Sebelum Mulai Bekerja di Startup dan Mengharap Gaji Besar, Pertimbangkan Dulu 3 Hal Berikut
Pengin bekerja di startup? Kenapa tertarik kerja di sana? Karena gaji yang besar? Ya enggak salah sih, memang ada beberapa startup yang berani memberikan gaji jauh di atas rata-rata.
Tapi ada baiknya tetap dipertimbangkan baik-baik. Terutama yang menyangkut 3 hal berikut.
3 Hal yang harus dipertimbangkan kalau pengin bekerja di startup
1. Self asseses
Tanpa terus bisa mengevaluasi dan memotivasi diri sendiri secara terus menerus, kita nggak akan survive bekerja di startup. Kemampuan kita untuk beradaptasi dituntut tinggi.
Terutama kita harus memberi perhatian pada:
- Perubahan. Bekerja di startup itu penuh dengan perubahan. Fast pace! Segala hal bisa berubah setiap hari, bahkan setiap jam. Mengapa? Karena startup biasanya berbasis teknologi, dan tahu sendirilah perkembangan teknologi seperti apa. Kalau enggak siap sejak awal, bakalan keteteran terus. Apalagi kalau startupnya–selain berbasis teknologi–juga berbasis tren. Ugh. Harus siap perubahan terjadi setiap waktu. Dan perubahan yang terlalu banyak dan terlalu cepat itu exhausting lo!
- Kemauan untuk belajar. Sounds cliche, tapi hal ini nggak bisa dimungkiri. Akibat perubahan yang terlalu cepat itu, maka kita harus dapat menyesuaikan diri dengan cepat pula. Mau nggak mau harus belajar segala sesuatunya juga dengan cepat. Dan bahkan mungkin, mandiri. Belajar sendiri dengan banyak trial and error.
- Chaos. Orang-orang tipe melankoli dan introver jelas harus berjuang keras di sini. Banyak startup yang berkantor di coworking space, yang mana enggak ada privacy sama sekali antar satu laptop dengan yang lainnya. Semua campur baur jadi satu. Kalaupun punya ruang kerja, ya ruang kerja bersama dengan open plan alias tanpa dinding pemisah. Bahkan kubikel pun enggak ada. Siapkah dengan lingkungan kerja seperti ini? Nggak semua orang bisa bekerja di area publik lo! Beberapa di antaranya adalah orang-orang berkepribadian melankoli dan introver itu. Mesti banget cari cara supaya bisa tetap fokus kerja, meski berada di tengah “keributan”.
Tanpa adanya disiplin diri dan manajemen terhadap diri sendiri yang baik, bekerja di startup akan sangat melelahkan. So, mau kerja di startup? Coba tanyakan pada diri sendiri dulu, apakah siap untuk menjadi pribadi yang tangguh.
2. Kondisi perusahaan
Startup menggaji karyawan dalam jumlah yang bikin mata melek, bahkan tanpa kopi. Well, iya sih, untuk startup unicorn. Pernah juga dibahas di sini. Sudah baca belum nih?
Dan yes, belum semua startup bervaluasi lebih dari US$1 miliar, hingga bisa disebut sebagai startup unicorn, yang kemudian bisa menggaji karyawannya sebesar Rp20 juta per bulan. Masih ada beberapa startup yang megap-megap untuk hidup, terseok-seok mengembangkan diri, bahkan sudah di ujung tanduk.
Jadi, mau bekerja di startup? Startup yang bagaimana?
- Founders. Siapa foundernya? Bagaimana rekam jejaknya? Apakah ia sudah ada bukti bahwa ia telah berhasil menginisiasi sebuah bisnis sebelumnya? Bagaimanakah caranya si founder(s) menetapkan tujuan bisnisnya? Apakah ia pernah menerima penghargaan? Apakah ia pernah punya masalah besar sebelumnya hingga jadi kontroversi? Memahami bagaimana profil founder dan bagaimana caranya menjadi leader ini penting, karena akan memengaruhi bagaimana kita akan melalui hari-hari kita bekerja di startup tersebut.
- Funding. Apakah pendanaan perusahaan cukup transparan dibicarakan? Memang akan sulit sih untuk bisa tahu kondisi keuangan sebuah perusahaan jika kita bukan staf finance. Apalagi kalau baru join. Tapi jika transparansi ini bisa didapatkan bahkan saat kita baru jadi anak baru, it’s a good sign anyway.
- Employee retention, seberapa banyakkah karyawan keluar masuk di perusahaan startup tersebut. Well, ini sebenarnya enggak hanya berlaku untuk perusahaan startup saja sih. Ini akan jadi bahan pertimbangan yang baik, kalau kita bisa tahu seberapa besar perbandingan karyawan keluar masuk perusahaan. Jika terlalu tinggi, yah, mungkin ada baiknya dipikirkan ulang, terutama harus dicari apa penyebabnya. Tingginya tingkat retensi karyawan bisa mengindikasikan kesehatan perusahaan kurang baik.
- Budaya kerja juga merupakan hal penting yang harus kita ketahui lebih dulu. Biasanya sih, saat harus wawancara kerja dan datang ke kantor startup tersebut, kita bisa menilai budaya kerja ini dari orang-orangnya. Bagaimana pakaian yang mereka pakai? Bagaimana sepak terjang mereka? Bagaimana suasana kerja secara keseluruhan? Dan seterusnya.
3. Produk yang dijual
Apa yang dijual oleh perusahaan startup yang kamu incar tersebut? Apakah mereka menjual produk berupa barang ataukah jasa?
Lalu, bagaimana pergerakannya selama ini? Apakah kamu sering melihat orang lain pakai? Apakah kamu pernah tahu kalau mereka punya aplikasi mobile? Apakah teman-temanmu ada yang pernah pakai produk mereka? Ataukah, malah kamu sendiri pakai selama ini?
Tingkat kepopuleran produk yang dijual oleh startup tersebut bisa memberikan sinyal atau tanda apakah mereka akan bertahan di bisnis yang sedang dijalani atau tidak. Kalaupun mereka masih struggling, apakah kita mau untuk struggling bersama mereka, karena kita menilai produknya bagus dan bermasa depan cerah?
Nah, kan? Enggak cuma soal gaji tinggi saja yang harus dipertimbangkan untuk bisa bekerja di startup. Ada banyak hal lain yang juga harus kita perhatikan. Jangan sampai nih, oke, gajinya tinggi, tapi cuma sebentar. Kita cuma bisa bekerja di startup tersebut beberapa bulan saja, lantaran gulung tikar. Duh, kan nyesek.
Dan kemudian, kalau memang sudah diterima bekerja di startup incaran tersebut, maka hal berikutnya yang harus dilakukan adalah belajar mengelola keuangan dari gaji yang besar itu. Jangan sampai nih, gaji sih besar, tapi kok enggak pernah ada sisa? Duh, lari ke mana coba?
Ikutikelas-kelas finansial online dari QM Financial yang jadwalnya bisa kamu simak di web ini. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru
Sistem Bank Mandiri Error: 3 Hal yang Bisa Kita Pelajari
Hari Sabtu pagi, suasana di media sosial tiba-tiba heboh. Banyak orang mengeluh, bahwa sistem Bank Mandiri error–nggak bisa tarik tunai, pun kesulitan untuk mengakses berbagai tool ebanking. Hingga kemudian, suasana makin chaos lantaran beberapa nasabah menemukan saldo mereka di rekening Mandiri berubah, ada yang bertambah, ada yang berkurang. Bahkan ada yang saldonya Rp0.
Kalau ada yang ketinggalan info, bisa nih dibaca berita mengenai Mandiri error ini di Kompas.
Aduh, nggak bisa ngebayangin deh, gimana rasanya saldo puluhan juta tiba-tiba nol begitu. Keringat dingin pasti segera mengucur deh. Ya ampun, uang hasil kerja keras raib begitu saja, tanpa ba bi bu. Maka ya nggak heran, Sabtu kemarin semua orang jadi panik.
Namun, tak lama kemudian, pihak Bank Mandiri memberikan penjelasan terkait kerusakan yang terjadi. Dalam konferensi persnya, pihak Bank Mandiri menyebutkan bahwa saat itu sedang terjadi backup data dan maintenance rutin untuk meningkatkan kualitas layanan, akan tetapi kemudian terjadi error saat sedang proses pemindahan data. Makanya berdampak pada diblokirnya rekening-rekening nasabah agar tidak terjadi error lebih lanjut sementara mereka sedang memperbaiki apa yang rusak.
Respons tentu saja kemudian bergulir–seperti biasalah, para netizen kita memang sangat tanggap situasi dan kondisi darurat dengan berbagai nada.
Well, meski sekarang semua sudah terkendali dan teratasi dengan baik, tapi tetap ada beberapa pelajaran berharga yang bisa kita petik dari errornya sistem Bank Mandiri, di hari Sabtu tanggal 20 Juli 2019 yang lalu. Mari kita lihat.
3 Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kejadian sistem Bank Mandiri error Sabtu lalu
1. Tidak ada tempat aman untuk menyimpan uang
Apa yang terjadi hari Sabtu kemarin soal sistem Bank Mandiri yang error memang harus kita akui kalau hal itu tidak seharusnya terjadi. Pastinya dari pihak Bank Mandiri juga nggak pernah menginginkan hal ini terjadi.
Ya gila aja, ini ada sangkut pautnya dengan dana yang banyaknya entah seberapa, dimiliki berapa buanyak orang kan? Duh, kalau kita menuduh hal ini adalah kesalahan yang disengaja kok ya rada absurd. Percaya deh, pemerintah pasti enggak akan membiarkan hal ini terjadi.
Namun, bagaimanapun, secanggih apa pun sistem informasi tetap saja buatan manusia. Peluang untuk error dan risiko itu selalu ada. Meski sudah dikembangkan sebagaimana pinternya, yang namanya kesalahan tetaplah milik manusia dan kesempurnaan milik Tuhan semata. Eheum. *benerin kerudung*
Hal ini juga sangat perlu kita pahami lebih dulu ya, sejak awal ketika kita mulai mau membuka rekening di bank. Bahwa bank tidak selalu menjadi tempat teraman untuk menyimpan uang. Tapi, dibandingkan menyimpan uang di bawah kasur, di lipetan baju, atau di celengan ayam, tentu saja menyimpan uang di bank lebih aman. Tapi, bukan tempat teraman.
Bahkan bisa dibilang, tidak ada tempat yang benar-benar aman untuk menyimpan uang.
2. Jangan panik
Nah, kalau terjadi sistem error di bank–yang tak hanya bisa dialami oleh Bank Mandiri saja–yang perlu kita lakukan pertama kali adalah tetap tenang. Jangan panik. Apalagi pakai menuduh, bahwa hal ini merupakan konspirasi antara FaceApp dan Bank Mandiri untuk menimbulkan kekacauan.
Iya, memang ada lo yang bilang begitu. Dan jangan tanya, dari mana dugaan seperti itu bisa muncul. Tapi, enggak heran juga kalau hal begini bakalan mengembus di tengah keriuhan, karena bukankah berita hoaks dan provokasi sudah menjadi makanan netizen yang budiman sehari-hari?
Makanya nggak heran kan, kalau selalu saja ada pernyataan, berita, dugaan, atau pesan berantai yang isinya cuma memperkeruh suasana. Apalagi ini menyangkut duit. Gampang banget digoreng, dan dienduskan ke mana-mana.
Karena itu, yuk, jadi pintar dan bijak menyaring informasi. Yang penting, katakan pada diri sendiri, bahwa semua akan baik-baik saja, kita tunggu update berita dari sumber yang terpercaya. Meski banyak media dituding sering hanya menyiarkan berita bohong, tetapi yang menyajikan informasi akurat juga lebih banyak kok.
3. Jangan hanya menyimpan uang di satu tempat
Dan, dari peristiwa sistem Bank Mandiri error ini, kita juga bisa menarik satu kesimpulan penting: jangan menyimpan uang hanya di satu tempat. Diversifikasi tabungan dan investasi itu penting, gaes.
Untuk rekening bank yang dibuat untuk operasional harian saja sebaiknya kita pisahkan antara rekening tabungan dan rekening buat belanja kebutuhan hidup. Dan kemudian investasi, akan lebih baik jika kita juga punya banyak produk, sehingga saat satu produk kurang menguntungkan, kita masih punya produk lain yang bisa menolong.
Nah, soal investasi ini, bisa deh gabung di salah satu kelas finansial online QM Financial ya. Ada banyak kelas yang bisa dipilih sesuai kebutuhan lo!
Well, harapannya sih kejadian yang seperti ini tidak perlu terulang lagi. Bank Mandiri bisa memperbaiki lagi kinerja dan kualitas pelayanannya, begitu pun dengan bank lainnya bisa belajar dari masalah yang terjadi. Sedangkan kita sendiri, sebagai nasabah, juga bertambah pintar dan bijak memanfaatkan layanan mereka.
Jangan Cuma Menua di FaceApp! Yuk, Menua di 5 Tempat Terbaik di Dunia untuk Pensiun Ini!
Sudah nyobain FaceApp pasti kan? Mana nih foto muka menuanya? Kira-kira happy enggak tuh, liatnya? Ya kalau yang diedit foto aslinya terlihat happy, ya pasti foto hasil FaceApp juga happy. Kalau yang diupload foto muka lempeng, ya hasil FaceApp jadi sedih deh.
Tapi, kepo sih. Kira-kira masing-masing dari kita besok kalau udah tua, bakalan bahagia enggak ya? Bakalan bisa pensiun dengan sejahtera, seperti sekarang yang gajinya gede-gede ini nggak ya?
Atau mungkin, ada nih di antara kita yang sejak sekarang sudah punya pension dreams, alias mimpi-mimpi untuk diwujudkan di masa pensiun nanti?
Saya punya. Saya pengin banget saat pensiun nanti, saya bisa hidup damai, santai, ngerjain apa pun yang saya suka dan mau, nggak perlu mikirin utang dan KPR lagi, dan tinggal di tempat yang indah nan eksotik.
Dan, seperti halnya foto FaceApp–kalau yang diupload foto happy ya jadinya happy–kalau masa pensiun disiapkan untuk happy, maka ya beneran kita akan bahagia melewatinya. *Ketemu hubungannya enggak ya?*
Eh, mau tahu enggak, 5 tempat terbaik di dunia untuk ditinggali di masa pensiun? Coba dilihat yuk! Biar nggak cuma happy lihat muka menua di FaceApp, tapi juga happy menua di tempat terindah di dunia! Daftar ini didapatkan dari list top 25 Annual Global Retirement Index yang dikeluarkan oleh situs International Living awal Januari 2019 yang lalu, yang menyebutkan 25 negara ternyaman untuk ditinggali oleh para pensiunan atau lansia beneran yang bukan karena FaceApp.
Tak hanya berwajah happy di FaceApp, tinggallah di 5 tempat terindah di dunia ini untuk masa pensiun yang bahagia
1. Spanyol
Spanyol terkenal akan destinasi wisata pantai terbaik di dunia. Hvft! Tempat tinggal impian banget nih buat masa pensiun, ya kan? Tiap hari bangun di tepi pantai, ngeliatin sunrise ataupun sunset sambil minum kopi atau teh. Ya ampun, syurga!
Dan, karena Spanyol punya iklim yang hangat–nggak jauh beda dengan Indonesia–maka makanannya pun sebenarnya nggak jauh-jauh amat dari Indonesia. Sayur dan buah melimpah. Spanyol terkenal akan agrarianya, yang punya musim tanam yang panjang sehingga panen hampir selalu sukses di sana. Sehingga, bisa dibilang, makanan pun jadi relatif lebih terjangkau di sana (dengan bahan-bahan yang hampir sama dengan Indonesia).
WHO pun memasukkan Spanyol sebagai salah satu negara yang punya sistem perawatan kesehatan nasional terbaik lo!
2. Thailand
Dengan iklim yang nggak terlalu jauh juga dengan Indonesia, sudah pasti kita nggak akan terlalu keras dalam adaptasinya. Ya kan, sudah tua, fisik pasti sudah melemah kan ya? Kalau iklimnya terlalu ekstrem, ya kan bisa tiap hari masuk angin.
Thailand juga punya banyak pantai yang indah, cocok buat para lansia beneran–bukan cuma karena FaceApp. Angin lautnya bagus untuk paru-paru, sehingga konon, peluang sembuh untuk para penderita arthritis bisa meningkat drastis kalau mereka tinggal di negara ini selama beberapa hari.
Dan yang penting, untuk bepergian, tiket pesawat rata-rata hanya $100 saja untuk round ticket. Ya mungkin memang ada faktor bahwa daerahnya enggak seluas Indonesia sih. Tapi tetep: murah!
3. Meksiko
Masih menjelajah negara-negara beriklim hangat–ya kan kita enggak mau reumatik menyerang tulang yang sudah tua kan ya?–pilihan berikutnya jatuh ke Meksiko.
Masih dengan pantai-pantainya yang indah, pun tanahnya yang subur, seperti Indonesia. Makanannya? Hampir sama juga dengan Indonesia, spicy dan pedas-pedas gitu.
Tapi yang istimewa dari Meksiko, bahwa pendatang pun berhak untuk mendapatkan asuransi kesehatan dari pemerintah di sana. Salah satunya ada program Seguro, yang premi per tahunnya itu hanya beberapa ratus dolar saja full coverage.
Dan, tambahan lagi nih. Kalau kita berusia 60 tahun lebih, kita akan mendapat kartu diskon khusus dari pemerintah untuk dipakai belanja dan akan mendapatkan diskon sebesar 10 – 20%–untuk belanja apa saja!
4. Bali
Ok, sebenarnya sih ini lucu. Situs International Living merilis data top 25 countries dalam Annual Global Retirement Index di awal Januari 2019 lalu, dengan menunjukkan daftar negara-negara yang paling nyaman untuk ditinggali setelah masa pensiun. Bali ada di urutan ke-23.
Masalahnya adalah Bali bukan “country”, tapi pulau. Indonesia tidak disebut-sebut sama sekali dalam daftar tersebut, dan hanya Bali saja yang disebutkan. Jadi, apakah ini berarti Indonesia secara umum kurang layak, dan hanya Bali-lah yang layak untuk menjadi tempat tinggal para pensiunan beneran dan yang bukan karena FaceApp?
Entahlah. Tapi siapa yang bisa meragukan Bali sebagai tempat yang indah dan nyaman untuk tinggal?
5. Panama
Panama menempati posisi pertama dalam daftar top 25 daftar Annual Global Retirement Index dari International Living ini.
Konon, Panama ini lokasinya sangat strategis hingga peluang untuk dilanda bencana sangat minim dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Dia bebas hurricane–yang sangat sering melanda negara tetangga mereka, Amerika Serikat–juga bebas gunung meletus, bahkan gempa.
Pajak di negara ini sangat rendah, pun pengeluaran bisa sangat ditekan karena banyak sekali produk-produk lokal yang kualitasnya malah melebihi produk impor, terutama bahan makanannya. Makanlah buah-buah lokal yang ada sepanjang tahun, sayuran juga, pun ikan. Semua didapatkan dengan mudah.
Jadi, gimana nih? Sudah menghitung, berapa keperluan kita buat hidup bahagia di masa pensiun nanti, sebahagia wajah kita di FaceApp?
Saya juga mau lihat-lihat ah. Siapa tahu bisa pindah ke Panama, atau Meksiko biar dapat kartu diskon seumur hidup.
*brb, cek buku catatan, itung-itung* Loh, kok begini ya? Mbak Winaaa…!
Terlalu Banyak Izin Sakit Hingga Tingkat Ketidakhadiran di Kantor Naik? Coba Atasi dengan 5 Langkah Berikut!
Dalam suatu organisasi perusahaan, adalah penting untuk semua elemen agar dapat bekerja sama dengan baik, seiring sejalan. Kompak, begitulah singkatnya. Tapi, apa daya kalau terlalu banyak karyawan yang sering izin sakit atau izin-izin yang lainnya, sehingga ketidakhadiran di kantor menjadi meningkat?
Pastinya kinerja organisasi akan terganggu ya? Akan terjadi ketimpangan sana-sini sehingga proses bisnis pun menjadi nggak berjalan lancar seperti yang diharapkan.
Tentu saja, pihak perusahaan harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi persoalan banyaknya izin sakit dan izin-izin lainnya ini. Tentunya, kalau benar-benar sakit, karyawan memang seharusnya beristirahat, supaya lekas pulih. Namun, bagaimanapun tingkat ketidakhadiran harus ditekan, agar tim bisa produktif lagi. Apa yang bisa dilakukan? Mari kita lihat.
5 Hal untuk menekan tingkat ketidakhadiran karyawan karena izin sakit
1. Punyai kebijakan yang jelas
Yang pertama harus dicek adalah apakah perusahaan sudah mempunyai regulasi dan kebijakan yang jelas mengenai absensi izin sakit ini?
Berapa lama karyawan diizinkan untuk tidak masuk kerja lantaran sakit? Apakah izinnya harus melampirkan surat dokter? Kalau karyawan izin sakit terlalu lama hingga batas waktu tertentu, apa kebijakan selanjutnya? Dan seterusnya.
Setelah dirumuskan secara detail, jangan lupa untuk disosialisasikan pada karyawan, agar mereka paham mengenai hak dan kewajiban mereka, terutama terkait absensi ini. Jika ada konsekuensi yang menyertai ketidakhadiran karyawan–dengan alasan apa pun termasuk sakit–juga harus diumumkan dan dijelaskan, agar tercapai kesepakatan di awal.
2. Dengarkan keluhan dan kebutuhan karyawan
Alasan ketidakhadiran karyawan di kantor bisa saja tidak melulu karena izin sakit. Bisa juga alasan yang lain. Alasan lain apa?
Nah, ini yang harus digali lebih dalam oleh pihak perusahaan, melalui divisi HR. Salah satunya yang harus diwaspadai adalah masalah keuangan pribadi karyawan, yang bisa berdampak besar pada kinerjanya. Misalnya saja, si karyawan terlilit utang yang besar hingga menimbulkan stres padanya. Stres yang dialami kemudian membuatnya merasa sakit–sakit kepala, mual, diare, dan berbagai keluhan sakit lainnya.
Kalau permasalahannya seperti ini, pengobatan ke dokter enggak akan menyelesaikan masalah, kan? Penyelesaiannya adalah karyawan dibantu mengatasi masalah keuangannya hingga tuntas, hingga ia bebas utang, misalnya. Salah satu caranya adalah dengan memberikan edukasi literasi keuangan yang komprehensif untuknya, seperti yang biasa dilakukan dalam #QMTraining, yaitu program pelatihan interaktif untuk karyawan di perusahaan.
3. Beri support sebaik-baiknya
Saat si karyawan izin sakit dan istirahat di rumah, berikan dia support. Beri ucapan semoga lekas sembuh, telepon di waktu-waktu tertentu yang tidak mengganggunya untuk menanyakan, apakah butuh bantuan supaya bisa lekas pulih. Misalnya, menguruskan asuransi dan mengganti biaya pengobatan secepatnya.
Dengan perhatian-perhatian kecil seperti ini, karyawan akan merasa dibutuhkan. Jangan remehkan timbulnya perasaan ini, karena perasaan “dibutuhkan” ini akan membuatnya tak sabar untuk kembali ngantor dan bekerja lo.
So, sekali lagi, beri ia support secukupnya (yang pasti ya jangan malah mengganggu istirahatnya dengan menanyakan berbagai tetek-bengek pekerjaan yang bikin dia tambah pusing sih.), dan tanyakan kapankah ia bisa mulai aktif lagi karena perusahaan membutuhkannya.
4. Perlu kerja sama dari para supervisor dan manajer
Nggak hanya para staf HR saja yang bertanggung jawab atas usaha untuk menekan tingkat ketidakhadiran karena izin sakit ini, tetapi juga para supervisor dan manajer yang ada.
Diskusikan dengan mereka, apa yang perlu dilakukan untuk bisa menekan tingkat ketidakhadiran dengan alasan izin sakit ini. Bagaimanapun, merekalah penentu load kerja pada karyawan dan anak buah, bukan?
5. Pastikan lingkungan dan kondisi kerja nyaman
Nah, yang terakhir ini tak kalah penting, yaitu memastikan lingkungan dan kondisi kerja yang nyaman bagi karyawan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya.
Lingkungan dan kondisi kerja yang nyaman ini juga merupakansalah satu bentuk kompensasi nonfinansial yang dapat sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas karyawan lo. Jadi, jangan abaikan jika ternyata karyawan merasa tak nyaman bekerja di kantor.
Nah, itu dia beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menekan tingkat ketidakhadiran di kantor karena izin sakit.
QM Financial bersedia membantu perusahaan mana pun untuk memberikan edukasi keuangan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan karyawan lo! Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Dipromosikan dan Jadi Bos Baru, 5 Hal Ini Harus Segera Dilakukan
Wah, sepertinya tahun ini jadi tahun kesuksesan nih ya. Mendapatkan promosi, jadi bos baru, dan tentu saja, gaji naik! Uwuwuw! Selamat!
Selain menjadi anugerah, pastinya ada tantangan tersendiri saat kita dipercaya jadi bos baru. Terlebih kalau kita jadi bos muda, yang punya anak buah telah lebih dulu bekerja di perusahaan itu dan masuk dalam jajaran ‘senior’.
Memang agak tricky nih, kalau mau memimpin mereka yang lebih “matang”. Kita mesti punya strategi yang jitu, supaya enggak dianggap anak bawang, cuma bisa merepotkan, dan segudang stigma yang lain.
Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan setelah jadi bos baru. Segera!
1. Konsolidasi dengan anak buah
Nggak ada salahnya, kalau kita yang “mendatangi” anak buah terlebih dahulu saat jadi bos baru. Lupakan strata dan struktur. We’re partners, anyway, right?
Elaborasikan lagi target-target kerja kita dengan tim, sehingga para anggota tim kerja dapat mengonfirmasikan beberapa hal sampai tercapai kesepakatan bersama dalam menentukan langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan bersama.
Kesepakatan-kesepakatan perlu dibuat sejak awal agar terbina budaya saling percaya, dan terjalin komunikasi terbuka dalam tim. Memang, jika ingin mendapatkan trust dari anak buah, maka biarkan mereka mengetahui apa saja ide dan gagasan kita. Jadi, sebaiknya sampaikan pada mereka sejak awal, lalu mintalah feedback agar mereka melengkapi gagasan kita tadi.
Dengan demikian, menjadi satu rencana praktis dan strategis demi kebaikan bersama dalam tim.
2. Menghargai anak buah
Dapatkan respek dari anak buah sebagai bos baru mereka dengan menunjukkan dulu rasa respek kita atas kinerja baik mereka. Berilah kepercayaan atas keterampilan profesional yang sudah mereka miliki dan terapkan.
Meski jadi bos baru, kita harus tetap mendengarkan saran, masukan, dan kritik mereka. Pertimbangkanlah semuanya itu sebagai salah satu usaha untuk mencapai target bersama.
3. Utamakan profesionalitas, ketegasan, taktis, dan ketenangan
Sebagai orang yang lebih muda (dan jadi bos baru), biasanya akan terlihat lebih inovatif, progresif, berambisi, dan berani ambil risiko. Namun, sering kali ini juga terlihat jadi sembrono, kurang bijak, kurang perhitungan, dan tidak hati-hati. Apalagi kalau harus menghadapi situasi yang menekan. Hal ini akan terlihat jelas di mata anak buah, terutama mereka yang lebih senior.
Tetap berpikir jernih dalam menghadapi isu pekerjaan sehari-hari. Tunjukkan bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang tenang. Segera ambil tindakan yang bijak dan taktis saat menangani situasi sulit, sehingga anak buah merasa aman berada dalam kepemimpinan kita.
Rasa aman anak buah ini tak bisa ditumbuhkan begitu saja, memang. Mereka harus bisa merasakan bahwa kita bisa diandalkan untuk memperjuangkan kepentingan tim.
4. Fleksibel menghadapi masalah
Saat sudah jadi bos baru, anak buah yang lebih senior terkadang akan menyampaikan masalah dengan cara-cara tertentu yang mungkin enggak sama dengan yang biasa kita lakukan. Apalagi kalau kita dipromosikan dari kantor cabang lain, misalnya. Atau mungkin divisi lain. Akan ada peluang kita akan mengalami semacam shock, lantaran budaya kerja yang berbeda.
Kalau enggak bijak dalam menanganinya, hal ini bisa jadi konflik tersendiri yang lama-lama bisa mengganggu kinerja tim.
So, jika kita sudah bisa merasakan kalau hal ini akan jadi konflik, akan ada baiknya kalau langsung ditangani dan dicari solusinya sejak dini. Bersikap fleksibel dan hati-hati bisa jadi senjata ampuh. Bagaimanapun, jadi bos baru, kita akan tetap membutuhkan peran mereka, sehingga kita nggak bisa mengabaikan kepentingan mereka begitu saja.
So, pahami dan cari solusi atas permasalahan anak buah secara kasus per kasus, dengan tetap berada dalam koridor peraturan perusahaan. Intinya, lebih ke “mendengarkan”, “memperhatikan”, dan “mengelola”, ketimbang “memaksakan”, “menyuruh”, dan “menginstruksikan”.
5. Jangan terjebak gaji/jabatan naik = lifestyle naik
Nah, ini nih, the most important thing! Jadi bos baru berarti gaji dan tunjangan naik. Ini wajar, karena kita harus mengelola wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar. Tapi bukan berarti lantas lifestyle kita juga naik.
Akan ada kemungkinan, kita akan banyak melakukan networking atau business entertaining mereka yang potensial untuk dijadikan partner. Ini wajar saja sih, kalau kita sudah jadi bos baru. Tapi pastinya kita bisa mengendalikannya. Biaya-biaya expenses yang berkaitan dengan pekerjaan seperti itu, pastinya di-cover oleh kantor. Tapi kita enggak perlu menjadikannya sebagai gaya hidup kan? Mentang-mentang biasa ngopi di kafe untuk menjamu tamu perusahaan, sekarang jadi lebih suka beli kopi di kafe untuk dibawa ke kantor. Atau, jadi langganan tetap kafe dengan mengunjunginya seminggu dua-tiga kali.
Akan lebih baik jika gaji besar kita itu dialokasikan menjadi investasi.
Nah, supaya lebih afdal jadi bos baru, yuk, beri contoh pada anak buah bagaimana mengelola keuangan pribadi dengan baik. Tunjukkan, bahwa dengan kebiasaan pengelolaan keuangan yang baik, kinerja kita bisa meningkat hingga bisa mendapatkan promosi.
Ajak anak buah untuk ikut kelas finansial online yang sesuai dengan kebutuhan dalam Financial Clinic Online Series. Silakan cek jadwalnya ya. Jangan lupa follow juga akun Instagram QM Financial.
Kalau tim kerja kita punya kebiasaan keuangan yang baik, pasti deh performa tim bisa maksimal. Well, akhir kata, selamat bekerja, bos baru! Sukses ya!
Gagal Meraih Promosi, Apa yang Harus Dilakukan Kemudian?
Barangkali kamu merasa layak untuk mendapatkan promosi jabatan atas kerja keras selama ini. Ternyata oh ternyata, malah teman kerja lain yang meraih promosi yang selama ini kamu incar. Terpukul? Pastinya. Kecewa? Wajar.
Kekecewaan itu bisa dipahami kok. Bayangkan, selama ini kamulah yang melakukan pekerjaan yang dihindari semua orang di kantor. Semua tugas kamu selesaikan dengan baik, bahkan sampai nggak ada lagi waktu buat sekadar kongko, nongkrong bareng sahabat-sahabat di warung kopi langganan. Weekend saja direlakan untuk bekerja, ketimbang piknik bareng keluarga lo!
Dan ternyata, gagal meraih promosi. Pastinya perasaan yang ada sekarang kayak lagi dicurangi, atau diperlakukan tak adil oleh perusahaan.
Sebenarnya situasi ini lazim saja terjadi di dunia karier. Mari kita lihat apa yang bisa kamu lakukan untuk kemudian bisa bangkit lagi meski pernah gagal meraih promosi seperti yang diharapkan.
3 Hal yang harus segera dilakukan jika gagal meraih promosi
1. Tenangkan diri
Hal pertama yang bisa dilakukan saat menerima kabar bahwa kita gagal meraih promosi yang selama ini diincar adalah menenangkan diri, dan berhenti mengasihani diri sendiri.
Jika merasa sangat kecewa dan emosional, cobalah untuk diam sejenak. Tak perlu banyak berkomentar dulu untuk menghindari perkataan-perkataan yang bisa menjadi bumerang bagi masa depan karier kita.
Meskipun rasanya pengin banget menyatakan bahwa perusahaan tempat kita bekerja itu melakukan kesalahan karena tak mempromosikan kita, tapi pastinya kita juga nggak ingin terlihat bak seorang trouble maker, kan? Bisa-bisa tak hanya gagal meraih promosi, karier kita pun jadi terancam karenanya.
2. Mengevaluasi diri
Setelah perasaan dan pikiran tenang, selanjutnya yang perlu kita lakukan jika gagal meraih promosi adalah mengevaluasi diri sendiri. Kita bisa mulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut untuk kita jawab sendiri:
- Apakah kita sadar bahwa ada orang lain yang juga berpeluang untuk meraih promosi, di samping diri kita sendiri?
- Seberapa pentingkah sih promosi ini bagi kita?
- Mengapa kita sangat menginginkankannya?
- Apa yang membuat kita sangat menginginkan promosi jabatan itu? Gaji naik? Atau gengsi semata? Ataukah ada alasan lain?
- Apakah kita tahu, kriteria apa saja yang diminta oleh perusahaan terkait promosi jabatan karyawan?
- Apakah kita satu-satunya karyawan yang tidak mendapatkan promosi ini?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas akan memudahkan kita untuk mengatur langkah berikutnya dengan lebih praktis. Kita juga bisa mendiskusikan kekecewaan ini dengan rekan senior yang kita percayai, yang jauh lebih paham mengenai kebijakan dan struktur organisasi perusahaan. Mungkin akan ada pencerahan, mengenai alasan mengapa kita gagal meraih promosi.
Jika merasa sudah siap, kita bisa menemui pihak manajemen ataupun pihak HR, untuk menanyakan, apa saja kekurangan yang harus kita perbaiki supaya bisa meraih promosi jabatan di kesempatan berikutnya. Siapkan hati, karena barangkali saja kita akan harus menerima beberapa kritik dan masukan. Bakalan nggak enak pastinya, tapi harus diterima, agar kita tahu kesalahan kita di mana. Betul nggak?
3. Upgrade diri
Setelah mengevaluasi diri, dan mendapatkan jawaban, maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah upgrade diri sendiri. Misalnya, jika sikap kita kurang baik atau kurang bisa dikendalikan, kurang komunikatif, penampilan kurang baik, atau mungkin produktivitas kita yang rendah.
Temukan akar permasalahannya, dan kemudian work on it untuk memperbaikinya.
Jangan lengah, cek juga kondisi keuangan kita, karena hal ini bisa jadi adalah salah satu “pencuri” fokus dan konsentrasi kita bekerja hingga jadi kurang produktif atau bermasalah. So, selain memperbaiki sikap profesional, ada baiknya kita juga melakukan financial checkup.
Apalagi jika saat proses mengevaluasi diri sebelumnya, kita menginginkan untuk meraih promosi karena pengin gaji naik. Keinginan ini timbul karena gaji yang memang kecil, ataukah kita yang merasa gaji tak cukup? Kalau yang jadi alasan adalah yang terakhir, hmmm … mungkin ini saatnya kita ikutan kelas finansial online QM Financial deh.
Nggak cuma diajari untuk mengatur cash flow dan hal-hal mendasar mengenai keuangan pribadi, kita juga akan belajar berinvestasi, hingga bikin PLAN sendiri lo. Tinggal pilih saja sesuai kebutuhan. Yuk, WA aja ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Follow Instagram QM Financial untuk info-info update-nya ya.
5 Cara Perusahaan Menjamin Kesehatan Karyawan yang Bekerja secara Remote
Kalau untuk yang berstatus tetap, yang setiap hari berada di kantor, perusahaan pastinya bisa melakukan banyak hal untuk menjamin kesehatan karyawan dengan mudah. Tapi, bagaimana dengan mereka, para pekerja remote, yang tidak setiap saat bisa hadir di kantor, yang melakukan pekerjaannya di lokasi yang berbeda?
Apakah kemudian perusahaan tidak bisa memberi kebijakan untuk menjamin kesehatan karyawan remote ini?
Pastinya sih bisa. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk menjamin kesehatan karyawan, meski mereka bekerja secara remote. Bagaimanapun, jaminan kesehatan mereka kan menjadi tanggung jawab perusahaan, pun merupakan kompensasi non finansial yang akan membawa efek baik juga bagi perusahaan, bukan?
Berikut beberapa hal yang bisa diberikan ataupun dilakukan oleh perusahaan untuk menjamin kesehatan karyawan yang bekerja secara remote
1. Disertakan dalam BPJS Kesehatan
Berstatus sebagai karyawan, para pekerja remote juga berhak mendapatkan tunjangan berupa keikutsertaan dalam BPJS Kesehatan. Tentu ini tergantung akan kebijakan perusahaan. So, mungkin bisa ditanyakan pada pihak pekerja, apakah mereka sudah menjadi anggota BPJS Kesehatan atau belum. Jika belum, maka pihak perusahaan bisa memfasilitasi.
Jika pekerja remote sudah punya BPJS Kesehatan mandiri, maka pihak perusahaan bisa memberikan tunjangan sesuai peraturan yang berlaku.
Jika dari kantor juga ada tunjangan kesehatan berupa penggantian pengobatan, perusahaan juga bisa memberikan jaminan kesehatan karyawan yang sama untuk pekerja remote. Pun dengan tunjangan-tunjangan lainnya, yang tentunya disesuaikan dengan kebijakan.
2. Pastikan pekerja remote menjaga kesehatan pribadi dengan baik.
Pada umumnya, pekerja remote memilih profesinya dengan alasan fleksibilitas waktu maupun tempat. Mereka bisa menentukan sendiri jam kerja mereka, asalkan target kerja terpenuhi dan pastinya sesuai dengan kesepakatan bersama. Demikian pula dengan tempat bekerjanya.
Ini memang menjadi “keuntungan” bekerja secara remote ya? However, selalu ada sisi kurang menguntungkan juga dari segala hal, ya kan? Begitu juga dengan sistem kerja remote.
Dengan keleluasaan waktu dan tempat ini, perusahaan jadi kurang bisa memonitor cara kerja sang pekerja remote secara langsung. Dengan demikian, harus dipastikan bahwa para pekerja remote benar-benar mau menjaga kesehatan diri mereka sendiri.
Misalnya saja, pastikan mereka tidak hanya bekerja sepanjang hari, tetapi juga rutin berolahraga. Ini penting ya, karena kadang orang begitu nikmat bekerja secara remote hingga lupa akan pentingnya olahraga dan bergerak. Akibatnya hal-hal seperti sakit punggung atau obesitas pun dialami. Banyak masalah kemudian berkembang dari keluhan ataupun penyakit yang dianggap sepele ini.
Begitu juga dengan tempat kerja. Pastikan para pekerja remote ini bekerja dari tempat yang sehat.
3. Jaminan komunikasi yang lancar
Selain jaminan kesehatan fisik, perusahaan juga sebaiknya menjamin kesehatan karyawan secara mental. Lagi-lagi karena tidak selokasi sehingga berakibat kurangnya pantauan, meski disebut bahwa bekerja secara remote ini bisa menekan stres karyawan, namun risiko untuk stres dan depresi karena pekerjaan akan selalu ada.
So, sebelum terlambat, tentukan model dan sistem komunikasi apa yang cocok, agar pihak perusahaan bisa menghubungi pekerja remote dengan mudah dan lancar. Dengan komunikasi yang lancar, maka jika ada sesuatu yang kurang diharapkan terjadi, maka akan lebih mudah diketahui ataupun terdeteksi.
Jadwalkan meeting tatap muka secara rutin. Tak harus secara langsung, tetapi bisa melalui conference call, mungkin? Yang penting, pihak perusahaan bisa melihat wajah si pekerja remote secara langsung, agar dapat lebih mudah mengetahui jika ada yang perlu diperbaiki dari sistem kerja remote ini.
4. Beri batasan
Soal waktu yang fleksibel memang menjadi impian setiap pekerja, sehingga beberapa di antaranya memilih untuk kerja remote, karena waktu kerja bisa diatur sesuai kondisi.
Namun, waktu yang fleksibel juga bisa berarti jam kerja panjang tanpa jeda. Yes, pekerja remote bisa bekerja lebih panjang ketimbang para karyawan tetap yang berangkat ke kantor pukul 08.00 pagi dan pulang pukul 18.00 sore lo! Seorang pekerja remote bisa bekerja sampai belasan jam tiap harinya, bahkan hingga hari Sabtu dan Minggu.
Karena itu, ada baiknya, meski orientasi tetap pada target hasil, namun pihak perusahaan juga memberikan batasan. Bagus sih jika bersepakat untuk bekerja di jam kerja pada umumnya. Namun, jika tidak, maka pastikan jam kerja pekerja remote tidak lebih dari 40 jam seminggu sesuai peraturan pemerintah yang berlaku.
5. Pantau terus
Untuk dapat menjamin kesehatan karyawan remote, tentu saja pihak perusahaan harus memantau terus kondisi mereka. Tidak hanya berorientasi pada hasil semata, tapi juga pantau prosesnya. Memang ada keleluasaan ditawarkan sejauh target bisa dipenuhi, tetapi proses juga akan memengaruhi kualitas hasil lo!
Jadi, pantau terus kondisinya, terus jalin komunikasi yang baik, mulai saat kontrak kerja ditandatangani kedua belah pihak, hingga berakhir nanti.
Nah, nggak ada salahnya juga jika para karyawan remote ini sekali waktu diundang untuk datang ke kantor perusahaan, misalnya jika ada training yang sedang diselenggarakan di kantor. Utamanya, untuk training keuangan pribadi bagi karyawan. Tujuannya, pastinya, untuk meningkatkan keterampilan pekerja remote mengelola keuangan pribadinya. Dengan pengelolaan keuangan pribadi yang baik, pekerja remote juga terhindar dari berbagai masalah serius, termasuk juga masalah kesehatan, seperti halnya karyawan yang lain lo!
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA). Atau, jika si pekerja remote kesulitan untuk datang ke kantor, perusahaan juga bisa mendaftarkannya untuk ikut kelas-kelas finansial online QM Financial yang bisa diikuti dari mana saja dengan aplikasi Zoom. Follow Instagram QM Financial untuk info-info update-nya ya.
Belajar dari Film Dua Garis Biru, Ini 3 Hal yang Harus Disiapkan Sebelum Menjadi Orang Tua
Kemarin, tim QM Financial berkesempatan untuk nonton bareng film Dua Garis Biru. Sejak awal sudah diwanti-wanti untuk membawa tisu yang banyak, dan ternyata benar. Tisu habis separuh.
Dara dan Bima menyuguhkan konflik yang rumit dan sangat relatable untuk zaman now, berkelindan dengan akting kedua pemerannya yang jempolan. Well, secara keseluruhan sih sebenarnya casting dan akting para pemeran sangat pas–nggak berlebihan, tapi emosi bisa bikin kita yang nonton ikut berkaca-kaca ataupun terkikik-kikik. Termasuk akting dr. Fiza. Ehem.
Film Dua Garis Biru adalah film paket lengkap, menyoroti bagaimana tren anak-anak remaja kekinian, hubungan mereka dengan orang tua, hubungan antara orang tua, dan yang paling penting, tentang norma masyarakat yang berlaku di Indonesia.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran dari film Dua Garis Biru. Salah satu di antaranya–yang selalu disebutkan di sepanjang film–adalah soal “menjadi orang tua itu pekerjaan seumur hidup”.
“Melahirkan itu pekerjaan sekali. Tapi jadi orang tua itu pekerjaan seumur hidup.” – Dara
Siapa yang sahih dengan kalimat Dara di atas? Yang sudah jadi orang tua pasti mengangguk setuju. Ibu Dara pun mengakui, bahwa beliau masih belum mengerti apa-apa tentang menjadi orang tua meski Dara sudah hampir lulus SMA, bahkan beliau mengaku gagal mendidik. Bahwa meski orang tua punya hubungan “sedekat itu” dengan anak, masih saja bisa “kecolongan”.
Belajar dari film Dua Garis Biru ini, ada 3 hal besar yang bisa kita pelajari tentang menjadi orang tua. Apa saja? Mari kita lihat.
3 Hal tentang menjadi orang tua, belajar dari film Dua Garis Biru
1. Kesiapan mental
Anak enggak datang dengan manual book. Nggak kayak mesin cuci, dipelajari sebentar sudah bisa dioperasikan. Butuh proses yang panjang untuk bisa mendidik dan merawat anak, itu saja tak pernah ada jaminan bahwa didikan dan perawatan orang tua yang penuh kasih sayang akan berhasil.
Yes, mental serta keterampilan untuk menjadi orang tua itu tak serta merta muncul begitu saja. Sekali lagi, prosesnya sangat panjang, dimulai ketika janin baru bertumbuh hingga si anak dewasa–sampai orang tua tutup usia pun, mereka masih berproses.
Statement ibunda Dara dalam film Dua Garis Biru menguatkan mengenai hal ini. “Bahkan saya pun gagal jadi orang tua!” Begitu sergahnya dalam sebuah adegan. Padahal kita pastinya sudah bisa menghitung, seberapa lama ibunda Dara jadi orang tua, paling tidak sudah selama 17 tahun. Itu saja ia masih merasa gagal.
Apa kabar yang baru setahun dua tahun jadi orang tua? Rasanya mungkin baru nol koma sekian persen perjalanan terlampaui, ya kan?
2. Kesiapan fisik
Dalam salah satu adegan, dr. Fiza menjelaskan mengenai kondisi tubuh Dara yang belum matang untuk menerima “anugerah” menjadi orang tua. Ada risiko tinggi yang harus dihadapi ke depan. Dan memang, risiko itu harus diterima Dara di akhir film Dua Garis Biru.
Kehamilan di usia dini tak hanya soal menyalahi norma yang berlaku di masyarakat Indonesia, tapi ada sisi kesehatan yang justru harus menjadi fokus. Meski tubuh seorang perempuan sudah bisa menghasilkan sel telur untuk dibuahi saat masih usia belia, tetapi organ-organ secara keseluruhan belumlah siap. Tubuh seorang perempuan perlu waktu untuk bertumbuh dulu, sebelum benar-benar siap untuk menjadi ibu.
Hal ini justru sepertinya kadang masih luput dari perhatian kita, bukan? Selama ini, kehamilan di usia dini selalu dinilai berdasarkan agama. Bukannya nilai agama itu tak penting, namun buktinya, dalam film Dua Garis Biru ini, Dara dan Bima saja mengaku bahwa mereka tak tahu apa-apa mengenai kehamilan di usia dini, padahal mereka sudah diajarin mengenai sistem reproduksi di sekolah. Seharusnya pengetahuan mengenai kesiapan fisik ini juga diberikan dengan porsi yang sama dengan pengetahuan secara agama.
3. Kesiapan finansial
Nah, ini memang bisa jadi hal terakhir, namun tak kalah pentingnya dari kesiapan-kesiapan yang lain untuk menjadi orang tua. Dan ini jelas banget disampaikan dalam film Dua Garis Biru.
Kesiapan finansial untuk menjadi orang tua tak hanya sebatas sampai menyiapkan dana melahirkan saja lo! Setelah anak dilahirkan, akan banyak banget hal lain yang harus juga disiapkan. Mulai dari dana pendidikan, dana kesehatan, serta keperluan lainnya, yang kalau dihitung … duh, Dek Bima, dengan kamu bekerja di restoran ayahnya Dara doang itu sama sekali enggak akan cukup.
Belum lagi soal rumah, kan sebaiknya juga punya rumah sendiri nanti. Sudah siap merencanakan KPR belum? Sebaiknya investasi juga lo, Dek. Buat dana pensiun kelak. Jangan sampai anak kalian nanti harus menanggung hidup kalian di masa depan. Kasihan dia kan, jadi generasi sandwich.
Nah, kalau soal kesiapan menjadi orang tua yang terakhir ini bisa diatasi dengan ikutan kelas-kelas finansial online QM Financial sih. Ada banyak kelas yang bisa dipilih sesuai kebutuhan. Pakai aplikasi zoom, jadi mau ikut dari mana saja bisa. Dari luar negeri? Bisa banget.
Duh, jadi spoiler deh.
Yuk, segera dikepoin ya, kelas-kelasnya. Follow juga akun Instagram QM Financial, supaya nggak ketinggalan info kalau ada update kelas terbaru ataupun mantengin tip-tip keuangan yang praktis.
Nah, Dek Bima dan Dek Dara, gimana? Mau coba ikutan kelasnya? Bisa hubungi nomor WA QM Financial di 0811 1500 688 (NITA) ya!
5 Alasan Mengapa HR Harus Menjadikan Kesejahteraan Karyawan sebagai Fokus Perhatian?
Sedari kemarin ngobrolin soal tunjangan serta berbagai fasilitas demi meningkatkan kesejahteraan karyawan terus kita ya? Tapi, lupa ngobrolin soal kenapa sih kesejahteraan karyawan itu begitu penting untuk diperhatikan? Mesti bayar tunjangan ini-itu, kasih fasilitas ina-inu, bukankah malah jadi memberatkan cash flow perusahaan?
Ya memang. Ada beban cash flow dan biaya operasional deh jadinya, kalau perusahaan harus menjamin kesejahteraan karyawan tuh. Kalau dihitung-hitung mungkin bisa hampir sebesar biaya produksi, kali ya? Belum lagi, nambah-nambahin beban tugas para staf HR ya?
Tapi memang, kesejahteraan karyawan seharusnya menjadi fokus perhatian divisi HR dalam suatu perusahaan. Selain–ya namanya juga Human Resources kan ya?–untuk membantu meningkatkan kinerja masing-masing karyawan, hal ini juga demi perputaran bisnis perusahaan itu sendiri.
Jadi, meski nggak berhubungan langsung dengan proses produksi bisnis, namun HR ini sangat penting artinya dalam struktur perusahaan.
Mari kita lihat, apa pentingnya kesejahteraan karyawan yang terjamin bagi perusahaan. Setidaknya ada 5 alasan lo!
1. Kesejahteraan yang baik akan menarik karyawan baru, dan mempertahankan karyawan lama
Sering banget kalau lagi kongko bin nongkrong bareng teman-teman dekat, kita jadi tukar pengalaman kerja di kantor masing-masing. Kadang ada aja yang mengeluh, kantornya kurang begini-begitu terhadap karyawan, hingga membuat yang curhat merasa perlu untuk coba cari peruntungan di perusahaan lain yang kesejahteraannya lebih terjamin.
Kasus lain lagi, dulu pas zaman masih lamar-lamar lowongan, berbagai fasilitas yang ditawarkan menjadi daya tarik tersendiri lo. Misalnya, wih, dapat uang transport dan pulsa, disediakan kendaraan, meski kerjaan hanya sales door to door. Lumayan juga, buat ngelatih mental.
Atau misalnya, ada lowongan staf administrasi. Fasilitasnya, dapat laptop. Wah, dijamin deh, bakalan banyak yang lamar.
Yep, kesejahteraan karyawan yang baik bisa menentukan karyawan lama akan betah tinggal, pun bisa menarik angkatan kerja baru. Nggak heran kan, kalau lagi ada job fair, booth-booth yang diisi oleh bank paling laris diserbu? Ya karena kalau kita kerja di institusi keuangan seperti bank, akan ada buanyak banget fasilitas yang diberikan. Ini sudah rahasia umum.
2. Kesejahteraan yang baik akan meningkatkan produktivitas karyawan
Karyawan yang merasa diperhatikan oleh perusahaan pasti akan “membalas” perhatian tersebut dengan memberikan performa terbaiknya.
Tentu saja ini bagi karyawan yang memang bertanggung jawab ya. Meski kadang ada beberapa oknum pekerja yang nakal, tapi biasanya inilah yang terjadi. Jaminan kesehatan serta penghidupan yang layak dapat memacu karyawan untuk memberikan hasil terbaik.
3. Kesejahteraan yang baik akan menekan persentase ketidakhadiran
Ketidakhadiran karyawan di kantor memang bisa disebabkan oleh banyak alasan; mulai dari izin karena ada acara keluarga ataupun sakit. Satu dua hari izin nggak masuk sih masih wajar. Tapi kalau dalam satu bulan efektif kerja, ketidakhadirannya sampai 50%, maka kemungkinan sih ada sesuatu yang salah.
Berbagai bentuk tunjangan dan fasilitas kesehatan yang diberikan oleh kantor bisa menekan persentase ketidakhadiran karyawan karena sakit. Tunjangan dan fasilitas ini tak melulu berupa uang penggantian pengobatan ataupun BPJS lo! Ada banyak hal lain yang bisa diberikan demi menjamin kesehatan karyawan. Misalnya, tersedianya pusat kebugaran mini di kantor, ruang kerja yang nyaman, dan lain sebagainya.
Kesehatan karyawan baik, mereka terhindar dari penyakit, ketidakhadiran pun bisa ditekan, produktivitas meningkat.
4. Kesejahteraan yang baik akan mengurangi konflik
Kesejahteraan karyawan yang tidak terjamin akan berisiko meningkatkan konflik di kantor, baik antarkaryawan, maupun dengan pihak manajemen. Apalagi jika kesejahteraan tersebut tidak diberikan secara merata. Wah, bisa-bisa hubungan antarkaryawan jadi nggak harmonis.
Ya, ini jelas akan membawa pengaruh buruk pada jalannya bisnis perusahaan. Bagaimana bisa berkembang, jika para karyawannya tidak bisa saling bekerja sama kan?
Namun, dengan kesejahteraan yang baik, perusahaan dapat menjamin bahwa konflik-konflik bisa diminimalkan, sehingga kerja sama karyawan jadi terbangun dengan apik.
5. Kesejahteraan yang baik memberikan jaminan keamanan
Siapa sih yang mau kerja di kantor yang bikin insecure? Apakah kita akan aman dan nyaman bekerja, kalau dihantui perasaan waswas, seperti munculnya pertanyaan, “Kok sekarang gajinya makin terlambat ya? Jangan-jangan perusahaan lagi sulit kondisi keuangannya nih. Bisa-bisa bulan depan gulung tikar dong!” Bayangan PHK pun mulai membayangi.
Duh, siapa yang bisa bekerja dengan baik kalau dibayangi pikiran-pikiran negatif nan insecure begitu? Sepertinya nggak ada kan?
Karena itu, kesejahteraan karyawan ini sangat penting untuk menjadi fokus utama divisi HR demi memberikan perasaan aman bagi karyawannya.
Sebegitu pentingnya jaminan kesejateraan karyawan, karena itu ada baiknya mulai direncanakan mulai sekarang, program apa saja yang bisa diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkannya. Perusahaan bisa mulai dari memberikan training keuangan bagi karyawan, karena karyawan yang terampil mengelola keuangan pribadi juga akan berpengaruh baik pada kinerjanya di kantor.
Yuk, segera hubungi nomor WA QM Financial di 0811 1500 688 (NITA), untuk bersama merencanakan training bagi karyawan Anda. Follow Instagram QM Financial juga untuk info-info kelas finansial online terbaru untuk pengelolaan keuangan pribadi yang bisa diikuti secara online dari mana pun.
Kerja Lembur demi Uang Tambahan? Yay or Nay?
Beberapa waktu yang lalu, seorang teman berseloroh, “Gue kerja lembur bukan karena deadline, juga bukan karena dedikasi. Gue butuh uang tambahan.”
Hmmm. Tak pelak, ingatan pun bergulir ke beberapa tahun yang lalu saat masih menjadi kuli perusahaan nine to five. Masuk kantor seperti yang lainnya, kerja seperti biasa, hanya saja kadang ada beberapa tugas yang ditunda. Supaya apa? Supaya kelihatan belum selesai, lalu bisa kerja lembur. Uang lemburnya lumayan, soalnya.
Iya, dulu pernah jadi “pekerja yang nakal” seperti itu. Untunglah lekas insyaf. Lembur yang enggak perlu itu bisa bikin cash flow perusahaan bocor. Kasihan, karena ternyata bakalan berpengaruh juga ke perputaran bisnis. Selain itu, kerja lembur demi uang tambahan itu juga nggak baik buat kesehatan. Lha wong nggak perlu kerja sampai larut tiap hari kok dibikin lembur tiap malam. Ya lama-lama badan protes dong.
Belum lagi soal kultur dan moral. Bisa dibilang, yang begitu adalah bibit korupsi. Kecil sih, tapi lama kelamaan ya terakumulasi, hingga nggak sadar kalau sudah menjadi korupsi besar.
Peraturan Kerja Lembur
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 102 MEN VI 2004 disebutkan, bahwa pihak perusahaan wajib membayarkan upah lembur untuk karyawan yang:
- Bekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja
- Bekerja lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja
- Bekerja pada hari istirahat mingguan dan hari libur nasional
Dan, berapakah besaran upah lembur yang bisa diterima, sampai-sampai dibelain gitu?
Besaran upah lembur, untuk hari kerja biasa, adalah 1,5x upah per jam pada jam pertama lembur dan 2x upah per jam pada jam seterusnya. Sedangkan, kalau karyawan kerja lembur di hari istirahat mingguan dan hari liburan nasional, hitungannya beda lagi. Bisa sampai 5 kali upah harian prorata yang diterima.
Hmmm, pantas saja dibelain lembur meski nggak harus kerja sampai larut malam kan, demi uang tambahan yang lumayan?
So, kamu kerja lembur demi uang tambahan? Coba deh pertimbangkan beberapa hal berikut.
1. Karena gaji tak cukup?
Kerja lembur demi uang tambahan, apakah ini berarti gaji yang diterima tak cukup? Memang gajinya kecil, ataukah karena kita sebagai karyawan yang kurang terampil mengelola keuangan?
Ada masalah apa sehingga gaji tak pernah cukup? Utang? Atau masalah lainnya?
Mari diurai satu per satu, dan temukan akar permasalahannya. Bisa jadi, penyelesaiannya bukan dengan mencari uang tambahan dengan kerja lembur yang tak perlu lo.
2. Awas, kesehatanmu!
Mau untung, malah buntung. Maunya dapat uang tambahan, apa daya jam kerja panjang malah bikin sakit. Malah jadi mesti keluar uang buat periksa dokter. Well, iya sih, di-cover sama BPJS. Tapi, siapa sih yang mau sakit? Bukankah lebih enak kalau badan kita selalu sehat?
Belum lagi, jadi nggak sempat untuk melakukan hal-hal lain yang menyenangkan untuk menghilangkan stres. Ini jauh lebih berbahaya lo!
3. Efektifkan waktu kerja aja!
So, mari efektifkan waktu kerja saja. Sebenarnya, mengefektifkan penyelesaian tugas di waktu kerja yang sebenarnya itu tentu lebih sehat buat kita, juga buat perusahaan. Kesempatan untuk berkoordinasi antarbagian juga lebih mudah, karena semua punya waktu kerja yang sama.
Pun ketika istirahat, kita juga bisa bareng-bareng istirahatnya kan?
Bekerja di waktu kerja yang sebenarnya juga membuat kita lebih fokus, karena biasanya badan dan pikiran juga lebih segar, ketimbang kerja lembur apalagi di malam hari. Pastinya baterai tubuh dan otak juga sudah enggak 100% lagi.
So, bagaimanapun kondisinya, mengefektifkan waktu kerja akan lebih baik karena kinerja juga jadi lebih maksimal.
4. Cari uang tambahan dari kegiatan lain
Tapi, masih butuh uang tambahan. Gimana ya?
Coba cari dengan cara lain. Punya hobi yang selama ini ditekuni? Bisa banget tuh coba diulik, siapa tahu bisa menambah penghasilan. Mengerjakan sesuatu yang disuka dan kemudian mendapat bayaran, rasanya akan jauh lebih menyenangkan ketimbang harus kerja lembur lo.
Jadi, coba cari peluang untukkerja sampingan. Pastinya kita juga harus menjamin bahwa kerja sampingan ini nggak akan mengganggu waktu kerja utama kita ya.
5. Bijak atur uang
Dan, yang terakhir, seperti yang sudah disebutkan di atas tadi, apakah memang butuh uang tambahan? Ataukah, kita hanya butuh upgrade keterampilan untuk mengelola keuangan pribadi?
So, coba lakukan financial checkup. Bagaimana posisi cash flow sekarang? Apakah masih positif, ataukah sudah negatif? Kalau negatif, bocor di sebelah mana?
Akar permasalahan memang harus ditemukan dulu, baru kemudian memikirkan langkah-langkah untuk mengatasinya.
Tim trainer QM Financial siap membantu lo! Coba cek kelas-kelas finansial online dari QM Financial, yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan mengelola keuangan, hingga kita pun nggak perlu kerja lembur. Bisa follow juga Instagram QM Financial, karena banyak tip-tip keuangan yang dibagikan, supaya kita tahu, apa yang kurang dan perlu dibenahi dalam pengelolaan keuangan pribadi kita.
Yuk, hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA) ya!