Tahun ini adalah tahun pertama Demi ‘sadar’ tentang uang.
Bangga sekali dia menghitung tumpukan lembaran Rp2.000-an pemberian dari Eyang. Masih ada lagi tambahan 14 amplop dari Aki, Nini, Uwa, Paman, Bibi keluarga Mamah – pemberian setelah dia dengan sukses menyanyikan lagu Balonku dalam pertemuan keluarga besar. Lalu Ayah juga memberikan amplop khusus THR untuk anak-anak.
Jadi tahun ini, Demi ketiban rejeki. Alhamdulillah!
“Ini uangku sendiri!” kata Demi dengan riang. Setiap pagi Demi minta ijin untuk bisa menghitung tumpukan uang lembaran Rp2.000-annya itu. Ia juga terus bertanya kapan boleh membelanjakan uang tersebut.
Demi ini anak bungsu, biasanya dengan tingkah polah si bungsu yang khas, sangat dimanja seluruh anggota keluarga dan terpaut jarak usia agak jauh dengan kakak-kakaknya. Baru berusia 3 tahun, kami pun tidak berharap banyak pada Demi kecil. Dia mau menunggu hari belanja dengan sabar saja, sudah sebuah prestasi. Ternyata proses Demi berbelanja ini betul-betul membuat kami sebagai orang tua terpesona.
Akhirnya tibalah hari yang dinanti-nantikan!
Saya dan kakak-kakak mengajak Demi ke sebuah mall di Jakarta Selatan. Ada sebuah toko mainan khusus yang sudah jadi langganan kakak-kakak jika membelanjakan angpaw Lebaran mereka. Kakak-kakak sendiri tahun ini memutuskan tidak berbelanja mainan. Azra (13 tahun) seperti sudah ‘khatam’ dengan euphoria belanja. Dia tidak lagi memaksakan beli sesuatu setelah Lebaran, tetapi sepanjang tahun jika ada barang yang ia sukai – barulah ia belanja. Dena (10 tahun) sangat ingin punya ponsel baru. Tapi uangnya belum cukup maka ia pun memilih melanjutkan tabungannya.
Setibanya di toko mainan, Demi langsung terpesona melihat jajaran mainan Barbie. Di rumah sudah ada banyak sisa Barbie punya Kakak Dena. Jadi Demi tidak meminta beli Barbie baru. Tapi ada mobil-mobilan Barbie yang keren banget! “Ini terlalu mahal Dem!” bisik Mas Azra dan Demi beralih ke tumpukan mainan yang lain.
Sebetulnya Demi sudah punya mainan yang ia idam-idamkan. Demi sedang sangat suka dengan mainan lilin yang bisa dibentuk-bentuk. Ada 1 merek mainan lilin yang Demi sangat suka yaitu Playdough. Tapi di toko tersebut, tidak ada merek Playdough. Demi pun tidak bisa menutupi kekecewaannya. Demi berdiskusi dengan Kakak Dena tentang mainan lilin merek lain. Mereka sepakat merek yang tersedia di toko tersebut lebih cepat kering dan tidak mudah dibentuk-bentuk.
Takjub juga melihat anak umur 3 tahun bisa berdiskusi dengan kakaknya dan berkeputusan untuk tidak membeli sebuah mainan, walaupun sudah ia cita-citakan. Sebagai gantinya Demi memutuskan membeli mainan blender yang dilengkapi mainan buah plastik dan es batu.
Dalam perjalanan pulang, Demi pun bertanya, “Mamah, di mall mana sih ada Playdough? Demi kan pernah ke mall sama Mamah dan lihat mainan Playdough.” Keesokan harinya kami berkunjung ke mall lain dan betapa senangnya Demi karena ada mainan Playdough! Demi pun mengantri di depan kasir dan membayarkan belanjaannya dengan setumpuk uang lembaran Rp2.000-an. Tante di meja kasir tertawa renyah menyaksikan kelucuan Demi. Tapi Demi lempeng aja. Bahkan dengan pede dia bilang, “Ini pake uang Demi sendiri lho!”
OK Demi! Terima kasih karena sudah sangat sabar memilih mainan dan mengambil keputusan belanjamu sendiri!
Ligwina Hananto / @mrshananto / CEO / QMPlanner