“Akhirnya gue ngerti tentang reksadana!” Begitu teriak seorang klien saat duduk bareng dalam sesi edukasi produk di QM Financial.
Oke, kamu mungkin sudah sering banget dengar tentang reksadana! Sudah juga berhitung-hitung berapa yang kamu sanggup investasikan. Sekarang waktunya action! Beli reksadananya.
Lalu pergilah kamu ke bank sebagai agen penjual atau langsung ke kantor manajer investasi. Akan ada banyak orang yang berusaha kasih TIPS saat kamu mau beli reksadananya. Apa yang perlu kamu perhatikan?
Nah berikut ini 5 TIPS ngaco yang kamu harus waspadai saat akan beli reksadana!
1. Beli yang ini aja, masih murah!
NAB/unit adalah sebuah nilai yang dianggap sebagai ‘harga’ reksadana. Sudah jadi kebiasaan para ‘penjual’ reksadana untuk menganggap ini sebagai pembanding antara satu reksadana dengan lainnya. Padahal sebetulnya kamu hanya bisa membandingkan NAB/unit sebuah reksadana dalam suatu periode, bukan dengan reksadana lain.
Semua reksadana memiliki NAB/unit 1.000 saat pertama kali diluncurkan. Jadi reksadana dengan ‘harga’ Rp17.000 bukan berarti lebih mahal daripada reksadana dengan ‘harga’ Rp2.000. Ini artinya reksadana pertama sudah tumbuh 17x (iya tujuh belas kali lipat) dibandingkan saat peluncuran – misalnya 5 tahun yang lalu. Sedangkan reksadana kedua tumbuh 2x dibandingkan saat peluncuran – misalnya 1 tahun yang lalu.
Mana yang tumbuh lebih banyak? Untuk itu kita perlu membandingkan pertumbuhan NAB/unit kedua reksadana tersebut dalam periode yang sama. Bukan sekadar bilang yang satu lebih mahal, yang satu lebih murah. Ini bukan pisang goreng, oke!
2. Reksadana ini sekarang melambat, unitlink yang ini lagi bagus.
Reksadana yang sudah berumur sering digosipkan ‘melambat’. Benar atau tidak, ya musti cek data dan bisa dilihat dengan grafik. Oke, memang pertumbuhan imbal hasil produk berbasis saham (di antaranya reksadana saham) tidak lagi sefantastis periode lampau. Tapi yang bikin heran, ada juga yang menggunakan fakta ini untuk berjualan produk lain.
Kalau kamu berinvestasi di reksadana saham yang pertumbuhannya sedang melambat, ketahuilah bahwa hal ini terutama karena pengaruh kondisi pasar saham. Nah, tawaran untuk pindah ke produk semacam asuransi dengan unit investasi perlu kamu cermati. Jika unit investasi dalam asuransi itu berbasis saham juga, apa iya dia layak disebut ‘lagi bagus’? Bukankan gentong investasinya sama-sama pasar saham negeri kita? Selain minta data dan cek grafiknya, cek juga berapa biaya potongan saat kamu berinvestasi di produk seperti reksdana dan unitlink. Bandingkan!
3. Sekarang pasar saham lagi jelek, reksadananya cairin dulu aja.
Kalau butik favoritmu sedang pajang kata SALE besar-besar di etalasenya, kamu pasti tertarik belanja, kan? Barang yang biasanya bisa kamu beli dengan harga normal, sekarang turun 20%. Nah, saat pasar saham sedang mengalami penurunan, ini artinya diskon!
Logikanya beli saat harga turun, jual saat harga naik. Dengan begitu, kamu bisa menikmati selisih harga sebagai keuntunganmu. Saat reksadana nilainya turun, pencairan dapat berdampak buruk. Kamu akan kehilangan momentum saat reksadana tersebut bounce back. Memang ada yang melakukan praktek ‘jual beli’ reksadana seperti ini. Biasanya bukan dalam kerangka PLAN. Ini trading. Bisa dilakukan juga dengan saham.
Pencairan reksadana tetap bisa kamu lakukan untuk alasan berikut ini:
- Reksadana yang kamu miliki imbal hasilnya sangat jauh dibandingkan dengan reksadana lain.
- Tujuan finansialmu sudah dekat, jadi sudah harus dievaluasi dan mengurangi porsi investasi berisiko tinggi.
- Butuh duit!
4. Reksadana A bagus sih, B juga lumayan, yang C kurang oke.
Tunggu dulu! Ini bukan fashion tips! Ini investasi, lho!
Hindari tips model begini. Kalau mau mengomentari reksadana, lawan bicaramu perlu menunjukkan data, dong. Minta fund fact sheet, minta grafik perbandingan pertumbuhan NAB/unit dan minta data AUM (Asset Under Management) dari reksadana yang sedang kamu bahas.
Dunia keuangan selalu bicara angka. Maka, penggunaan kata bagus, lumayan atau kurang oke tidak bisa menjadi basis untuk kamu mengambil keputusan keuangan.
5. Profil agresif, sebaiknya Reksadana D yang agresif juga.
Di bank maupun manajer investasi, kamu akan diharuskan mengisi sebuah formulir panjang yang ternyata secara magis mentasbihkan profil risikomu! Kategorisasi profil risiko ini biasanya membagi menjadi kategori menghindari risiko, konservatif, moderat dan agresif. Lalu biasanya, investasimu akan diarahkan sesuai profil risiko tersebut.
Hati-hati. Profil risiko ini penting, karena menggambarkan kemampuan kamu mentoleransi risiko investasi. Tetapi, profil risiko ini lalai menunjukkan tujuan finansial kita! Contohnya, jika kamu punya profil risiko agresif dan akan menyekolahkan anak masuk TK tahun ajaran 2016-2017, maka jangan sampai kamu masuk produk yang agresif. Uang sekolah TK ini harus stand by siap untuk dibayarkan ke pihak sekolah antara bulan November 2015 hingga Mei 2016. Kalau gara-gara profil agresif kamu masuk ke produk investasi seperti reksadana saham, gimana bayar uang sekolahnya saat pasar saham mengalami fluktuasi? Tujuan lo apa?
Nah.. udah dikasih tau ya!
Kalau ada yang kasih tips seperti di atas, cari tahu lebih banyak lagi, deh. Kemungkinan orang ini cuma pengen jualan aja. Atau dia kurang pengetahuan. Atau yang lebih parah, dia sendiri ternyata gak berinvestasi di reksadana?
Apa pun pilihanmu, kamu harus paham apa yang kamu lakukan. Gak bisa kamu yang investasi, kalau ada apa-apa kamu tuding orang lain kan. Silakan beli apa pun produk investasinya, tapi kamu mengerti semua yang kamu kerjakan dan konsekuensinya.
Your money, your responsibility!
***
Ligwina Hananto / @mrshananto / Founder / CEO
Diskusikan simulai perhitungan PLAN keuangan kamu dengan QMPlanner. Booking jadwal pertemuan dengan QMPlanner sekarang juga. Hubungi: [email protected] atau mengisi laman Kontak ini!.