Selamat hari Kartini bagi semua perempuan Indonesia! Sepertinya Ibu Kartini akant berbangga hati jika saja beliau masih hidup sekarang ini. Karena perjuangan beliaulah, sekarang perempuan Indonesia semakin maju dan mandiri. Bahkan Departemen Ketenagakerjaan sendiri mencatat, ada peningkatan signifikan jumlah pekerja perempuan dari tahun ke tahun.
Bekraf–atau Badan Ekonomi Kreatif–Indonesia sendiri juga mencatat, dari 998 startup yang tumbuh mulai tahun 2018 dan bergerak di industri ekonomi kreatif, 56% pekerjanya adalah pekerja perempuan. Ini berarti jumlahnya melebihi jumlah pekerja pria.
Bahkan, konon, di tahun 2016 yang lalu, jumlah bos perempuan di Indonesia terbanyak keenam di dunia. Ckckck. Luar biasa ya?
Mengapa akhir-akhir ini pekerja perempuan bisa mendominasi angkatan kerja terutama di bidang kreatif? Ada survei yang menyebutkan, bahwa banyak perusahaan lebih suka memperkerjakan perempuan lantaran sifat alami perempuan yang lebih tekun, telaten, multitasking, disiplin, dan lebih punya skill untuk negosiasi.
Kita patut bersyukur banget kan kalau sudah begini?
Terlepas dari semua kelebihan itu, dan persamaan hak untuk berkarya yang sudah dirintis oleh Kartini, perempuan tetap mempunyai beberapa hak istimewa yang tidak akan dimiliki oleh pekerja berjenis kelamin laki-laki. Hal ini tak lepas karena kondisi kesehatan dan tubuh perempuan yang memang berbeda dengan laki-laki.
Hal ini ternyata juga sudah diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, sehingga bersifat mengikat bagi setiap perusahaan yang memperkerjakan perempuan dalam organisasinya.
Apa saja hak karyawan atau pekerja perempuan yang harus dipenuhi oleh perusahaan ini?
1. Hak cuti hamil dan melahirkan
Hamil dan melahirkan bisa jadi merupakan stage atau fase yang akan dijalani oleh sebagian besar perempuan, termasuk mereka yang bekerja di luar rumah.
Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 mengatur akan hak istimewa pekerja perempuan ini, terutama di pasal 82. Disebutkan bahwa pekerja perempuan mendapatkan hak untuk mengambil masa cuti hamil hingga melahirkan, selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
Meski sudah diatur sesuai dengan proporsi yang pas, namun biasanya perusahaan memberikan kebebasan pada karyawan wanita yang menjadi calon ibu, kapan hendak mengambil hak cutinya ini. Ada yang lebih suka mengambil jatah cuti mepet dengan HPL–alias Hari Perkiraan Lahir–si calon buah hati, sehingga lebih leluasa waktunya untuk mengurus si bayi yang baru lahir kelak. Tapi ada juga yang sudah mengambil cuti melahirkan 1 bulan sebelum perkiraan lahir, dan 2 bulan setelah si bayi lahir. Tentunya, hal ini sudah dibicarakan dengan pihak HR perusahaan yang bersangkutan.
Yang pasti, pihak pekerja perempuan wajib untuk menginformasikan bahwa dirinya telah melahirkan selambat-lambatnya 7 hari setelahnya.
2. Hak untuk menyusui bayi
Pekerja perempuan yang telah menjadi ibu juga mendapatkan hak istimewa berupa jaminan untuk dapat memenuhi kebutuhan bayinya akan ASI, sesuai Pasal 83 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Karena itu, perusahaan-perusahaan diimbau untuk memberikan ruangan khusus bagi para ibu bekerja yang hendak menyusui bayi mereka di kantor. Atau, setidaknya kelonggaran waktu untuk memerah ASI, dan mengirimkannya kepada bayi yang ditinggalkannya di rumah atau di daycare.
American Express, salah satu perusahaan yang bergerak di sektor keuangan, bahkan memberikan fasilitas kesehatan terhadap para ibu menyusui dengan menyediakan konsultan laktasi, dan juga ada fasilitas pengiriman ASI pada bayi yang biayanya juga ditanggung oleh perusahaan.
3. Hak untuk mendapatkan tunjangan melahirkan
Selain mendapatkan cuti untuk menjalani proses kelahiran, seorang pekerja perempuan juga berhak untuk menerima bantuan atau tunjangan biaya persalinan.
Hal ini sudah di-cover dalam BPJS Kesehatan yang wajib diikuti oleh semua perusahaan di Indonesia yang memperkerjakan minimal 10 orang karyawan atau yang sudah mampu menggaji karyawan minimal Rp1 juta per bulan, sesuai Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja.
4. Hak untuk cuti haid
Selain menerima hak cuti hamil dan melahirkan, pekerja perempuan juga berhak untuk mendapatkan cuti haid di hari pertama dan kedua, yang tidak akan memotong jatah cuti tahunannya.
Hal ini juga sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 81 ayat 1.
Hak ini diberikan juga lantaran kondisi kesehatan tubuh pekerja perempuan yang berbeda saat mereka sedang melewati periode menstruasi.
5. Hak jaminan kesehatan dan perlindungan selama bekerja
Dan, karena kondisi kesehatan yang berbeda ditambah dengan rentan akan berbagai risiko yang bisa membahayakan keselamatan, maka pekerja perempuan–terutama mereka yang harus bekerja dengan sistem kerja shift–harus mendapatkan jaminan khusus. Hal ini juga sudah diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 76 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Kep.224/Men/2003.
Hak mendapatkan perlindungan dan jaminan kesehatan selama bekerja yang diterima oleh pekerja perempuan ini antara lain:
- Bagi yang berusia kurang dari 18 tahun tidak boleh dipekerjakan antara pukul 23.00 – 07.00
- Diberikan asupan makanan dan minuman bergizi, dengan jumlah minimal 1.400 kalori, dan tak bisa diganti dengan uang.
- Jaminan keamanan dan kesusilaan selama jam kerja berlangsung di tempat kerja, dengan menyediakan petugas keamanan yang mencukupi, dan memfasilitasi ruang kerja dengan pencahayaan dan kenyamanan yang cukup.
- Mendapatkan fasilitas antar jemput, dari tempat tinggal, atau titik penjemputan sesuai kesepakatan, ke tempat kerja, dan sebaliknya.
- Jaminan tidak ada PHK dari perusahaan dengan alasan menikah, sedang hamil, ataupun melahirkan.
Nah, bagaimana dengan perusahaan Anda? Apakah sudah cukup memberikan jaminan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bekerja bagi para karyawan wanita?
Anda dapat mengundang tim QM Financial untuk memberikan pelatihan keuangan dan HR bagi karyawan Anda, agar target bisnis Anda bisa tercapai secara maksimal. Hubungi 0811 1500 688 (NITA/MIA), dan jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.