Content Creator Terima Endorsement, Wajib Bayar Pajak
Dalam era digital saat ini, profesi sebagai content creator atau pembuat konten menjadi semakin populer. Mereka ini adalah seseorang–atau bisa juga sekelompok sih—yang secara aktif menciptakan dan berbagi konten digital. Misalnya seperti video, blog, atau postingan media sosial, yang biasanya dibagikan kepada followers atau pengikut melalui berbagai platform media.
Salah satu konten yang sering dibuat adalah konten berbayar, yang di dalamnya berisi rekomendasi produk, jasa, atau layanan pada followersnya. Nah, selama ini, produk endorsement memang tidak menjadi objek pajak. Namun, melihat sekarang endorsement semakin marak, dengan produk yang sangat beragam, maka kemudian ada kebijakan baru.
So, mari kita lihat lebih jauh, mengenai endorsement, content creator, dan pajaknya. Siapa tahu, ada di antara kamu yang pengin menjadi pembuat konten sukses, ya kan? Supaya apa? Supaya lebih siap, tentu saja.
Apa Itu Endorsement?
Endorsement adalah bentuk dukungan, biasanya oleh orang terkenaL—public figure gitu deh—untuk suatu produk, layanan, atau perusahaan. Dalam konteks content creator, endorsement sering kali “mewajibkan” pembuat konten mempromosikan produk atau layanan tertentu dalam konten mereka, baik itu melalui penempatan produk, ulasan, atau bentuk promosi lainnya.
Nah, sebagai kompensasinya, kadang produknya boleh dimiliki oleh si content creator. Jadi, diberikan secara gratis gitu deh. Atau bisa juga berupa uang tunai, layanan, atau kombinasi dari uang tunai, produk barang, dan layanan.
Besarnya pembayaran biasanya tergantung pada sejumlah faktor, seperti popularitas dan jangkauan pembuat konten, jumlah dan demografi pengikut mereka, serta negosiasi antara pembuat konten dan merek tersebut.
Seputar Pajak untuk Endorsement Content Creator
Sebagai profesi atau bisnis, pendapatan yang diperoleh dari endorsement tentu saja tunduk pada kewajiban pajak. Kewajiban ini berlaku tidak hanya bagi content creator yang berstatus badan hukum, seperti PT atau CV, tetapi juga bagi yang bekerja sebagai individu atau perseorangan.
Bagaimanapun juga, seorang content creator kan juga pekerja, seperti banyak profesi lainnya. So, setiap pendapatan yang diperoleh memang wajib dikenakan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan telah menetapkan adanya pajak natura pada produk endorse yang diterima oleh para content creator, karena dianggap sebagai bentuk ganti rugi atau kompensasi. Penjelasan ini sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023. Tidak ada pengecualian untuk barang yang diterima sebagai bagian dari endorsement.
Lebih lanjut, dalam PMK tersebut, Pasal 3 dan 4 memberikan penjelasan bahwa kompensasi atau pembayaran dalam bentuk natura dan/atau manfaat lainnya dianggap sebagai penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Selanjutnya, tidak ada batas nilai untuk penerapan pajak natura dari endorse, dan semua produk yang menjadi kepemilikan content creator menjadi objek pajak.
Namun, enggak semua barang-barang yang digunakan sebagai bagian dari tugas akan dikenakan pajak natura. Misalnya, barang tersebut enggak menjadi milik content creator, ya enggak akan ditarik pajak. Kayak properti yang digunakan dalam foto atau video, yang merupakan milik agensi atau perusahaan pembuatnya. Nah, ini bebas pajak.
Penerapan Pajak terhadap Endorsement
Sebagai contoh penerapan pajak natura untuk layanan, coba simak ilustrasi berikut.
Contoh 1
Ratna Sari, seorang beauty selebgram, menandatangani perjanjian dengan perusahaan kosmetik besar, PT Bella Beauty, untuk mempromosikan produk kosmetik mereka di platform media sosialnya. Sebagai kompensasi atas layanannya, pada bulan Desember 2023 Ratna Sari menerima paket produk kosmetik dari PT Bella Beauty. Harga pokok penjualan produk kosmetik tersebut diketahui sebesar Rp10 juta.
Dengan demikian, dalam kasus ini, Ratna Sari menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan Desember 2023 yang menjadi subjek pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 0 juta.
Contoh 2
PT GreenPest, sebuah perusahaan yang menyediakan layanan pengendalian hama, memberikan jasanya kepada PT AgriBest. Sebagai kompensasi atas jasanya, pada bulan Agustus 2023, PT GreenPest menerima imbalan berupa set peralatan dan pestisida pembasmi hama dari PT AgriBest. Harga pokok penjualan set peralatan dan pestisida pembasmi hama tersebut diketahui sebesar Rp50 juta.
Dengan demikian, PT GreenPest menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan Agustus 2023 yang menjadi subjek pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 50 juta.
Nah, perhitungannya secara prinsip sama dengan perhitungan PPh 21.
Tip Keuangan untuk Content Creator terkait Pajak Natura
So, bagi content creator, dunia maya memang enggak hanya ruang untuk berkreasi, namun juga sumber pendapatan. Salah satunya melalui endorsement produk.
Namun, pendapatan dari endorsement ini bukan hanya berarti peningkatan finansial, tetapi juga kewajiban pajak yang harus dipenuhi. Penting bagi para pekerja kreatif ini untuk memahami kewajiban pajak mereka, termasuk pajak natura yang dikenakan pada produk endorse.
Berikut ini adalah beberapa tip keuangan yang bisa membantu content creator dalam mengelola kewajiban pajak mereka terkait endorsement.
Pahami Kewajiban Pajak
Sebagai content creator, pendapatan yang di peroleh dari endorsement merupakan penghasilan yang wajib dikenakan pajak. Oleh karena itu, penting untuk memahami dasar hukum dan kewajiban pajak yang timbul kemudian.
Catat setiap pendapatan
Pastikan untuk mencatat setiap pendapatan yang diperoleh, baik berupa uang maupun barang, dan nilai pasar dari barang tersebut. Hal ini akan memudahkan saat menghitung dan melaporkan pajak natura ini nantinya.
Daftarkan NPWP
Jika belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), segera daftarkan diri ke kantor pajak terdekat atau melalui layanan online Direktorat Jenderal Pajak. Dengan NPWP, kamu bisa melaporkan pajak secara resmi dan menghindari sanksi.
Laporkan pajak tepat waktu
Jangan lupa untuk melaporkan dan membayar pajakmu tepat waktu. Biasanya, laporan pajak harus diajukan setiap tahun pada akhir Maret.
So, penting bagi para content creator untuk memahami dan mematuhi kewajiban pajak yang muncul ini, terutama yang berkaitan dengan pendapatan dari endorsement. Mencatat setiap pendapatan, memiliki NPWP, dan melaporkan pajak tepat waktu adalah langkah-langkah penting yang harus diambil.
Dengan mematuhi kewajiban pajak ini, content creator dapat menjalankan bisnis dengan legal dan etis, sekaligus berkontribusi terhadap pembangunan negara melalui pembayaran pajak.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Bijak Punya Penghasilan Tinggi: Flexing No, More Sharing Yes!
Baru saja ramai di media sosial, seseorang yang punya penghasilan tinggi, sembari menyebutkan penghasilannya, mengaku mencari jodoh.
Apakah berhasil? Hmmm, sepertinya belum terlihat sih hilalnya. Tetapi justru yang kemudian ramai adalah muncul pertanyaan-pertanyaan dari pihak lain yang mengaku bekerja di perusahaan yang bersangkutan, dan hanya digaji kecil.
Netijen yang budiman pun lantas ramai membahas, bagaimana bisa ia punya penghasilan tinggi, tetapi karyawannya dibiarkan digaji kecil? Yang lain yang juga menarik, akun Ditjen Pajak juga nimbrung, mempertanyakan apakah pajaknya sudah dibayar sesuai peraturan.
Yha, niatnya cari jodoh dengan “iming-iming” penghasilan tinggi, malah jadi melebar ke mana-mana deh. Bisa aja netijen +62 ini menggoreng isu.
Lepas daripada itu, akhir-akhir ini memang semakin banyak orang yang flexing penghasilan tinggi ya? Pasti semua juga menyadari hal ini kan? Sayangnya, enggak semua berbuah baik. Malahan ada yang harus berurusan dengan hukum. Duh duh duh.
So, barangkali kamu juga termasuk dari mereka yang punya penghasilan tinggi. Disyukuri sudah pasti, dikelola dengan baik … ya jelas dong! Seharusnya urusan penghasilan tinggi ini tidak serumit penghasilan pas-pasan. Tapi, nyatanya ya, masih banyak yang belum bijak. Betul nggak?
Bijak Punya Penghasilan Tinggi
1. Pertahankan gaya hidup
Rata-rata, begitu penghasilan naik, maka gaya hidup juga akan meningkat. Itu hal yang lazim terjadi pada kita. Gaji naik, penghasilan tinggi, tiba-tiba juga punya “kebutuhan” lebih banyak. Standar hidup ikut naik.
Sebenarnya ya enggak apa-apa sih, tapi apakah memang perlu? Kalau misalnya, standar hidup enggak perlu dinaikkan, bisakah tetap nyaman?
Terkadang memang di situ sih “jebakan”-nya. Kadang kita sendiri juga yang membuat seolah-olah tampak urgent. Padahal ya, enggak juga. Di sinilah pentingnya kita memiliki sikap bijak dalam mengelola penghasilan, baik penghasilan tinggi maupun pas-pasan.
2. Hindari flexing berlebihan
Memang lagi tren flexing ke mana-mana. Bahkan cari jodoh pun sambil flexing. Padahal biasanya yang dipakai sebagai flexing adalah acara jalan-jalan ke luar negeri.
Bukan dilarang kok. Boleh saja, tapi akan lebih baik jika tak berlebihan. Prof. Rhenald Kasali dalam sebuah interview di YouTube juga pernah menyinggung mengenai fenomena ini. Menurutnya, flexing orang-orang zaman sekarang lebih ke arah signaling, yang ada kaitannya dengan marketing. Mereka melakukannya untuk tujuan tertentu, terutama untuk dinilai sukses dan berhasil, sehingga orang lain akan mengikuti jejak mereka. Sayangnya, semakin ke sini, fenomena flexing akhirnya malah menjadi bumerang bagi sebagian orang.
Rhenald Kasali juga sempat mengungkapkan, bahwa orang-orang yang benar-benar kaya justru akan cenderung memilih diam, ketimbang memamerkan harta mereka. Ada banyak alasan tertentu di baliknya. Salah satunya soal empati, apalagi di masa-masa krisis.
So, ada baiknya memang untuk tidak berlebihan. Kita harus mengingat bahwa tidak semua orang memiliki penghasilan tinggi. Jika tidak bijak dalam bersikap, bisa jadi flexing malah berujung backfire seperti yang terjadi di beberapa kasus.
3. Lebih banyak berbagi
Yes, tentu saja akan lebih baik—ketimbang flexing berlebihan—kita lebih banyak berbagi. Berbagi dengan tulus, bukan berbagi untuk memperlihatkan bahwa kita berlebih.
Banyak orang yang tidak seberuntung kita, dan kita wajib membantu mereka sebagai bagian dari jiwa sosial kita. Jika kita memang punya lebih, mengapa tak dibagi, ya kan? Senang bareng-bareng tentu akan lebih baik.
So, jika memang ada, buatlah pos berbagi yang lebih banyak. Kita diberi rezeki lebih banyak, pasti salah satu tujuannya juga agar bisa menjadi jalan rezeki bagi orang lain. Setuju?
4. Perbesar porsi investasi
Selain perbesar porsi berbagi, kamu juga bisa perbesar porsi investasi. Mau coba beli kripto, mumpung lagi ngehype? Beli NFT? Boleh saja, tapi pastikan pakai uang ‘dingin’, yang memang tidak dialokasikan ke kebutuhan penting dan esensial.
Semakin besar porsi investasi pastinya akan membuat peluang tercapainya tujuan finansial yang lebih cepat. Dan siapa yang diuntungkan? Ya, kamu sendiri pastinya.
5. Jangan lupa bayar pajak
Jangan lupa dengan kewajibanmu ya. Mulai dari bayar cicilan, jika ada, dan tentu saja, pajak. Jika kamu punya penghasilan tinggi, maka kamu adalah salah satu dari tulang punggung negara untuk bisa membantu membangun berbagai fasilitas negara ini.
Hindari untuk memberikan laporan pajak palsu, karena jika akhirnya terbongkar, kamu juga yang akan mengalami kerugian.
So, penghasilan tinggi ya harus disyukuri. Salah satu cara mensyukuri adalah dengan memiliki sikap bijak dalam pengelolaannya. Ada baiknya nominal penghasilan untuk tidak diumbar di ruang publik, termasuk media sosial, karena ada banyak hal yang bisa jadi ancaman. Salah satunya, peluang penipuan bisa saja datang padamu. Namun, jika kamu berpendapat bahwa penghasilan bukan merupakan rahasia, maka itu adalah hak kamu, asalkan kamu siap dengan segala konsekuensinya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
4 Situasi yang Bisa Menjadi Alasan Kita untuk Menonaktifkan NPWP Pribadi sebagai Karyawan
Sudah melaporkan SPT Tahunan? Jangan terlalu mepet dengan tanggal batas akhirnya, supaya urusannya lebih lancar. Salah satu hal yang harus dilakukan sebelum melaporkan SPT Tahunan adalah mengecek apakah NPWP kita masih aktif atau tidak. Karena untuk kondisi situasional, bisa saja kantor Dirjen Pajak menonaktifkan NPWP kita, atau malah kita sudah memproses NPWP agar non efektif lagi.
Dalam satu dan lain kondisi, kita memang diperbolehkan untuk tidak lagi diwajibkan untuk membayar pajak pribadi. Perubahan status NPWP dari aktif menjadi nonaktif atau non efektif ini bersifat sementara, sedangkan jika kita berniat untuk benar-benar tidak akan lagi membayar pajak karena situasi-situasi tertentu, maka kita bisa mengajukan permohonan penghapusan NPWP.
Kita boleh menonaktifkan NPWP jika kita dalam kondisi-kondisi seperti ini:
1. Pindah ke luar negeri
Jika kita pindah ke luar negeri–apalagi telah tinggal di luar negeri minimal selama 183 hari berturut-turut dalam satu tahun namun tidak berniat meninggalkan Indonesia selama-lamanya–maka kita bisa menonaktifkan NPWP.
Setelah NPWP nonaktif, kita tak perlu khawatir akan ditarik pajak pribadi seperti sebelumnya, karena berarti sudah tidak termasuk dalam daftar NPWP yang diawasi secara rutin oleh Dirjen Pajak.
2. Kehilangan pekerjaan
Bagi karyawan yang barangkali terkena PHK, atau sebab apa pun sehingga tidak bekerja lagi, kita juga bisa mengajukan permohonan menonaktifkan NPWP.
Untuk keperluan dan alasan yang kedua ini, kita harus mengajukan permohonan sendiri ke KPP tempat biasa kita menyetorkan laporan SPT Tahunan. Setelah diproses, maka kita tidak perlu lagi menyampaikan SPT Tahunan seperti biasanya, karena kita sudah tak berpenghasilan.
3. Penghasilan sebagai karyawan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Mungkin sebelumnya kita mempunyai penghasilan di atas PTKP, tetapi kemudian karena alasan tertentu sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan gaji sehingga membuat gaji berada di bawah PTKP, maka kartu NPWP kita juga dapat dinonaktifkan.
Dengan menonaktifkan NPWP dengan alasan ini, maka Dirjen Pajak akan mengetahui status kita yang berubah dari wajib pajak menjadi bukan wajib pajak.
4. Sudah mengajukan penghapusan NPWP pribadi, namun belum ada keputusan
Alasan penghapusan NPWP pajak pribadi ini ada banyak, tapi yang umum terjadi adalah karena alasan berikut ini:
- Yang bersangkutan sudah meninggal dan tidak meninggalkan warisan.
- Yang bersangkutan telah meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
- Wanita yang sebelumnya mempunyai NPWP pribadi karena mempunyai penghasilan di atas PTKP, yang kemudian menikah dan berniat untuk menyatukan kewajiban bayar pajak pribadi dengan suami.
Untuk bisa mengajukan permohonan penghapusan NPWP pribadi ini, kita harus menjalani beberapa prosedur yang tidak terlalu rumit. Namun biasanya akan butuh waktu yang cukup panjang hingga NPWP kita benar-benar dihapus dari sistem Dirjen Pajak. Karena pemerintah akan mengecek apakah kita benar-benar bukan wajib pajak lagi.
Nah, selama proses tersebut, kita bisa mengajukan agar kantor pajak menonaktifkan NPWP kita. Kita bebas dari kewajiban untuk membayar pajak untuk sementara hingga kantor pajak menyetujui permohonan penghapusan NPWP secara permanen.
Dengan mengajukan permohonan untuk menonaktifkan NPWP pribadi, maka kamu bisa bebas dari kewajiban membayar pajak pribadi tahunan. Lalu, bagaimana cara mengecek NPWP aktif ini?
Cukup mudah kok, kita bisa mengeceknya langsung secara online ke situs Dirjen Pajak dan login di bagian E-Filling. Jika kita bisa melakukan login, maka NPWP kita masih aktif. Atau, kita bisa langsung mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, dan menanyakan status NPWP kita pada petugas. Cara lain lagi yang bisa kita tempuh adalah dengan mengirimkan email ke [email protected], atau telepon ke Kring Pajak di nomor (kode area) 1500200.
Nah, setelah mendapatkan kepastian apakah NPWP kita masih aktif, maka kita pun dapat mulai melakukan perhitungan pajak. Dan ingat, juga ada beberapa hal yang harus kita lakukan dulu sebagai persiapan pelaporan SPT Tahunan lo. Jangan sampai hal-hal sepele tersebut membuat proses pelaporan SPT Tahunan kita jadi terhambat ya.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
Sudah Menyiapkan Laporan SPT Tahunan Pajak Pribadi? Lakukan 5 Hal Ini Sebelumnya
Wah, sudah Maret saja nih! Menteri Keuangan sudah mulai menagih laporan SPT Tahunan dari kita-kita. Gimana, sudah pada melaporkan SPT Tahunan untuk pajak pribadi belum?
Sebagai warga negara yang baik, membayar pajak adalah kewajiban kita. Apa lagi kalau bukan demi majunya negara kita ini juga kan? Dan, sebagai karyawan, biasanya pendapatan kita memang sudah dipotong oleh perusahaan untuk dibayarkan ke kantor pajak. Meski ada juga yang tidak dipotong, karena pajak penghasilannya ditanggung oleh perusahaan.
Akan tetapi, kita tetap wajib mengirimkan laporan SPT Tahunan pajak pribadi, karena siapa tahu kita punya sumber penghasilan lain, selain dari perusahaan tempat kita bekerja. Misalnya, bagi yang punya side job sebagai freelancer atau berbisnis kecil-kecilan.
So, buat yang belum melaporkan, yuk, segera mengirimkan laporan SPT Tahunan pajak pribadi! Kini prosedurnya sudah dibuat semakin mudah, bisa kita lakukan secara online, sehingga bebas antrean dan juga lebih cepat prosesnya. Jadi, tak ada alasan lagi untuk tidak menyetorkan laporan SPT Tahunan.
Namun, sebelumnya ada beberapa hal yang mesti diperhatikan nih, karena sering juga terjadi kesalahan yang ditemukan pada hasil pelaporan SPT Tahunan–terutama untuk pajak pribadi.
Apa yang perlu dilakukan sebelum mengirimkan laporan SPT Tahunan
1. Pastikan formulir SPT Tahunan dan NPWP-nya benar
Kesalahan paling sepele namun fatal adalah saat kita salah memilih formulir SPT Tahunan untuk diisi. Hal ini, konon menurut laporan beberapa kantor pajak yang tersebar di Indonesia, justru merupakan kesalahan yang paling sering terjadi. Kesalahan sepele, tapi bikin usaha jadi sia-sia.
Jadi, sebaiknya diperhatikan ya. Jangan sampai salah. Jika status kita adalah karyawan dengan penghasilan di atas Rp60 juta per tahun, maka yang harus diisi adalah formulir SPT Tahunan 1770S. Sedangkan untuk yang berpenghasilan kurang dari Rp60 juta/tahun, yang diisi adalah formulir SPT Tahunan 1770SS.
Menurut laporan kantor pajak, banyak pula kesalahan yang terjadi lantaran yang diisikan di formulir SPT Tahunan 1770SS adalah nomor NPWP perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja.
Nah, karena itu, sebelum beranjak ke pengisian formulir, coba cek dulu beberapa hal yang terlihat sepele namun bisa menyebabkan kegagalan pelaporan ini.
2. Lakukan financial checkup
Financial checkup berarti adalah melakukan pemeriksaan terhadap kondisi keuangan kita secara menyeluruh. Menurut saran Ligwina Hananto, lead trainer di QM Financial, financial checkup ini sebaiknya kita lakukan secara teratur. Boleh sebulan sekali, 6 bulan sekali, atau satu tahun sekali, untuk memastikan kesehatan kondisi keuangan kita.
Financial checkup pada dasarnya akan membuat kita memeriksa kembali rasio antara penghasilan dan pengeluaran. Nah, saat kita memeriksa penghasilan, kita bisa sekalian sambil mengisi formulir SPT Tahunan untuk dilaporkan, jika financial checkup ini kita lakukan setahun sekali.
Coba dicek, dari mana saja kita mendapatkan penghasilan selain sebagai karyawan. Karena banyak juga lo, yang mengabaikan penghasilan di luar gaji yang diterima setiap bulan dari kantor. Banyak juga yang tidak tahu, bahwa penghasilan di luar gaji juga harus dilaporkan–termasuk warisan ataupun hibah.
Nah, mumpung harus mengisi formulir laporan SPT Tahunan, sekalian saja cek kita mendapatkan penghasilan dari mana saja, plus pengeluarannya. Sekalian cek juga untuk PTKP–atau Penghasilan Tak Kena Pajak, yang akan menjadi faktor pengurang dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Tentukanlah angkanya yang sesuai keadaan di awal tahun.
3. Siapkan dokumen dengan lengkap
Setelah melakukan financial checkup, kumpulkan bukti potong pajak yang mungkin sudah dilakukan oleh kantor tempat kita bekerja. Dokumen ini merupakan salah satu kelengkapan pelaporan SPT Tahunan pajak pribadi lo. Lampirkanlah fotokopinya bersama formulir yang sudah diisi.
Kadang yang terjadi, penghasilan kita sudah dipotong pajak oleh perusahaan atau pemberi kerja, tetapi kita tidak menerima bukti potong. Kalau begini, sebenarnya kita lo yang dirugikan. Jadi, jangan sampai lupa untuk meminta bukti potong pajak penghasilan ya.
Demikian juga jika ada kewajiban lain, seperti pembayaran zakat, kepemilikan kendaraan, dan lain sebagainya.
4. Jangan mepet-mepet lapornya
Nah, kebiasaan nih, kita selalu mepet batas waktu akhir untuk mengirim laporan SPT Tahunan pajak pribadi. Masuk minggu terakhir, baru deh mulai laporan.
Menurut berita yang dilansir oleh Detik, pelapor SPT melalui elektronik setiap detiknya bisa sampai sebanyak 200 orang, saat sudah mendekati batas waktu akhir pelaporan. Kalau dihitung-hitung, berarti ada 3 juta orang per jam, yang online memasukkan data ke server Ditjen Pajak. Tentu saja hal ini bisa memberatkan beban server Ditjen Pajak, sehingga akan sering terjadi error.
Untuk menghindari hal-hal yang sebenarnya tak perlu terjadi, maka ada baiknya kita melaporkan SPT Tahunan lebih awal. Misalnya, lakukan di bulan Februari. Kan jadi lebih lancar urusannya.
5. Cek kembali KPP-nya
Ditjen Pajak juga sempat mengimbau, agar kita melakukan pengecekan kembali lokasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat kita terdaftar, sebelum mengirimkan formulir SPT Tahunan.
Tahun 2018 kemarin saja, tercatat ada puluhan Kantor Pelayanan Pajak baru di seluruh Indonesia. Maka, akan ada kemungkinan, data kita sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi, telah dipindahkan ke KPP baru, namun tidak ada pemberitahuan secara tertulis.
Jadi, ada baiknya kita cek dulu, sebelum mulai mengirimkan laporan SPT Tahunan.
Setelah memahami beberapa hal di atas, selanjutnya tentu akan lebih mudah bagi kita untuk mengisi formulir dan melaporkan pajak sesuai kewajiban bukan?
Tertarik untuk mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.