3 Jenis Gratifikasi yang Harus Ditolak dan Beberapa yang Tidak Harus Dilaporkan oleh Karyawan
Sepertinya, sudah diketahui secara umum, bahwa menjadi PNS itu berarti juga harus wajib mewaspadai peluang terjadinya gratifikasi. Bagi PNS, ada beberapa jenis gratifikasi yang harus ditolak, lantaran masuk ke daftar pengawasan KPK. Sedangkan ada pula yang masuk golongan gratifikasi, namun masih boleh diterima dan tak harus dilaporkan pada KPK.
Itu untuk PNS. Lalu, bagaimana dengan karyawan swasta? Apakah aturan KPK ini juga berlaku bagi karyawan swasta? Well, jangan salah. Seperti berita yang dilansir oleh Liputan6, KPK saat ini sudah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Dalam undang-undang tersebut disebutkan, bahwa KPK perlu juga untuk menangani praktik korupsi di kalangan swasta. Alasannya, jelas, saat ini perusahaan swasta masih belum tersentuh penelusuran KPK sehingga praktik korupsi sangat masif.
Meski demikian, banyak juga perusahaan swasta yang sudah mengadopsi aturan mengenai gratifikasi yang ditetapkan oleh KPK ini, dan kemudian menyesuaikannya dengan kondisi perusahaan masing-masing. Bahkan banyak yang sudah mencantumkannya dalam surat kesepakatan kerja dengan karyawan. Salah satunya di QM Financial :)
Nah, agar kita semua–para karyawan yang berdedikasi dan berkompetensi ini–bisa terhindar dari berbagai bentuk praktik gratifikasi, ada baiknya kita kenal dulu dengan berbagai jenis gratifikasi, baik yang harus ditolak maupun yang boleh tidak dilaporkan.
3 Jenis gratifikasi yang harus ditolak
1. Komisi atau cashback
Misalnya, dari pihak perusahaan melalui bagian purchaser, membeli keperluan bahan baku produksi ke vendor. Telah disepakati harga, dan juga sudah dibayar oleh perusahaan. Sebagai ucapan terima kasih, vendor pun memberikan “cashback” kepada purchaser. Jumlahnya lumayan.
Dalam hal ini, akan lebih baik jika purchaser melaporkannya dan memberikan cashback itu kepada perusahaan, sebagai hak dari perusahaan yang sudah membeli bahan produksi pada sang vendor.
Jika purchaser tidak melaporkan ataupun mengembalikan cashback ini, maka hal itu bisa dianggap sebagai gratifikasi.
Ada pula kasus, memberikan mata uang asing sebagai ucapan terima kasih, dengan alasan supaya praktis atau ringkas. Nah, hati-hati. Dalam aturan KPK, hal ini juga termasuk salah satu jenis gratifikasi.
2. Bingkisan
Pemberian bingkisan atau hadiah juga merupakan salah satu jenis gratifikasi yang harus ditolak, apalagi jika hadiah ataupun bingkisan itu seharga nominal yang cukup besar. Misalnya, hadiah rumah atau mobil.
Kalau menurut aturan KPK, bingkisan atau hadiah yang tidak harus dilaporkan adalah yang berupa barang seharga di bawah Rp1.000.000. Selebihnya, PNS wajib melaporkannya, dan kalau sangat lebih dari itu, maka PNS harus menolaknya dengan segera.
By the way, aturan ini juga ada di undang-undang beberapa negara maju di dunia lo, salah satunya Amerika Serikat. Hanya saja nominalnya yang berbeda. Batas gratifikasi di AS adalah tidak boleh melebihi $50, yang berarti–kalau dihitung dengan kurs sekarang–kurang lebih Rp700.000.
Dalam hal ini juga termasuk pemberian hadiah dalam rangka ulang tahun, pernikahan, perayaan keagamaan, atau yang lainnya. Misalnya saja, ada PNS yang menikahkan anaknya, dan kemudian biaya konsumsi ditanggung oleh pengusaha tertentu. Nah, ini juga termasuk jenis gratifikasi yang harus ditolak.
Peraturan nominal bingkisan atau hadiah yang boleh diterima atau yang harus ditolak ini sebagian juga sudah diadopsi oleh perusahaan-perusahaan swasta dalam peraturan kerja resmi, demi menjaga integritas bisnis mereka.
3. Tiket perjalanan
Jenis gratifikasi lain yang harus ditolak oleh karyawan adalah tiket perjalanan, baik dalam rangka dinas maupun pribadi.
Dalam hal ini, juga termasuk biaya atau ongkos naik haji lo.
Nah, melihat beberapa jenis gratifikasi yang harus ditolak di atas, lantas jenis gratifikasi yang boleh diterima dan tidak perlu dilaporkan itu yang seperti apa?
Beberapa di antaranya:
- Pemberian hadiah dalam hubungan karyawan dengan orang lain sebagai keluarga, asal tidak menimbulkan konflik kepentingan.
- Pemberian hadiah dalam rangka ulang tahun, pernikahan, aqiqah, dan lain sebagainya, asal tidak melebihi Rp1.000.000.
- Bantuan atas musibah, dengan nominal maksimal juga Rp1.000.000
- Mengajak makan siang, misalnya, dengan sajian atau hidangan yang biasa atau umum dijumpai.
- Penerimaan laba, keuntungan, atau bunga dari investasi atau penempatan dana pribadi yang berlaku umum
- Penerimaan manfaat dari koperasi atau organisasi yang berlaku umum
- Seminar kit atau merchandise yang didapatkan dari workshop, seminar, atau event apa saja, baik yang diikuti dalam rangka penugasan kerja ataupun pribadi
- Penerimaan beasiswa atau tunjangan, dalam rangka meningkatkan keterampilan demi prestasi kerja sesuai peraturan
- Penerimaan kompensasi di luar tugas, selama tidak menimbulkan konflik kepentingan dan tidak melanggar kode etik perusahaan.
Nah, ternyata agak rumit kan ya, membedakan antara mana jenis gratifikasi yang boleh diterima dan mana jenis gratifikasi yang sebaiknya ditolak demi integritas dan reputasi. Memang, sebagai karyawan, kita adalah aset perusahaan. Karena itu, meski mungkin tidak tertulis, menjaga integritas perusahaan itu juga menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita, begitu kita menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
So, menjadi bijak adalah penting. Nggak hanya dalam mengenali mana yang harus ditolak dan mana yang harus diterima, tetapi bijak dalam mengelola keuangan pribadi secara keseluruhan. Lo, hubungannya apa? Ada dong, hubungannya. Kalau kita pintar mengelola keuangan sendiri sudah pasti, apa pun jenis gratifikasinya, kita bisa dengan mudah memilah mana yang boleh diterima, dan mana yang harus ditolak (tanpa ada godaan untuk menerimanya).
Yuk, ikutan kelas finansial online-nya QM Financial! Kamu bisa belajar mengelola gaji dengan lebih baik, sehingga akan merasa tak perlu menerima jenis gratifikasi apa pun. Cek jadwalnya di web Event QM Financial ya. Dan jangan lupa, follow Instagram QM Financial untuk mendapatkan update, info, dan trik keuangan terbaru dari QM Financial.
5 Jenis Fraud atau Kecurangan Karyawan yang Kerap Terjadi di Perusahaan
Mengelola perusahaan itu bukan hal mudah. Siapa pun pasti mengamini. Nggak cuma harus menjaga berputarnya roda bisnis supaya terus lancar, para pengelola perusahaan juga mesti mengelola sumber daya manusia di dalamnya dengan baik. Sudah dikelola dengan baik pun, kecurangan karyawan masih saja kerap terjadi.
Yes, meng-handle sumber daya manusia di dalam sebuah perusahaan–dengan kata lain, karyawan–memang butuh seni tersendiri. Tak hanya harus memikirkan kesejahteraan mereka, tapi juga mencegah terjadinya kecurangan karyawan.
Kecurangan karyawan seperti apa saja sih yang sering terjadi di perusahaan-perusahaan?
5 Jenis Kecurangan Karyawan yang Sering Terjadi
1. Kecurangan terhadap aset
Kecurangan karyawan ini terjadi biasanya berupa penyalahgunaan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, atau semacamnya.
Misalnya saja, difasilitasi laptop dengan spek terbaik dari kantor, tentunya untuk mengerjakan tugas-tugas agar hasilnya bisa maksimal. Ternyata–karena satu dan lain hal–si karyawan punya side job yang kurang lebih bidang yang sama, dan menggunakan laptop tersebut dengan prioritas ke side jobnya, alih-alih untuk tugas utamanya.
Nah, ini sudah menyalahi pastinya ya.
Kasus lain lagi. Misalnya seorang purchaser, berwewenang untuk membeli bahan baku produksi ke vendor lain. Karena satu dan lain hal, uang, cek, atau alat pembayaran apa pun ditahan, tidak disampaikan pada vendor, tapi malah dipakai untuk kepentingan pribadi dulu. Hingga akhirnya, proses produksi pun terhambat.
Kasus pertama di atas biasanya dimasukkan ke dalam kategori noncash misappropriation, yaitu kecurangan karyawan yang tidak berhubungan dengan uang atau cash. Sedangkan kasus kedua disebut cash misappropriation, yaitu kecurangan karyawan terkait keuangan.
Mana yang lebih merugikan? Dua-duanya merugikan perusahaan, tentunya. Perusahaan perlu membuat prosedur khusus jika sampai keduanya sering terjadi di kantor.
2. Kecurangan karyawan terhadap laporan keuangan
Bentuk kecurangan kedua ini juga sering dijumpai lo. Misalnya saja, memalsukan bukti transaksi. Contohnya lagi untuk seorang purchaser, berwewenang untuk membelanjakan kebutuhan barang produksi. Membeli cat sebanyak 1 kg sesuai yang tertulis di nota, padahal yang dibelikan hanyalah 1/2 kg saja. Atau, bisa juga menambah nominal. Misalnya, beli kain Rp500.000, tapi ditulis di nota Rp600.000.
Laporan keuangan memang menjadi hal paling rentan untuk dicurangi dalam perusahaan. Memang butuh SDM yang benar-benar qualified dan terpercaya untuk bisa mengelolanya dengan baik. Makanya nggak heran, banyak perusahaan yang masih menerapkan sistem micro management untuk keuangannya.
3. Korupsi
Korupsi ini kadang rancu dengan kecurangan karyawan terkait laporan keuangan di atas. Iya, kadang overlapped sih.
Tapi, korupsi ini juga punya beberapa bentuk, yaitu kolusi dan nepotisme, serta suap.
Kolusi dan nepotisme ini biasanya terkait dengan adanya conflict of interest para karyawan. Misalnya saja, seorang karyawan, selain bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konsultasi desain interior, di rumah juga membuka bisnis pembuatan perabotan rumah yang customized. Akhirnya, dengan cara tertentu, dia mengalirkan semua proyek interior ke bisnis pribadinya sendiri. Jika kemudian hal ini merugikan perusahaan, maka bisa dibilang karyawan tersebut melakukan fraud atau kecurangan.
Kasus lain, misalnya saja, kantor butuh seseorang yang punya skill manajerial untuk mengelola satu divisi. Seseorang yang sudah mempunyai jabatan penting lantas mengusulkan keluarganya untuk menempati posisi strategis tersebut. Namun, ternyata, yang direkomendasikan belum punya skill yang memadai.
Sedangkan fraud yang berupa suap, ini sepertinya sudah pada tahu sih yang seperti apa. Suap juga akan banyak merugikan perusahaan, jadi waspadai betul akan timbulnya fraud ini.
4. Kecurangan terkait personalia
Kecurangan karyawan terkait manajemen personalia ini misalnya, izin sakit tapi ternyata malah pergi solo traveling. Atau, menyalahgunakan waktu kerja yang fleksibel, dan sebagainya.
Kebanyakan ini terjadi dan karena masalahnya (dianggap) kecil-kecil simpel sepele gitu akhirnya jadi kebiasaan. Nanti akan terasa efeknya ketika kinerja tak lagi efektif dan produktivitas berkurang. Biasanya akan berbuah pada review tahunan yang buruk.
Kebiasaan melakukan fraud keempat ini memang seperti menyimpan bom waktu sih. Nggak kerasa di keseharian, tapi tiba-tiba meledak di akhir.
5. Kecurangan terkait etika kerja
Fraud ini bisa terjadi, ketika seorang karyawan mencoba untuk bekerja sama dengan pihak lain demi keuntungan pribadi, dengan membocorkan informasi yang seharusnya menjadi rahasia perusahaan. Biasanya sih terkait dengan strategi bisnis, strategi pemasaran hingga penentuan harga produk, proses produksi, dan lain sebagainya.
Kecurangan karyawan ini biasanya juga diperparah dengan tindakan si karyawan yang menerima “upah” untuk informasi yang diberikannya.
Duh, kalau melihat berbagai bentuk kecurangan karyawan di atas, rasanya kok mengerikan semua ya? Kenapa kok bisa setega itu melakukan kecurangan pada kantor yang sudah menggajinya seperti itu?
Well, banyak sih alasannya. Salah satu alasan terbesarnya adalah si karyawan butuh uang.
Yes, “butuh uang” ini memang kadang menjadi akar segala kesulitan dan masalah yang timbul di kehidupan kita. Tapi, ya, siapa sih yang enggak butuh uang? Semua orang juga “butuh uang” kan? Tapi, kebutuhan akan uang ini bisa kok dimanifestasikan dalam bentuk yang positif.
Yang pertama, tentu dengan mengatur gaji yang sudah diterima supaya cukup sampai saatnya gajian lagi. Karena itulah, training keuangan bagi karyawan itu penting.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan kamu? Sila WA ke 0811 1500 688. Follow Instagram QM Financial atau cek web Event QM Financial untuk info-info kelas online terbaru.