Akhir-akhir ini banyak bermunculan istilah baru ya? Yang terbaru dan berkaitan dengan keuangan juga ada nih, Latte Factor.
Apakah kamu pernah mendengarnya, atau membacanya? Tahu nggak apa itu Latte Factor?
Istilah Latte Factor dicetuskan oleh David Bach—seorang business man, perencana keuangan, motivator, sekaligus penulis buku yang sangat sukses di pasaran, The Automatic Millionaire—dan diperkenalkan dalam buku terbarunya, The Latte Factor: Why You Don’t Have to be Rich to Live Rich.
Apa Itu Latte Factor?
David Bach mengadopsi istilah ini dari salah satu jenis minuman kopi, yang sering menjadi menu favorit kita semua setiap hari. Pengeluaran untuk beli kopi setiap hari ini bisa jadi hanya dua pulu ribu sampai lima puluh ribu, tetapi karena dilakukan setiap hari, maka total sebulan bisa mencapai jutaan rupiah lo.
Sejatinya, di QM Financial, kita juga mengenal jenis pengeluaran seperti ini. Kita menyebutnya sebagai ‘bocor halus’. Ibarat ban kendaraan, bocor halus bikin udara dalam ban keluar sedikit demi sedikit tanpa terasa. Tapi, begitu habis, ban langsung flat begitu saja. Apesnya, kita sedang buru-buru mau pergi. Yah, jadi nggak bisa pakai mobil atau motor kan, karena bannya gembos begitu?
Latte Factor dan Keuangan Kita
Dilansir dari tirto.id, survei yang pernah dilakukan oleh Bank Permata mengungkapkan data bahwa 9 dari 10 orang menghabiskan lebih dari Rp900 ribu untuk Latte Factor.
Kalau mau diperinci lagi, orang-orang ini banyak menghabiskan uang untuk kebutuhan berikut ini—yang diurutkan dari proporsi yang terbesar:
- Belanja di luar belanja bulanan (baju, sepatu, lipstik, dan lain sebagainya): 58%
- Taksi atau transportasi online: 15%
- Beli makanan dan minuman ringan: 11%
- Kopi setiap pagi sebelum ke kantor atau kuliah: 9%
- Air mineral: 3%
- Beli rokok setiap hari: 2%
- Biaya transfer ATM dan tarik tunai: 1%
- Biaya administrasi bank: 1%
Nah kan, ternyata banyak juga ya? Yes, Latte Factor tidak harus berupa kopi. Wujudnya bisa beragam. Lalu, lebih jauh ternyata terungkap juga, fakta bahwa Latte Factor ini banyak menjangkiti para milenial. Loh? Apa yang menjadi penyebabnya, kalau gitu?
Di antaranya:
1. Dimanjakan oleh berbagai kecanggihan teknologi
Sekarang bayangkan. Untuk makan saja, kita sudah enggak perlu memasak nasi sendiri pakai periuk, susah-susah mencuci beras, dan seterusnya. Tinggal ambil smartphone, sat-set-sat-set, pesan makanan online, sudah beres. Acara rebahan bisa dilanjut.
Nggak masalah jika harus mengeluarkan sejumlah uang tambahan, karena toh, seberapa sih? Anggap saja kan sebagai “biaya” pengganti kita bersusah-susah?
2. Perilaku impulsive buying
Penyebab yang kedua ini adalah juga karena berkembangnya teknologi yang luar biasa dan tumbuhnya new economy belakangan ini.
Maunya sih cuma scroll Instagram, eh tapi kok lihat ada ads barang lucu ya? Ya sudah, langsung klik, checkout dan bayar. Ini baru media sosial—dalam hal ini Instagram—belum lagi ada pula yang punya kebiasaan window shopping di aplikasi marketplace atau ecommerce.
Tahu-tahu checkout-nya kok banyak ya?
3. Peer pressure
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa tekanan sosial dari lingkungan itu berpengaruh juga pada perkembangan psikologis kita. Apalagi di zaman sekarang, ketika informasi dengan bebas bisa diakses. Semakin tipis pula filter kita untuk menyaring segala informasi yang masuk.
Contoh sederhana saja, misalnya. Kita sering “terpaksa” menerima ajakan teman untuk hangout dulu di coffee shop mahal afterhours, demi pertemanan. Atau, harus mengiyakan ajakan klien untuk meeting di café. Hal seperti ini tak sekali dua kali saja terjadi, tetapi dalam seminggu bisa berkali-kali.
Tentu saja, hal ini akan sangat berpengaruh ke kantong.
Mengatasi Kebocoran Keuangan Akibat Latte Factor
Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit ternyata enggak hanya berlaku untuk kebiasaan menabung, tetapi juga kebiasaan mengeluarkan uang. Uang yang keluar sedikit demi sedikit akhirnya membengkak di akhir bulan. Akan lebih fatal, kalau kemudian hal ini juga membuatmu memiliki kebiasaan utang.
So, jangan anggap sepele Latte Factor. Boleh saja kok kalau kamu mau jajan, atau sekadar memberi reward pada diri sendiri. Tetapi, yuk, diatur!
1. Cek apa Latte Factor kamu
Latte Factor bisa berbeda pada setiap orang. Cek apa yang menjadi Latte Factor kamu. Apakah salah satu dari 8 hal di atas, seperti hasil survei Bank Permata? Atau, ada yang lain?
Dengan mengenali apa yang menyebabkan bocor halus dalam keuangan kita sehari-hari akan membuatmu lebih mudah untuk mencari solusi dan cara agar bisa mengendalikannya lagi.
2. Buat anggaran terpisah
Sekali lagi, punya Latte Factor itu tidak dilarang. Bahkan, dari sisi lain, barangkali apa yang masuk ke dalam Latte Factor ini bisa jadi membuatmu jadi tetap waras. Tapi, jangan sampai lantas memunculkan masalah keuangan baru.
Jadi, miliki anggaran terpisah khusus untuk Latte Factor. Di QM Financial, kita menyebutnya sebagai pos lifestyle, yang proporsinya tidak boleh lebih dari 20%. Mau kurang dari itu? Ya, boleh banget. Simpan bujet khusus Latte Factor ini dalam rekening terpisah. Kamu bisa menggunakan rekening e-wallet, supaya mempermudah.
3. Patuhi bujetnya
Kalau sudah dipisahkan, ya tentunya harus dipatuhi bujetnya. Kalau memang masih gatel pengin beli ini itu, pesan ini itu, yang termasuk ke dalam pengeluaran Latte Factor, padahal bujet sudah limit, ya tunggu sampai topup bujet selanjutnya.
Bulan depan, mungkin? Ketika sudah terima gaji lagi? Disiplin dan konsistensi penting, karena bisa menjaga keuangan tetap terkendali.
4. Punyai tujuan keuangan yang lebih penting
Miliki tujuan keuangan yang lebih penting, yang lebih besar, agar kamu termotivasi untuk memindahkan anggaran Latte Factor. Misalnya, untuk liburan ke luar negeri setelah pandemi usai. So, nggak usah jajan kopi online dulu deh sekarang. Beli saja kopi kiloan, lalu seduh sendiri.
Dengan begini, kamu akan termotivasi untuk menabung uangmu, tentunya, untuk tujuan yang lebih baik.
5. It’s ok to say ‘No!’
Kita juga boleh loh, menolak ajakan orang lain untuk hangout atau makan di café jika memang sudah di luar bujet. It’s really ok to say, ‘No!’. Atur saja, jika memang kamu merasa enggak enak. Ajakan sekali, mungkin ok. Tetapi, yang berikutnya, just say no.
Percaya deh, jika memang mereka teman yang baik, mereka pasti akan memahami kita.
Nah, gimana? Siap untuk mengendalikan keuangan lagi, dan mengurangi Latte Factor kamu demi masa depan dan kualitas hidup lebih baik?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Jangan lupa juga follow Instagram QM Financial untuk berbagai update kelas finansial online dan tip praktis lainnya.
QM Financial
Related Posts
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] Latte factor adalah pengeluaran kecil yang kita lakukan setiap hari, bahkan bisa sampai beberapa kali sehari, tetapi sayangnya kita enggak sadar bahwa ketika diakumulasikan ternyata menjadi sangat besar. […]