Gaji Besar Utang Semakin Banyak, Apa yang Salah? Ini Dia 3 Penyebabnya!
Saat baru saja terima bekerja, berharap sih mendapat gaji besar, tapi ya namanya pemula merasa layak aja dapat gaji seberapa pun asal masih dalam batas UMR.
Setelah beberapa lama bekerja, gaji naik sedikit demi sedikit sesuai wewenang dan tanggung jawab yang juga mulai banyak. Dapat promosi, lalu naik gaji. Yang tadinya cukup ngangkot, tiba-tiba merasa enggak cukup. Karena tuntutan mobilitas yang cukup tinggi juga sih, akhirnya ambil deh kredit mobil.
Kredit mobil belum lunas, sudah ketemu seseorang dengan siapa pengin menua bersama. Biaya menikah, masih didukung orang tua sih. Tapi, berhubung sekarang sudah jadi manajer, punya gaji besar, rasanya gimana gitu kalau enggak bikin resepsi di hotel berbintang. Ambil deh kredit untuk tambahan biaya menikah.
Hidup bareng pasangan pasti enggak nyamanlah kalau masih di kos. Kebetulan, di kantor juga baru saja dipromosikan lagi, gaji pastinya menyesuaikan. Kredit yang diambil untuk biaya menikah masih ada, tapi tinggal tipis. Coba ambil kredit di tempat lain, untuk DP rumah yang kemudian disusul dengan cicilan KPR. Gaji besar ini, pasti cukuplah ya, untuk KPR.
Dan, kemudian punya anak. Butuh mobil yang lebih besar, supaya kalau pergi bisa muat sekeluarga.
Hasilnya, sudah qerja bagai quda, gaji naik sih, tapi boro-boro bisa nabung, rasanya enggak pernah pegang duit beneran. Semuanya cuma numpang lewat. Kok bisa?
Apakah ilustrasi di atas juga menjadi kisah hidupmu, wahai karyawan? Hvft!
Mari kita lihat, kesalahan apa saja yang biasanya dilakukan oleh karyawan sehingga gaji besar pun akhirnya enggak kerasa, karena utang juga semakin banyak.
3 Hal penyebab mengapa gaji besar tetapi utang juga semakin banyak
1. FOMO
FOMO–Fears of Missing Out–bisa dibilang semacam perasaan takut ketinggalan sesuatu; takut kudet, takut kuper, takut nggak ikut hype. Semakin ke sini, FOMO ini semakin mirip dengan penyakit. Gejalanya dilanda kecemasan, gelisah, enggak fokus dengan apa yang dikerjakan, sampai merasakan juga sakit fisik seperti sakit kepala.
Salah satu tanda FOMO ini–terutama yang terjadi di Indonesia–adalah tingginya tingkat utang untuk beli gadget. Ibaratnya, di Amerika, Apple baru saja rilis Iphone 7, konsumen di sini sudah menunggu Iphone 8 keluar. Lebih cepat hype-nya. Coba saja lihat di mal-mal atau pasar handphone, tiap kali ada rilis gadget terbaru, antrean mengular.
Ini bukan cuma khayalan, tapi fakta di lapangan yang sempat diungkap oleh salah seorang teman yang bekerja di sebuah penyedia jasa pinjaman, yang bekerja sama dengan mal-mal besar. Jasa pinjaman ini memungkinkan siapa saja untuk belanja barang elektronik terbaru–termasuk gadget dan handphone–dengan uang muka yang “sangat ringan”. Tentu saja ini akan jadi godaan buat mereka yang punya gaji besar.
“Ngeliat raut muka para konsumen setelah mendapatkan barang terbaru ini luar biasa banget deh!” Begitu tambahnya.
2. Nggak punya tujuan finansial
Seperti sudah tradisi atau menjadi bagian dari hidup, banyak orang menganggap punya utang itu biasa. Kayaknya enggak afdal aja gitu kalau enggak ada utang.
Yes, memang ada yang punya mindset begini. Utang menjadi motivasi diri untuk terus bekerja. Kalau utang sudah dilunasi semua, segera cari cara supaya bisa utang lagi.
Nggak heran, makanya punya gaji besar, utang juga banyak. Gaji ada untuk membayar utang. Karena ada gaji, maka punya utang. Pemasukan bukan untuk membangun masa depan, tetapi untuk menutup masa lalu–yang berupa utang.
Ini adalah “hasil” dari hidup tanpa tujuan finansial. Enggak tahu mau ngapain dengan uangnya. Enggak ada bayangan sama sekali ke depan mau hidup seperti apa. Mau punya rumah apa enggak, pengin hidup setelah pensiun seperti apa, dan sebagainya. Maka, cicilan utang pun menjadi tujuan finansialnya.
3. Kurang paham bahwa harta itu belum tentu aset
Nah, inilah hasil dari kurangnya edukasi literasi keuangan. Enggak bisa membedakan mana harta, mana aset. Punya gaji besar juga enggak menjamin si empunya gaji mendapatkan edukasi literasi keuangan yang cukup.
Secara umum, harta adalah aset kita. Tapi, ini pengertian kuno. Sekarang enggak begini lagi. Harta adalah segala hal yang sudah kita punya. Sedangkan, aset adalah barang-barang yang bisa memberi kita pemasukan. Begitu sih secara sederhananya, menurut Robert Kiyosaki.
Terus, sekarang, bagaimanakah dengan komposisi harta terhadap aset yang kita miliki? Jangan-jangan kita memang banyak harta, tetapi kekurangan aset?
Jika memang kita sudah bisa membedakan, maka mau beli mobil pun kita bisa menimbang, apakah akan menjadi sekadar harta (karena ada penurunan nilai), ataukah akan menjadi aset (karena lantas direntalkan, atau jadi taksi online sehingga mendatangkan penghasilan)?
Kalau hanya sekadar harta, apakah memang perlu ganti mobil berharga miliaran? Kalau misalnya masih bisa dijangkau pergi dengan taksi online, kenapa enggak?
Masalahnya, banyak yang enggak paham (atau nggak peduli?) tentang hal ini. Beli handphone sekadar buat gaya dan gengsi. Bukan karena butuh handphone karena punya online shop yang akan butuh kamera bagusnya, memory besarnya, ataupun kapasitas yang lebih besar demi kelancaran usaha.
Saat kita sudah paham akan konsep harta versus aset, maka kita akan bisa melogika, mana barang yang hanya “menyedot” gaji kita semata dan mana barang yang memang bisa kita ulik supaya bisa menghasilkan lebih banyak pemasukan.
Banyak hal memang kemudian membuat kita lost focus dari sesuatu yang lebih penting. Soal keuangan, apalagi. Ketiga hal di atas biasanya lantas membuat kita jadi enggak bisa membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang bisa ditunda bahkan dicoret dari wishlist.
Gaji besar memang nggak jaminan kita lantas menjadi kaya sih. Bisa saja di balik gaji besar itu juga ada gunung utang yang jauh lebih besar.
Yuk, ikutan kelas finansial online yang sesuai dengan kebutuhan dalam Financial Clinic Online Series. Silakan cek jadwalnya ya. Jangan lupa follow juga akun Instagram QM Financial untuk berbagai tip keuangan yang praktis dan applicable.
Dipromosikan dan Jadi Bos Baru, 5 Hal Ini Harus Segera Dilakukan
Wah, sepertinya tahun ini jadi tahun kesuksesan nih ya. Mendapatkan promosi, jadi bos baru, dan tentu saja, gaji naik! Uwuwuw! Selamat!
Selain menjadi anugerah, pastinya ada tantangan tersendiri saat kita dipercaya jadi bos baru. Terlebih kalau kita jadi bos muda, yang punya anak buah telah lebih dulu bekerja di perusahaan itu dan masuk dalam jajaran ‘senior’.
Memang agak tricky nih, kalau mau memimpin mereka yang lebih “matang”. Kita mesti punya strategi yang jitu, supaya enggak dianggap anak bawang, cuma bisa merepotkan, dan segudang stigma yang lain.
Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan setelah jadi bos baru. Segera!
1. Konsolidasi dengan anak buah
Nggak ada salahnya, kalau kita yang “mendatangi” anak buah terlebih dahulu saat jadi bos baru. Lupakan strata dan struktur. We’re partners, anyway, right?
Elaborasikan lagi target-target kerja kita dengan tim, sehingga para anggota tim kerja dapat mengonfirmasikan beberapa hal sampai tercapai kesepakatan bersama dalam menentukan langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan bersama.
Kesepakatan-kesepakatan perlu dibuat sejak awal agar terbina budaya saling percaya, dan terjalin komunikasi terbuka dalam tim. Memang, jika ingin mendapatkan trust dari anak buah, maka biarkan mereka mengetahui apa saja ide dan gagasan kita. Jadi, sebaiknya sampaikan pada mereka sejak awal, lalu mintalah feedback agar mereka melengkapi gagasan kita tadi.
Dengan demikian, menjadi satu rencana praktis dan strategis demi kebaikan bersama dalam tim.
2. Menghargai anak buah
Dapatkan respek dari anak buah sebagai bos baru mereka dengan menunjukkan dulu rasa respek kita atas kinerja baik mereka. Berilah kepercayaan atas keterampilan profesional yang sudah mereka miliki dan terapkan.
Meski jadi bos baru, kita harus tetap mendengarkan saran, masukan, dan kritik mereka. Pertimbangkanlah semuanya itu sebagai salah satu usaha untuk mencapai target bersama.
3. Utamakan profesionalitas, ketegasan, taktis, dan ketenangan
Sebagai orang yang lebih muda (dan jadi bos baru), biasanya akan terlihat lebih inovatif, progresif, berambisi, dan berani ambil risiko. Namun, sering kali ini juga terlihat jadi sembrono, kurang bijak, kurang perhitungan, dan tidak hati-hati. Apalagi kalau harus menghadapi situasi yang menekan. Hal ini akan terlihat jelas di mata anak buah, terutama mereka yang lebih senior.
Tetap berpikir jernih dalam menghadapi isu pekerjaan sehari-hari. Tunjukkan bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang tenang. Segera ambil tindakan yang bijak dan taktis saat menangani situasi sulit, sehingga anak buah merasa aman berada dalam kepemimpinan kita.
Rasa aman anak buah ini tak bisa ditumbuhkan begitu saja, memang. Mereka harus bisa merasakan bahwa kita bisa diandalkan untuk memperjuangkan kepentingan tim.
4. Fleksibel menghadapi masalah
Saat sudah jadi bos baru, anak buah yang lebih senior terkadang akan menyampaikan masalah dengan cara-cara tertentu yang mungkin enggak sama dengan yang biasa kita lakukan. Apalagi kalau kita dipromosikan dari kantor cabang lain, misalnya. Atau mungkin divisi lain. Akan ada peluang kita akan mengalami semacam shock, lantaran budaya kerja yang berbeda.
Kalau enggak bijak dalam menanganinya, hal ini bisa jadi konflik tersendiri yang lama-lama bisa mengganggu kinerja tim.
So, jika kita sudah bisa merasakan kalau hal ini akan jadi konflik, akan ada baiknya kalau langsung ditangani dan dicari solusinya sejak dini. Bersikap fleksibel dan hati-hati bisa jadi senjata ampuh. Bagaimanapun, jadi bos baru, kita akan tetap membutuhkan peran mereka, sehingga kita nggak bisa mengabaikan kepentingan mereka begitu saja.
So, pahami dan cari solusi atas permasalahan anak buah secara kasus per kasus, dengan tetap berada dalam koridor peraturan perusahaan. Intinya, lebih ke “mendengarkan”, “memperhatikan”, dan “mengelola”, ketimbang “memaksakan”, “menyuruh”, dan “menginstruksikan”.
5. Jangan terjebak gaji/jabatan naik = lifestyle naik
Nah, ini nih, the most important thing! Jadi bos baru berarti gaji dan tunjangan naik. Ini wajar, karena kita harus mengelola wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar. Tapi bukan berarti lantas lifestyle kita juga naik.
Akan ada kemungkinan, kita akan banyak melakukan networking atau business entertaining mereka yang potensial untuk dijadikan partner. Ini wajar saja sih, kalau kita sudah jadi bos baru. Tapi pastinya kita bisa mengendalikannya. Biaya-biaya expenses yang berkaitan dengan pekerjaan seperti itu, pastinya di-cover oleh kantor. Tapi kita enggak perlu menjadikannya sebagai gaya hidup kan? Mentang-mentang biasa ngopi di kafe untuk menjamu tamu perusahaan, sekarang jadi lebih suka beli kopi di kafe untuk dibawa ke kantor. Atau, jadi langganan tetap kafe dengan mengunjunginya seminggu dua-tiga kali.
Akan lebih baik jika gaji besar kita itu dialokasikan menjadi investasi.
Nah, supaya lebih afdal jadi bos baru, yuk, beri contoh pada anak buah bagaimana mengelola keuangan pribadi dengan baik. Tunjukkan, bahwa dengan kebiasaan pengelolaan keuangan yang baik, kinerja kita bisa meningkat hingga bisa mendapatkan promosi.
Ajak anak buah untuk ikut kelas finansial online yang sesuai dengan kebutuhan dalam Financial Clinic Online Series. Silakan cek jadwalnya ya. Jangan lupa follow juga akun Instagram QM Financial.
Kalau tim kerja kita punya kebiasaan keuangan yang baik, pasti deh performa tim bisa maksimal. Well, akhir kata, selamat bekerja, bos baru! Sukses ya!
Promosi Karyawan dan 7 Hal yang Menjadi Pertimbangan Perusahaan
Di artikel yang lalu, kita sudah membahas mengenai promosi jabatan dari sisi karyawan. Nah, berlanjut nih kali ini, kita masih akan bahas mengenai promosi karyawan, tapi dari sisi perusahaan–yang umumnya diwakili oleh divisi HR.
Jadi, apa saja yang biasanya menjadi pertimbangan pihak perusahaan untuk memutuskan apakah sekarang saatnya memberikan promosi karyawan? Mari kita lihat satu per satu.
7 Hal yang umumnya menjadi bahan pertimbangan perusahaan untuk memberikan promosi karyawan
1. Loyalitas
Seorang karyawan yang mempunyai loyalitas tinggi terhadap perusahaan, pastilah ia akan bertahan dalam kontribusinya untuk tugasnya dalam waktu yang lama. Semakin lama ia berkecimpung di bidang yang sama, di perusahaan yang sama, maka logikanya ia akan mencapai level keahlian tertentu.
Promosi karyawan yang diberikan pada karyawan yang loyal akan memberikan kesempatan regenerasi karyawan. Yang loyal dan ahli mendapatkan posisi jabatan lebih tinggi, sedangkan ada tenaga kerja baru yang akan menggantikannya di posisi sebelumnya.
Regenerasi berarti ada penyegaran baru, dan bisa jadi bisa mengubah konsep bisnis perusahaan ke arah yang lebih baik.
2. Motivasi
Inisiatif akan sangat diperlukan dalam team work. Kalau ada salah seorang atau beberapa karyawan yang kurang inisiatif, sudah pasti laju pekerjaan akan terhambat.
Agar selalu punya inisiatif, seorang karyawan harus mampu melakukan self-motivation. Kalau ia tidak bisa memotivasi diri sendiri untuk meningkatkan kinerja, wah … sudah pasti stuck deh. Satu orang karyawan stuck, yang lain akan kena juga imbasnya.
Karena itu self-motivation itu penting, agar karyawan mau berusaha untuk lebih baik lagi.
3. Solutif
Seseorang yang akan diserahi tanggung jawab dan wewenang lebih tinggi sudah pasti akan menghadapi permasalahan yang juga lebih kompleks dan rumit. Jika ia tidak punya kemampuan untuk mencari solusi yang terbaik untuk setiap masalah yang muncul, maka itu berarti ia tidak kompeten diserahi tanggung jawab yang lebih besar.
Tak hanya mampu menyelesaikan masalah, sikap solutif berarti juga harus kreatif, dan terbuka terhadap masukan dari orang lain.
4. Tingkat pendidikan
Ada perusahaan yang mensyaratkan tingkat pendidikan tertentu untuk bisa memberikan promosi karyawan ke jenjang karier yang lebih tinggi. Ini ada kaitannya dengan tingkat kompetensi karyawan itu sendiri juga. Harapannya–sudah pasti–dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, maka karyawan tersebut diharapkan punya pemikiran yang lebih baik.
Dengan pemikiran yang lebih baik, sudah pasti ia akan mampu diserahi tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi.
5. Komitmen secara profesional
Komitmen secara profesional ada kaitannya loyalitas karyawan, seperti yang sudah disebutkan di poin pertama di atas.
Jika seorang karyawan dianggap kurang menunjukkan komitmen secara profesional–sering bolos kerja, tidak membereskan pekerjaan sesuai target, ataupun melakukan tindakan indisipliner lainnya–pasti tidak akan dianggap layak untuk mendapatkan promosi jabatan.
Sudah bisa dibayangkan, nantinya saat ia mendapatkan tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar, ia juga nggak akan perform, kan? Jadi, wajar rasanya, jika perusahaan berpikir berkali-kali untuk memberikan promosi karyawan padanya.
6. Komunikasi yang baik
Tak hanya dibutuhkan keahlian tertentu untuk bisa mendapatkan promosi karyawan, keterampilan berkomunikasi juga menjadi salah satu hal pertimbangan penting bagi perusahaan.
Dan, nggak bisa dimungkiri ya, kalau soft skill yang berupa keterampilan berkomunikasi yang baik ini tidak dimiliki oleh semua orang. Kadang pun, satu orang bisa berkomunikasi dengan baik dengan si A, tapi tidak demikian halnya ketika ia harus berkolaborasi dengan si B.
Tak hanya mampu berkomunikasi dengan baik dengan sesama rekan kerjanya yang lain, seorang karyawan yang layak mendapatkan promosi adalah mereka yang juga bisa berkomunikasi dengan baik dengan pihak di luar perusahaan–terutama jika si karyawan tersebut nanti akan menangani pelanggan secara langsung, misalnya seperti di bagian marketing. Wah, kemampuan komunikasi menjadi pertimbangan utama deh.
7. Manajemen yang baik
Pastinya, kemampuan manajemen menjadi yang terpenting dari semua pertimbangan perusahaan untuk bisa memberikan promosi karyawan.
Tak hanya mampu mengelola kinerja dalam divisinya sendiri, seorang karyawan yang hendak dipromosikan juga harus punya manajemen diri pribadi yang baik. Karena jika tidak, hal ini akan berimbas pada kinerjanya secara profesional di kantor.
Apa contoh manajemen diri yang baik ini? Misalnya saja, kemampuan si karyawan untuk mengelola keuangan pribadinya. Kesehatan keuangan pribadi karyawan berkaitan erat dengan performa profesionalnya lo!
Itu dia 7 pertimbangan yang biasanya mendasari keputusan perusahaan untuk memberikan promosi karyawan.
Terkait dengan poin nomor 7, Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk membantu karyawan Anda meningkatkan kemampuan manajemen pribadinya. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Follow Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Ingin Mendapatkan Promosi Jabatan? 5 Hal Berikut Harus Dijadikan Kebiasaan
Kita sudah sempat membahas sedikit pada artikel mengenai mutasi karyawan kemarin, bahwa salah satu bentuk mutasi yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memberikan promosi jabatan.
Promosi jabatan bisa menjadi salah satu bentuk reward dari perusahaan terhadap karyawan yang sudah berprestasi dan dinilai mampu untuk berkontribusi lebih banyak dalam pencapaian target dan goals yang sudah ditetapkan. Selain merupakan bentuk apresiasi dan penyerahan tanggung jawab serta tantangan yang lebih besar, promosi jabatan juga kerap diiringi dengan kenaikan gaji.
Nah, yang terakhir ini sih sepertinya yang terutama menjadi penyebab mengapa banyak karyawan memimpikan untuk mendapatkan promosi jabatan dalam perjalanan jenjang karier mereka.
Namun, pastinya nih, nggak setiap orang bisa mendapatkan kesempatan untuk diberi promosi jabatan oleh pihak manajemen perusahaan tempat mereka bekerja ya? Ada banyak hal yang harus dilakukan dan dibuktikan, agar seseorang dianggap layak untuk mendapatkan promosi.
So, jika Anda adalah seorang karyawan dan pengin banget mendapatkan promosi jabatan, coba jadikan 5 hal berikut ini sebagai kebiasaan Anda selama Anda bekerja di kantor
5 Kebiasaan yang harus dilakukan jika ingin mendapatkan promosi jabatan
1. Be a leader
Be a leader dan being bossy adalah dua hal yang berbeda. Untuk bisa mendapatkan promosi jabatan di perusahaan tempat kita bekerja, kita pastinya harus bisa memimpin dengan bijak. Being a leader means kita bisa memotivasi semua orang untuk maju dan berkembang bersama, bisa membangun kepercayaan, bisa berkomunikasi dengan baik, dan percaya diri.
So, tunjukkan kemampuan memimpin yang optimal, meskipun belum berada di jajaran manajerial. Semakin sering kita bisa menunjukkan kemampuan kita untuk memimpin, maka pihak perusahaan akan bisa semakin yakin bahwa kita bisa diberi tanggung jawab yang lebih dari sekarang.
2. Be a team player
Seorang team player cenderung untuk lebih cepat mendapatkan promosi jabatan, alih-alih mereka yang fokus pada diri sendiri.
So, mari jadikan kebiasaan menjadi team player yang baik; memberikan bantuan tanpa diminta jika memungkinkan, tanggap dan responsif, dan pastinya, bertanggung jawab terhadap tim.
3. Mau terus belajar
Kemauan untuk terus belajar ini tidak dipunyai oleh semua orang lo! Semangat belajar biasanya sih akan turun seiring usia kita bertambah.
Tapi hal ini tidak berlaku bagi mereka yang memang career-oriented dan ingin meraih promosi jabatan yang diimpikan. Apalagi di zaman sekarang, saat teknologi berkejaran dengan waktu. Kalau kita malas update wawasan, wah, bhay aja deh! Bakalan stuck di tempat, digantikan oleh mereka yang bisa menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perkembangan teknologi. Bukan nggak mungkin, para millenials nanti akan selalu menjadi staf para generasi Z atau malah generasi A.
Duh!
4. Goal oriented
Setting and achieving goals menjadi salah satu cara terampuh untuk menunjukkan kemampuan kita demi mendapatkan promosi jabatan. Setting goals akan menunjukkan bahwa kita punya komitmen untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan, achieving goals–pastinya–akan menunjukkan kapabilitas kita sebagai karyawan.
Bekerja dengan goals akan membuat hasil kerja kita menjadi lebih terukur, yang kemudian bisa kita gunakan sebagai bukti bahwa kita siap untuk menerima promosi jabatan.
So, jadikan ini sebagai kebiasaan untuk setiap tugas dan proyek yang didapatkan. Efektifkan waktu kerja, agar tak terbuang percuma.
5. Konsisten
Kebiasaan yang kelima ini justru menjadi hal terpenting yang harus dilakukan jika ingin mendapatkan promosi jabatan, yaitu konsistensi.
Ya, gimana bisa dipromosikan, kalau kita semangat kerja hanya di satu proyek atau tugas yang kita sukai saja, sedangkan yang kurang kita sukai sama sekali nggak disentuh?
Jangan salah, kasus seperti ini sering kali terjadi lo. Akibatnya, tak hanya kita yang dianggap kurang kompeten, kita juga akhirnya “merepotkan” rekan kerja yang lain, yang harus menyelesaikan tugas tersebut. Seluruh anggota tim jadi kelabakan kan?
So, konsisten di sini berarti kita harus menunjukkan kualitas kinerja yang sama bagusnya setiap saat. Tugas berat pastinya ya? Tapi, demi mendapatkan promosi jabatan, kita pasti bisa mengusahakannya.
Saat kelima hal di atas telah dikembangkan menjadi kebiasaan kita setiap kali mengerjakan tugas di kantor, maka siap-siap saja deh menerima surat keputusan untuk promosi jabatan.
Tapi ingat, kita tidak hanya selesai sampai di sini saja lo. Bakalan masih panjang jalan yang mesti ditempuh demi jenjang karier yang baik. Jangan lupa, untuk juga mengembangkan soft skill yang bisa mendukung kinerja kita di kantor. Misalnya saja, lengkapi diri dengan berbagai kursus atau training yang bisa membuat wawasan dan pengetahuan bertambah.
Untuk training keuangan, Anda bisa mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.