Instrumen Investasi Risiko Ekstrem Tinggi, Cocokkah untuk Karyawan?
Instrumen investasi risiko ektrem tinggi sedang naik daun. Apalagi di kalangan anak muda, tak ketinggalan para karyawan. Namun, karena kondisinya yang sangat fluktuatif, maka ada baiknya bagi kamu untuk selalu berhati-hati, jika kamu memang berniat untuk menjadi investor maupun trader untuk instrumen ini.
Salah satu instrumen yang sekarang lagi nge-hype banget adalah aset kripto, mulai dari berbagai mata uang digitalnya—bitcoin, dogecoin, shiba inu, solana, dan sebagainya—juga nft art yang kini juga semakin digemari.
Aset kripto sangat berbeda dengan investasi komoditas lain. Emas, misalnya, yang meski memang fluktuatif, tetapi perubahan harganya tidak drastis. Aset digital, seperti mata uang kriptonya tersebut, bisa terbang—alias to the moon—ataupun anjlok besar, alias mengalami dip.
Aset kripto memang sangat reaktif terhadap segala apa pun yang terjadi. Bahkan sebuah cuitan di Twitter saja bisa melambungkan ataupun mengempaskan nilai suatu aset kripto.
Jadi, gimana dong? Apakah sebaiknya instrumen investasi risiko ekstrem seperti aset kripto ini dijauhi? Apalagi untuk karyawan—yang gajinya mesti diatur dengan saksama, supaya semua kebutuhan dan tujuan keuangan bisa terwujud dengan baik?
Investasi/Trading Aset Instrumen Risiko Ekstrem untuk Karyawan: Yay or Nay?
Salah satu hal yang belum ada atau belum pasti pada aset kripto adalah soal regulasi.
Di Indonesia, mata uang kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, tetapi merupakan komoditas yang dapat diperjualbelikan. Saat memperdagangkan aset kripo itulah, kita bisa mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dengan harga belinya.
Dikutip dari website Komisi Aparatur Sipil Negara, OJK pernah merilis data di bulan Mei 2021 yang lalu, bahwa banyak ASN, terutama di daerah, yang telah berkenalan dengan cryptocurrency ini, dan kemudain memanfaatkannya sebagai instrumen investasi. Rerata tergiur karena iming-iming return yang bisa mencapai 300% dalam satu tahun.
Namun, sayangnya, tak sedikit pula yang akhirnya justru tertipu, karena malah jadi terlibat investasi bodong atas nama aset kripto.
Sebagai karyawan—termasuk para ASN—memang disarankan untuk berinvestasi. Selain sebagai stream income tambahan yang tidak akan mengganggu tugas pekerjaan utama, tetapi juga sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan dana pensiun.
Selama ini, memang diperkenalkan berbagai instrumen investasi yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan bagi para karyawan dan ASN. Mulai dari investasi logam mulia, deposito, reksa dana, dan saham, hingga sekarang makin banyak muncul jenis instrumen investasi yang lain. Salah satunya adalah instrumen investasi risiko ekstrem, seperti aset kripto ini.
So, apakah karyawan boleh memanfaatkan kripto sebagai salah satu instrumen untuk wujudkan tujuan keuangan?
Jawabannya, kenapa tidak? Tentu saja boleh, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika memang ingin memanfaatkan instrumen investasi supertinggi risiko seperti kripto ini.
1. #TujuanLoApa
Adalah penting untuk mengawali segala aktivitas keuangan dengan bertanya pada diri sendiri: #TujuanLoApa?
Begitu juga ketika kita ingin ikut berinvestasi di aset kripto? Tujuan investasinya apa? Memang mau mengembangkan dana yang kita miliki, ataukah hanya ikut-ikutan?
Lead trainer QM Financial, Ligwina Hananto, pernah menegaskan dalam salah satu sesi webinar, bahwa ada perbedaan besar mengenai trading dan investasi. Untuk trading, kita memang harus punya keterampilan untuk mengambil keputusan cepat, dan selalu memantau pergerakannya, agar bisa mendulang keuntungan.
Sedangkan, untuk berinvestasi, waktu untuk menganalisisnya akan membutuhkan waktu yang lebih panjang, dan pertimbangan yang matang.
Jadi, kembali lagi ke #TujuanLoApa, tak ada yang melarang untuk berinvestasi aset kripto.
2. Sesuai kemampuan
Karena risikonya yang sangat ekstrem, maka disarankan untuk menggunakan dana ‘dingin’, yang kalau dipakai tidak akan mengganggu kebutuhan lain yang penting untuk sehari-hari.
Sesuaikan dengan kemampuan, karena tak ada gunanya juga kalau berinvestasi berlebihan. Yang ada malah keseimbangan kondisi keuangan bisa terganggu. Apalagi instrumen investasi risiko ekstrem ini sangatlah fluktuatif. Hari ini bisa saja dapat imbal Rp5 juta, dan besok harinya langsung rugi puluhan juta.
Kebayang, kalau yang diinvestasikan adalah dana darurat, dana pendidikan, atau bahkan uang belanja yang mau dipakai untuk belanja susu buat anak.
3. Kelola emosi
Investor yang memaksakan diri berinvestasi pada instrumen risiko ekstrem bisa jadi akan mengalami stres, karena harus mengharapi roller coaster harga yang bergerak aktif, bahkan dalam hitungan jam dan menit.
Tanpa pengelolaan emosi yang baik, pastinya ini akan jadi stres tersendiri buat investor.
Apalagi untuk karyawan, yang sehari-hari sudah sibuk dengan berbagai tugas. Harus ditambah dengan monitor pergerakan nilai aset kripto supaya dapat menjaganya agar tetap dapat memberikan keuntungan, kira-kira sanggup enggak ya?
Jadi, kesimpulannya, boleh-boleh saja kok kalau memang memutuskan untuk memasukkan instrumen investasi risiko ekstrem seperti kripto ke dalam portofolio. Namun, harus sadar betul risikonya, dan juga paham betul cara kerjanya.
Kalau memang bisa memantaunya di tengah kesibukan sehari-hari, ya kenapa enggak? Ya kan? Jangan lupa untuk pastikan jaring penyelamatmu—yang terdiri atas dana darurat dan asuransi—sudah aman semua ya.
Yuk, belajar lebih banyak tentang instrumen investasi, mulai dari yang rendah risiko hingga tinggi risiko, dan bagaimana strategi terbaiknya demi terwujudnya tujuan keuangan.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.