Merekrut Generasi Z sebagai Karyawan, 5 Hal yang Harus Diperhatikan
Dengan semakin mendekatinya para generasi Z menuju dunia kerja, maka perusahaan memang mulai mempersiapkan metode-metode khusus untuk perekrutan mereka.
Mengapa harus khusus dipersiapkan? Karena seperti halnya angkatan kerja generasi millenial, angkatan kerja generasi Z juga punya karakter tersendiri terkait bagaimana mereka akan berkontribusi di dunia kerja.
Siapa saja sih generasi Z ini?
Meski masih menjadi kontroversi di beberapa sumber, namun sebagian besar menyebutkan bahwa generasi Z adalah mereka yang terlahir antara tahun 1995 hingga 2010.
Mereka benar-benar lahir di era internet; enggak pernah ngerasain perjuangan menulis surat dengan tangan dan kertas folio, enggak pernah menggunakan telepon umum koin di pinggir jalan, juga belum pernah mendengar jeritan khas sambungan internet dial up.
Hal-hal ini juga turut membentuk karakteristik generasi Z yang lebih unik lagi dibandingkan generasi-generasi sebelumnya, terutama di dunia kerja.
So, berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menjaring karyawan dari generasi Z
1. Metode rekrutmen yang tepat untuk generasi Z
Menurut Ryan Jenkins, seorang Millennial and Generation Z speaker and generations expert, generasi Z masih mempunyai metode pelamaran pekerjaan yang hampir sama dengan generasi millenial, yaitu melalui referensi pribadi dan email.
Generasi Z cenderung akan mencari informasi pekerjaan yang menarik minat mereka melalui:
- Situs web perusahaan yang bersangkutan
- Job fair
- Media sosial: LinkedIn dan media sosial lain seperti Instagram
- Informasi dari teman
So, mau merekrut karyawan baru? Sebarkanlah pengumuman lowongan di 4 tempat di atas.
2. Karakteristik khas generasi Z di dunia kerja
Generasi Z punya karakter yang unik, yang berbeda dengan generasi millenial apalagi generasi X. Sebagian sudah sedikit disinggung di atas sih, karakter generasi Z ini di antaranya:
- Phigital, alias physic and digital. Tak hanya bekerja secara fisik, para generasi Z juga mempunyai keterampilan digital yang mumpuni–sangat lebih baik ketimbang generasi X dan generasi millenial.
- Realistis
- Webconomists, ini pastinya ada kaitannya dengan kedekatan mereka dengan dunia digital sejak lahir, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomis akan mereka lakukan secara digital pula. Mereka belanja online, punya e-wallet, berinvestasi secara online, dan seterusnya.
- Independent, mereka cenderung untuk bekerja sendiri, karena itu remoting job menjadi tren terbaru di dunia kerja.
- Hyper customizers, mereka cenderung untuk bisa menyesuaikan segala sesuatunya dengan tingkat kenyamanan mereka sendiri. Misalnya, soal lingkungan kerja, generasi Z akan lebih kurang adaptif, sehingga mereka akan berusaha mencari cara mengubah lingkungan kerja agar sesuai preferensi pribadi mereka.
Meski individualistis, namun generasi Z sebenarnya masih menghargai nilai-nilai kebersamaan. Berada di sebuah tim atau organisasi yang bisa menghargai pendapat dan ide mereka, akan membuat mereka betah. Mereka cenderung sangat lebih aktif untuk ikut berpendapat–bahkan berdebat–untuk mencari solusi dari setiap masalah yang timbul.
Good sign, right?
3. Yang dicari oleh generasi Z di dunia kerja
Ya, umumnya tentu saja, orang bekerja untuk mencari imbalan berupa gaji dan benefit finansial lainnya. Tapi, tak hanya berorientasi pada gaji semata, angkatan kerja generasi Z juga akan mencari hal lain, di antaranya:
- Akses teknologi canggih. Ini jelas menjadi salah satu “syarat” mereka saat mereka memutuskan untuk bergabung dengan sebuah perusahaan. Canggih tidaknya sebuah perusahaan akan ikut menentukan, apakah mereka tertarik untuk melamar lowongan pekerjaan, atau skip saja dan mencari yang lain.
- Peran pekerjaan yang beragam, hal ini terkait keterampilan multitasking mereka yang lebih advanced ketimbang generasi sebelumnya.
- Minta dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. Ini sudah dijelaskan di poin kedua di atas.
- Kompetisi. Yes, jiwa kompetitif mereka sangat tinggi. Hal ini tentu bisa “dimanfaatkan” oleh perusahaan, agar dapat mendorong mereka untuk meningkatkan performa kerja.
4. Cara berkomunikasi
Generasi Z terlahir di dunia yang serbacepat dan instan, sehingga mereka cenderung untuk mempunyai attention span yang lebih sempit dibanding generasi sebelumnya.
Karena itu, perusahaan perlu segera menemukan cara paling praktis dan efektif agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan mereka.
Salah satunya, tinggalkan meeting-meeting panjang. Efektifkan hanya pada pokok permasalahan umum, yang kemudian nanti dilanjut di kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk detailnya.
Yes, mereka enggak suka meeting terlalu lama.
5. Belum memikirkan rencana pensiun
Karena mereka masih muda, maka sedikit sekali dari mereka yang sudah memikirkan rencana pensiun. Bahkan mungkin nggak ada.
Nah, ini menjadi PR perusahaan untuk membuat mereka sadar, bahwa mereka perlu menyiapkan diri untuk pensiun sejak dini. Mereka harus tahu, bahwa dengan mempersiapkan pensiun sejak dini, maka itu berarti akan memperingan beban menabung mereka.
Salah satu caranya adalah dengan mengadakan training keuangan khusus untuk membahas dana pensiun.
QM Financial dapat membantu lo. Dengan kurikulum dan silabus yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi karyawan, #QMTraining hadir dengan materi-materi interaktif yang pasti akan bermanfaat menambah pengetahuan literasi keuangan. Sila WA ke 0811 1500 688, untuk mendiskusikannya lebih lanjut.
Nah, bagaimana? Sudah siap menyambut para generasi Z untuk bergabung di dunia kerja?
Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru ya!
3 Tren Rekrutmen Karyawan Baru Masa Kini yang Harus Diketahui oleh Staf HR Mana Pun
Menurut seorang staf HR yang tak mau diungkapkan jati dirinya–ala-ala berita televisi–salah satu tugas terberat divisi HR adalah saat mulai membuka rekrutmen karyawan baru. Seakan-akan, para staf HR ini sedang diserahi tugas untuk menentukan masa depan perusahaan, begitu katanya.
Coba yang sekarang bekerja sebagai staf HR, bener nggak nih, pernyataan mengenai kerepotan rekrutmen karyawan baru di atas? Boleh curhat deh di kolom komen yah!
Memang, proses rekrutmen karyawan baru–dalam hal ini, utamanya, hiring–bisa dibilang kurang lebih seperti memilih kucing dalam karung. Hanya berdasarkan apa yang tertulis di secarik kertas yang diberi judul Curriculum Vitae, perusahaan harus bisa memilih dengan tepat, orang seperti apa yang akan diajak bergabung.
Tapi, zaman sekarang, penilaian berdasarkan sekadar kertas Curriculum Vitae saja nggak cukup. Entah mengapa, sekarang makin susah saja menemukan karakter calon karyawan yang bisa diandalkan, sesuai kebutuhan perusahaan. Pintar saja enggak cukup. Semakin banyak tuntutan agar calon karyawan yang akan bergabung kemudian bisa memberikan performa kerja yang baik.
Mengikuti perkembangan zaman, berikut 3 tren rekrutmen karyawan baru masa kini yang harus diketahui–baik oleh pihak perusahaan yang merekrut maupun calon karyawan yang sedang melamar pekerjaan.
1. Soft skill menjadi faktor penentu
Jelas, tingkat kecerdasan calon karyawan baru itu penting. Makanya di iklan lowongan kerja, kadang ada yang meminta syarat minimal IPK dalam proses rekrutmen karyawan baru ini–apalagi jika menargetkan pada para fresh graduate.
Kenapa? Karena tingkat kecerdasan akan berbanding lurus dengan kemampuan melogika dan kecepatan untuk belajar. Tapi, sekarang, itu saja enggak cukup.
Ada beberapa soft skill yang penting juga untuk dipertimbangkan, yaitu:
- Kreativitas. Soft skill pertama ini nanti akan berpengaruh pada inisiatif dan kemampuan problem solving si karyawan saat harus menyelesaikan tugas.
- Kolaborasi, atau kemampuan bekerja dalam tim. Jelas, karena kalau kita susah bekerja sama dalam tim, ya bakalan akan merepotkan.
- Penyesuaian diri dengan cepat. Karyawan baru selalu dituntut untuk segera menguasai tugas-tugas, sehingga penyelesaiannya juga akan lebih cepat. Hal ini nggak akan tercapai jika kemampuannya untuk beradaptasi rendah.
- Manajemen waktu. Too many works to do in such a little time. Ini kondisi lumrah terjadi di perusahaan mana saja, besar ataupun kecil. Tugas banyak, SDM harus efisien. Makanya penting untuk punya skill manajemen waktu yang mumpuni, kalau enggak, siap-siap saja ketinggalan dan keteteran.
- Manajemen keuangan. Kemampuan calon karyawan untuk mengelola keuangan pribadinya akan berpengaruh pada motivasi dan produktivitasnya selama bekerja. So, apakah dia selalu menghabiskan gaji setelah beberapa hari menerimanya, ataukah dia punya tabungan serta punya tujuan finansial yang jauh ke depan, itu bisa jadi hal krusial yang harus diperhatikan oleh rekruiter.
2. Fleksibilitas menjadi budaya baru
Tak hanya para pekerja remote saja yang meminta fleksibilitas dalam bekerja. Di zaman now, bahkan para karyawan tetap juga cenderung merasa lebih nyaman jika mereka dibiarkan mengatur diri mereka sendiri untuk bekerja, asalkan target kerja tercapai.
Kebanyakan angkatan kerja zaman now–para millenials dan gen Z–cenderung lebih tertarik untuk bekerja di perusahaan startup. Mengapa? Karena lebih fleksibel dari segi waktu dan tempat, di samping gajinya yang besar.
Saat ada lowongan pekerjaan yang mencantumkan “waktu kerja fleksibel”, juga selalu menarik perhatian angkatan kerja zaman now.
Jadi, sepertinya kecenderungan tren dunia kerja memang berubah bukan?
Di sisi lain, fleksibilitas ini juga menjadi tantangan tersendiri, baik bagi divisi HR maupun bagi para karyawan sendiri. Motivasi, mood kerja, dan kedisiplinan dalam manajemen waktu akan mudah lepas kontrol. Hal ini berpotensi terjadi fraud atau kecurangan. Karena itu perlu prosedur-prosedur khusus yang juga harus bersifat fleksibel untuk mengontrol kebijakan ini. Jadi PR dari HR dan para manajer deh.
3. Your social media, your real CV
Zaman now, bener-bener deh, kertas Curriculum Vitae saja tak cukup. Banyak kali kesempatan saya juga melihat sendiri, bagaimana para staf HR dan juga manajer stalking akun-akun media sosial para kandidat, saat tahap rekrutmen karyawan baru dilakukan.
Nggak hanya media sosial, tetapi rekam jejak di mana pun, zaman sekarang bisa dengan mudah dirunut. Bahkan dengan sedikit usaha, para rekruiter juga bisa tahu, ke mana saja kandidat calon karyawan pergi selama beberapa hari terakhir. Hal ini juga bisa jadi catatan tambahan dalam proses rekrutmen karyawan baru.
Jadi, mau melamar kerja untuk mendapatkan dream job? Hati-hati dalam meninggalkan jejak digital, karena jejak digital malahan mampu berbicara lebih banyak ketimbang selembar CV saja.
Tenang, para calon karyawan. Untuk hal-hal lainnya, memang kamu sendirilah yang bisa menolong dirimu sendiri. Namun, soal kemampuan manajemen keuangan, QM Financial bisa banget membantumu. Ikutan kelas kelas finansial online dari QM Financial yuk, supaya skill manajemen keuangan pribadimu meningkat. Saat gaji pertama kamu terima, kamu sudah langsung tahu apa yang harus kamu lakukan. Sila WA ke 0811 1500 688. Follow Instagram QM Financial untuk info-info dan tip keuangan yang simpel dan aplikatif.
5 Langkah Mengendalikan Turnover Karyawan untuk Kestabilan Bisnis Perusahaan
Karyawan merupakan aset perusahaan yang harus dijaga, dikembangkan, dan dirawat. Pasti semua setuju ya, dengan hal ini? Sudah berusaha merawatnya–misalnya dengan memberikan gaji dan tunjangan yang baik–tapi kenapa masih tetap terjadi turnover karyawan yang tinggi?
Well, penyebabnya bisa bermacam-macam. Beberapa penyebab turnover karyawan, seperti yang dipaparkan dalam sebuah artikel di situs HRDive, di antaranya:
- Lack of belonging: kurangnya rasa memiliki dari karyawan terhadap perusahaan.
- Lack of confidence in company leadership: kurang percayanya karyawan terhadap manajemen dan kemampuan memimpin atasan mereka di kantor.
- Bad first impressions: kesan pertama kurang menggoda–eh ini sih iklan parfum ya?
Selain ketiga sebab di atas, bisa jadi turnover karyawan terjadi karena adanya perubahan perilaku angkatan kerja millenial yang punya mindset berbeda dengan angkatan kerja-angkatan kerja sebelumnya.
Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh perusahaan terkait turnover karyawan ini? Tak mungkin kan, akan dibiarkan tetap tinggi? Mesti segera merumuskan langkah-langkah untuk menurunkannya segera, karena turnover karyawan yang tinggi bisa memengaruhi kestabilan bisnis perusahaan.
Berikut beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk memperbaiki tingkat turnover karyawan agar kestabilan bisnis perusahaan terjaga
1. Rekrut yang sesuai kebutuhan
Pertama-tama, perlu dipahami, bahwa tak hanya karyawan dengan kualitas terbaik saja yang harus direkrut oleh perusahaan, tetapi mereka yang punya kemampuan sesuai yang dibutuhkan. Karena terbaik belum tentu punya skill yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Jikalau antara karyawan dan perusahaan saling membutuhkan, maka sudah pasti, akan ada ikatan emosional dan profesional yang terjalin kuat antara keduanya.
Nah, proses ini akan dimulai sejak perusahaan merekrut atau hiring karyawan sedari awal, meliputi:
- Bagaimana menentukan employer branding, tentang gaji dan benefit yang bisa ditawarkan pada calon karyawan, kejelasan jenjang karier, budaya kerja yang suportif, dan sebagainya.
- Memetakan kebutuhan perusahaan. Ada survei yang menyebutkan, bahwa perusahaan yang memperkerjakan karyawan berlatar belakang, pendidikan dan karakter yang beragam terbukti bisa meningkatkan kinerja secara keseluruhan sebesar 35% ketimbang perusahaan dengan karyawan homogen.
- Persiapan rekrutmen, yang disesuaikan dengan kebutuhan; seperti perlukan tes tertulis, psikotes, dan seterusnya?
- Evaluasi dan shortlisting, memilih kandidat-kandidat yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Dengarkan kebutuhan mereka
Setelah merekrut dan hiring karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, selanjutnya perusahaan harus membuka telinga untuk mendengarkan kebutuhan karyawan sehingga mereka bisa memberikan kinerja yang baik.
Dengan mendengarkan aspirasi karyawan, perusahaan akan lebih mudah menjalin komunikasi dan keterikatan, sehingga bisa membangun loyalitas karyawan dan tingkat turnover karyawan bisa dikurangi.
3. Berikan fasilitas yang dibutuhkan
Karyawan akan bisa bekerja dengan lancar, kreatif, dan produktif jika mereka didukung oleh fasilitas yang memadai.
Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan, dan saya mesti membawa laptop sendiri setiap kali ke kantor. Sebagai desainer produk inhouse, saya justru enggak mendapatkan jatah PC, karena dianggap desain bisa dengan sketsa tangan. Kalau laptop rusak, ya saya harus memperbaiki sendiri, atau minta tolong sama tenaga IT lepasan yang biasa dipanggil kantor kalau ada apa-apa. Oke sih kalau bisa diperbaiki sekalian, sayangnya kadang ya selesainya lama banget, sedangkan saya keburu butuh untuk bekerja.
Ya, saat itu, saya mencoba bertahan beberapa lama sih, tapi ya sambil mencari peluang lain. Begitu ada kesempatan lebih baik, saya pun resign.
Alat-alat kerja ini kadang memang disepelekan, apalagi jika sejak awal memang ada persyaratan rekrutmen yang mewajibkan calon karyawan punya alat kerja sendiri. Tentunya ini tergantung kebijakan perusahaan, tetapi karyawan yang difasilitasi dengan baik biasanya akan timbul rasa memiliki terhadap perusahaan di mana ia bekerja.
So, alat-alat kerja yang lengkap ini penting untuk dilengkapi, jika ingin menekan tingkat turnover karyawan. Demikian pula dengan ruang kerja dan lingkungan yang sehat serta nyaman juga harus menjadi prioritas.
4. Beri apresiasi
Bonus dan bentuk-bentuk reward lainnya bisa menjadi salah satu cara juga untuk menekan turnover karyawan. Karyawan yang merasa dihargai kerja kerasnya–tanpa perlu diminta–akan loyal dan selalu berusaha memberikan hasil terbaik untuk perusahaan.
Bentuk bonus dan reward ini bisa bermacam-macam. Yang sudah umum diberikan misalnya seperti bonus tahunan, THR, atau bagi hasil. Pastinya semua sudah dibicarakan dan disepakati di awal antara perusahaan dengan karyawan.
Reward bisa juga dalam bentuk car ownership program. Atau yang sangat lazim, liburan karyawan bareng.
5. Beri kesempatan untuk mengembangkan diri
Selain bonus, reward, fasilitas dan berbagai benefit, tingkat turnover karyawan juga bisa ditekan dengan memberikan kesempatan pada karyawan untuk mengembangkan diri menambah skill dan wawasan mereka, dengan memberikan pelatihan misalnya.
Ada banyak pelatihan karyawan yang bisa diberikan. Mulai dari training untuk orientasi perusahaan, training kepemimpinan dan manajerial, hingga training keuangan.
Nah, khusus untuk training keuangan, ini penting banget ya. Karena, sudah tahu pasti kan, bahwa karyawan yang bebas masalah keuangan pribadi adalah karyawan yang happy dan produktif dalam bekerja.
Khusus untuk training keuangan, Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki tingkat turnover karyawan, sehingga stabilitas bisnis perusahaan terjaga dengan baik.
Semoga bermanfaat ya.