10 Berita Finansial yang Terjadi di Sepanjang Tahun 2023 yang Patut Dicatat
Sepanjang tahun 2023, ada beberapa berita finansial yang mengundang refleksi dan pembelajaran. Dari kisah viral Zoe Gabriel yang membuka mata tentang investasi tas branded, hingga fenomena childfree yang kembali mencuri perhatian, setiap cerita memiliki pelajaran tersendiri.
Berita-berita ini membuat kita semakin sadar, bahwa keuangan itu enggak hanya ngomongin soal angka, tetapi juga tentang pilihan hidup dan hubungan kita dengan sesama kita.
Coba yuk, kita lihat 10 berita finansial berikut, sehingga nantinya bisa jadi bahan pembelajaran kita lagi. Apalagi kan, kita sudah akan masuk ke tahun 2024. Pastinya, mau dong kondisi kita lebih baik, ya kan?
Table of Contents
10 Berita Finansial yang Terjadi di 2023 dan Pelajaran yang Bisa Kita Petik
Ini adalah sebuah kaleidoskop. Kisah-kisah ini bukan hanya tentang uang, melainkan tentang bagaimana kita memandang dan mengelola keuangan dalam berbagai aspek kehidupan.
1. Investasi Tas Branded
Di awal tahun, media sosial ramai akan berita mengenai video unboxing tas yang dilakukan Zoe Gabriel. Zoe menyebut tas yang baru saja dibelikan oleh ayahnya tersebut “tas mewah” pertamanya. Namun, Zoe kemudian mengalami bullying online karena tas baru yang dia unboxing ternyata bukan dari merek mewah terkenal seperti LV atau Celine, melainkan sebuah merek yang tidak dianggap sebagai luxury brand oleh beberapa orang.
Dari viralnya Zoe Gabriel, kita jadi belajar, ternyata tas branded bisa juga menjadi investasi. Nah, tapi tentu saja, kita perlu paham cara kerja dan juga risikonya jika memang ingin memanfaatkan tas sebagai instrumen investasi.
2. Pilihan Childfree
Meski sebenarnya sudah mulai heboh di penghujung 2022, tetapi di awal tahun 2023, gaya hidup childfree kembali jadi perbincangan. Semua itu lantaran ada pendapat bahwa childfree bikin kita jadi awet muda.
Lucunya, banyak yang menganggap pernyataan ini salah. Bukan childfree yang bikin kita jadi awet muda, melainkan uang! Nah, gimana pendapatmu tentang hal ini? Apakah benar, uang bikin awet muda?
3. Enggak Mampu Bayar Biaya Persalinan
Ternyata masalah biaya pendidikan anak bukan menjadi persoalan pertama yang muncul antara suami dan istri setelah menikah. Masih di awal tahun 2023, ada berita mengenai seorang public figure yang mengaku tak mampu membayar biaya persalinan sang istri hingga harus dibantu oleh public figure lainnya.
Yah, mungkin yang bersangkutan punya tujuan keuangan lain yang juga sama besarnya, sehingga jadi tak mampu membayar biaya persalinan. Untung banyak orang baik, maka masalah pun dibantu.
Di sini kita belajar, bahwa ternyata biaya melahirkan itu juga merupakan salah satu tujuan keuangan sangat penting yang harus segera disiapkan setelah menikah.
4. Coldplay Konser di Jakarta
Coldplay adalah band idola banyak orang di dunia, termasuk di Indonesia. Ketika muncul pengumuman bahwa band dengan lead vocal Chris Martin ini bakalan mampir ke Indonesia, sontak semua orang pun geger. War ticket bikin orang enggak fokus kerja. Enggak sedikit pula yang malah tertipu orang tak bertanggung jawab.
Jadi, gimana, gaes? Utang buat beli tiketnya sudah lunas belum sekarang? #eh
5. Gagal Kerja Gara-Gara BI Checking
Diawali dari sebuah tweet di platform media sosial X yang menarik perhatian, tenatng ditolaknya 5 calon karyawan untuk bekerja di sebuah perusahaan. Penyebab penolakan tersebut adalah hasil BI Checking yang menunjukkan bahwa skor kredit mereka berada pada KOL5.
Ternyata, penyebabnya adalah keterlambatan pembayaran Paylater dalam jumlah ratusan ribu yang berlangsung selama beberapa bulan. Ouch!
Situasi ini menggarisbawahi betapa dampak kecil dari pinjaman ratusan ribu bisa menghilangkan peluang karier yang signifikan, hingga bisa berpengaruh sepanjang hidup seseorang.
6. Irfan Bachdim Jadi Bapak Rumah Tangga
Dalam sebuah podcast, Jennifer Bachdim mengungkapkan bahwa saat ini ia menjadi penyokong utama keluarganya. Hal ini terjadi karena suaminya, Irfan Bachdim, seorang pesepakbola, telah menyelesaikan kontraknya dengan Persis Solo dan masih mencari klub sepakbola baru yang sesuai dengan keinginannya. Akibat situasi ini, Irfan Bachdim mengambil peran sebagai bapak rumah tangga, fokus mengasuh keempat anak mereka di rumah.
Jadi, dari berita finansial ini, kita jadi tahu, bahwa bertukar peran dalam keluarga itu bisa terjadi pada siapa saja. Penafkah utama bisa saja terhambat, sehingga harus ada yang segera menggantikannya agar cash flow keluarga tetap lancar.
7. Demam Belanja Habis Nonton TikTok Live
Yah, tren konsumsi masyarakat Indonesia memang sudah berubah. TikTok dan Instagram mengambil alih pasar dan memengaruhi kebiasaan belanja orang-orang.
Saat menonton video atau sekadar scrolling, kita jadi sering terpapar oleh beragam produk dan jasa. Fenomena ini sering berujung pada pembelian impulsif. Besoknya menyesal, karena ada debit dari ewallet atau rekening yang enggak disadari.
Proses pengambilan keputusan belanja jadi lebih didasarkan pada faktor lucu atau enggaknya suatu produk, daripada kebutuhan nyata. Hal ini menimbulkan kecenderungan berbelanja yang kadang-kadang enggak terprediksi dan perlu diwaspadai.
8. Istri Kabur setelah Menikah
Seorang istri di Tiongkok melarikan diri dari rumahnya tidak lama setelah pernikahan. Penyebabnya? Dia terkejut mengetahui bahwa gaji suaminya hanya sebesar Rp3.9 juta.
Kejadian ini menyoroti betapa sensitifnya masalah keuangan dan ekonomi, mulai dari lingkup makro sebuah negara hingga dalam skala rumah tangga. Meskipun cerita ini berlangsung di Tiongkok, bukan tidak mungkin hal serupa terjadi di Indonesia, meski tidak terdengar secara luas. Mungkin ada istri yang tetap tinggal meskipun terkejut dengan gaji suami yang tidak seberapa, atau mungkin kasus serupa terjadi tetapi tidak terungkap ke publik.
Kisah ini memunculkan pertanyaan penting: apakah pasangan ini pernah mendiskusikan masalah keuangan sebelum menikah?
9. Stres Kerja Bikin Nangys
Berita finansial ini belum lama. Diawali sebuah postingan di media sosial yang memperlihatkan seorang gadis yang menangis sedih lantaran terpaksa harus resign dari pekerjaannya yang dinilai toxic. Kondisi semakin sulit, karena dia adalah seorang sandwich generation, dan saat ini juga masih berpenghasilan setara UMR.
Semoga si Mba baik-baik saja ya. Dan, kita pun belajar darinya mengenai pentingnya dana darurat.
10. Studi: Pernikahan Mewah Berpeluang Perceraian Tinggi
Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa pernikahan yang dilakukan dengan cara mewah cenderung memiliki risiko perceraian yang lebih tinggi. The Economic Times melaporkan temuan ini pada tanggal 7 Agustus 2023. Menariknya, studi yang sama menunjukkan bahwa pasangan yang memilih pernikahan sederhana memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menjaga hubungan mereka tetap langgeng, dengan tingkat perceraian yang lebih rendah.
Gimana menurutmu, apakah memang ada hubungannya antara pernikahan mewah dan perceraian?
Di akhir perjalanan, setuju kan, bahwa keuangan bukan hanya soal angka, melainkan juga tentang bagaimana kita membuat keputusan, menyesuaikan dengan situasi, dan belajar dari setiap peristiwa.
Melalui refleksi atas berita finansial di atas, diharapkan kita pun dapat mengambil langkah yang lebih bijaksana dalam mengelola keuangan pribadi maupun keluarga, sehingga membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih sejahtera dan stabil.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Sebuah Surat Terbuka untuk Mba yang Nangis Pengin Resign Kerja karena Stres
Hai, Mba. Apa kabar? Semoga Mba dalam kondisi sehat, sudah enggak nangis lagi ya Mba? Gimana? Sudah dapat pekerjaan lagi setelah kemarin resign kerja?
Sungguh hati kami di sini ikut sedih, apalagi Mba sampai menangis di depan kamera karena begitu besar stres yang dirasakan. Kami ikut prihatin. Untuk itulah, kami selalu menyemangati teman-teman untuk selalu memperhatikan kesehatan mental selama bekerja, dan mendukung perusahaan untuk memiliki program employee wellness.
Anyway, kalau memang sudah berkeputusan resign kerja, maka segeralah menata pikiran. Karena setelah resign itu, banyak sekali yang harus dipikirkan.
Table of Contents
Hal-Hal yang Harus Segera Dilakukan untuk Segera Resign Kerja
1. Mengidentifikasi Dampak Keuangan dari Resign
Memutuskan untuk resign kerja karena stres bisa membawa konsekuensi finansial yang signifikan. Salah satunya adalah pengurangan pendapatan.
Tanpa gaji tetap, kemampuan kamu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengejar tujuan finansial jangka panjang bisa terhambat. Apalagi kalau kamu adalah gen sandwich, yang harus juga menanggung biaya hidup orang tua.
Situasi ini membutuhkan penyesuaian anggaran yang cermat. Kamu perlu memprioritaskan pengeluaran esensial dan mengurangi biaya tidak penting untuk menjaga keseimbangan keuangan.
Selain itu, resign kerja juga berarti kamu akan kehilangan manfaat yang terkait dengan pekerjaan, seperti asuransi kesehatan. Seriusan, ini bisa bikin cash flow jadi kacau kalau kamu enggak segera mencari solusi. So, sebisa mungkin lanjutkan iuran BPJS Kesehatannya secara mandiri.
2. Merencanakan Anggaran Selama Masa Transisi
Selama masa transisi karier, terutama setelah mengambil keputusan berat untuk resign kerja, merencanakan anggaran dengan bijak menjadi kunci utama.
So, segera sesuaikan anggaran kamu, terutama karena pendapatan yang berkurang. Langkah pertama adalah meninjau kembali pengeluaran bulanan, dan mengidentifikasi area di mana kamu dapat menghemat.
Misalnya, kurangi biaya makan di luar, unsubscribe langganan-langganan yang enggak penting, potong pengeluaran hiburan, dan sebagainya. Prioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan, juga untuk menanggung biaya orang tua.
Buat rencana belanja mingguan atau bulanan yang lebih terstruktur, cari alternatif biaya rendah untuk kebutuhan rutin, sampai hitung ulang kebutuhan utilitas atau internet.
Semoga dengan begini, kamu dapat mengurangi stres finansial, dan ada ruang bernapas yang lebih banyak untuk fokus pada langkah selanjutnya.
3. Membangun Dana Darurat
Membangun dana darurat merupakan langkah krusial, terutama saat kamu berada dalam fase transisi karier setelah resign kerja. Dana darurat ini berfungsi sebagai jaring pengaman finansial yang memberi kamu keamanan dan ketenangan pikiran.
Untuk memulainya, tentukan jumlah yang ideal untuk dana darurat. Umumnya disarankan untuk memiliki tabungan yang cukup untuk menutupi biaya hidup minimal 3 – 6 bulan.
Lalu, susun strategi tabungan yang konsisten. Tetapkan jumlah yang realistis, sesuai dengan kemampuan keuangan kamu saat ini. Metode yang efektif adalah menyisihkan di depan, bukan di belakang. Simpan dana darurat dalam akun yang aman tetapi mudah diakses, seperti rekening tabungan yang terpisah, untuk mencegah penggunaan uang tersebut untuk keperluan lain dan memastikan likuiditas saat dibutuhkan.
4. Mencari Sumber Pendapatan Alternatif
Selanjutnya, kamu perlu mencari sumber pendapatan alternatif untuk memastikan kestabilan finansial.
Dengan pendapatan utama yang terhenti, menjelajahi peluang untuk mendapatkan penghasilan sampingan atau pekerjaan paruh waktu bisa sangat membantu. Misalnya, coba ambil pekerjaan paruh waktu di area yang memerlukan sedikit komitmen waktu atau stres. Ada berbagai pekerjaan online yang sekarang bisa ditemukan. Sebagai data entry, virtual assistant, atau yang lainnya. Pilihlah yang memberikan waktu fleksibel, agar kamu bisa fokus pada perencanaan karier selanjutnya.
Kamu juga bisa mencoba bisnis online, dengan memanfaatkan berbagai platform yang ada sekarang. Kunci utamanya adalah menemukan keseimbangan antara mendapatkan penghasilan tambahan dan memiliki cukup waktu untuk merenungkan dan merencanakan langkah karier selanjutnya.
Pendapatan alternatif ini enggak hanya akan mendukung kebutuhan finansial saat ini, tetapi juga memberikan rasa keamanan dan kontrol atas arah yang sedang kamu jajaki.
5. Kesehatan Mental dan Dukungan Emosional
Selama periode transisi karier, terutama setelah keputusan berat seperti resign kerja karena stres, menjaga kesehatan mental dan mendapatkan dukungan emosional menjadi sangat penting.
Perubahan ini enggak hanya membawa tantangan finansial loh, tetapi juga dapat menimbulkan stres dan tekanan emosional yang signifikan. So, sangat penting untuk mau mengakui bahwa kita ada masalah dalam kesehatan mental, dan kemudian mencari cara untuk mengatasinya.
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mengatur rutinitas sehari-hari yang mencakup aktivitas yang meningkatkan kesejahteraan mental, seperti olahraga, meditasi, atau hobi yang menenangkan.
Selain itu, kalau perlu, juga jangan ragu untuk mencari dukungan profesional. Temukan orang-orang yang bisa diajak ngobrol. Dengan mengekspresikan perasaan, kamu bisa mendapatkan perspektif serta strategi untuk mengelola tekanan yang dialami.
Mengelola stres dan tekanan enggak cuma tentang menangani masalah yang ada di depan mata, tetapi juga tentang membangun kekuatan mental untuk masa depan. Coba deh lakukan beberapa teknik relaksasi, seperti mindfulness atau yoga, yang dapat membantumu menjaga ketenangan pikiran dan kejernihan pikiran.
Ingatlah bahwa menjaga kesehatan mental enggak hanya penting untuk kesejahteraan pribadi kamu saat ini, tetapi juga merupakan investasi untuk menghadapi tantangan dan meraih kesuksesan di masa depan.
Dengan memprioritaskan kesehatan mental dan dukungan emosional selama masa transisi setelah resign kerja ini, ibaratnya kamu telah meletakkan fondasi yang kuat untuk, enggak cuma bertahan, tetapi juga berkembang dalam fase baru kehidupan kamu selanjutnya. Semangat ya, Mba!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Pembagian Beban Kerja Karyawan: 5 Akibat Jika Sampai Tak Seimbang
Di surat perjanjian kerja atau di peraturan perusahaan, biasanya memang sudah ada bab atau bahasan mengenai job description, yang meliputi daftar tugas apa saja yang menjadi tanggung jawab dan wewenang seorang karyawan. Namun, pada praktiknya kadang ada saja pembagian beban kerja yang dirasa tak seimbang.
Indikasi ketidakseimbangan pembagian beban kerja antarkaryawan ini cukup mudah terlihat, sebenarnya. Kalau ada karyawan yang seakan selalu kehabisan waktu saat mengerjakan tugas, keteteran, bahkan sampai lupa tak beristirahat, sedangkan yang lain ada yang sempat baca koran, main catur, menicure pedicure di kantor, nonton Youtube nonstop, maka bisa jadi itu adalah salah satu tanda ada pembagian beban kerja yang tak merata.
Barangkali pihak perusahaan bisa berkilah, kemampuan satu karyawan dengan yang lain memang berbeda, sehingga beban kerja pun berbeda (plus gaji juga berbeda). Namun, kalau sampai terjadi ketidakseimbangan atau ketimpangan pembagian beban kerja seperti ini, tentunya, akan membawa dampak kurang baik juga bagi perusahaan. Di antaranya adalah sebagai berikut.
5 Hal yang bisa terjadi ketika pembagian beban kerja tak seimbang antara karyawan yang satu dengan yang lainnya
1. Stres kerja meningkat
Beban kerja yang melebihi kapasitas akan mengakibatkan si karyawan burnout, mengalami kelelahan fisik dan mental, hingga akhirnya menimbulkan stres kerja.
Stres yang muncul ini sudah pasti akan mengganggu kinerja dan performa sang karyawan sehari-hari. Produktivitas menurun, kurang fokus, dan sebagainya, yang nantinya akan berakibat juga pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2. Karyawan akan sering menuntut kenaikan gaji
Beban kerja yang tak seimbang akan membuat si karyawan curiga, bertanya-tanya dan berpikir negatif. Jangan-jangan gajinya juga enggak seimbang.
Lalu mulailah karyawan yang merasa terlalu berat beban kerjanya ini kepo, “Berapa ya gaji karyawan yang suka gabut di kantor itu? Jangan-jangan sama kayak gue!” Akhirnya–kalau memang sama–si karyawan akan merasa tidak diperlakukan adil, hingga kemudian bisa saja ia berpikir untuk menuntut kenaikan gaji.
Well, kalau memang perusahaan siap menaikkan gaji tentunya hal ini nggak akan masalah sih, sebenarnya. Tapi, menaikkan gaji ini bukan hal yang semata-mata bisa langsung dilakukan, bukan? Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh pihak perusahaan untuk menaikkan gaji seorang karyawan, meskipun beban kerja si karyawan memang berat.
3. Naiknya turnover karyawan
Jika seorang karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil lantaran beban kerja yang lebih berat ketimbang karyawan yang lain (apalagi ditambah dengan besaran gaji yang sama, dan tidak adanya jalan keluar yang bisa didiskusikan antara karyawan dan perusahaan plus stres), maka bisa jadi karyawan menjadi tak betah lagi bekerja.
Akibatnya, bisa hampir dipastikan karyawan akan mempertimbangkan untuk resign, dan mencari tempat kerja lain yang menurutnya bisa lebih baik.
Kalau turnover–intensitas karyawan keluar masuk–tinggi, berarti ini adalah indikasi manajemen perusahaan yang kurang sehat. Reputasi bisa menurun, hingga bisa berpengaruh juga ke bisnis perusahaan.
4. Izin tidak masuk meningkat
Jika si karyawan belum memutuskan untuk resign, tapi bisa jadi hal ini juga mengakibatkan tingkat sick leave alias izin sakit jadi bertambah. Meskipun mungkin si karyawan enggak benar-benar sakit.
Sering deh dapat curhatan dari beberapa staf HR, yang mengaku lihat sharing “oknum” karyawan di media sosial lagi liburan, atau lagi makan di kafe, atau lagi di spa, padahal izin sakit ke kantor. Rasanya antara geli, kasihan, dan paham gitu, kenapa si karyawan berbohong seperti itu.
5. Rawan fraud
Ketimpangan beban kerja, yang kemudian berlanjut dengan mentoknya jalan keluar yang bisa didiskusikan antara karyawan dan perusahaan, bisa berpeluang menimbulkan rasa ketidakpuasan karyawan terhadap perusahaan. Banyak hal yang bisa terjadi kemudian, selain yang sudah disebutkan di atas, salah satunya adalah peluang terjadinya fraud.
Well, siapa yang menginginkan terjadi fraud dalam perusahaan? Pemilik bisnis, manajer, CEO, staf HR mana pun sepertinya tak akan menginginkan fraud terjadi, karena bisa merugikan perusahaan baik material maupun imaterial.
Tapi yah, ada peluang, ada ketidakpuasan, dan ada kebutuhan, bisa membuat seorang karyawan jujur yang tadinya berkarakter pekerja keras menjadi “tergoda”.
Ketimpangan pembagian beban kerja antarkaryawan memang sebaiknya tidak diabaikan, karena sedemikian banyak dampak tak mengenakkan yang bisa terjadi, seperti yang disebutkan di atas. Akan lebih baik, jika pihak perusahaan sudah memperhatikan hal ini sejak awal hingga sedetail-detailnya, sehingga ketimpangan ini tidak terjadi. Segera ambil tindakan seperlunya, hingga masalah ini tersolusikan.
Jangan biarkan karyawan terbaik merasakan ketidakpuasan, sehingga berpikir untuk resign.
Lengkapi juga dengan berbagai training, agar karyawan yang kurang kompeten bisa meningkat kompetensinya. Pun karyawan yang sudah berprestasi semakin mahir melakukan manajemen diri, termasuk semakin pintar dalam mengelola keuangan pribadinya.
Yuk, adakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.