Gaji Kecil? Meski Relatif, Mungkin Salah Satu dari 9 Hal Ini Alasannya
Ngomongin soal gaji, ada yang bilang tabu untuk diumbar secara publik, tetapi menarik untuk didiskusikan. Bener nggak? Tapi, mungkin ada di antara kita yang akhirnya menemukan fakta, bahwa kita menerima upah yang relatif lebih kecil ketimbang rekan lain yang berada di posisi sama. Lalu pastinya bertanya-tanya dong, kenapa kita punya gaji kecil?
Seperti yang kita tahu, banyak hal yang bisa memengaruhi besaran angka gaji, bisa datang dari luar perusahaan maupun dari dalam perusahaan itu sendiri. Hingga kemudian besar dan kecilnya gaji akan relatif. Namun, kadang kita juga bisa merasakan, kalau dibandingkan dengan beban, tanggung jawab, ataupun rekan kerja yang lain, kita memang punya gaji kecil.
Kira-kira, kenapa ya, kita hanya menerima gaji kecil? Mungkin salah satu dari 9 ini alasannya.
9 Alasan Gaji Kecil
1. Pendidikan standar
Memang sih, banyak orang yang sukses yang nggak lulus pendidikan tinggi. Mereka bisa mendapatkan penghasilan besar, bahkan punya bisnis sendiri dengan omzet miliaran dollar.
Tapi, enggak semua orang diberi nasib yang sama. Bagi sebagian besar yang lain, pendidikan tinggi akan dapat membantu untuk meraih penghasilan lebih besar lagi. Toh lebih banyak statistik yang menunjukkan, bahwa orang yang menempuh pendidikan tinggi cenderung menghasilkan banyak uang daripada mereka yang berpendidikan rendah.
So, kalau kita memang masih menerima gaji kecil, coba deh, cari informasi apakah jika kita melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi akan ada kemungkinan untuk naik gaji? Kalau iya, yuk, segera rencanakan untuk kuliah atau sekolah lagi.
2. Usia muda
Mereka yang berusia 25 tahun ke bawah cenderung punya gaji kecil dibandingkan dengan mereka yang sudah berusia 25 – 30 tahun ke atas. Ini masuk akal sih, mengingat keahlian di satu bidang, jika ditekuni dari tahun ke tahun akan membuat kita jadi lebih menguasainya.
Well, kecuali jika kita berhasil bekerja di startup level unicorn atau lebih sih, mungkin usia 25 tahun sudah bisa punya gaji besar.
Dengan keahlian kita yang bertambah, maka penghasilan pun akan tergenjot juga.
3. Minim pengalaman
Sudah pasti makin banyak dan lama pengalaman bekerja kita, maka makin tinggi pula nilai jual kita. Makanya, nggak heran sih kalau misalnya usia kita baru bekerja di usia 25 tahun ke atas, tapi gaji kecil, sedangkan mereka di usia sama gajinya relatif lebih besar, karena mereka mungkin sudah mulai bekerja di usia lebih awal.
4. Posisi karyawan
Usia boleh saja sudah di atas 30 tahun, atau bahkan 40 tahun. Tapi kalau statusnya masih saja staf, maka nggak heran kalau gaji kita jalan di tempat.
So, coba cari kemungkinan untuk mendapatkan promosi jabatan, jika ingin ada cahaya terang di slip gaji yang kita terima setiap bulannya.
5. Lahan “kering”
Setiap jenis usaha memiliki rentang gaji karyawan yang berbeda. Hal ini disesuaikan dengan beban kerja, waktu, tanggung jawab, dan hasil kerja masing-masing.
Misalnya, beban kerja dan tanggung jawab di industri migas tentu akan berbeda dengan perbankan. Meskipun posisi karyawan sama-sama staf dengan pengalaman kerja 5 tahun, besarnya gaji yang diperoleh masing-masing bisa sangat berbeda.
6. Kerja lapangan
Bekerja di luar kantor kerap dianggap lebih banyak menggunakan fisik, ketimbang pikiran dan kreativitas. Alhasil, mereka yang pekerja lapangan kerap menerima gaji kecil, setidaknya jika dibandingkan dengan karyawan yang lebih banyak berpikir strategis di dalam kantor.
Kalau di dunia kerja sih sering terdengar istilah white collar worker (pekerja kerah putih yang lebih banyak menggunakan pikiran dalam bekerja) dan blue collar worker (pekerja kerah biru yang lebih banyak menggunakan tenaga fisik). White collar worker pada umumnya bisa menghasilkan lebih banyak uang ketimbang blue collar worker.
7. Bad attitude
Pernah berbuat kesalahan yang fatal, membuat perusahaan rugi atau terancam, atau mungkin bikin atasan nggak menyukai kita lagi?
Wah, bisa jadi, hal ini juga menjadi alasan mengapa kita hanya menerima gaji kecil, dan nggak akan pernah terdongkrak naik. Kita mungkin dianggap sebagai sumber masalah yang sekarang harus dihadapi oleh perusahaan, sehingga tak ada lagi yang mau memberikan rekomendasi kenaikan gaji. Ouch.
8. Status karyawan
Apakah status kita adalah pegawai tetap, pegawai kontrak waktu tertentu, pegawai kontraktor (consultant), ataukah part timer, magang, ataupun pekerja lepas?
Semua status karyawan tersebut ikut menentukan besaran gaji yang kita terima. Pastinya, part timer, magang, dan pekerja lepas akan menerima gaji kecil, sedangkan mereka yang sudah berstatus karyawan tetap akan menerima gaji besar dengan berbagai tambahan tunjangan dan benefit.
Untuk beberapa kasus dan posisi, sering kali juga pekerja kontrak justru menerima gaji lebih besar ketimbang para karyawan tetap.
9. Diskriminasi
Yup, kesenjangan upah lantaran perbedaan gender memang masih sering bisa dijumpai di dunia kerja kita. Di beberapa perusahaan, memang berlaku para karyawan perempuan menerima gaji kecil, sedangkan karyawan pria menerima gaji yang lebih besar, padahal pekerjaannya sama.
Sedih sih memang untuk yang satu ini. Tapi, ya ini memang masih sering terjadi.
Nah, apakah sudah menemukan jawaban, mengapa kita menerima gaji kecil dari uraian di atas?
Sebenarnya gaji kecil atau gaji besar itu memang relatif–tergantung wilayah juga kan? Jika memang merasa menerima gaji kecil, maka tak perlu menyalahkan siapa-siapa. Sekarang yang penting, apa yang harus kita lakukan agar gaji kita cukup untuk hidup sampai gajian bulan berikutnya. Bagus lagi kalau mau ikut kelas-kelas finansial online dari QM Financial, yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan. Follow juga Instagram QM Financial, karena banyak tip-tip keuangan yang dibagikan.
Dan, tentu saja, harus berusaha sebaik mungkin memberikan kinerja yang baik, supaya mendapatkan kesempatan untuk diberi promosi jabatan. Yes?
Bingkisan Lebaran untuk Karyawan – Perlukah? 5 Pertimbangan Berikut Bisa Membantu
Lebaran hampir datang. Sudahkah THR di tangan? Kalau sudah, mungkin para karyawan sekarang tinggal menunggu bingkisan Lebaran yang sering juga diberikan oleh perusahaan.
Di sini, kadang pertanyaan muncul. Sudah ada THR, masih perlukah ada bingkisan Lebaran lagi dari perusahaan untuk karyawan? Dobel dong–dobel senang untuk karyawan, dobel pusing untuk perusahaan. Hihihi.
Apakah pemberian bingkisan Lebaran ini wajib hukumnya? Jawabannya, tidak. Dalam peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku, hanya dijelaskan mengenai Tunjangan Hari Raya, sedangkan kewajiban perusahaan untuk memberikan bingkisan Lebaran pada karyawan tidak pernah disebutkan. Karena itu, pemberian ini bersifat opsional, kembali pada kebijakan masing-masing perusahaan.
Namun, bingkisan Lebaran adalah tradisi. Sebuah perusahaan media di Dubai, Gulf News, pun memelihara tradisi untuk memberikan parcel pada seluruh karyawannya yang berjumlah ribuan ketika Lebaran tiba. Sang CEO menjelaskan, bahwa tradisi memberikan bingkisan Lebaran ini tak hanya sebatas memberikan penghargaan pada karyawan semata, namun lebih untuk menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan dan mempererat tali silaturahmi serta komunikasi antara pihak manajemen dengan karyawan perusahaan untuk jangka waktu yang panjang.
Hmmm, kalau dilihat dari sisi tersebut, memang benar adanya sih. Karyawan senang mendapatkan bingkisan, rasa percaya dan cinta pada perusahaan tempatnya bekerja akan tumbuh seiring waktu juga kan?
Nah, bagi perusahaan yang memang berencana untuk memberikan bingkisan Lebaran bagi karyawan, pastinya banyak pilihan parcel yang bisa dipertimbangkan ya? Mulai dari parcel Lebaran berisi makanan, bedding set, pecah belah, bahkan gadget. Semua tentu tergantung pada anggaran dan kebijakan perusahaan masing-masing.
Jika ada yang sampai dengan hari ini belum ada ide bingkisan Lebaran seperti apa yang pas untuk diberikan pada karyawan–sedangkan kalau mau paket makanan kok ya gitu-gitu aja–barangkali 5 pertimbangan berikut bisa membantu.
5 Pertimbangan Memilih Bingkisan Lebaran untuk Karyawan
1. Bermanfaat
Pertimbangan pertama untuk memilih item-item yang akan menjadi bingkisan Lebaran adalah manfaatnya bagi si penerima.
Nah, di sini yang paling mudah memang makanan, minuman, ataupun paket sembako. Tapi sebenarnya masih banyak opsi item bingkisan lain yang juga sama bergunanya, misalnya produk fashion untuk dipakai saat hari raya Lebarannya, atau kebutuhan rumah tangga, seperti cangkir, piring, stoples dan sebagainya. Hmmm, dikasih bingkisan Lebaran berisi skincare kayaknya juga nggak akan ditolak. Hihihi.
Yang pasti, pertimbangkan, supaya manfaatnya bisa dirasakan oleh si karyawan sendiri, keluarganya, ataupun dalam jangka panjang.
2. Tahan lama
Jika hendak membeli bingkisan Lebaran yang sudah jadi di toko-toko maupun supermarket, kita juga sebaiknya teliti. Coba perhatikan tanggal kedaluwarsanya, kemasannya apakah masih rapi masing-masing produknya, dan sebagainya.
Sudah tahu kan, banyak produk tak layak yang dikemas dijadikan parcel menjelang Lebaran begini? Jangan sampai nih, memberikan barang-barang yang sudah lewat waktu dikonsumsinya.
Jika memang belum kedaluwarsa, tetap perhatikan tanggalnya. Jangan terlalu mepet juga.
3. Berkualitas
Akan lebih baik jika bingkisan Lebaran ini terdiri atas item-item jumlahnya sedikit, tetapi kualitasnya bagus, ketimbang banyak tetapi kualitasnya meragukan.
Tujuan dari diberikannya bingkisan Lebaran ini kan untuk bersama berbagi kebahagiaan menjelang hari raya. Jangan sampai nih jadinya malah bikin orang bersungut-sungut dan mengeluh setelah menerima bingkisannya. Citra buruk akan melekat di benak penerima bingkisan.
Memang sih, ini ada kaitannya dengan rasa syukur, tapi tentunya akan lebih baik jika bisa memilih produk yang berkualitas, bukan? Manfaatnya pasti juga lebih banyak.
4. Beri beberapa opsi
Barangkali perusahaan Anda memperkerjakan ratusan karyawan, dan ada jatah bingkisan Lebaran untuk semuanya. Luar biasa yah?
Untuk jumlah karyawan yang besar, perusahaan bisa menyiapkan beberapa opsi bingkisan Lebaran sesuai posisi masing-masing karyawan, pun kebutuhannya. Jadi, bisa saja satu karyawan akan menerima bingkisan yang berbeda dengan yang lainnya.
Hal ini akan mempermudah perusahaan dalam menyiapkan bingkisan-bingkisan yang banyak itu. Nggak perlu pusing harus mencari item yang sama.
5. Anggarkan bujetnya sejak jauh hari
Seperti halnya Tunjangan Hari Raya–atau THR–akan butuh anggaran yang besar untuk menyiapkan bingkisan, apalagi kalau karyawannya banyak. Karena itu, perusahaan sebaiknya sudah menyiapkan anggaran ini jauh-jauh hari.
Dengan mempersiapkannya jauh hari pula, perusahaan dapat memilih bingkisan apa yang paling pas untuk diberikan pada karyawan.
Nah, bagaimana nih? Sudah menemukan ide bingkisan Lebaran seperti apa yang hendak diberikan pada karyawan di perusahaan Anda? Atau Anda baru berencana untuk memberikan bingkisan tahun depan? Nggak masalah, malahan berarti ada waktu yang cukup longgar untuk mempersiapkannya.
Tertarik untuk mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Follow Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
5 Poin Seluk Beluk Car Ownership Program untuk Karyawan yang Harus Diketahui
Salah satu fasilitas atau benefit yang juga diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, selain tunjangan kesehatan, bonus, ataupun liburan bersama–adalah program kepemilikan kendaraan, atau yang biasa disebut car ownership program (COP).
Program ini biasanya diberikan oleh perusahaan untuk karyawan dengan level atau tingkat keahlian tertentu dan disesuaikan pula dengan kebutuhan. Alasan lainnya, perusahaan yang memberikan fasilitas ini biasanya punya tujuan untuk mempertahankan karyawannya agar tak berpaling hati dan pindah ke perusahaan lain.
Kenapa demikian?
Yah, dengan syarat minimal sudah bekerja rata-rata 3 – 5 tahun, dan kemudian dilanjutkan dengan masa program kepemilikan kendaraan ini yang rata-rata juga 5 tahun, maka perusahaan tentunya dapat “mengikat” si karyawan minimal selama 8 – 10 tahun untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut, bukan? Bahkan banyak pula perusahaan yang menawarkan car ownership program kedua, setelah kendaraan pertama sudah lunas, dengan jangka waktu yang juga 5 tahun.
Nah, untuk para pemilik dan perancang kebijakan perusahaan nih, jika memang ingin mulai memberikan fasilitas kepemilikan kendaraan–atau car ownership program–ini pada karyawan, maka ada beberapa hal yang harus dirincikan dalam perencanaan programnya. Apa saja? Mari kita lihat.
5 Hal Seluk Beluk Fasilitas Kepemilikan Kendaraan atau Car Ownership Program yang Harus Diketahui
1. Syarat-syarat pengajuan car ownership program
Tentu saja, perusahaan harus memberlakukan persyaratan, kapankah seorang karyawan sudah bisa mengajukan fasilitas car ownership program ini kepada HR yang kemudian diteruskan pada direksi.
Beberapa persyaratan yang biasa berlaku misalnya:
- Lamanya karyawan telah bekerja di perusahaan tersebut, misalnya setelah 3 atau 5 tahun bekerja, karyawan baru boleh mengajukan OCP.
- Nilai minimal yang harus dicapai oleh karyawan dalam penilaian performa kerja atau performance appraisal selama jangka waktu tertentu.
- Minimal level jabatan karyawan untuk bisa mengajukan OCP, misalnya hanya untuk level supervisor, manajer, dan seterusnya.
2. Sistem kepemilikan kendaraan
Ada beberapa sistem kepemilikan kendaraan yang biasanya berlaku:
- Perusahaan terlebih dahulu membeli kendaraan secara tunai, baru kemudian diberikan pada karyawan dengan prosedur-prosedur tertentu. Ada yang memberikannya dalam bentuk mobil dinas yang bebas pakai kapan pun, tapi karyawan wajib mengembalikannya jika ada kondisi tertentu. Ada juga yang diberikan dalam bentuk mobil dinas, yang kemudian bisa menjadi hak milik penuh setelah jangka waktu tertentu. Semuanya tentu tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan.
- Sistem leasing, atau sewa guna usaha yang artinya kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala (surat Keputusan Menteri Keuangan no. 1169/K.MK.01/1991).
- Perusahaan memberikan tunjangan sejumlah uang yang diberikan bersama dengan gaji kepada karyawan. Karyawan lantas membeli kendaraan yang harganya sesuai dengan plafon yang diberikan, dan menggunakan tunjangan tersebut sebagai cicilan. Biasanya di sini juga berlaku, semakin tinggi level jabatan karyawan, maka tunjangan dan plafonnya juga semakin tinggi.
Untuk sistem kedua dan ketiga, biasanya juga berlaku peraturan persentase subsidi dari perusahaan, yaitu persentase pembagian biaya yang ditanggung oleh perusahaan dan oleh karyawan. Misalnya saja, ada yang membagi 70% biaya car ownership program ditanggung oleh perusahaan, dan 30%-nya ditanggung oleh karyawan. Ada juga yang memberlakukan persentase sebesar 50% : 50%. Tapi, ada juga perusahaan yang mau menanggung 100%.
3. Nama kepemilikan kendaraan selama masih dalam program
Jika kendaraan masih atas nama perusahaan, maka di akhir masa car ownership program ini akan ada proses balik nama dari nama perusahaan menjadi atas nama pribadi karyawan. Biaya balik nama biasanya juga akan didiskusikan oleh kedua belah pihak.
Namun, jika sedari awal kendaraan sudah atas nama pribadi karyawan, biasanya BPKB akan ditahan oleh perusahaan hingga periode car ownership program ini berakhir, sesuai kesepakatan.
4. Jangka waktu program kepemilikan kendaraan
Seperti yang sudah disebutkan di atas, perusahaan biasanya memberlakukan minimal lamanya seorang karyawan bekerja di perusahaan tersebut untuk bisa ikut car ownership program.
Ada yang memberlakukan minimal 3 tahun bekerja, atau 5 tahun bekerja. Tentunya, hal ini juga tergantung pada kebijakan perusahaan masing-masing.
Selain minimal lamanya karyawan bekerja, perusahaan juga harus mempertimbangkan berapa lama periode car ownership program ini akan berlangsung. Misalnya, 5 tahun.
5. Kondisi-kondisi tertentu yang mungkin akan terjadi
Selama kendaraan berada dalam periode program kepemilikan kendaraan, tentunya akan ada biaya-biaya pemeliharaan yang muncul. Karena itu, perusahaan juga perlu menetapkan peraturan atau prosedur terkait pembiayaan-pembiayaan ini. Apakah perusahaan ikut menanggung biaya pemeliharaan kendaraan, ataukah semua sudah menjadi tanggungan karyawan sepenuhnya?
Akan ada kemungkinan juga bagi karyawan untuk memilih mobil atau kendaraan dengan harga di atas ataupun di bawah plafon yang diberikan. Kemungkinan yang lain, tipe kendaraan yang dipilih berada di atas atau di bawah tipe kendaraan yang disarankan oleh perusahaan. Perusahaan juga harus menentukan prosedur terkait kondisi-kondisi yang tak sesuai seperti ini.
Lalu, bagaimana jika karyawan yang masih dalam periode program kepemilikan kendaraan ini terkena PHK, atau mengundurkan diri? Atau mungkin karyawan harus mengalami promosi ataupun demosi?
Fasilitas kepemilikan kendaraan ini bisa dimiliki oleh perusahaan mana pun, baik yang sudah besar ataupun yang masih skala kecil, sejauh kondisi keuangan perusahaan sehat. Program ini dinilai sebagai salah satu cara efektif untuk bisa mengikat karyawan-karyawan terbaik agar mau tetap loyal bekerja di perusahaan yang sama dalam jangka waktu yang lama.
Tak hanya bisa dirancang oleh HR dan jajaran direksi, koperasi karyawan perusahaan pun sebenarnya bisa juga memiliki program ini untuk anggotanya. Tentu saja, tergantung pada laporan keuangan koperasi tersebut.
Jadi, bagaimana? Tertarik untuk memberikan fasilitas ini pada karyawan di perusahaan Anda?
Jika tertarik untuk tahu lebih banyak mengenai seluk beluk keuangan korporasi, hubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, yaitu program pelatihan interaktif untuk karyawan di perusahaan. Anda dapat menyusun program bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial Anda.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.