5 Hak Pekerja Perempuan yang Seharusnya Dipenuhi oleh Perusahaan
Selamat hari Kartini bagi semua perempuan Indonesia! Sepertinya Ibu Kartini akant berbangga hati jika saja beliau masih hidup sekarang ini. Karena perjuangan beliaulah, sekarang perempuan Indonesia semakin maju dan mandiri. Bahkan Departemen Ketenagakerjaan sendiri mencatat, ada peningkatan signifikan jumlah pekerja perempuan dari tahun ke tahun.
Bekraf–atau Badan Ekonomi Kreatif–Indonesia sendiri juga mencatat, dari 998 startup yang tumbuh mulai tahun 2018 dan bergerak di industri ekonomi kreatif, 56% pekerjanya adalah pekerja perempuan. Ini berarti jumlahnya melebihi jumlah pekerja pria.
Bahkan, konon, di tahun 2016 yang lalu, jumlah bos perempuan di Indonesia terbanyak keenam di dunia. Ckckck. Luar biasa ya?
Mengapa akhir-akhir ini pekerja perempuan bisa mendominasi angkatan kerja terutama di bidang kreatif? Ada survei yang menyebutkan, bahwa banyak perusahaan lebih suka memperkerjakan perempuan lantaran sifat alami perempuan yang lebih tekun, telaten, multitasking, disiplin, dan lebih punya skill untuk negosiasi.
Kita patut bersyukur banget kan kalau sudah begini?
Terlepas dari semua kelebihan itu, dan persamaan hak untuk berkarya yang sudah dirintis oleh Kartini, perempuan tetap mempunyai beberapa hak istimewa yang tidak akan dimiliki oleh pekerja berjenis kelamin laki-laki. Hal ini tak lepas karena kondisi kesehatan dan tubuh perempuan yang memang berbeda dengan laki-laki.
Hal ini ternyata juga sudah diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, sehingga bersifat mengikat bagi setiap perusahaan yang memperkerjakan perempuan dalam organisasinya.
Apa saja hak karyawan atau pekerja perempuan yang harus dipenuhi oleh perusahaan ini?
1. Hak cuti hamil dan melahirkan
Hamil dan melahirkan bisa jadi merupakan stage atau fase yang akan dijalani oleh sebagian besar perempuan, termasuk mereka yang bekerja di luar rumah.
Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 mengatur akan hak istimewa pekerja perempuan ini, terutama di pasal 82. Disebutkan bahwa pekerja perempuan mendapatkan hak untuk mengambil masa cuti hamil hingga melahirkan, selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
Meski sudah diatur sesuai dengan proporsi yang pas, namun biasanya perusahaan memberikan kebebasan pada karyawan wanita yang menjadi calon ibu, kapan hendak mengambil hak cutinya ini. Ada yang lebih suka mengambil jatah cuti mepet dengan HPL–alias Hari Perkiraan Lahir–si calon buah hati, sehingga lebih leluasa waktunya untuk mengurus si bayi yang baru lahir kelak. Tapi ada juga yang sudah mengambil cuti melahirkan 1 bulan sebelum perkiraan lahir, dan 2 bulan setelah si bayi lahir. Tentunya, hal ini sudah dibicarakan dengan pihak HR perusahaan yang bersangkutan.
Yang pasti, pihak pekerja perempuan wajib untuk menginformasikan bahwa dirinya telah melahirkan selambat-lambatnya 7 hari setelahnya.
2. Hak untuk menyusui bayi
Pekerja perempuan yang telah menjadi ibu juga mendapatkan hak istimewa berupa jaminan untuk dapat memenuhi kebutuhan bayinya akan ASI, sesuai Pasal 83 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Karena itu, perusahaan-perusahaan diimbau untuk memberikan ruangan khusus bagi para ibu bekerja yang hendak menyusui bayi mereka di kantor. Atau, setidaknya kelonggaran waktu untuk memerah ASI, dan mengirimkannya kepada bayi yang ditinggalkannya di rumah atau di daycare.
American Express, salah satu perusahaan yang bergerak di sektor keuangan, bahkan memberikan fasilitas kesehatan terhadap para ibu menyusui dengan menyediakan konsultan laktasi, dan juga ada fasilitas pengiriman ASI pada bayi yang biayanya juga ditanggung oleh perusahaan.
3. Hak untuk mendapatkan tunjangan melahirkan
Selain mendapatkan cuti untuk menjalani proses kelahiran, seorang pekerja perempuan juga berhak untuk menerima bantuan atau tunjangan biaya persalinan.
Hal ini sudah di-cover dalam BPJS Kesehatan yang wajib diikuti oleh semua perusahaan di Indonesia yang memperkerjakan minimal 10 orang karyawan atau yang sudah mampu menggaji karyawan minimal Rp1 juta per bulan, sesuai Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja.
4. Hak untuk cuti haid
Selain menerima hak cuti hamil dan melahirkan, pekerja perempuan juga berhak untuk mendapatkan cuti haid di hari pertama dan kedua, yang tidak akan memotong jatah cuti tahunannya.
Hal ini juga sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 81 ayat 1.
Hak ini diberikan juga lantaran kondisi kesehatan tubuh pekerja perempuan yang berbeda saat mereka sedang melewati periode menstruasi.
5. Hak jaminan kesehatan dan perlindungan selama bekerja
Dan, karena kondisi kesehatan yang berbeda ditambah dengan rentan akan berbagai risiko yang bisa membahayakan keselamatan, maka pekerja perempuan–terutama mereka yang harus bekerja dengan sistem kerja shift–harus mendapatkan jaminan khusus. Hal ini juga sudah diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 76 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Kep.224/Men/2003.
Hak mendapatkan perlindungan dan jaminan kesehatan selama bekerja yang diterima oleh pekerja perempuan ini antara lain:
- Bagi yang berusia kurang dari 18 tahun tidak boleh dipekerjakan antara pukul 23.00 – 07.00
- Diberikan asupan makanan dan minuman bergizi, dengan jumlah minimal 1.400 kalori, dan tak bisa diganti dengan uang.
- Jaminan keamanan dan kesusilaan selama jam kerja berlangsung di tempat kerja, dengan menyediakan petugas keamanan yang mencukupi, dan memfasilitasi ruang kerja dengan pencahayaan dan kenyamanan yang cukup.
- Mendapatkan fasilitas antar jemput, dari tempat tinggal, atau titik penjemputan sesuai kesepakatan, ke tempat kerja, dan sebaliknya.
- Jaminan tidak ada PHK dari perusahaan dengan alasan menikah, sedang hamil, ataupun melahirkan.
Nah, bagaimana dengan perusahaan Anda? Apakah sudah cukup memberikan jaminan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bekerja bagi para karyawan wanita?
Anda dapat mengundang tim QM Financial untuk memberikan pelatihan keuangan dan HR bagi karyawan Anda, agar target bisnis Anda bisa tercapai secara maksimal. Hubungi 0811 1500 688 (NITA/MIA), dan jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
Tak Lagi Butuh Work Life Balance, Hasil Penelitian Terbaru Terhadap Para Ibu Bekerja Generasi Millenial
Konon, work life balance menjadi salah satu hal yang paling diinginkan oleh para karyawan yang selalu bekerja keras selama hidupnya–tak terkecuali para ibu bekerja. Konon lagi, work life balance ini harus dicapai, agar tingkat stres para pekerja bisa ditekan.
Tapi mari kita lebih realistis: kapan sih kehidupan seorang ibu bekerja bisa benar-benar seimbang? Jawabannya, hampir tidak pernah. Bisa dibilang, semua tercampur aduk dalam kehidupan sehari-hari, dan harus dihadapi satu per satu. Setiap hari bisa saja muncul masalah baru, entah terkait pekerjaan atau soal keluarga, dan semua selalu minta untuk diselesaikan dengan cepat.
Hingga akhirnya makna dan pengertian work life balance bagi seorang ibu bekerja zaman now pun bergeser. Bahkan, ada survei yang dilakukan oleh situs The Mom Project yang menemukan, bahwa para ibu bekerja zaman now–yang berarti adalah mereka, para ibu generasi millenial–tak butuh lagi yang namanya work life balance.
Apa Arti Work Life Balance Bagi Para Ibu Bekerja Generasi Millenial?
Ibu bekerja generasi millenial percaya, the key to making complicated lives work is realizing that everything has to work together throughout the day. Saat semua hal bisa dikerjakan dan diselesaikan dengan baik, maka hal itu sudah cukup memberi mereka kepuasan.
Alih-alih menyebutnya sebagai work life balance, ibu generasi millenial akan menyebutnya sebagai work life integration.
Seperti hasil penelitian oleh The Mom Project yang telah meneliti lebih dari 1.000 ibu generasi millenial, yang menyebutkan bahwa:
“Work life balance is kind of an older term. Balance makes me think we work for eight hours, and then we adjust and we don’t work after that. We don’t work like that anymore. Sometimes it’s not about purely shutting it off from 5 p.m. on. I take time for family, but then I’ll get back to it at 8 p.m.”
Kecenderungan memang telah bergeser. “Bekerja” bukan lagi berarti kita berangkat ke kantor, lalu berkutat seharian di dalam dan di seputar kubikel membereskan tugas, dan bekerja dengan paperworks yang bertumpuk-tumpuk.
Bagi seorang ibu millenial, bekerja bisa berarti mereka berada di rumah, menghadap laptop di meja makan, sembari mengawasi si balita yang sedang asyik bermain di dekat kakinya, lalu sesekali juga bermain dengannya. Saat makan siang, mungkin bukan makan siang di kantin bersama rekan kerja, tapi artinya adalah menyuapkan makanan sehat yang dimasaknya sendiri pada si balita, sembari menikmati makan siang seadanya yang juga sudah disiapkan sendiri.
So, nggak heran kalau kata-kata, “Asal semuanya bisa berjalan lancar tanpa ada masalah berarti” sudah membuat seorang ibu bekerja generasi millenial bersyukur dan bisa enjoy dengan hari-hari sibuknya. Karena dengan demikian, mereka sudah menikmati work life balance versi mereka sendiri.
Lalu, apa artinya ini?
Work life balance bagi para ibu bekerja generasi millenial berarti adalah fleksibilitas dalam kehidupan kerja, baik fleksibilitas jam kerja maupun tempat. Karena itu, ibu generasi millenial cenderung memilih bekerja secara remote, freelance, ataupun paruh waktu, meski hal itu berarti ada pengurangan upah karyawan.
Selain itu, pengetahuan literasi keuangan dan tingkat kemandirian mereka juga lebih baik, sehingga mereka juga ingin berperan dalam pencapaian tujuan keuangan keluarga.
Lalu, Bagaimana Caranya Para Ibu Bekerja Generasi Millenial Bisa Mendapatkan Fleksibilitas ini?
1. Ask for it
Meski banyak perusahaan sekarang lebih terbuka untuk membicarakan hak dan kewajiban karyawan, namun banyak yang tak memanfaatkan hal ini dengan baik. Hingga kemudian para karyawan–baca: para ibu bekerja generasi millenial–ini mengalami burnout dan kemudian memilih resign.
Karena itu, sebelum memutuskan resign, ada baiknya untuk mendiskusikan kondisi ini terlebih dahulu dengan pihak HR. Apakah mungkin pekerjaan dan tugas yang sekarang dilakukan ini dibawa dan dikerjakan dari rumah? Harus melakukan penyesuaian di sana sini itu wajar saja, namun nggak berarti tak mungkin dilakukan, bukan?
Karena itu, ask for it.
2. Kenali apa kebutuhan kita
Apa sih yang membuat kita berpikir bahwa kita butuh jam kerja yang lebih fleksibel?
Misalnya saja, kondisi keluarga. Rincikan apa saja yang keluarga butuhkan dari kita; seperti zaman sekarang sulit menemukan pengasuh yang cocok, sehingga akan lebih baik jika langsung ditangani saja oleh ibu. Atau anak-anak yang mulai sekolah ternyata butuh pengawasan yang lebih–karena pendidikan zaman now juga menuntut peran orang tua yang lebih aktif. Atau mungkin, kondisi orang tua yang mulai sakit-sakitan. Dan sebagainya.
Proyeksikan kebutuhan ini menjadi rincian solusi. Sebagai contoh, karena anak-anak butuh waktu pengawasan lebih saat belajar, maka jam kerja harus disesuaikan. Misalnya, saat anak-anak sekolah, maka itulah waktunya kita menyelesaikan beberapa target pekerjaan sekaligus.
Memang kemampuan untuk mengenali kapan waktu yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan ini akan penting, jika kita bekerja dari rumah, dan hal ini ditentukan oleh keberhasilan kita mengamati jam-jam sibuk setiap harinya.
3. Kenali kebutuhan perusahaan
Ketahui target-target perusahaan dengan pasti. Hal ini akan menjadi penentu, bagaimana seorang ibu bekerja generasi millenial bisa mengelola waktu dan dirinya sendiri.
Bekerjalah dengan berorientasi pada target dan kualitas hasil. Dengan begini, kita bisa mengatur dan mengefisienkan waktu secara lebih baik dengan prinsip work smart, alih-alih work hard.
Buktikan bahwa dengan cara kerja yang baru ini, produktivitas kita tidak menurun tapi malah meningkat dengan memberikan kualitas hasil yang lebih baik, dan capaian target seperti yang diharapkan.
Konsep work life balance memang sudah bergeser. Zaman sekarang, tak ada yang lebih produktif dan inovatif selain tim yang dibiarkan untuk bekerja sesuai caranya masing-masing demi mencapai target kerja yang sudah ditentukan bersama.
Maka dari itu, ketimbang harus selalu minta izin karena mesti menghadiri acara-acara di sekolah anak-anak, akan lebih baik jika para ibu bekerja dibiarkan mengelola waktunya sendiri. Mereka akan bisa menentukan dengan baik, kapan mereka harus mengurus keluarga, dan kapan mereka harus menyerahkan hasil kerja terbaiknya.
Beberapa Fakta Mengenai Kesenjangan Upah Karyawan Berdasarkan Gender yang Harus Diketahui
Kesenjangan atau ketidaksetaraan gender memang masih terjadi di mana-mana, sampai sekarang. Tak perlu jauh-jauh, ternyata kita juga bisa melihat ada juga masalah kesenjangan ini dalam sistem pemberian upah karyawan yang tak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga di seluruh dunia.
Kondisi Kesenjangan Upah Karyawan di Belahan Dunia Lain
Mari kita lihat kondisi kesenjangan upah karyawan yang terjadi di negara adidaya, Amerika Serikat. Ternyata, menurut survei terbaru, sejumlah besar pemilik bisnis pria tidak percaya bahwa perempuan layak mendapatkan upah yang sama dengan rekan-rekan mereka yang berjenis kelamin pria.
TSheets by Quickbook, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang employee scheduling and time tracking, melakukan survei terhadap 1.067 pemilik bisnis di seluruh Amerika untuk menentukan pandangan mereka tentang kesetaraan penerimaan upah.
Berdasarkan hasil survei yang dikumpulkan, hanya 60% saja dari seluruh pemilik bisnis laki-laki yang disurvei percaya, bahwa perempuan harus selalu menerima upah yang sama di tempat kerja, 24% lainnya mengatakan karyawan berjenis pria dan wanita tidak harus selalu menerima upah yang sama, sedangkan 16%-nya berkata bahwa mereka cenderung untuk skeptis terhadap permasalahan kesenjangan upah karyawan ini.
Sayangnya, itu tidak menjadi jauh lebih baik ketika para lady boss diikutsertakan dalam survei yang sama. Hanya 66% pemilik bisnis pada umumnya percaya perempuan harus selalu menerima upah yang sama di tempat kerja, sementara 20%-nya tidak percaya perempuan harus selalu menerima upah yang sama, dan 14% sisanya cenderung skeptis.
Bagaimana dengan Pihak Para Karyawan Sendiri?
Fakta lain ternyata juga berbicara, bahwa para karyawan sangat aware akan masalah perbedaan upah ini. Mereka tampaknya menyadari betul adanya praktik pembedaan upah karyawan yang diterima di tempat kerja.
Survei yang sama juga menyurvei 16.679 orang dewasa dan menemukan bahwa 43% karyawan pria dan 44% karyawan wanita telah menyadari bahwa mereka bekerja di suatu perusahaan yang mempraktikkan pembedaan upah karyawan berdasarkan gender.
Either merasa berlebih atau kekurangan, sebanyak 43% karyawan pria dan 47% karyawan wanita mengatakan bahwa mereka menerima perbedaan upah karena jenis kelamin mereka. Beberapa pemilik bahkan juga mengakui, bahwa faktor gender menjadi faktor penentu besaran upah yang mereka bayarkan kepada karyawan. Sekitar sepertiga dari semua pemilik bisnis itu mengaku dengan sengaja membayar gaji rendah berdasarkan gender.
Fakta yang lebih menyakitkan datang dari data survei yang berisi mengenai kondisi ibu bekerja. Menurut data dari National Women’s Law Center di Amerika, ibu yang bekerja berpenghasilan lebih rendah dari rata-rata karyawan perempuan dengan besar perbedaan diperkirakan sebanyak $18.000 per tahun.
Sebuah studi di Prancis 2017 juga menemukan fakta, bahwa ada kecenderungan pengurangan upah karyawan perempuan sebesar 3% untuk setiap anak yang dilahirkan dibandingkan dengan kolega mereka yang tidak memiliki anak.
Bagaimana dengan Kondisi Kesenjangan Upah Karyawan di Indonesia?
Kondisi kesenjangan upah karyawan perempuan di Indonesia juga tak terlalu berbeda.
Seperti yang sudah dilansir oleh situs tirto.id, dengan berdasar data dari Global Gender Gap Report, ada fakta bahwa tercatat dalam tahun 2017, estimasi penghasilan yang diperoleh pekerja laki-laki di Indonesia adalah sebesar $15.536, sedangkan perempuan hanya menerima total $7.632 saja dalam setahun.
Namun, yang perlu diperhatikan dalam hal ini, bahwa perbedaan upah karyawan yang diterima tersebut tak murni disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin begitu saja. Ada beberapa faktor lain yang ikut memengaruhi mengapa upah karyawan perempuan jauh lebih rendah daripada upah karyawan laki-laki.
Beberapa Penyebab Terjadinya Perbedaan Upah Karyawan Perempuan dan Laki-laki di Indonesia
1. Perempuan lebih banyak bekerja di industri berupah rendah
Fakta membuktikan bahwa industri-industri yang dipilih oleh perempuan adalah sektor industri yang memberikan upah karyawan rendah, dibandingkan misalnya laki-laki yang menguasai sektor teknologi yang bisa memberikan upah tinggi.
Data terbaru menyebutkan bahwa tenaga kerja laki-laki menguasai 13 sektor pekerjaan, sementara tenaga kerja perempuan mendominasi empat sektor lainnya. Tiga sektor yang paling dikuasai oleh para pekerja laki-laki adalah sektor konstruksi (97,8%), transportasi dan pergudangan (95,4%), dan pertambangan dan penggalian (91,7%).
Sedangkan pekerja perempuan paling banyak bekerja di sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (66,8%), jasa pendidikan (60,7%), penyediaan akomodasi dan makan minum (55,7%), dan jasa lainnya (53,6%).
2. Komitmen terhadap keluarga
World Values Survey and Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) juga mengungkapkan fakta, bahwa di wilayah-wilayah tertentu, ada kecenderungan budaya yang menganggap bahwa selayaknya perempuan selalu berada dekat dengan keluarga, sehingga hal ini juga ikut memengaruhi terbatasnya perempuan untuk mengembangkan potensi diri dan berefek juga pada pendapatannya.
Selain itu, perempuan juga cenderung untuk memilih bekerja paruh waktu alih-alih purnawaktu, karena komitmen untuk merawat keluarga ini, baik untuk merawat anak maupun merawat orang tuanya. Hal ini semakin memperkuat fakta, bahwa banyak di antara kita yang terjebak dalam fase sandwich generation.
Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan untuk Menyikapi Fakta Perbedaan Upah Karyawan Ini?
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
- Tambah jenjang pendidikan. Umumnya tingkat pendidikan seseorang memang memengaruhi jumlah upah karyawan yang diterima. Jadi, untuk mendapatkan kenaikan upah, maka raihlah pendidikan tinggi. Sembari kerja, kita dapat kuliah lagi, untuk mendapatkan promosi jabatan sehingga juga akan mendapatkan upah yang lebih baik.
- Memilih sektor kerja dengan upah yang baik. Misalnya saja, jangan takut untuk terjun ke sektor-sektor yang didominasi oleh karyawan laki-laki, seperti teknologi atau konstruksi.
- Berani negosiasi gaji atau upah. Ketahui standar gaji pada posisi yang sama di beberapa perusahaan lain, dan bandingkan. Jika ada peluang, negokan gaji dengan pihak perusahaan, setidaknya harus sesuai dengan keterampilan dan pengalaman yang kita punya.
- Berani bekerja full time, dan kelola waktu dengan baik, agar bisa menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga.
- Bekali diri dengan berbagai ilmu literasi keuangan, agar selain bekerja, para karyawan perempuan ini juga bisa berinvestasi, mengelola utang dan arus kas, serta memiliki proteksi.
Tentunya besar harapan kita agar ke depannya, kesenjangan upah karyawan–terlebih yang disebabkan oleh perbedaan gender–ini bisa teratasi dengan baik.
Yuk, undang tim QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
Ingin Mencairkan Dana Pensiun, Berikut 5 Hal yang Harus Disiapkan dan Dilakukan
Barangkali saat ini ada yang usianya sudah mendekati usia masa pensiun, sekitar 50 – 55 tahun? Kalau sebelumnya, mungkin persiapan kita hanya sebatas mempersiapkan dana pensiun–yang akan menjadi “tempat” bergantung menjalani masa pensiun–sekarang saatnya untuk mulai perencanaan yang sebenarnya. Salah satunya adalah mulai bersiap mencairkan dana pensiun.
Hmmm, mungkin bersinggungan dengan berbagai macam prosedur isn’t really your thing. Tapi, mau tak mau harus dijalani, jika Anda memang sudah mendekati masa pensiun dan harus mencairkan dana pensiun yang sudah Anda kumpulkan.
Prosedur untuk mencairkan dana pensiun ini bisa saja berbeda-beda tergantung Anda mengikuti program dana pensiun dari lembaga mana. Tapi karena semua karyawan wajib diikutsertakan dalam program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan, maka mari kita melihat ketentuan umum dari badan tersebut. Jika Anda punya dana pensiun lain, tak usah terlalu cemas akan prosedurnya, karena kurang lebih sama saja.
Nah, mari kita lihat apa saja yang perlu diperhatikan, disiapkan, dan dilakukan jika Anda hendak mencairkan dana pensiun.
5 Hal yang Harus Diperhatikan dan Dilakukan untuk Mencairkan Dana Pensiun
1. Cek saldo
Sebelum mulai memasuki masa pensiun, dan sebelum mencairkan dana pensiun, cek dulu saldonya. Sudah berapa banyak dana terkumpul sejauh ini?
Ada banyak cara untuk bisa mengecek saldo dana pensiun. Anda dapat mengakses situs BPJS Ketenagakerjaan, dengan menyiapkan nomor KPJ Anda lalu login. Anda juga bisa mendaftar dengan SMS (tarif biasa berlaku), ataupun memasang aplikasi mobile BPJS Ketenagakerjaan. Cara lain yang paling mudah adalah mendatangi langsung kantor BPJS Ketenagakerjaan terdekat, dan bertanya pada petugasnya.
Untuk program dana pensiun lainnya kurang lebih sama. Jika merasa kesulitan, Anda bisa menghubungi call center lembaga penyedia dana pensiun lalu tanyakan prosedur untuk mengecek saldo ini. Mereka akan dengan senang hati membantu.
2. Pastikan sudah memenuhi minimal jangka waktu keanggotaan atau sesuai syarat
Peraturan terbaru dari BPJS Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa peserta bisa mencairkan dana pensiun sebelum jangka waktu keanggotaan 10 tahun, tapi dengan syarat-syarat tertentu. Antara lain, peserta meninggal dunia atau berhenti bekerja untuk alasan tertentu dan sudah disepakati bersama pihak perusahaan.
Khusus untuk Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan, Anda bisa mencairkannya sementara Anda masih aktif bekerja, dengan maksimal 10% dari total saldo (jika tujuannya untuk masa persiapan pensiun), atau 30% dari total saldo (jika tujuannya untuk penyediaan rumah). Tapi Anda tidak bisa mengambil dua-duanya ya, 10% dan 30%. Anda harus pilih salah satu.
Namun, jika Anda sudah berhenti bekerja–baik karena PHK atau kemauan sendiri–maka sebelum 10 tahun, Anda pun bisa mencairkan dana pensiun Anda yang ada di program Jaminan Hari Tua ini sampai 100%.
Sedangkan untuk Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, ada jangka waktu minimal keanggotaan yang berlaku, yaitu 15 tahun setara 180 bulan.
Untuk dana pensiun lainnya, ada bermacam-macam. Ada yang memberlakukan minimal 5 tahun keanggotaan, ada yang lebih. Pastikan hal ini dengan menghubungi lembaga penyedianya ya.
3. Penuhi persyaratan
Hal berikut yang harus diperhatikan adalah syarat-syarat untuk bisa mencairkan dana pensiun Anda, yang berupa dokumen-dokumen mulai dari kartu anggota, buku tabungan, kartu identitas, kartu keluarga, surat referensi kerja/surat PHK, fotokopi NPWP dan foto Anda yang terbaru.
Anda juga akan perlu melampirkan surat keterangan dokter, jika Anda hendak mencairkan dana pensiun karena sudah berhenti bekerja karena sakit ataupun cacat.
4. Jangan lupa perhitungkan pajak
Jika Anda mencairkan dana pensiun yang berupa Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan, maka Anda juga harus siap untuk membayar pajak progresif, yaitu pajak yang terakumulasi sesuai dengan jumlah saldo tabungan dana pensiun Anda.
Besarannya adalah sebagai berikut:
- Saldo di bawah Rp50 juta, pajaknya sebesar 5%.
- Saldo antara Rp50 juta – Rp250 juta, pajaknya sebesar 15%.
- Saldo antara Rp250 juta – Rp500 juta, pajaknya sebesar 25%.
- Lebih dari Rp500 juta, pajaknya sebesar 30%.
Untuk dana pensiun lainnya, Anda bisa mengecek ke lembaga penyedianya.
5. Datang ke kantor BPJS Ketenagakerjaan terdekat atau klaim secara online
Selanjutnya Anda hanya perlu datang ke kantor BPJS Ketenagakerjaan terdekat untuk mencairkan dana pensiun yang hendak Anda gunakan untuk menunjang hidup sehari-hari Anda di masa pensiun. Jangan lupa bawa semua persyaratan yang sudah Anda lengkapi ya.
Anda juga bisa mengajukan klaim secara online yang lebih mudah. Anda hanya perlu login saja ke situs BPJS Ketenagakerjaan, lalu lengkapi data-data yang diminta. Jika semua data dan persyaratan dokumen sudah terpenuhi dan terkirim dengan baik, Anda tinggal menunggu konfirmasi saja dari BPJS Ketenagakerjaan. Jika konfirmasi sudah didapatkan, Anda bisa mendatangi kantor BPJS Ketenagakerjaan untuk mengurus proses transfer dana pensiun ke rekening bank Anda.
Mungkin memang terlihat ribet ya, prosedur untuk mencairkan dana pensiun ini. Tapi prosedur ini dibuat demi lancarnya proses pencairan dana Anda sendiri juga. Jadi, luangkan waktu Anda di antara hari-hari sibuk untuk mengurusnya hingga tuntas.
Tertarik mengundang QM Financial untuk membantu persiapan dana pensiun di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
5 Alasan Mengapa Mesti Tetap Menyiapkan Dana Melahirkan Meski Sudah Mempunyai Asuransi Kesehatan
Salah satu benefit penting yang diterima oleh para karyawan–khususnya para ibu bekerja–dari kantor adalah menerima tunjangan kesehatan, yang biasanya di dalamnya juga termasuk biaya pemeriksaan kesehatan selama masa hamil hingga dana melahirkan.
Ada yang sudah tercover dalam BPJS Kesehatan yang wajib diikuti, ada pula yang kemudian ditambah dengan asuransi dari kantor ataupun asuransi kesehatan dari swasta yang dibeli sendiri.
Pertanyaannya, apakah berarti dengan punya BPJS Kesehatan lalu ditambah dengan asuransi kesehatan lainnya itu, kita sudah bisa duduk nyaman dan aman sembari menunggu si kecil hadir? Ternyata enggak juga lo, karena biaya untuk menyambut si newborn baby nanti nggak hanya berhenti di biaya persalinan saja, yang kemudian bisa diklaimkan pada BPJS Kesehatan ataupun asuransi kesehatan.
Ada banyak biaya lain yang harus kita keluarkan juga, yang tak bisa dicover oleh asuransi kesehatan mana pun. Itulah yang menjadi salah satu alasan, mengapa kita tetap harus punya dana melahirkan dalam bentuk tabungan.
Coba yuk, kita lihat penjelasan serta alasan-alasan lainnya, mengapa kita butuh juga menyiapkan dana melahirkan, meski sudah punya asuransi kesehatan.
5 Alasan Mengapa Tetap Perlu Menyiapkan Dana Melahirkan Meski Sudah Ada Asuransi Kesehatan
1. Butuh persiapan perlengkapan yang tak sedikit
Yang pertama harus disiapkan menjelang persalinan–yang biasanya makan biaya–adalah perlengkapan bayi. Apalagi jika ini adalah kehamilan pertama, otomatis kebutuhan perlengkapan bayi akan lebih banyak. Mulai dari persiapan kamar bayi, sampai pakaian-pakaiannya, dan juga printilan-printilan produk perawatan yang tak sedikit.
Itu baru untuk si calon bayi. Untuk sang ibu, ada keperluan tersendiri juga. Mulai dari kebutuhan baju menyusui, sampai breast pump untuk memerah ASI. BPJS Kesehatan tentu tak akan mengcover segala keperluan ini, kalau kita tidak menyiapkan dana melahirkan sendiri.
2. Kita tidak pernah tahu risiko apa saja yang terjadi selama masa kehamilan dan persalinan
Selama masa kehamilan, ada 2 orang yang harus dijaga betul kesehatannya, yaitu ibu dan si calon bayi. Karena itu, kontrol kesehatan rutin itu sangat penting. Jika semuanya dalam kondisi normal, ya tentunya itulah yang kita harapkan.
Tapi, dalam perencanaan keuangan, kita mengenal bahwa selalu ada risiko dalam segala hal. Begitu juga dalam mempersiapkan dana melahirkan ini.
BPJS Kesehatan hanya menanggung biaya ANC–atau pemeriksaan kehamilan–dalam bentuk paket sedikitnya 4 kali pemeriksaan, sebesar Rp200.000. Kalau kehamilannya berisiko? Ibu hamil akan perlu untuk lebih sering memeriksakan diri dan bayinya. Biayanya juga bisa jadi lebih besar.
Saat kesehatan ibu dan bayi ada dalam risiko yang tinggi, maka bisa jadi harus menjalani persalinan melalui operasi caesar. BPJS Kesehatan juga mengcover biaya operasi caesar ini hingga Rp11 juta. Tapi jika ada risiko lain, tentu kita juga harus siap.
Begitu pun dengan PNC–atau kontrol kesehatan pasca persalinan–BPJS Kesehatan hanya menyediakan dana sebesar Rp25.000 saja. Padahal jika ibu sudah menjalani kehamilan dan persalinan berisiko tinggi, biasanya juga butuh pemeriksaan kesehatan intensif setelahnya.
Jadi, bisa dibayangkan, pembengkakan dana melahirkan yang mungkin akan terjadi bukan?
3. Biaya pemenuhan nutrisi selama masa kehamilan tidak murah
Selama masa kehamilan, ibu hamil memang harus menjaga kesehatannya terutama dengan menjaga asupan gizi agar cukup terpenuhi. Apalagi jika si ibu adalah ibu bekerja yang setiap hari harus ke kantor. Kegiatannya pasti lebih banyak kan ya?
Kondisinya bisa berbeda-beda sih antara ibu hamil yang satu dengan yang lainnya. Ada yang butuh tambahan susu hamil, ada yang butuh protein lebih banyak, dan lain sebagainya. Pastinya semua dilakukan dengan rekomendasi dari tenaga medis yang merawat si ibu, dengan menyesuaikan kondisi ibu dan calon bayi.
Tentunya, akan perlu tambahan biaya lagi di pos pengeluaran sehari-hari kan? Pasti berbeda dengan pos pengeluaran saat sebelum hamil.
Nah, pengeluaran-pengeluaran ini jelas tidak akan dicover oleh BPJS Kesehatan maupun asuransi kesehatan yang lain, kecuali jika kita menyiapkan dana melahirkan sendiri dalam bentuk tabungan.
4. Kemungkinan butuh jasa konselor laktasi
Bagi ibu yang baru pertama kali melahirkan, perjuangan untuk menyusui itu bisa sangat berat. Umumnya sih karena belum berpengalaman, sehingga belum tahu apa saja yang harus dilakukan dan disiapkan terkait pemenuhan ASI untuk bayinya.
Di sinilah kita akan membutuhkan jasa konselor laktasi. Biaya konsultasinya sih bervariasi, antara Rp50.000 sampai Rp500.000. Biaya ini juga tak tercover dalam BPJS Kesehatan, sehingga kita harus menyiapkannya sendiri dalam dana melahirkan.
5. Persiapkan juga biaya imunisasi bayi
Selain biaya kontrol pasca persalinan, seorang ibu bekerja juga harus mempersiapkan biaya untuk mendapatkan serangkaian imunisasi bayi. Untuk imunisasi wajib, memang bisa didapatkan secara murah di Faskes 1, bahkan gratis. Tapi ada beberapa imunisasi bayi lain yang tidak dicover oleh pemerintah, dan harus didapatkan sendiri, padahal penting.
Nah, di sinilah dana melahirkan yang sudah disiapkan jadi berguna.
Wah, banyak sekali ya keperluan untuk mempersiapkan kedatangan si buah hati ini? Iya memang, dan betul kan, kalau kita tidak bisa hanya mengandalkan BPJS Kesehatan ataupun asuransi kesehatan yang lain? Kita sendiri juga harus menyiapkan dana melahirkan sendiri dalam bentuk tabungan.
Tapi, bagaimana ya cara mengelola gaji supaya kita bisa mengumpulkan dana melahirkan hingga bisa mencapai jumlah yang cukup?
Pastinya hal ini akan terbantu jika pihak perusahaan ikut andil dengan memberikan training keuangan bagi para karyawan, terutama para karyawan wanita yang menjadi calon ibu.
Yuk, undang tim QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
5 Tip Mengelola Keuangan Bisnis Sampingan Bagi Karyawan
Tujuan keuangan seorang karyawan yang paling besar mungkin adalah menyiapkan masa pensiun yang sejahtera. Untuk tujuan ini, beberapa karyawan pun lantas memberanikan diri untuk memulai sendiri bisnisnya. Banyak tantangan harus dihadapi, salah satunya bagaimana bisa mengelola keuangan bisnis yang efektif demi menyambut masa pensiun tersebut.
Salah satu hal yang paling dibutuhkan dalam hal ini adalah kedisiplinan; disiplin dalam mengatur waktu, juga disiplin dalam mengelola keuangan bisnis.
Dalam artikel Laporan Keuangan Bisnis, Pentingkah? juga pernah disebutkan, bahwa mengelola keuangan bisnis sedikit berbeda dengan mengelola keuangan pribadi. Bedanya yaitu:
- Dalam perencanaan keuangan pribadi, rasio pengeluaran setiap bulannya dipisahkan antara cicilan utang, pengeluaran rutin, sosial serta menabung/investasi.
- Dalam perencanaan keuangan bisnis, perlu ada perhitungan antara omzet dan perhitungan laba rugi. Dalam hal ini para pemilik bisnis perlu memperhatikan tentang variable cost VS fixed cost.
Nah, bagi karyawan yang ingin merintis bisnis sebagai bekal pensiun, coba lakukan beberapa hal berikut untuk mengelola keuangan bisnis Anda. Hal ini penting, agar Anda dapat memenuhi target untuk mengamankan masa pensiun Anda, dan bukan malah menyedot gaji bulanan tanpa hasil.
5 Tip Mengelola Keuangan Bisnis Sampingan untuk Karyawan
1. Pisahkan rekening pribadi dan bisnis
Hal pertama yang harus dilakukan segera untuk mengelola keuangan bisnis yang baik adalah memisahkan keuangan pribadi dengan keuangan bisnis sampingan yang sedang dirintis.
Anda bisa melakukannya dengan cara membuat rekening yang terpisah, satu rekening untuk keperluan pribadi dan untuk menerima gaji Anda sebagai karyawan, dan satu rekening yang lain Anda fungsikan untuk operasional bisnis sampingan.
Dengan pemisahan rekening ini, Anda dapat membuat laporan keuangan dengan lebih mudah.
2. Buat laporan keuangan secara teratur
Buatlah laporan keuangan bisnis secara teratur dan detail setiap bulannya. Lagi pula laporan keuangan inilah yang membedakan, apakah Anda sudah lancar berbisnis ataukah masih hanya berdagang saja. Keduanya adalah hal yang berbeda lo, karena memberikan hasil yang juga berbeda bagi pemilik.
Dengan laporan keuangan bisnis yang rapi, Anda akan bisa menentukan berapa gaji yang seharusnya Anda terima sebagai pemilik bisnis. Ini penting ya, karena Anda berhak atas allowance dari usaha Anda sendiri.
Selain itu, dengan membuat laporan keuangan bisnis yang rapi, Anda akan dengan mudah memantau seberapa besar aset bisnis yang sudah Anda punya, dan juga tahu seberapa besar keuntungan yang sudah Anda hasilkan, sehingga Anda juga tahu bagaimana perkembangan bisnis Anda dari waktu ke waktu.
Jadi, buatlah laporan keuangan bisnis secara teratur, meski hanya sesederhana punya buku arus kas keluar dan buku arus kas masuk.
3. Kendalikan cash flow
Seperti halnya keuangan pribadi yang kesehatannya bisa dilihat dari arus kas yang baik, begitu pun dengan pengelolaan keuangan bisnis sampingan ini. Bisnis yang sehat bisa dilihat dari cash flow yang lancar.
Karena itu, laporan keuangan dibutuhkan, agar Anda bisa mengecek dan mengendalikan cash flow.
Cash flow dalam keuangan bisnis meliputi posisi modal, utang, piutang, dan persediaan. Keseimbangan uang masuk dan keluar harus bisa dijaga dengan baik. Jangan sampai posisi modal menipis. Genjot penjualan sebaik mungkin untuk menjaga keseimbangan ini.
4. Komitmen dan disiplin
Untuk mengelola keuangan pribadi saja kita butuh disiplin diri yang tinggi, apalagi untuk mengelola keuangan bisnis. Harus punya tekad dan komitmen yang tinggi pula.
Pasti akan banyak kesulitan yang muncul seiring berjalannya bisnis sampingan yang Anda rintis. Tapi dengan komitmen yang tinggi, Anda pasti dapat mencari alternatif solusi yang baik pula. Disiplin juga menjadi kunci sukses Anda menjalankan bisnis sampingan Anda tersebut. Tetaplah pada tujuan membangun bisnis sampingan ini, demi mencapai tujuan keuangan Anda.
5. Pertimbangkan kemungkinan untuk dikembangkan lagi
Siapa yang mau punya bisnis yang stagnan, alias jalan di tempat? Nggak seorang pun, sepertinya kan? Karena itu, selain mengalokasikan allowance untuk diri sendiri, pertimbangkanlah juga untuk menggunakan laba yang diraih untuk mengembangkan bisnis sampingan Anda tersebut.
Buatlah rencana jangka panjang untuk pengembangan bisnis, lengkapi dengan analisis SWOT (Strength – Weakness – Opportunitues – Threats) juga.
Adalah baik bagi setiap karyawan untuk punya tujuan keuangan yang jelas, apalagi jika dia memikirkan untuk punya bisnis sampingan demi bekal pensiun nanti. Lengkapi juga bekalnya untuk menyiapkan masa pensiun dengan memberikan training keuangan, yang pasti akan banyak manfaatnya.
Hubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, yaitu program pelatihan interaktif untuk karyawan. Pihak perusahaan dapat menyusun program bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansialnya.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Kerja Sambil Kuliah: 5 Tip Manajemen Diri, Waktu, dan Keuangan Supaya Dua-Duanya Lancar
Akan ada kalanya seorang karyawan dituntut untuk berkembang lebih baik lagi demi mencapai jenjang karier yang lebih tinggi. Banyak faktor yang memengaruhi karyawan hingga mereka terpacu untuk bisa promosi jabatan, salah satunya adalah gaji yang diharapkan juga meningkat. Namun, kadang yang menjadi kendala adalah tingkat pendidikan. Si karyawan mentok di level tertentu karena ia tak punya gelar pendidikan yang memadai sesuai dengan persyaratan. Akhirnya, mau tak mau ia harus kembali ke bangku pendidikan formal dan harus kerja sambil kuliah.
Kerja sambil kuliah? Duh, rasanya bakalan berat banget deh. Bisa enggak ya?
Pilihan untuk kembali ke bangku kuliah sambil terus bekerja memang tak akan mudah dijalani. Kita perlu bersiasat agar pekerjaan beres dan kuliah lancar. Terutama sih soal mengelola gaji. Kira-kira cukup enggak ya, dipakai untuk bayar kuliah juga selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?
Coba lakukanlah beberapa hal berikut sebelum mulai memutuskan kerja sambil kuliah, agar nantinya semua lebih mudah dijalani.
Sebelum memutuskan kerja sambil kuliah, lakukan dan pertimbangkan dulu beberapa hal berikut
1. Informasikan sejak awal
Sejumlah program magister memang sengaja menyediakan jadwal kuliah di malam hari agar para siswanya bisa menyelesaikan pekerjaan di kantornya terlebih dahulu sebelum mulai kuliah.
Namun, hal ini belum menjamin tidak akan terjadi bentrok antara urusan kantor dan perkuliahan.
Saat beban kerja overload, bisa jadi kita harus lembur dan jadi mengorbankan jadwal kuliah. Begitu juga sebaliknya. Karena itu, ada baiknya sebelum mulai kerja sambil kuliah, lakukan koordinasi dulu dengan atasan dan rekan sekantor yang lain, yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan kita. Terutama sih dengan atasan, utarakanlah kesulitan yang mungkin muncul ke depannya, lalu segera cari solusi bersama untuk mengatasinya.
Dukungan dari lingkungan–baik keluarga maupun kerja–akan sangat dibutuhkan. Ketika kita sedang tidak berada di kantor, maka rekan-rekan kerjalah yang akan menggantikan tugas. Untuk yang sudah berkeluarga, bantuan moral dan tenaga pasti akan sangat dibutuhkan.
Karena itu, kondisikan orang-orang di sekitar kita agar mereka kemudian bisa memberikan bantuan yang akan kita perlukan.
2. Financial checkup
Sebelum mulai memutuskan untuk kerja sambil kuliah, lakukanlah financial checkup.
Kalaupun mungkin perusahaan bisa memberikan dukungan finansial, maka hal tersebut tentu akan memperingan. Tapi ingat, biaya kuliah tidak hanya berhenti pada pembayaran SPP saja. Ada banyak pengeluaran lain yang sangat mungkin bertambah.
Karena itu, financial checkup ini memang penting untuk dilakukan sebelum akhirnya memutuskan untuk kerja sambil kuliah. Teliti, bagaimanakah posisi utang kita jika ada, berapa tabungan yang sudah kita punya, dan bagaimana posisi neraca antara pengeluaran dan pemasukan.
Karena meski sudah dipersiapkan sebaik apa pun, proses kuliah akan mengubah sedikit rutinitas kita sehari-hari, termasuk kondisi keuangan.
3. Manajemen diri
Di atas segalanya, kunci sukses jika pengin kerja sambil kuliah adalah manajemen diri yang baik. So, mulailah berlatih memfokuskan diri ke dalam kegiatan yang sedang dilakukan. Misalnya, saat lagi kerja, jangan biarkan konsentrasi kita terusik oleh tugas kuliah yang harus dikumpulkan hari itu.
Saat berada di dalam kelas, serap materi pelajaran yang diberikan dosen agar waktu belajar kita menjadi efektif. Akan ada kalanya juga kita perlu belajar secara berkelompok, agar bisa saling tukar ilmu dengan teman sekelas. Jadi, persiapkan alokasi waktu juga untuk hal ini.
Manajemen waktu yang bagus dan disiplin diri, dua hal terpenting yang harus selalu diingat ketika kita sedang punya banyak hal yang harus dipikirkan dan dikerjakan.
4. Atur cash flow
Yes, seperti yang sudah disebutkan di atas juga, pasti akan ada sedikit perubahan dalam keseharian, saat kita mulai kerja sambil kuliah. Termasuk pada kondisi keuangan.
Karena itu, aturlah cash flow dengan baik, apalagi jika kita membayar kuliah dengan gaji kita selama bekerja. Karena harus berbagi dengan kebutuhan lain, maka keterampilan kita mengatur akan sangat penting.
Sebelumnya–sekali lagi–lakukanlah financial checkup, terutama pada utang. Lalu, cobalah beberapa langkah berikut:
- Begitu terima gaji, langsung pisahkan uang untuk pembayaran SPP. Meski dibayarkan per semester, tapi sebaiknya kita mengalokasikannya setiap bulan, untuk mempermudah perencanaan keuangan ke depan.
- Pisahkan juga untuk tabungan, tetap pakai alokasi minimal 10% dari penghasilan ya. Gunakan dompet yang terpisah, atau mungkin rekening terpisah dari uang harian, agar lebih mudah mengaturnya.
- Catat setiap pemasukan dan pengeluaran, buat anggaran seminggu sekali and stick to that plan. Ingat, disiplin diri sangat penting di sini.
Kurangi alokasi beberapa pos, kalau diperlukan. Misalnya, pos lifestyle. Mungkin selama kita kerja sambil kuliah, nggak perlu deh hangout atau ngopi-ngopi cantik di kafe dulu. Waktunya juga sempit kan? Sekalian hemat pengeluaran. Teman-teman pasti mengerti, kalau kita lagi sibuk banget sekarang sehingga sering absen acara kumpul-kumpul.
5. Cari beasiswa
Terakhir, jika memungkinkan, carilah beasiswa untuk memperingan beban biaya kuliah. Ada banyak beasiswa ditawarkan untuk masyarakat umum yang berminat. Beberapa di antaranya dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain pemerintah, banyak juga lembaga swasta yang menawarkan program beasiswa dengan syarat-syarat tertentu.
Cobalah untuk mencari informasi mengenai program-program beasiswa ini, bisa gugling atau melalui teman-teman yang mungkin pernah mendapatkannya. Lalu, cobalah untuk melamar. Good luck ya! :)
Sudah semakin mantap memutuskan untuk kerja sambil kuliah?
Yuk, lengkapi dan tingkatkan kompetensi karyawan dengan juga memberikan training HR dan keuangan, bersama tim QM Financial. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
5 Jenis Training Karyawan yang Penting Diberikan oleh Perusahaan
Sudah semacam menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk bisa mengelola aset dan kemudian mengembangkannya sesuai arah bisnis. Termasuk di dalamnya adalah mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia, alias karyawan. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk tujuan pengembangan ini adalah dengan memberikan training karyawan sesuai kebutuhan.
Di sebagian besar perusahaan, pelatihan atau training karyawan ini biasanya memang sudah menjadi agenda rutin dan wajib, bahkan menjadi salah satu budaya perusahaan. Ada training karyawan yang diadakan secara langsung oleh HR perusahaan, atau bisa juga bekerja sama dengan para ahli atau lembaga dari luar perusahaan.
Mengapa sih perlu ada training karyawan? Ada banyak sekali manfaat training karyawan yang bisa diambil, baik oleh perusahaan maupun oleh karyawan itu sendiri. Di antaranya:
- Perusahaan akan mempunyai karyawan-karyawan dengan skill yang dapat diandalkan
- Dengan karyawan yang terampil, maka target bisnis perusahaan akan lebih mudah dicapai
- Melatih karyawan untuk mengenali seluk beluk pekerjaannya sendiri di kantor, sehingga ia dapat mengelola diri sendiri agar lebih produktif
- Membantu meningkatkan komunikasi yang baik antar karyawan–baik dengan atasan, rekan kerja, maupun bawahan, jika ada.
- Membantu meningkatkan rasa percaya diri karyawan
- Memperbarui tingkat keterampilan karyawan sesuai perkembangan yang ada, misalnya soal teknologi, dan tren-tren kerja dewasa ini.
Apakah Anda juga bermaksud untuk mengadakan training karyawan dalam waktu dekat? Well, mungkin Anda ingin mendapatkan gambaran, berikut adalah beberapa training karyawan yang umum diselenggarakan di perusahaan-perusahaan.
5 Jenis Training Karyawan yang Biasanya Diadakan di Perusahaan-Perusahaan
1. Training untuk orientasi perusahaan
Training orientasi perusahaan biasanya dilakukan pada saat ada rekruitmen karyawan baru, apalagi kalau dalam jumlah yang cukup banyak.
Training orientasi perusahaan ini bertujuan memperkenalkan perusahaan Anda secara keseluruhan, biasanya meliputi:
- Penjelasan mengenai misi dan visi perusahaan
- Budaya dan lingkungan perusahaan
- Struktur organisasi besar
- Kebijakan-kebijakan perusahaan, dan lain sebagainya
2. Training product knowledge
Training kedua yang juga biasa diadakan adalah mengenai product knowledge. Biasanya training ini diadakan terutama untuk karyawan yang akan berhubungan langsung dengan produk bisnis perusahaan, misalnya para sales, staf marketing, ataupun para staf yang terlibat dalam proses produksi.
Banyak yang menggolongkan training karyawan ini dalam jenis training onboarding, yaitu training lanjutan dari orientasi, yang biasanya diadakan per divisi dengan fokus pada job description masing-masing.
Namun, training product knowledge ini tak hanya bisa diberikan pada karyawan-karyawan baru saja, tetapi juga bisa diberikan pada karyawan lama untuk penyegaran kembali ataupun jika ada hal-hal baru terkait produk yang sudah dikembangkan.
3. Training manajerial
Training karyawan yang bersifat manajerial akan berkaitan dengan peningkatan soft skill yang akan lebih melatih sifat, sikap, dan cara kerja karyawan. Training satu ini sangat penting diadakan secara berkala, demi meningkatkan budaya kerja yang lebih efisien.
Ada lo penelitian yang menyebutkan, soft skill karyawanlah yang justru menentukan kesuksesan bisnis perusahaan dan meningkatkan turnover.
Karena itu, di beberapa perusahaan, jenis training ini dianggap sebagai training yang sangat penting dan nggak boleh absen dari agenda rutin perusahaan.
4. Training teknis
Training teknis berkaitan dengan SOP–atau Standard Operational Procedure–pekerjaan masing-masing karyawan, dalam menjalankan job description masing-masing.
Training karyawan jenis ini juga sering dimasukkan ke jenis training onboarding, yaitu jenis training di dalam divisi tertentu, yang dilakukan oleh atasan terhadap karyawan atau staf yang dianggap perlu untuk tahu prosedur-prosedur pelaksanaan tugas. Lama berlangsungnya training teknis ini bisa sangat lama, yaitu sampai si karyawan benar-benar sudah dianggap terampil sehingga bisa diserahi tanggung jawab penuh untuk menjalankan tugasnya.
5. Training keuangan
Satu lagi jenis training karyawan yang juga penting diberikan oleh perusahaan adalah training keuangan.
Mengapa training karyawan ini seharusnya juga menjadi agenda wajib perusahaan? Ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa penurunan produktivitas kerja di banyak perusahaan di Amerika Serikat ternyata ada hubungannya dengan kondisi keuangan pribadi karyawan. Faktanya, banyak karyawan terlilit utang hingga masalah ini mengganggu kinerja mereka di kantor.
Selain itu training keuangan bagi karyawan juga bermanfaat untuk:
- mengurangi tingkat kecurangan dan utang
- meningkatkan komitmen bisnis karyawan
- meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Nah, bagaimana dengan perusahaan Anda? Sudahkah memberikan kelima jenis training karyawan di atas bagi sumber daya manusia yang Anda miliki di perusahaan?
Jika belum, khusus untuk training keuangan, Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
5 Alasan Mengapa Ibu Bekerja Perlu Punya Me Time di Antara Waktu Sibuknya
Para ibu di zaman sekarang juga dituntut agar berperan dalam pencapaian tujuan keuangan keluarga. Makanya semakin banyak ibu, selain menjadi ibu rumah tangga, juga menjadi seorang ibu bekerja. Semakin sibuk bekerja, pastilah akan semakin sulit untuk sekadar punya waktu untuk memikirkan diri sendiri. Me time itu seperti sebuah kemewahan, atau oase di padang gurun. Langka.
Hari-hari sudah dipenuhi dengan kesibukan mengejar target kantor, dan juga tugas-tugas rumah tangga. Belum lagi kalau si ibu bekerja sudah terlanjur terjebak menjadi sandwich generation.
Pantas saja, menurut penelitian, tingkat stres seorang ibu bekerja itu lebih tinggi 40% daripada orang kebanyakan. Pukpuk buat semua ibu bekerja.
Hal ini akan semakin parah jika sang ibu bekerja kurang punya kemampuan mengatur keuangan pribadi. Akibatnya, karena merasa penghasilan selalu tak cukup, si ibu semakin keras bekerja untuk penghasilan tambahan, yang kemudian makin berefek buruk bagi kesehatannya. Jadi semacam lingkaran setan yang tak berkesudahan.
Kondisi stres ini akhirnya akan memengaruhi performa kerja di kantor, pun kondisi ibu bekerja saat di rumah. Bisa jadi produktivitas kerja menurun, dan uring-uringan sepanjang hari.
Padahal sebenarnya, untuk mengatasi kondisi stres ibu bekerja ini cukup sederhana. Yaitu luangkan waktu sedikit setiap hari untuk sekadar me time. Menyediakan waktu untuk memikirkan diri sendiri.
Berikut beberapa alasan mengapa ibu bekerja perlu punya me time
1. Me time bikin happy
Yang jelas, punya me time–yang kemudian diisi dengan melakukan kegiatan yang disukai–akan membuat kita feel content. Happy-o-meter kita akan full, terpenuhi. Kegiatan sekecil apa pun yang dilakukan, asal membuat kita senang, akan memengaruhi happy-o-meter ini.
Perasaan bahagia itu sepertinya sepele, seperti kata pepatah, “Bahagia itu sederhana”. Tapi bisa menjadi barang mewah kalau kita tak pernah menciptakannya.
Jadi, jika tak ada waktu, maka buatlah waktu untuk bahagia.
2. Kesempatan untuk merawat diri sendiri
Seorang ibu bekerja sudah menggunakan banyak waktunya untuk mengurusi banyak orang; anak, suami, orang tua, sampai atasan di kantor.
Saat me time-lah, seorang ibu bekerja bisa mengurus diri sendiri. Karena itu, di antara waktu mengurus orang lain, buatlah waktu untuk mengurus diri sendiri. Cintailah dirimu sendiri dengan merawatnya, Bu.
3. Meningkatkan produktivitas kerja
Saat seorang ibu bekerja sudah merasa content dan merasa dicintai (yang diawali dengan dicintai oleh diri sendiri), maka ia pun akan bisa menjaga produktivitasnya bekerja di kantor.
4. Memberi motivasi untuk lebih cepat menyelesaikan pekerjaan
Me time juga bisa menjadi semacam “reward” yang diberikan pada diri sendiri, saat kita berhasil mencapai suatu target. Entah itu target kerjaan kantor ataupun pekerjaan rumah tangga.
Jika sudah ada rencana mau me time di sela-sela waktu sibuk, pasti hal ini akan memotivasi kita untuk segera menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dengan lebih cepat, agar waktu me time-nya bisa segera didapatkan.
5. Kesempatan untuk mengembangkan diri
Kalau punya hobi, maka ibu bekerja bisa menekuni hobi ini sebagai me time. Dengan demikian, ia bisa mengembangkan dirinya untuk hal-hal yang memang menjadi passion-nya.
Saat seseorang diberi kesempatan untuk melakukan hal yang disukai, maka ia biasanya akan terpacu untuk mencari tahu lebih banyak, dan belajar lagi agar lebih baik.
Mengetahui diri sendiri berkembang, juga bisa memicu perasaan “content” pada ibu bekerja, sehingga memotivasinya untuk melakukan segala hal lebih baik, termasuk saat bekerja di kantor.
Beberapa cara melakukan me time bagi ibu bekerja
Me time itu tak perlu harus heboh sendiri, apalagi pakai mengeluarkan banyak uang kok. Hal-hal kecil yang bahkan tak perlu mengeluarkan uang juga bisa dijadikan acara me time.
1. Meditasi
Meditasi terbukti dapat mengembalikan fokus kita dalam hidup, dan mengurangi stres. Kita bisa melakukan yoga, misalnya. Atau meditasi dengan mudra.
Banyak tutorial di Youtube yang bisa menunjukkan bagaimana kita mulai meditasi, kalau memang belum pernah mencoba.
2. Mempelajari hal baru
Mempelajari hal baru di saat me time juga bisa jadi selingan yang menyenangkan. Misalnya saja, belajar bahasa Korea. Atas nama belajar bahasa baru ini, kita jadi bisa memperbanyak nonton film atau drama Korea deh. Hiburan dapat, pun bisa belajar bahasa.
Sesuatu yang baru–yang berbeda dari rutinitas–akan membuat kita jadi bersemangat, dan ketika sudah waktunya kembali pada rutinitas, perasaan kita sudah happy lagi.
3. Menekuni hobi
Sepertinya sih semua orang punya hobi, atau kegiatan yang disukai. Coba ingat-ingat lagi, mungkin dulu punya hobi yang sekarang sudah tak bisa dilakukan lagi karena sibuk.
Kenapa nggak mencoba untuk menekuninya lagi?
4. Organizing
Membereskan meja kerja di kantor, ataupun di rumah (bagi ibu yang bekerja dari rumah), bisa juga menjadi me time yang bagus lo.
Mungkin banyak yang belum sadar, bahwa produktivitas kerja kita tergantung pada kerapian meja kerja. Jadi, coba atur kembali meja kerja, agar lebih rapi. Buang barang-barang yang sudah tak terpakai, susun file-file dalam file holder yang rapi, kalau perlu tempelkan label-label agar mudah dicari. Kelompokkan barang-barang sesuai fungsi, lalu susun di rak jika ada. Termasuk juga membersihkan laci.
Coba rasakan, ketika meja kerja sudah kembali bersih dan rapi. Pasti merasa happy.
5. Merumuskan kembali tujuan keuangan
Saat selesai merumuskan kembali tujuan keuangan ini rasanya seperti saat kita selesai merapikan meja kerja. Masa depan jadi lebih jelas. Begitu pun dengan tujuan ibu bekerja, jadi lebih jelas dan me-refresh kembali tujuannya bekerja untuk apa. Motivasi baru akan timbul, sehingga akan memacu bekerja lebih baik lagi.
Awalilah me time ini dengan melakukan financial checkup. Buka-buka lagi buku tabungan, coba hitung lagi berapa utang KPR yang masih tersisa. Dana pensiun sudah berapa? Bagaimana dengan dana pendidikan anak? Kurang berapa?
Kalau ada yang sudah mulai dekat tercapai salah satu tujuannya, pasti ada rasa termotivasi menyelusup. Kembangkan rasa ini menjadi rasa excited untuk kembali berusaha lebih baik.
Yuk, usulkan pada pihak perusahaan tempat Anda bekerja untuk memberikan training keuangan bagi karyawan. Dengan bertambahnya keterampilan mengelola keuangan, tingkat stres ibu bekerja pun juga bisa ditekan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Karyawan Punya Bisnis Sampingan, Rumuskan Kebijakan Perusahaan Berpedoman pada 5 Hal Ini!
Dalam artikel yang ditayangkan beberapa waktu yang lalu, sudah dibahas alasan-alasan baik mengapa perusahaan sebaiknya memberikan izin pada karyawan untuk mempunyai pekerjaan ataupun bisnis sampingan.
Memang topik ini masih saja menjadi perdebatan hingga saat ini antara pihak perusahaan dan karyawan sendiri. Bagi karyawan, mempunyai pekerjaan ataupun bisnis sampingan adalah salah satu cara untuk menambah penghasilan demi mencapai tujuan keuangan lebih cepat tanpa meminta kenaikan gaji.
Sementara, dari pihak perusahaan, mungkin sudah mempertimbangkan berbagai alasan baik mengapa karyawan diizinkan untuk melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan, namun kadang masih ada hal-hal lain yang dikhawatirkan.
Untuk hal ini, perusahaan sebenarnya bisa mengambil jalan tengah; memberikan izin pada karyawan untuk melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan, namun perlu juga untuk punya beberapa aturan dan kebijakan perusahaan secara tertulis, agar karyawan pun jadi tahu dan paham batasan-batasannya.
Beberapa hal berikut ini mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan untuk merumuskan kebijakan perusahaan terkait pekerjaan atau bisnis sampingan yang ingin dilakukan oleh karyawan.
5 Hal yang Bisa Dipertimbangkan untuk Merumuskan Kebijakan Perusahaan Terkait Pekerjaan atau Bisnis Sampingan Karyawan
1. Izin dari atasan langsung
Yang paling utama harus diperhatikan adalah orang-orang yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan si karyawan. Dalam hal ini adalah atasan langsung, partner setim, dan mungkin jika ada, bawahan langsung.
Memang tak perlu meminta izin pada semua orang untuk bisa melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan, tapi setidaknya si karyawan harus mendapatkan izin dari atasannya langsung, yang tahu persis job description yang dilakukannya sehari-hari.
Atasan langsung dapat menganalisis, apakah akan ada peluang pekerjaan utama bisa terganggu, dan selanjutnya bisa mendiskusikannya dengan pihak HR ataupun manajemen.
2. Conflict of interest
Kebijakan perusahaan yang dibuat juga harus mempertimbangkan peluang terjadinya conflict of interest jika karyawan melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan.
Hal ini bisa dilakukan dengan mengamati dan menganalisis bidang yang digeluti. Misalnya saja, perusahaan bergerak di bidang bisnis online fashion. Maka karyawan sebaiknya tidak diperbolehkan untuk menggeluti niche bisnis yang sama. Kalau sama-sama bergelut di bisnis online fashion–apalagi kalau karyawan menjual produk-produk kompetitor yang didapatnya dari channel yang berbeda–tentunya tak akan baik bagi branding perusahaan.
Bahkan, ada nih kejadian. Dengan alasan untuk mendapatkan penghasilan tambahan, seorang karyawan menjadi reseller produk perusahaan home decor tempatnya bekerja. Awalnya, kerja sama ini berjalan baik. Namun, pada akhirnya, karyawan tersebut lebih mementingkan order usaha pribadinya ketimbang order yang datang ke perusahaan.
Hal ini sebaiknya juga harus lebih diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pihak perusahaan.
3. Tidak boleh mengganggu kinerja
Bagaimanapun, pekerjaan utama tetap harus menjadi prioritas. Namanya juga pekerjaan tambahan, jadi pekerjaan tersebut seharusnya dilakukan jika target pekerjaan utama sudah selesai dikerjakan secara tuntas.
Hal ini pastinya tergantung pada karyawan itu sendiri, bagaimana ia mengelola waktu, tenaga, dan pikirannya. Karyawan harus bisa menentukan prioritas sehingga tetap bisa mencapai target yang sudah ditetapkan sembari menjalankan pekerjaan ataupun bisnis sampingan.
Dari pihak perusahaan sendiri bisa melakukan monitoring mengenai hal ini. Jika semangat kerja karyawan tampak menurun, maka harus segera dicari tahu apa penyebabnya. Dengan demikian, bisa segera pula dicari solusinya untuk kebaikan bersama.
4. Diharapkan untuk menjaga kesehatan
Melakukan dua atau lebih pekerjaan secara bersamaan pasti bukan hal yang mudah. Pikiran, tenaga, dan waktu akan terbagi. Kalau stres karena kurang mampu mengelola diri, maka bisa saja jadi jatuh sakit.
Pastinya hal ini tak diharapkan oleh pihak perusahaan. Mungkin memang perusahaan sudah memberikan berbagai benefit kesehatan, tetapi tentunya bukan untuk tujuan seperti ini.
Karena itu, perusahaan boleh mengingatkan karyawan yang ingin melakukan pekerjaan atau bisnis sampingan untuk senantiasa menjaga kesehatan mereka. Ada baiknya jika pihak HR perusahaan mendiskusikan hal ini secara khusus dengan karyawan agar sama-sama sepaham.
5. Tetap jaga kerahasiaan perusahaan
Selain peluang terjadinya conflict of interest, hal lain yang biasanya menjadi kekhawatiran terbesar perusahaan adalah bocornya resep perusahaan pada pihak lain yang mungkin berhubungan secara personal dengan karyawan.
Memang bisa dimaklumi sih, mengapa kekhawatiran seperti ini muncul, dan peluangnya memang ada. Karena itu, ada baiknya dibuat kebijakan perusahaan berupa aturan tertulis terkait rahasia-rahasia perusahaan ini dan ditandatangani di atas meterai oleh karyawan.
Selain 5 hal di atas, ada baiknya juga bagi perusahaan untuk memberikan training keuangan bagi karyawan. Dengan meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan yang baik, dan karyawan jago mengelola gaji, mereka pun jadi merasa tak perlu mempunyai penghasilan tambahan bukan?
Hubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, yaitu program pelatihan interaktif untuk karyawan. Pihak perusahaan dapat menyusun program bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansialnya.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.