jika tidak memiliki dana pensiun, bagaimana hidup kita kelak? Mengharapkan uang pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan, apakah cukup?
Jika hanya mengharapkan dana pensiun dari kantor ini sudah jelas tidak akan mencukupi. Indonesia memiliki rata-rata tingkat inflasi 3% per tahun, ini artinya kita berpotensi mengalami penurunan standar hidup di kemudian hari apabila tidak ada dana pensiun.
Agar terhindar dari risiko keuangan di masa “istirahat” kelak, maka persiapkan semuanya sejak sekarang. Mulailah berinvestasi untuk dana pensiun. Kelak dengan dana pensiun, kita bisa hidup di manapun sesuai keinginan dengan pasangan, mau jalan-jalan keliling dunia pun tak masalah toh ada dana yang sudah disiapkan.
Menciptakan sandiwch generation yang baru
Menjadi orang tua tugasnya melindungi anak dan juga harus bisa mandiri secara finansial walaupun udah di usia senja. Ada sebuah kekhawatiran jika kelak saat pensiun nanti harus bergantung pada bantuan anak. Bukankah ini seharusnya menjadi tugas kita, untuk memutuskan rantai sandwich generation ini?
Berikan hidup terbaik pada anak-anak dan sebisa mungkin jangan membebankan hidup kita juga pada mereka. Wariskan aset, jangan wariskan risiko keuangan. Ada sebuah kehangatan saat kita bisa hidup mandiri kelak dan tidak bergantung pada anak.
Memiliki investasi, kita bisa mencukupi bekal di hari tua dan menghindarkan diri dari berbagai risiko keuangan, salah satunya berutang.
Dalam hidup, kita mestinya punya strategi agar bisa survive dan menikmati hidup seutuhnya. Risiko keuangan di atas sangat membahayakan hidup kita apabila tidak diatasi sejak sekarang. Mulailah berinvestasi berapa pun dana ada. Ada banyak instrumen investasi yang bisa dipilih, sesuaikan dengan kemampuan, tujuan keuangan, dan profil risiko yang dimiliki.
Apakah kantor atau komunitasmu mengalami masalah keuangan yang sama? Ataukah, punya kebutuhan training finansial yang lain? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Apa sih yang Menyebabkan Tingginya Biaya Sekolah? Bisa Jadi 5 Ini Alasannya!
Tahun ajaran baru segera tiba. Dana pendidikan anak, apa kabar, Bun? Semoga sudah disiapkan dengan baik. Enggak harus sekaligus langsung aman, toh pendidikan anak kan juga jangka waktunya panjang. Asal dipersiapkan dengan baik, kita enggak akan shock-shock amat melihat kenaikan biaya sekolah ini setiap tahun.
Yah, begitulah kenyataannya. Mau angka inflasi besar atau kecil, kenaikan biaya sekolah rerata mencapai 10 – 20% setiap tahunnya. Mau pandemi atau enggak, anak-anak belajar dari rumah atau sudah tatap muka di sekolah, biaya sekolah ya tetap harus dibayar penuh. Ini berlaku terutama di sekolah-sekolah swasta.
Meskipun kita menyekolahkan anak di sekolah negeri, juga tetap ada beberapa hal yang harus disiapkan juga kan? Bukan berarti biaya sekolah jadi Rp0.
Meskipun di UU Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan, bahwa anak berusia 7 hingga 15 tahun berhak mendapatkan pindidikan dasar dengan biaya yang ditanggung pemerintah, tapi ya kenyataan berkata lain. Masih saja ada berbagai ongkos lain yang menjadi beban orang tua.
Di tingkat yang lebih tinggi, lebih dahsyat lagi kenaikannya. Untuk bisa masuk perguruan tinggi negeri, sekarang juga butuh biaya jutaan.
Tentu saja, ini berdampak pada keluarga-keluarga kelas menengah ke bawah, yang rasanya semakin sulit saja menjangkau kebutuhan pendidikan yang berkualitas.
Apa sih sebenarnya yang menyebabkan biaya sekolah tinggi, dan terus meningkat setiap tahunnya? Berikut beberapa penyebabnya, yang ditelusuri dari berbagai sumber.
Penyebab Biaya Sekolah yang Begitu Tinggi
1. Supply vs demand
Ya, ini sebenarnya “hukum” common di dunia ekonomi, ketika permintaan semakin banyak sementara supply produk sedikit, maka otomatis akan memengaruhi harga produk tersebut. Ini juga berlaku di dunia pendidikan.
Semakin banyak dari kita yang sadar, bahwa kita menginginkan yang terbaik untuk anak-anak kita. Terutama soal pendidikan. Penginnya ya bisa sekolah di sekolah dengan kualitas terbaik, sementara yang benar-benar bisa menyediakan kualitas seperti yang diminta masih terbatas.
Akibatnya, sekolah-sekolah berfasilitas lengkap pun jadi rebutan, dan ini membuat biaya sekolah menjadi meningkat.
2. Investasi pada guru
Guru, sebagai tenaga pendidik dan orang yang “dibebani” untuk mendidik anak-anak kita sudah pasti harus memiliki kompetensi yang baik.
Bagi sekolah negeri, guru-guru bisa difasilitasi oleh negara. Sedangkan, untuk sekolah-sekolah swasta, beban untuk investasi kompetensi guru mau tidak mau harus ditanggung oleh orang tua bersama-sama.
Investasi pada guru ini tidak mungkin hanya sedikit. Belum lagi juga ada beban akreditasi sekolah yang akan menentukan kualitas sekolah itu sendiri. Biayanya setiap tahun juga pasti meningkat, seiring dengan inflasi yang terjadi.
3. Semakin tingginya pula biaya operasional sekolah
Kita juga tak bisa menutup mata akan semakin meningkatnya hal-hal lain yang dibutuhkan untuk men-support kualitas pendidikan itu sendiri.
Pemeliharaan gedung, pemeliharaan alat-alat peraga pendidikan, belum lagi utilitas-utilitas yang diperlukan juga butuh biaya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Bagi sekolah-sekolah swadana, hal ini pasti juga akan jadi beban siapa lagi kalau bukan beban orang tua siswa yang bersekolah di sekolah tersebut? Akibatnya, sudah pasti biaya sekolah akan disesuaikan dong ya?
4. Bertambahnya tuntutan diadakannya berbagai fasilitas
Sekolah-sekolah zaman sekarang dituntut untuk punya beragam fasilitas dan aktivitas yang diharapkan mampu menstimulasi tumbuh kembang anak-anak. Semakin lengkap fasilitas, semakin banyak aktivitas yang ditawarkan, sudah pasti akan memengaruhi biaya sekolah anak-anak juga.
Dan, orang tua mana sih yang bisa menolak kalau sudah anak-anak yang tertarik pengin sekolah di sekolah tertentu karena ada berbagai fasilitas dan aktivitas yang disukainya ada di sekolah tersebut?
Ada salah satu orang tua yang sempat curhat, anaknya keukeuh memilih SMP tertentu, hanya karena kelasnya moving class.
Aktivitas yang lain memang standar, tetapi metode belajarnya moving class. Meski sudah cukup aware bahwa mungkin dalam beberapa bulan ke depan, pasti belum bisa sekolah offline secara penuh sehingga bisa “menikmati” metode moving class-nya, tapi ya kalau anaknya sudah suka banget, mau gimana lagi? Dan, sudah bisa ditebak, meski aktivitas dan fasilitas sama memadainya dengan sekolah lain, tetapi karena metodenya moving class jadilah memengaruhi biaya sekolah juga.
5. Peer pressure
Peer pressure merupakan tekanan sosial yang biasanya datang dari lingkaran teman-teman. Banyak yang bilang, ini adalah problematika remaja. Tetapi, sesungguhnya, meski kita sudah menjadi orang tua, kita juga kadang tak lolos dari masalah peer pressure ini.
Adanya peer pressure ini juga menjadi salah satu sebab yang memengaruhi orang tua untuk berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah terbaik.
Dan … kembali lagi ke poin satu di atas deh; ketika demand melebihi supply, jadilah harga naik.
Selain 5 sebab di atas, pasti juga ada banyak hal lain yang juga menjadi penyebab biaya sekolah yang tinggi, dan terus merangkak naik dari tahun ke tahun—yang kalau mau dibahas, mungkin bisa nggak habis-habis.
So, daripada “menyalahkan” berbagai hal—apalagi yang di luar kendali kita—di luar yang menyebabkan biaya sekolah terus meninggi, akan lebih baik jika kita menyiapkan diri terkait dana pendidikan.
As a start, kamu bisa mulai dengan ikut kelas Dana Pendidikan dari QM Financial dulu. Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Sekolah Online 2021: Biaya Tetap Sama atau Beda Ya?
Tahun 2021 sudah berlalu beberapa minggu. Ini artinya semakin dekat kita dengan tahun ajaran baru. Biaya sekolah, apa kabar di masa pandemi ini? Oh, bukan biaya sekolah biasa. Tetapi, sekolah online.
Pandemi corona memang sesuatu ya? Sekolah pun harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan anjuran pemerintah yang berlaku: melaksanakan kegiatan belajar mengajar dari rumah. Yah, pastinya, mengubah kebiasaan itu tak akan bisa secepat memasak mi instan. Apalagi ini dari sistem sekolah konvensional—yang mengandalkan interaksi langsung dengan tatap muka antara siswa dan guru—menjadi sekolah online, yang hampir seluruh aktivitasnya mengandalkan teknologi dari jarak jauh.
Selain PR tersendiri untuk guru dan anak-anak, ini juga PR banget buat orang tua. Kenapa? Karena harus ikut jadi guru. Dan, terus terang, nggak semua orang tua berkompeten menjadi guru akademik loh.
Ok, enough dengan curcolnya.
Mari kita kembali fokus ke biaya sekolah.
Sekolah Online: Biaya Sekolah Beda?
Iya, lalu apa kabar biaya sekolah? Karena aktivitas hampir seluruhnya tidak dilakukan di sekolah, apakah ini berarti biaya sekolah bisa turun?
Ternyata enggak ya, Bun! Biaya sekolah teteup. Meski sekolah online, tapi guru-guru kan tetap harus diberi gaji. Juga karyawan sekolah lain, yang juga bekerja seperti biasa, meskipun harus menjaga jarak dan mematuhi berbagai protokol kesehatan.
Misalnya saja, uang transportasi sekarang berubah jadi uang kuota internet. Memang ada bantuan dari pemerintah sih, yang diharapkan dapat memperingan beban kita. Selain itu, juga banyak provider yang menyediakan fasilitas gratis untuk fitur Pembelajaran Jarak Jauh, atau PJJ ini. Tapi, hmmm, kalau setiap hari Zoom selama minimal 1 – 2 jam, lalu harus kirim video-video, kadang juga diminta unggah ke YouTube, itu juga sesuatu ya. Ini baru satu anak. Apa kabar yang dua anak atau lebih?
Lalu, selama sekolah online, uang saku anak sih memang bisa saja nggak diberikan. Tapi, dengan adanya anak di rumah, buibu juga harus siap sedia makanan, camilan, dan minuman yang cukup banyak juga. Akhirnya belanja bulanan juga bertambah.
Nah, yang disebutkan di atas adalah beberapa biaya sekolah dari sisi keseharian.
Lalu, bagaimana dengan biaya sekolah di tahun ajaran baru? Apakah beda, atau sama? Atau, teteup naik juga?
Biaya Sekolah Online di Tahun Ajaran Baru 2021
Salah satu tim QM Financial kebetulan tahun ini harus memasukkan anaknya ke jenjang SMP. Memang tetap berharap untuk bisa masuk negeri, biar bisa sedikit berhemat. Tapi, teteup ya, harus mencari sekolah swasta sebagai cadangan. Alasannya, kita juga belum tahu ujian sekolah tahun ini seperti apa kan? Secara, sistemnya juga baru, seiring Mendikbud-nya juga baru. Jadi, buat jaga-jaga, biar aman. Kan nggak mungkin meminta anak untuk “cuti” sekolah setahun, karena gagal masuk sekolah negeri?
Ternyata, biaya sekolah di tahun ajaran baru itu teteup.
Teteup naik, maksudnya. Besarnya 10 – 12% dari tahun lalu.
Kebetulan tinggal di sebuah kota kecil, sebenarnya biaya sekolahnya juga enggak setinggi Jakarta. Tapi setelah ditotal ya teteup ya, butuh 8 digit. Pasalnya, sekolah yang ditarget merupakan sekolah swasta yang cukup populer dan berakreditasi A. Reputasinya sangat baik, langganan juara lomba-lomba sekolah. Memang sih, 8 digit itu bisa diangsur selama beberapa bulan, dan terdiri atas uang pangkal, uang gedung, sampai uang seragam, SPP sekaligus uang kegiatan.
Sekolah tersebut melaksanakan seluruh kegiatannya secara virtual, baik kegiatan belajar mengajar maupun ekskulnya. Sekolah tetap full, dari pukul 07.00 sampai pukul 13.00 untuk KBM, lalu dilanjut ekskul dengan aplikasi Zoom juga. Sekolahnya 5 hari dalam seminggu.
Luar biasa ya?
Wah, langsung ceki-ceki dana pendidikan yang memang sudah disiapkan deh.
Siapkan Dana Pendidikan Anak Segera
So, kesimpulan, biaya sekolah online di masa pandemi tetap sama ya, para orang tua. Bahkan bisa saja tetap naik, mengikuti “jadwal” inflasi seperti biasanya—meskipun tingkat inflasi negara saja sudah diturunkan.
Jadi, siapkan dana pendidikan anak-anak dengan segera, dan buat rencana yang fixed dan realistis. Mau apa pun yang terjadi, biaya sekolah itu hampir mustahil untuk nggak naik. Apalagi turun.
Nah, sudah siapkah dana pendidikan anak-anak kita?
Kalau belum, yuk, join di kelas Dana Pendidikan! Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, dan pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Dana Pendidikan Anak, Ini Dia 5 Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Perencanaannya
Merencanakan dana pendidikan anak bukan masalah yang remeh. Butuh waktu untuk survei, demi mengetahui informasi biaya sekolah saat ini, dan kemudian butuh waktu lagi untuk duduk merenung, dan corat-coret di kertas kalau perlu.
Sudah gitu saja, kadang perhitungan kita juga meleset. Alhasil, pas waktunya anak masuk sekolah, dana pendidikan enggak bisa mencapai target.
Nah, dari pengamatan, memang ada beberapa hal yang biasanya menjadi kekeliruan orang tua saat merencanakan dana pendidikan anak ini. Apa saja ya? Coba kita lihat yuk.
5 Kesalahan Perencanaan Dana Pendidikan Anak
1. Tidak mempersiapkan sejak dini
Ini biasanya adalah kesalahan yang paling pertama dilakukan, yaitu merasa punya waktu banyak untuk merencanakan dana pendidikan anak. Atau bahkan, merasa dana pendidikan anak itu urusan nanti saja, dipikirkan sembari jalan, sambil si anak disekolahkan.
Ya, memang bisa sih, terutama jika kita memang sudah punya modal yang cukup banyak sehingga nggak perlu perencanaan keuangan. Tetapi, jika tidak, maka ini adalah pemikiran yang kurang tepat. Akibatnya yang paling buruk, orang tua jadi harus berutang demi menyekolahkan anak.
Sungguh bukan langkah yang bijak.
2. Kurang komunikasi dengan pasangan
Kompaknya orang tua sangat diperlukan agar dapat membuat rencana keuangan yang komprehensif, terutama ketika kita sedang merencanakan dana pendidikan anak.
Konyol kan, kalau misalnya tidak dibarengi dengan berdiskusi berdua, lalu tiba-tiba saja, si ayah pengin anaknya sekolah di sekolah A, sedangkan si bunda mau anak sekolah di sekolah B. Belum lagi, urusan yang lain, yang jauh lebih rumit.
Orang tua harus punya tujuan, visi, dan misi yang sama ketika membuat perencanaan dana pendidikan anak.
3. Salah memperhitungkan inflasi
Salah satu hal yang sering terlupakan untuk diperhitungkan saat merencanakan dana pendidikan anak adalah inflasi. Padahal dana yang akan digunakan adalah perhitungan di masa depan, karenanya tingkat inflasi ikut memengaruhi.
Biaya pendidikan naik setiap tahunnya, rata-rata 12%, bahkan ada sekolah yang memberlakukan kenaikan biaya 20% setiap tahun. So, angka ini jangan diabaikan, karena ya lumayan juga kalau kita merencanakan dana pendidikan untuk 5 tahun ke depan, misalnya, yang masing-masing tahunnya mengalami peningkatan sampai 20%.
Pantas saja, skema rencana jadi meleset kan? Tekor deh. So, jangan sampai dilupakan ya.
Dan, by the way, biaya ini akan lebih rumit perhitungannya kalau kita merencanakan dana pendidikan anak untuk sekolah di luar negeri loh. Karena ada kurs yang juga harus diperhitungkan dan diproyeksikan.
4. Salah hitung horizon waktu
Nah, kesalahan yang keempat ini juga sering terjadi nih, apalagi kalau kita sudah siwer alias ruwet sendiri menghitung. Bisa jadi, horizon waktu akan meleset. Perkiraan anak masuk SMP 6 tahun lagi, tapi ternyata, seharusnya perkiraannya 5 tahun lagi, karena sekarang anak sudah mulai mendaftar masuk SD. Biaya kan setidaknya harus disiapkan selang beberapa waktu sebelum anak benar-benar masuk ke sekolah baru. Dengan demikian, biaya ini seharusnya sudah siap ketika anak naik ke kelas 6 (atau bisa jadi malah harus sudah siap di pertengahan kelas 5), untuk kemudian dipindahkan ke instrumen yang lebih aman, misalnya. Kalau perkiraan 6 tahun lagi, ya berarti si anak sudah naik kelas 8 dong.
Yang kayak-kayak gini, terkadang meleset dari logika. Jadi, jangan sampai salah juga ya.
5. Salah pilih instrumen
Kekurangpahaman orang tua akan instrumen investasi yang dimanfaatkan untuk perencanaan dana pendidikan anak juga kerap menjadi salah satu kesalahan di sini. Yah, ini sebenarnya ada hubungannya juga dengan profil risiko sih, karena kita enggak bisa memaksakan orang tua yang berprofil konvensional untuk dapat berinvestasi di instrumen high risk. Malah bisa jantungan nanti.
So, hal ini perlu disiasati, yang tentu saja, tergantung pada kondisi masing-masing. Yang perlu dipahami betul adalah beberapa prinsip investasi ini:
- Prinsip high risk, high return, di mana ada investasi yang memberikan imbal besar maka risiko juga pasti akan lebih tinggi.
- Prinsip diversifikasi instrumen investasi, dengan menaruh investasi di berbagai instrumen dengan tingkat risiko yang berbeda-beda.
Pertimbangkan semuanya dengan baik ya, tentu saja dengan berdiskusi dengan pasangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Tujuan Keuangan yang Seharusnya Dimiliki Demi Kualitas Hidup yang Lebih Baik
Sudahkah kamu punya tujuan keuangan?
Setiap orang sebaiknya (dan seharusnya) memiliki tujuan keuangan. Mengapa? Ya, singkatnya demi masa depan dan kehidupan yang lebih baik daripada sekarang. Tanpa tujuan keuangan, berarti kita sebenarnya tak punya cita-cita atau mimpi. Tanpa cita-cita dan mimpi, berarti kita kurang motivasi untuk hidup.
Sebenarnya juga ini kembali ke masing-masing individu dalam memutuskan nasibnya sendiri sih. Tapi, pada prinsipnya, setiap cita-cita dan keinginan kita di masa depan itu menjadi tujuan keuangan kita.
Lalu, tujuan keuangan apa yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang yang menginginkan peningkatan kualitas hidup ke depannya?
5 Tujuan Keuangan untuk Kualitas Hidup yang Lebih Baik
1. Dana darurat
Dana darurat adalah dana atau tabungan yang dapat membantu kita ketika ada keperluan mendadak, bersifat darurat, dan menjadi masalah atau risiko hidup kita. Misalnya, harus kehilangan pekerjaan atau penghasilan menurun. Dengan adanya dana darurat, kita akan dapat memperpanjang napas sampai setidaknya kita bisa mendapatkani penghasilan lain.
Atau, ketika kita sakit dan enggak bisa langsung mengajukan klaim asuransi kesehatan atau tunjangan kantor, maka kita harus menalangi biaya pengobatannya dulu. Atau, ada saudara yang butuh bantuan dengan segera karena tertimpa musibah.
Yah, namanya hidup, kan biasa terjadi masalah. Dan, kadang untuk mengatasinya (dengan cepat) kita butuh biaya. Dana darurat akan dapat menolong kita. Karenanya, memiliki dana darurat yang memadai seharusnya menjadi tujuan keuangan utama dan pertama bagi setiap orang.
2. Bebas utang
Utang bukannya dilarang, tetapi memang harus dikelola dengan bijak. Ingat, berani utang berarti harus berani bayar. Utang kadang perlu kita lakukan terutama jika kita membutuhkan barang atau hal dengan harga nominal besar. Tapi enggak sembarang barang. Barang tersebut haruslah bisa membawa nilai tambah terhadap hidup kita, sehingga sepadan untuk dimiliki dengan cara utang.
Rumah, misalnya.
Utang memang bisa menjadi media untuk mencapai tujuan keuangan lain, tetapi bebas utang sendiri merupakan tujuan keuangan yang seharusnya juga dimiliki oleh setiap orang. Menjalani hidup tanpa utang itu sungguh privilege yang luar biasa. Setidaknya, sebelum masa pensiun kita tiba, kita harus sudah bebas utang, agar bisa menikmati hidup dengan lebih baik.
3. Punya rumah sendiri
Nah, ini yang kita bahas di poin ketiga di atas ya.
Punya rumah sendiri adalah simbol kemandirian dan kemapanan. Saat kamu sudah memiliki penghasilan sendiri, sudah layak pula bagimu untuk punya rumah sendiri. Well, enggak harus rumah petak juga sih, semua tergantung pada kebutuhan dan kemampuanmu. Jika dirasa lebih sesuai untukmu tinggal di apartemen, ya enggak ada salahnya sama sekali kok.
Yang penting, milikilah tempat tinggalmu sendiri.
Selain sebagai tempat mengawali dan mengakhiri hari-hari rutinitasmu, rumah atau apartemen merupakan aset, yang bisa menyatakan seberapa sukses dirimu dan sudah seberapa keras kamu bekerja selama ini.
4. Mau pensiun sejahtera
Pertanyaan terbesar ketika kita mulai punya penghasilan sebenarnya adalah mau hidup seperti apa kurang lebih 30 tahun mendatang?
Mau bisa hidup sehat, sejahtera, mandiri, tanpa membebani anak-cucu? Pengin hidup di suatu tempat yang sejuk, tenang, dan nyaman? Pengin hidup berdua bareng pasangan di rumah besar yang di waktu-waktu tertentu kemudian ramai menjadi tempat berkumpulnya cucu-cucu?
Bayangan-bayangan indah itu semua bisa diwujudkan dengan tujuan keuangan yang jelas dan terencana loh! Yes, it’s all about pension dreams.
Apa mimpi terbesarmu untuk bisa dilakukan di masa pensiun?
Banyak dari orang-orang terdahulu yang tidak siap untuk pensiun, sehingga melahirkan generasi roti lapis, alias sandwich generation. Banyak pula orang-orang yang sebenarnya sudah siap sih dengan dana pensiun, tetapi ternyata perhitungannya meleset sehingga akhirnya harus merelakan diri untuk kembali bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup.
Yuk, tanyakan pada diri sendiri. Pengin hidup seperti apa di masa pensiun nanti–ketika kita sudah tidak lagi produktif? Dan, jadikan hal tersebut sebagai tujuan keuangan hidupmu.
5. Memiliki pendidikan tinggi
Bagi sebagian besar orang, memiliki pendidikan tinggi adalah mimpi. Tapi, ini adalah mimpi yang sebenarnya sangat mudah dijangkau, jika kamu memiliki rencana yang matang untuk mewujudkannya.
Tak hanya pendidikan tinggi bagi diri sendiri, tetapi juga untuk anak-anak kita (kelak). Karena itu, jika memang “memiliki keturunan” merupakan salah satu keinginan dalam hidupmu, maka saat itu pula, seharusnya kamu sudah menjadikan hal ini sebagai tujuan keuangan.
Pendidikan di Indonesia naik sebesar 10 – 20% setiap tahunnya, dan ini sudah bukan rahasia lagi. Ketika sekarang kita butuh Rp100 juta untuk bisa masuk perguruan tinggi kualitas terbaik, maka 10 tahun lagi, bisa jadi kita akan butuh Rp500 juta. Kalau lihat angkanya, ya bisa shock sih. Tapi enggak dengan perencanaan keuangan yang baik.
Nah, apakah salah satu dari kelima hal di atas juga menjadi keinginan terbesarmu sekarang untuk masa depanmu nanti? Atau, kamu mungkin punya tujuan keuangan yang lain? Boleh share ya, di kolom komen.
Yuk, buat tujuan keuangan versimu sendiri, dan kemudian buat rencana yang realistis untuk mewujudkannya. Join di kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu yuk! Mulai dari yang paling basic, hingga advanced. Semua ada, dan dengan harga yang sangat terjangkau.
Karena selalu ada jalan untuk mewujudkan cita-cita kok, seberapa pun tingginya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Metode Unschooling: Cara Mendidik Anak Paling Aman di Masa New Normal?
Masa new normal yang mulai sudah diberlakukan, dan muncullah berbagai pro dan kontra. Salah satunya tentang sekolah anak. Apakah orang tua rela membiarkan anak-anaknya datang ke sekolah sementara kondisi belum aman? Ternyata tidak. Dan, ternyata hal ini lantas menjadi peluang bagi metode unschooling untuk muncul di permukaan, menjadi salah satu alternatif metode pendidikan anak yang bisa dipilih oleh orang tua.
Ada yang menggolongkan metode unschooling ini sebagai salah satu bagian dari homeschooling, meski beberapa praktisinya enggak menyetujuinya. Menurut mereka, dari pengertiannya saja sudah berbeda, apalagi konsepnya.
Homeschooling memiliki struktur, dan orang tua bertindak layaknya guru di sekolah konvensional, meskipun ada juga yang menggunakan jasa lembaga pendidikan maupun tutor yang dipanggil ke rumah. Sebagian besar masih menggunakan literatur dan text books sebagai media belajar, meski kemudian dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari si anak.
Unschooling lebih tidak terstruktur. Anak dibiarkan menentukan sendiri, ia mau belajar apa, dan orang tua hanya memberikan fasilitas agar pembelajaran anak menjadi lancar. Enggak harus melalui text book, anak bisa belajar dari mana saja, sesuai dengan minatnya.
Metode unschooling juga dianggap bisa menjadi salah satu solusi terhadap tingginya biaya sekolah konvensional dewasa ini. Jika homeschool masih ada uang pangkal, uang pendaftaran, dan sebagainya, metode unschooling–yang mengandalkan kemauan anak untuk belajar mandiri–jadi terbayangkan bakalan lebih hemat. Hmmm, benarkah lebih hemat?
Karena metodenya yang sangat berbeda dengan metode sekolah konvensional, maka ada beberapa hal yang harus disiapkan jika kita hendak mengadopsi metode unschooling ini untuk anak-anak kita.
5 Persiapan untuk Menerapkan Metode Unschooling
1. Mindset
Metode unschooling ini pertama kalinya diperkenalkan oleh John Holt, yang percaya bahwa insting belajar pada manusia itu sama alaminya dengan ketika kita bernapas untuk pertama kalinya.
Bayi juga belajar berjalan, tanpa harus ada yang mengajari. Yang orang tua lakukan, hanya mendorong si bayi agar bisa terus latihan berjalan setiap hari. Begitu juga dengan berbicara, satu dan banyak cara dilakukan oleh si bayi untuk mengenal cara berkomunikasi, dan orang tua bisa membantu latihannya.
Begitulah soal pendidikan anak. Jikapun anak harus belajar matematika, kimia, fisika, bahkan politik sekalipun, itu karena secara alami, mereka menunjukkan minatnya.
Jadi, hal pertama kali yang harus disiapkan adalah mindset, bahwa anak akan belajar apa pun seiring timeline yang mereka miliki sendiri.
2. Mental
Ketika mindset seperti di atas sudah dipenuhi, maka sikap mental pun harus disesuaikan.
John Holt sendiri menyoroti mengenai betapa orang tua (sebagai orang yang merasa paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak) sering mengintervensi proses belajar secara alami anak-anak ini.
Ketika anak belum waktunya membaca, orang tua memaksa agar anak bisa segera membaca. Ketika anak belum siap untuk mengenal angka, orang tua mengajari matematika. Ketika anak tidak suka menulis (padahal menulis dengan mengetik itu jauh lebih cepat), orang tua sudah mengajarinya cara memegang pensil yang benar.
Nah, mental untuk “mengajari” dengan menjadikan apa yang wajar menurut norma sosial sebagai tolok ukur inilah yang harus diubah. Orang lain bilang, usia anak dua tahun seharusnya sudah bisa membaca. Anak usia lima tahun seharusnya sudah bisa menghitung pertambahan dan pengurangan, dan seterusnya.
Lagi-lagi, jika orang tua hendak menerapkan metode unschooling, maka ia harus “merelakan” anak menentukan linimasa dan minatnya sendiri hendak belajar apa.
Dan, ternyata mengubah sikap mental ini berat juga loh!
3. Sosial
Hal lain yang harus disiapkan jika mau menerapkan metode unschooling adalah soal lingkungan sekitar dan masyarakatnya.
Jangankan unschooling, yang bisa dibilang prinsipnya agak radikal alias kurang wajar untuk masyarakat kita, homeschooling yang jelas-jelas memiliki kurikulum dan diakui oleh pemerintah pun masih belum bisa diterima dengan baik.
Jadi, bersiaplah untuk menghadapi segala jenis pertanyaan, kekepoan, kenyinyiran, bahkan sampai judgement, terhadap metode unschooling yang kita lakukan.
Berat? Iya, tapi pasti bisa.
4. Materi dan media belajar
Karena bisa dibilang akan benar-benar organik, bahkan tanpa struktur dan pola, maka orang tua harus siap betul dengan segala materi dan media belajar untuk penerapan metode unschooling ini.
Anak akan belajar dari mana saja, dengan cara apa saja, kepada siapa pun yang ditemuinya. Persiapkan diri untuk “kejutan-kejutan” yang enggak pernah diduga, dan harus siap berpikir cepat untuk mencari solusi agar anak bisa terfasilitasi dengan baik.
Challenging banget memang, termasuk untuk orang tua.
Bacalah buku-buku yang membahas tentang unschooling, atau mencari informasi lain melalui satu dan banyak cara. Persiapkan diri untuk ikut belajar berproses bersama anak-anak.
5. Finansial
Dan, yang terakhir dan tak kalah penting, harus siap pula secara sisi finansial.
Meski tidak harus membayar biaya pendidikan layaknya di sekolah konvensioal, orang tua harus tetap siap dari sisi finansial, karena proses belajar metode unschooling tetap saja butuh media dan materi untuk dipelajari.
Beberapa alternatif untuk mendapatkan materi pembelajaran yang cukup murah adalah dengan:
- Memanfaatkan perpustakaan umum di daerah kita
- Belanja buku atau materi belajar di toko barang bekas. Pastikan barangnya masih bagus ya.
- Belajar dari video-video di Youtube atau penyedia jasa video lain. Bisa juga belajar dengan memanfaatkan website milik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang sudah semakin interaktif. Di sini, berarti orang tua harus siap dengan kuota internet.
- Belajar di museum, kebun binatang, dan tempat-tempat lainnya yang sejenis, yang berarti mesti disiapkan pula ongkos dan tiket masuknya.
- Dan sebagainya.
Beberapa hal terkait persiapan finansial yang bisa dilakukan oleh orang tua:
- Anggarkan kebutuhan pembelajaran anak secara rutin. Misalnya bulanan atau mingguan, sekalian ajak anak untuk menyusun agenda pembelajarannya dalam periode tersebut. Biasanya sih anak akan excited kalau tahu, dia akan belajar apa saja dalam beberapa hari ke depan.
- Catat semua pengeluaran yang terjadi selama pembelajaran dengan metode unschooling, dalam catatan yang terpisah dengan catatan pengeluaran sehari-hari.
- Tetap rencanakan dana pendidikan anak hingga jauh ke depan. Bagaimana ia akan mencapai tingkat keahlian tertentu, demi bekalnya di kemudian hari.
Nah, bagaimana? Tertarik untuk menerapkan metode unschooling ini? Kalau iya, yuk, segera rencanakan! Meski metodenya tidak terstrukur tetapi persiapan yang komprehensif akan membantu agar prosesnya terlaksanakan dengan lancar.
Kita bisa mulai dengan memperkirakan anggaran dan kebutuhannya. Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, cek jadwalnya dan pilih sesuai dengan yang dibutuhkan.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Investasi Dana Pendidikan Anak Baiknya Disimpan di Instrumen Apa Ya?
Pendidikan anak yang baik menjadi tanggung jawab untuk setiap orang tua. Karena itu, hendaknya dana pendidikan disiapkan sejak dini. Karena kebutuhannya akan sangat besar, pun akan menjadi pengeluaran tetap selama bertahun-tahun. Menabung saja enggak cukup, karena ada inflasi yang mengiringi, so harus dibantu dengan investasi dana pendidikan yang tepat.
Tetapi, memilih instrumen investasi dana pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan ini juga masalah tersendiri. Agak tricky memang, karena tak semua jenis instrumen investasi cocok dipakai untuk menampung dana pendidikan anak ini.
Jadi, sebelum mulai memilih instrumen investasi dana pendidikan anak, apa dulu yang harus dipertimbangkan? Yuk, simak artikel berikut sampai selesai ya.
3 Hal untuk Diperhatikan Sebelum Mulai Investasi Dana Pendidikan
1. Tentukan kapan dana akan digunakan
Panjangnya horizon waktu kita investasi akan menentukan, instrumen mana yang paling baik untuk dipilih.
Misalnya saja, ingin mempersiapkan dana pendidikan sebagai biaya masuk TK dan SD, 2 tahun lagi. Atau, ingin menyiapkan dana pendidikan untuk sekolah strata satunya, maka dana ini harus siap 10 tahun lagi.
Enggak masalah juga kok, kalau mau menyiapkan one thing at a time, atau mau langsung siapkan semua. Misalnya, mau menyiapkan dana pendidikan untuk seluruh jenjang pendidikan sekaligus, itu juga akan sangat baik.
Sesuaikan dengan kemampuan dan karakter masing-masing saja.
2. Tentukan berapa kebutuhannya
Setelah tahu horizon waktunya, yang berikutnya adalah menghitung kebutuhan.
Ingat, bahwa Rp100 juta saat ini akan berbeda dengan Rp100 juta 10 tahun lagi, karena ada inflasi. Jadi sila diperhitungkan dengan tingkat inflasi Indonesia yang sekitar 10 – 12%.
Misalnya saja, untuk biaya masuk perguruan tinggi sekarang Rp100 juta, maka 10 tahun lagi, dengan tingkat inflasi 10%, maka bisa dihitung kebutuhannya berapa. Rp100 juta dikali 1,1 sampai 10 kali.
Pusing? Ikut kelas online-nya QM Financial saja yang membahas khusus mengenai dana pendidikan anak. Akan ada worksheet yang bisa langsung dimasukkan angkanya, enggak perlu pusing-pusing menghitung manual.
Setelah ketemu angka kebutuhannya, nah, itu dia jumlah dana pendidikan anak yang harus disiapkan.
3. Iringi dengan asuransi jiwa
Adalah penting bagi orang tua untuk juga memiliki asuransi jiwa. Akan percuma juga, jika rencana dana pendidikan anak sudah kita siapkan, tetapi akhirnya kita tidak dapat meneruskannya karena satu dan lain hal.
Nah, setelah tahu berapa lama waktu dan dana yang dibutuhkan, selanjutnya kita bisa memilih investasi dana pendidikan yang pas. Ada beberapa instrumen yang bisa menjadi opsi, sesuai dengan horizon waktu dan tingkat risiko masing-masing.
Kita lihat ya.
5 Instrumen Investasi Dana Pendidikan yang Bisa Jadi Pilihan
1. Deposito
Deposito sebagai instrumen dengan tingkat risiko paling rendah ini cocok untuk investasi dana pendidikan yang akan dipergunakan 2 atau 3 tahun lagi. Namun, karena tingkat imbal hasilnya juga kecil, maka harus diperhatikan modal pertama yang harus disetorkan; harus sesuai dengan kebutuhan dana pendidikan yang sudah dihitung tadi.
Selain deposito, ada juga tabungan berjangka. Keduanya sifatnya hampir sama; jangka pendek, imbal tidak terlalu besar, tetapi sangat aman. Cocok untuk investasi dana pendidikan jangka pendek.
2. Emas
Emas atau logam mulia termasuk investasi dana pendidikan jangka menengah hingga panjang. Kalau sekarang beli emas, untuk dipergunakan 2 – 3 tahun lagi, mungkin perkembangannya juga belum signifikan. Mungkin ya hanya sebatas sebagai pelawan inflasi.
Tetapi, kalau mau dipakai 5 tahun lagi, harga emas (semoga) sudah bertumbuh sesuai harapan. Kenapa begitu? Karena seperti yang kita tahu, harga emas juga sangat fluktuatif tergantung pada kondisi pasar.
3. Reksa dana
Ada 4 jenis reksa dana yang bisa dipilih sebagai opsi investasi dana pendidikan anak. Mulai dari reksa dana pasar uang, reksa dana pendidikan tetap, reksa dana campuran, dan reksa dana saham.
Nah, masing-masing juga punya karakteristik sendiri-sendiri yang perlu kita ketahui untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan kita. Boleh dibaca masing-masing artikel yang sudah ditautkan, untuk tahu mana reksa dana yang paling tepat untuk investasi dana pendidikan yang hendak disiapkan.
4. Saham
Saham dinilai paling tepat digunakan untuk investasi dana pendidikan jangka panjang, misalnya saja untuk menyiapkan biaya masuk perguruan tinggi yang kadang butuh sampai ratusan juta rupiah.
Dengan horizon waktu yang lebih dari 10 tahun, saham (diharapkan) akan mampu mengcover kebutuhan dana yang besar. Saham apa yang bisa dibeli? Nah, ini butuh sedikit pengetahuan untuk melakukan analisis teknikal dan fundamental.
5. Properti
Properti juga bisa jadi salah satu alternatif opsi investasi dana pendidikan jangka panjang.
Hanya saja, perlu diingat, investasi properti butuh modal yang cukup besar juga. Jadi, perhitungkan juga hal ini jika ingin menggunakan instrumen ini sebagai “alat” untuk mencapai tujuan.
Nah, begitulah gambaran umum mengenai bagaimana cara memilih investasi dana pendidikan anak.
Paling afdal sih ikutan kelas-kelas finansial online QM Financial saja. Selain bisa belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi, kita juga bisa mengikuti beberapa kelas tematik, seperti kelas dana pendidikan anak. Coba cek jadwal ya, siapa tahu, ada kelas khusus dana pendidikan anak di bulan ini.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Haruskah Mengubah Tujuan Keuangan Jangka Panjang di Tengah Pandemi COVID-19?
Paruh pertama 2020 sudah terlewati, dan kita masih berada di tengah pandemi COVID-19. Sudah pasti, ini jauh dari rencana kita. Resolusi tahun baru yang kita buat di akhir tahun 2019 menuju tahun 2020 kemarin, apa kabar? Termasuk yang soal keuangan. Pasti banyak tujuan keuangan jangka panjang dan pendek yang harus disesuaikan nih.
Bisa dibilang, pandemi ini tak hanya mengubah cara dan kebiasaan hidup kita hari ini saja, tetapi bisa dibilang, akan memengaruhi masa depan kita juga. Ya, gimana enggak, taruh saja soal investasi untuk tujuan keuangan jangka panjang. Yang sudah menaruh dana pensiun di instrumen saham, misalnya, harus menghadapi masalah portofolio investasi yang perkembangannya kurang menyenangkan.
Tapi, untunglah, ini adalah tujuan keuangan jangka panjang, sehingga kita masih bisa optimis. Lagi pula, banyak pakar menjamin, bahwa di tahun 2022, pandemi ini sudah benar-benar bisa dikendalikan, dan pasar serta ekonomi akan bertumbuh positif lagi. Fingers crossed!
Jadi, perlukah kita mengubah rencana dan tujuan keuangan jangka panjang, menengah, dan pendek, sehubungan dengan “berubahnya” kondisi pasar instrumen investasi?
Mari kita lihat.
Apa Kabar Tujuan Keuangan Jangka Panjang di Masa Pandemi?
Tujuan keuangan jangka panjang adalah tujuan atau mimpi yang ingin kita capai minimal 10 tahun mendatang. Biasanya yang termasuk dalam tujuan keuangan jangka panjang ini adalah dana pensiun.
Kamu perlu ingat, bahwa gejolak dan fluktuasi akan selalu ada di pasar modal, karena itu seharusnya kamu enggak usah terlalu khawatir. Kamu bisa melihat sejarah statistiknya, bahwa gejolak pasar modal itu juga sering banget terjadi di tahun-tahun terdahulu. Tahun 1998 dan 2008 kita juga pernah mengalami penurunan ekonomi yang sangat signifikan. But yet, kita berhasil melaluinya dengan baik.
So, kita harus optimis, bahwa krisis ekonomi akibat pandemi ini juga akan terlewati dengan baik.
Jadi, tetap tenang adalah kunci. Apalagi jika kamu punya keranjang telur di banyak tempat, dan juga dana daruratmu aman. Tujuan keuangan jangka panjang akan baik-baik saja. Kamu bisa memilih untuk menunggu atau melanjutkan investasimu, tapi ingat, gunakan dana yang memang ditujukan untuk investasi, bukan dana kebutuhan hidup sehari-hari ya.
Sesuaikan Tujuan Jangka Keuangan Pendek
Yang harus kamu pantau dengan ketat justru adalah tujuan keuangan jangka pendek dan menengah. Bagaimaa kondisinya saat ini? Apakah masih sesuai dengan rencana?
Jika memang perkembangannya kurang sesuai dengan harapan, maka kamu harus segera memikirkan alternatif solusinya.
Misalnya saja, dana liburan. Hmmm, tampaknya kita tidak akan bisa jalan-jalan ke Jepang, Korea, dan Eropa dalam waktu dekat kan ya? Nah, kamu bisa tetap menyimpannya di tujuan keuangan yang sama–dana liburan–atau kamu bisa mengalihkannya untuk memperkuat jaring pengamanmu di dana darurat. Toh, kamu bisa membuatnya lagi tahun depan, mungkin, ketika kondisi memang benar-benar sudah memungkinkan.
Contoh lain, dana pendidikan anak yang mungkin paling jauh 5 tahun lagi akan dipakai. Masihkah perlu dipertahankan di instrumen dengan risiko tinggi? Ataukah, harus dipindahkan?
Sesuaikan semuanya dengan kebutuhanmu ya.
Susun Ulang Prioritas
Kebutuhan akan selalu lebih besar daripada kemampuan. Hal ini selalu berlaku di situasi apa pun, baik ketika ekonomi sedang baik-baik saja, ataupun di kondisi sulit seperti sekarang.
Jadi perubahan kondisi harus kita respons dengan penyesuaian prioritas juga. Salah satu yang harus diprioritaskan ulang di saat-saat seperti ini adalah dana darurat. Pastikan bahwa sudah benar-benar aman.
Lalu susun prioritas di tujuan keuangan jangka pendek, karena the new normal akan membatasi kita di hal-hal tertentu. Tujuan keuangan jangka panjang juga harus dipastikan aman ya, seperti di poin pertama.
Ubah Gaya Hidup dan Kebiasaan yang Kurang Pas
Pandemi COVID-19 memberi kita banyak pelajaran, termasuk pelajaran keuangan.
Ada yang merasa nyesel karena malas membangun dana darurat, dan sekarang ketika harus kehilangan penghasilan jadi kelabakan? Ada yang merasa nyesel, kenapa menunggak iuran BPJS Kesehatan, dan sekarang harus terikat utang karena butuh biaya pengobatan?
Ya sudah, enggak perlu terlalu lama bapernya. Sekarang segera bangun, duduk di kursi, menghadap ke meja, dan susun rencana. Ubah kebiasaan dan gaya hidup yang menurutmu kurang pas kemarin; bagaimana supaya bisa lebih hemat, dan bisa memperbesar rasio menabungmu. Gaya hidup yang mana yang harus kamu ubah, sesuaikan, dan gaya hidup mana yang bisa kamu teruskan.
Kamu sendiri yang bisa memutuskan ya.
Selalu Kembali ke #TujuanLoApa
Jadi, mau apa pun kondisinya, mau tujuan keuangan jangka panjang maupun jangka pendek, selalu kembali ke #TujuanLoApa.
Ketika tujuan keuangan harus disesuaikan, tanyakan lagi pada diri sendiri, “Tujuannya mau ke mana sih?”, baru mundur ke garis start (masa sekarang). Tarik horizon waktunya, hitung kebutuhannya.
Begitu juga ketika mengevaluasi satu tujuan keuangan apakah sudah sesuai dengan rencana, kembalilah lagi ke #TujuanLoApa yang sudah ditentukan di awal. Baru cek kondisi sekarang, dan kemudian cek apakah masih dalam horizon waktu yang sudah ditentukan di awal.
Jika ya, kamu bisa teruskan. Jika tidak, maka kamu bisa segera mencari alternatif solusi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Review Dana Pendidikan Anak di Tengah Pandemi COVID-19
Curhatan para orang tua semakin sering terdengar akhir-akhir ini. Sudah susah payah membangun dana pendidikan anak dalam instrumen investasi berimbal tinggi (yang pastinya juga berisiko tinggi) tapi harus menghadapi kenyataan pahit, lantaran hasil investasinya kurang menggembirakan.
Enggak heran sih, karena pasar saham kan terkena imbas pandemi COVID-19 sehingga nilai-nilai saham pun anjlok drastis. Duh, pengin nangys.
Terus, gimana dong? Enggak mungkin kan, kita menunda pendidikan anak ‘hanya’ karena investasinya belum mencapai target? Masa iya, anak ditunda masuk sekolah ke tahun depan, atau malah 5 tahun lagi? Enggak mungkin banget kan ya?
So, inilah saatnya kita melakukan review terhadap dana pendidikan anak; apakah masih mungkin diteruskan, atau harus diambil langkah solutif agar target tetap tercapai? Yuk, kita bahas.
5 Langkah Review Dana Pendidikan Anak
1. Ricek kebutuhan
Langkah pertama adalah review kembali kebutuhan kita. Sebenarnya, apa sih yang kita butuhkan untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak kita?
Sebenarnya, siapa sih yang membutuhkan pendidikan? Anak-anak kita, tentunya. Namun, untuk usia sedini mereka, mereka pastinya masih kesulitan untuk menentukan kebutuhannya sendiri. Karena itu, orang tua, sebagai pihak terdekat, membantu mereka untuk mengenali kebutuhan tersebut. Jadi, bertolaklah dari kebutuhan anak-anak, bukan kebutuhan orang tua ya.
Dari sini, kita lantas bisa mengidentifikasi, mana yang dibutuhkan oleh anak, sehingga pendidikan akan lebih efektif untuk mereka. Ini bukan soal apa yang menjadi keinginan orang tua. Orang tua bertugas untuk membantu anak mengenali diri sendiri, mendampingi, dan memfasilitasi.
Dari titik inilah, kita lantas bisa memutuskan, pendidikan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak, sesuai minat dan karakter mereka.
2. Cek posisi sekarang
Selanjutnya, yuk, lakukan cek kondisi keuangan kita.
Dana pendidikan anak yang sudah kita buat tersebar di instrumen apa saja? Kalau terkena imbas dari anjloknya pasar modal dan kondisi ekonomi, seberapa besarkah kerugiannya? Lalu, hitung berapa kekurangan yang harus ditutup untuk mencapai target dana pendidikan anak, dengan kondisi yang sekarang? Masih punya waktu berapa lama untuk menutup kekurangan ini?
Lakukan check up dana pendidikan anak secara menyeluruh, termasuk memperhitungkan dengan kondisi penghasilan kita yang sekarang.
Iya, kemungkinan bikin hati keder ya, kekurangannya. Tapi, percaya deh, tahu secara pasti akan lebih membuat hati tenang, karena kita lantas bisa berpikir mencari solusinya, ketimbang enggak tahu sama sekali kondisinya. Betul?
Kalau misalnya, posisi investasi dana pendidikan anak sekarang sangat tidak menguntungkan, coba cek dana darurat dan aset lancar yang lain. Pertimbangkan dengan saksama, jika misalnya cut loss investasi saham–katakanlah selama ini berinvestasi di saham–dan kemudian ditambah dengan dana darurat dan aset lancar lainnya, apakah bisa dipergunakan untuk menutup kekurangannya?
Cek juga alternatif-alternatif solusi yang lain.
3. Ubah target
Dengan mengetahui kebutuhan dan juga posisi investasi untuk dana pendidikan anak secara pasti, kita lantas bisa kembali mereview target.
Jika memang memungkinkan dan juga mengingat akan kemampuan, barangkali kita bisa mengubah target sekolah untuk anak-anak.
Misalnya, yang tadinya pengin banget menyekolahkan anak di sekolah berstandar internasional, mungkin bisa dipertimbangkan ulang. Apa sih yang dicari di sekolah berstandar internasional itu? Mungkin enggak fasilitas yang sama bisa diperoleh di sekolah lain yang lebih terjangkau biayanya?
Atau, mungkin kita bisa mencari alternatif sekolah dengan biaya terjangkau, dan kemudian mencari tambahan? Misalnya, sekolah A diincar, karena ada ekstrakurikuler bahasa Mandarin yang terkenal bagusnya. Mungkinkah kita mencarikan kursus bahasa Mandarin khusus anak-anak di luar, agar bisa “mengurangi” biaya sekolahnya? Dengan mencari kursus di luar, kita juga bisa memiliki fleksibilitas lo, kalau misalnya si kecil ternyata enggak terlalu berminat terhadap kursusnya. Kita bisa saja berhenti dan mencari alternatif lain lagi.
Ingat, anak-anak kadang masih suka berubah-ubah minat. Akan lebih baik, jika ia tidak dipaksa mengikuti pendidikan–baik formal maupun informal–jika memang ia kurang berminat.
Balik lagi kan, ke poin pertama? Kebutuhan si kecil apa? Bedakan kebutuhannya dengan keinginan kita sebagai orang tua.
4. Sesuaikan instrumen dan diversifikasi
Jika investasimu masih punya jangka waktu yang cukup, misalnya 5 tahun lagi, dana pendidikan anak ini baru dibutuhkan, maka no worries, kamu masih tetap bisa melanjutkannya. Tetap optimislah bahwa kondisi akan membaik sesegera mungkin.
Sementara itu lakukan review lagi. Pertimbangkan, apakah instrumennya memang sudah sesuai? Perlukah dipindahkan ke instrumen lain yang enggak terlalu volatile alias lebih aman? Perlu didiversifikasi ke instrumen lainkah? Atau sektor lain?
5. Fokus pada esensi pendidikan anak
Langkah terakhir ini semacam penegasan kembali dari poin ketiga di atas. Jangan memutuskan hanya karena gengsi atau sekadar status sosial. Kita dan anak-anaklah yang akan menjalani kehidupan ke depannya kan? Orang lain bahkan tak akan ikut mendonasikan dana untuk pendidikan anak kita loh!
Kebutuhan kita berbeda, prioritas hidup pun berbeda, dan setiap orang memiliki linimasa yang berbeda. Satu sama lain enggak bisa dibandingkan karena masing-masing punya perjuangan sendiri-sendiri.
So, akan lebih baik kalau kita belajar mengelola keuangan kita sendiri dan keluarga deh. Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi, agar tujuan keuanganmu bisa tercapai, termasuk dalam menyiapkan dana pendidikan anak. Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.