Judi Online: Mengapa Orang Masih Saja Terjebak?
Beberapa kali baca pemberitaan tentang seseorang yang terkena kasus lilitan pinjaman online. Kalau ditelusur lebih jauh, alasan orang utang pinjol ini memang beragam. Namun, yang sungguh terasa miris di hati adalah ketika seseorang terjerat pinjol lantaran judi online.
Akhir-akhir ini, teknologi memang berkembang luar biasa. Selain membantu dan memudahkan hidup kita, teknologi juga ternyata mampu menjerat ke hal-hal yang negatif. Terbukti judi pun merambah ke dunia digital, dan bahkan semakin marak beredar. Didukung dengan semakin terjangkaunya harga smartphone, murahnya kuota, maka lengkap sudah. Setiap orang bisa melakukan dan menjajal peruntungan melalui judi online atas motivasi apa pun.
Penyebab Maraknya Judi Online
Dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sejak tahun 2018 hingga 2022, sejumlah 499.645 konten judi online sudah diblokir dari berbagai platform. Namun sayangnya—seperti halnya aplikasi pinjol ilegal yang mati satu tumbuh seribu, platform judi online kembali bermunculan dengan nama berbeda begitu diblokir. Pagi diputus aksesnya, sore sudah muncul kembali dengan nama baru.
Di sinilah kerumitan pemberantasan judi online tersebut berakar.
Semua itu juga ada sebabnya. Ingat kan, bahwa dalam bisnis berlaku hukum supply and demand? Supply (= platform judi online) ada karena adanya demand, yaitu orang-orang yang hobi berjudi.
Menurut Mark Griffiths, seorang psikolog dari Nottingham Trent University, ada banyak motivasi yang muncul dari dalam diri seorang penjudi, dan hal itu enggak melulu soal prospek menang. Memang sih, motivasi “bisa dapat uang banyak” menempati urutan tertinggi. Namun ada juga faktor pendorong lain. Dua di antaranya adalah “karena menyenangkan” dan “karena seru”. Bahkan, ketika kita kalah berjudi saja, tubuh tetap akan menghasilkan adrenalin dan endorfin yang deras. Hal inilah yang kemudian memunculkan rasa penasaran dan ingin melanjutkan permainan.
Sementara para peneliti dari University of Stanford California menemukan fakta bahwa 92% orang tidak akan berhenti berjudi kalau mereka sudah merasakan sensasinya.
Dari sinilah muncul demand, yang kemudian dijawab oleh para developer dengan menyediakan platform sesuai yang diminta. Hubungan sebab akibat antara supply dan demand judi online ini akan terus saling mendorong tumbuhnya satu dengan yang lain, sehingga memunculkan siklus yang tak terhenti.
Alasan Orang Melakukan Judi Online
Kondisi Ekonomi Sulit
Kondisi ekonomi dunia yang memburuk, seperti contohnya pandemi COVID-19, adalah salah satu faktor penyebab orang mengalami kesulitan keuangan berkepanjangan. Hingga akhirnya, banyak di antara orang-orang yang kesulitan ini memilih main judi online sebagai alternatif ‘solusi’. Yah, siapa tahu bisa dapat pendapatan tambahan. Begitu pikir mereka.
Kebutuhan akan Rekreasi
Beban hidup semakin berat. Inflasi, krisis, naiknya harga BBM memberikan dampak bagi semua orang. Kebutuhan hidup naik, tuntutan naik, tekanan naik. Termasuk kebutuhan rekreasi juga naik. Sayangnya, seiring harga kebutuhan pokok yang makin mahal, rekreasi jadi turun prioritas. Cari yang murah, dan bisa dilakukan di rumah saja. Judi online dianggap sebagai salah satu rekreasi yang murah meriah.
Judi online itu seru, membuat orang tertantang, termotivasi, dan penasaran, seperti yang dijelaskan oleh Mark Griffiths di atas. Dengan modal “hanya” puluhan ribu, orang berpeluang untuk mendapatkan puluhan juta.
Lebih jauh lagi, kalau sampai kalah, mereka akan berpikir bahwa kemenangan selanjutnya bisa membantu menutup kekalahan. Karena itu, mereka berutang untuk modal judi lagi. Selanjutnya, bisa diduga kan, jadinya seperti apa?
Menghilangkan Kecanduan Judi Online
Jika kecanduan judi online ini dibiarkan, gangguan ini tak hanya memberikan dampak buruk bagi si pelaku. Tetapi akan menimbulkan masalah juga pada keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Apalagi jika kemudian berutang pinjol ilegal. Semakin nyata terornya.
Bagaimanapun, masalah perjudian dan keuangan ini berjalan beriringan. Krisis keuangan yang terjadi tidak akan mampu diatasi, kalau gangguan kecanduan judi online tidak disembuhkan lebih dulu.
Faktanya, banyak keluarga yang tidak sadar bahwa salah satu dari mereka kecanduan judi online, sampai kemudian muncul masalah keuangan. Banyak kejadian tiba-tiba saja keluarga mendapat panggilan pengadilan karena ada utang, atau rumah didatangi debt collector, atau aset-aset disita. Baru di sini sadar, kalau ada yang kecanduan judi.
So, solusi terbaik bisa jadi adalah terapi. Pasalnya, kecanduan judi ini merupakan salah satu bentuk gangguan mental, seperti yang dijelaskan dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition (DSM-5). Artinya, gangguan ini sebenarnya bisa disembuhkan, dan kalau perlu secara klinis.
Setelah gangguan tersebut teratasi, masalah keuangan pun bisa diatasi. Memang tidak mungkin untuk bisa mengatasi semuanya sekaligus. Karena itu, susun prioritas.
Yah, semoga segera teratasi ya, jika kamu mengalami masalah ini. Yang pertama harus dilakukan memang adalah mengakui adanya masalah dulu. Baru kemudian kamu bisa mencari “obat” atau solusi terbaiknya.
Carilah bantuan pada yang profesional, jika perlu. Meski mungkin pecandu judi online akan mengalami fase penyangkalan, seperti umumnya pecandu yang lain. Namun, pendampingan oleh keluarga dan orang-orang terdekat seharusnya bisa membantu.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!