Cara Mengidentifikasi Lifestyle Inflation dalam Kehidupan Sehari-hari
Kadang secara enggak sadar, ternyata lifestyle inflation sedang terjadi. Ini tuh paling sering kejadian kalau penghasilan kita juga naik perlahan. Akhirnya, karena “ada”, tiba-tiba saja pola pengeluaran berubah. Entah posnya bertambah, atau nominalnya yang berubah.
Lifestyle inflation ini kalau enggak terkendali, bisa menggoyang rencana keuangan loh!
Table of Contents
Apa Itu Lifestyle Inflation?
Lifestyle inflation adalah peningkatan gaya hidup seiring dengan bertambahnya penghasilan. Pengeluaran cenderung meningkat untuk memenuhi keinginan baru, bukan kebutuhan, sehingga penghasilan tambahan enggak digunakan untuk menabung atau berinvestasi.
Akibatnya, meskipun pendapatan naik, kemampuan keuangan tuh tetep saja, enggak bertambah, karena pengeluaran terus mengikuti. Lebih fatal lagi, kadang malah melebihi kenaikan penghasilan tersebut.
Kalau kita enggak hati-hati, keuangan secara keseluruhan bisa goyah. Apalagi kalau ternyata kenaikan penghasilan itu sifatnya hanya sementara. Misalnya, secara kebetulan, kita ditunjuk untuk memimpin divisi tertentu, yang ada durasi jabatannya. Saat memimpin divisi itu, ada tambahan tunjangan yang kita terima. Jabatan tersebut hanya kita pegang selama 5 tahun. Setelah masa jabatan habis, tunjangan pun enggak lagi ada.
Terus, apa kabar pengeluaran yang tadinya sudah ada? Padahal, menurunkan standar hidup itu enggak semudah saat menaikkannya.
Fenomena ini dapat menghambat pencapaian tujuan keuangan jangka panjang. Nah, karena itu, kamu harus tahu nih ciri-ciri sedang terjadi lifestyle inflation, agar kamu bisa jadi lebih waspada akan pengeluaran tambahan yang “mendadak” ada ini.
Baca juga: 5 Cara Agar Gaya Hidup Sejalan dengan Gaji
Ciri-Ciri Sedang Terjadi Lifestyle Inflation
1. Besar Pasak daripada Tiang
Besar pasak daripada tiang, alias pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan adalah tanda utama gaya hidup yang enggak sehat secara finansial. Kalau hal ini kamu alami, maka kamu harus langsung waspada bahwa lifestyle inflation sedang terjadi.
Kondisi ini—jika dibiarkan berlarut-larut—bisa membuatmu bergantung pada utang atau kartu kredit. Bahkan kamu bisa terjebak menggunakan keduanya untuk menutupi kebutuhan harian.
Pastinya, ke depan akan semakin berat kalau enggak segera dikendalikan. Kebiasaan ini dapat menumpuk beban finansial, terutama dengan adanya bunga atau biaya tambahan dari utang. Dalam jangka panjang, situasi ini berpotensi menghambat kemampuan untuk menabung, berinvestasi, atau mencapai tujuan keuangan lainnya.
2. Keinginan Menjadi Kebutuhan
Dalam keuangan kita diajarkan untuk memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan. Keinginan boleh saja dipenuhi, asalkan kebutuhan sudah mencukup terlebih dulu. Yang masuk daftar keinginan adalah hal-hal atau barang yang sebelumnya dianggap sebagai kemewahan atau bersifat tersier. Misalnya seperti gadget keluaran terbaru, makan di restoran mahal, nonton konser, dan sejenisnya.
Ketika hal-hal yang bersifat tersier ini lantas dianggap sebagai kebutuhan pokok—yang kalau enggak dipenuhi, kita merasa jadi “terancam”—maka waspadalah, karena itu sudah jadi tanda-tanda lifestyle inflation.
Pola ini mencerminkan gaya hidup yang semakin meningkat seiring waktu. Jika enggak dikendalikan, kecenderungan ini dapat memengaruhi prioritas keuangan. Akhirnya hal ini bisa membuat pengeluaran enggak lagi sejalan dengan kemampuan, dan mengorbankan alokasi untuk hal yang lebih penting lainnya.
3. Frekuensi Belanja Meningkat
Meningkatnya frekuensi pembelian juga bisa menjadi salah satu indikator lifestyle inflation. Kebiasaan ini biasanya muncul ketika barang baru dianggap lebih menarik meski barang lama masih berfungsi dengan baik.
Contohnya adalah sering mengganti gadget, pakaian, atau peralatan rumah tangga hanya karena ingin mengikuti tren terbaru. Kebiasaan ini enggak hanya meningkatkan pengeluaran, tetapi juga tak ramah lingkungan.
Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengurangi kemampuan menabung dan membuat keuangan lebih rentan terhadap situasi darurat.
4. FOMO
Tuntutan gaya hidup sosial yang kemudian menjadi FOMO juga sering menjadi pemicu utama lifestyle inflation. Dorongan untuk mengikuti tren atau memenuhi ekspektasi lingkungan sekitar, seperti beli barang yang viral dan mahal yang sebenarnya enggak perlu-perlu amat dapat memengaruhi keputusan finansial.
Kebiasaan ini biasanya dipicu oleh kebutuhan akan pengakuan atau rasa ingin diterima dalam lingkungan sosial tertentu. Akibatnya, pengeluaran meningkat bukan karena kebutuhan, tetapi demi menjaga citra di mata orang lain.
Jika dibiarkan, hal ini dapat menguras tabungan, mengurangi alokasi investasi, dan memperburuk kondisi keuangan jangka panjang.
5. Aset Enggak Bertumbuh
Menurunnya nilai tabungan dan investasi menjadi salah satu dampak nyata dari lifestyle inflation. Gaji sih naik, penghasilan bertambah, tapi ternyata enggak ada pertumbuhan signifikan dalam aset. Ini juga tanda-tanda kamu harus waspada.
Coba cari penyebabnya. Bisa jadi karena sebagian besar pendapatan dialokasikan untuk memenuhi gaya hidup yang terus berkembang. Ketika prioritas beralih ke pengeluaran konsumtif, potensi keuntungan dari investasi atau tabungan menjadi terabaikan. Akhirnya tujuan jangka panjang ya tinggal wacana saja.
6. Uang Tambahan untuk Konsumtif
Menggunakan uang tambahan untuk konsumsi mungkin saja wajar. Tetapi sebenarnya, bisa jadi tanda lifestyle inflation loh.
Ketika bonus, insentif, atau penghasilan tambahan langsung dihabiskan untuk belanja, liburan, atau hiburan, peluang untuk memperkuat keuangan jangka panjang akan terlewatkan. Padahal, penghasilan ekstra yang dapat dialokasikan untuk menambah tabungan, melunasi utang, atau berinvestasi, yang bikin kita lebih cepat mencapai tujuan keuangan.
Kebiasaan ini enggak cuma menghambat pertumbuhan finansial, tetapi juga menciptakan pola konsumsi impulsif yang sulit dikendalikan jika terus dibiarkan.
Baca juga: 7 Jebakan Gaya Hidup Kekinian yang Bisa Bikin Jebol Dompet
Memahami tanda-tanda lifestyle inflation penting untuk menjaga keuangan tetap sehat. Dengan mengenali pola pengeluaran yang enggak terkendali, langkah pencegahan bisa segera dilakukan untuk mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Masalah Cash Flow yang Paling Umum Dihadapi
Masalah kelancaran cash flow memang jadi basic-nya pengelolaan keuangan sehari-hari. Meski mungkin kamu semua sudah hafal betul teori mengatur cash flow, tapi tak sedikit yang sekarang masih mengalami masalah. Padahal, masalahnya juga klasik, berulang-ulang saja. Solusi dari masalah tersebut juga sama saja, hanya disesuaikan dengan kondisi masing-masing yang membuatnya “tampak” berbeda.
Ya, memang demikianlah masalah keuangan kita sehari-hari. Pusarannya kadang bisa dibilang, hanya di tempat. Sederhana banget, sebenarnya.
Berikut beberapa masalah cash flow yang paling umum dihadapi. Barangkali, kamu juga masih mengalaminya sampai sekarang?
Ikuti dulu yuk, video berikut ini.
5 Masalah Cash Flow yang Paling Umum Terjadi
1. Nggak tahu ke mana perginya uang
Gajian sih, satu koma empat. Diterima tanggal satu, sudah koma di tanggal empat. Yha!
Jadi, uang cuma mampir aja di dompet dan rekening. Habis itu, langsung pergi lagi. Udah kayak hubungan tanpa status! #ehgimana
Parahnya lagi, kita sebagai si empunya uang, juga enggak tahu itu uang habis ke mana.
Ini memang masalah cash flow yang klise banget sih. Bisa dibilang so yesterday, tapi ya nyatanya masih banyak yang mengalaminya. Mungkin kamu juga ya? Eh, kok nuduh?
Untuk mengatasinya, kamu perlu tahu dulu jejak pengeluaranmu secara lebih pasti. Cobalah untuk melakukan pencatatan pengeluaran uang selama 30 hari. Kamu bisa gunakan media apa saja untuk mencatatnya, mulai dari aplikasi yang bisa diunduh gratis di smartphone, bisa juga dengan Excel, atau paling kuno: catat di buku catatan dengan cover batik.
Mencatat pengeluaran selama 30 hari akan dapat memberimu gambaran jejak ke mana saja kamu membelanjakan uang. Kamu pun bisa tahu, seberapa banyakkah alokasimu untuk membayar cicilan utang, belanja rutin kebutuhan hidup, investasi, dan lifestyle setiap bulannya.
Jelas kan, sekarang, ke mana saja larinya uangmu?
2. Besar pasak daripada tiang
Ini juga masalah cash flow yang superklasik.
Hal ini bisa terjadi karena berbagai sebab, tapi salah satunya adalah mungkin karena kamu enggak pernah punya rekam jejak ke mana saja kamu membelanjakan uang. Jadi, out of control aja gitu.
Lalu bagaimana cara mengatasinya? Kembali ke catatan pengeluaranmu, dan periksa di bagian mana saja yang kamu kehilangan kendali. Pikirkan satu dan lain cara untuk bisa menguranginya. Mungkin kamu perlu membatasi pergi ke ATM dengan cukup sekali saja seminggu menarik uang?
Yang pasti, ada baiknya kamu atur ulang anggaranmu sesuai pos-pos pengeluaran yang ada. Selanjutnya, disiplin! Berhemat pada pengeluaran jenis tersier, dan ubahlah perilaku konsumtif jika kamu masih melakukannya.
3. Cicilan utang terlalu besar
Setelah melakukan pencatatan, kamu baru sadar kalau cicilan utangmu sangat besar? Pantas saja, uang gajian cuma mampir sebentar di rekening ya?
Proporsi ideal cicilan utang secara total seharusnya tidak melebihi 30% dari penghasilan rutinmu setiap bulannya. Jika ternyata cicilan utangmu lebih besar dari 30%, maka segeralah buat skema paling realistis yang kamu bisa agar bisa mengurangi beban utang ini.
Segera berhemat, potong pengeluaran lifestyle jika tidak mendesak dan penting banget. Misalnya, berlangganan 4 layanan streaming film sekaligus (padahal yang ditonton cuma satu, itu pun di weekend doang). Atau kurangi jajan-jajan yang pakai ongkos kirim besar. Cobalah untuk memasak sendiri, dan cari barang pengganti dengan harga yang lebih terjangkau.
Intinya, segera kurangi rasio utangmu dengan berbagai cara. Berhemat agar kamu mampu melunasi utang yang bisa segera lunasi.
4. Nggak punya tabungan
Padahal sebenarnya porsi untuk menabung atau investasi ini “cukup” hanya 10% saja dari penghasilan setiap bulan loh! Itu adalah rasio yang cukup kecil, yang seharusnya bisa terjangkau oleh siapa pun.
Tak jarang hal ini disebabkan karena kita yang hanya menabung dengan uang sisa bulanan, alih-alih menyisihkan uang untuk tabungan di depan. Atau, cheating. Ambil sedikit-sedikit buat belanja barang-barang lucuk di marketplace, eh … beneran jadi bukit. Bukit pengeluaran yang ambyar.
Coba deh, pisahkan rekening tabungan dan rekening operasional. Setiap awal bulan, atau kapan pun kamu mendapatkan penghasilan, transfer dulu ke rekening tabungan atau investasi dalam bentuk apa pun, sebanyak 10%. Anggap saja sebagai “pajak”.
5. Biaya lifestyle terlalu besar
Hobi belanjakah kamu? Atau gadget kamu harus selalu keluaran terbaru? Atau, tiap hari–sehari 3 kali–mesti pesan makanan online atau beli boba?
Enggak masalah sih, sebenarnya. Tapi pastikan pengeluaran lifestyle ini tidak melebihi 20% dari penghasilan rutin.
Jika kamu memang mengalami kesulitan untuk mengatur pengeluaran lifestyle, coba buat rekening khusus. Setiap bulan, kamu sisihkan sejumlah khusus sesuai kondisimu–dan sebaiknya tak lebih dari 20% tersebut. Kalau kamu pengin membeli gadget terbaru atau belanja sesuatu yang sifatnya tersier, menabunglah dulu di rekening ini, sampai target terpenuhi. Dengan demikian, cash flow harian terlindungi, dan kamu tetap bisa memenuhi keinginanmu juga.
Itu dia beberapa masalah cash flow yang umum dihadapi, berikut cara mengatasinya.
Bagaimana? Apakah kamu masih merasa bingung, atau ada masalah cash flow yang lain? Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu. Materinya mudah dipahami, disertai dengan modul dan worksheet yang pasti akan mudah diikuti. Segera cek jadwalnya, dan daftar ya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.