Memperingati Hari Kartini dan Jadi Perempuan Tulang Punggung Keluarga
Selamat Hari Kartini! Hari ketika perempuan-perempuan kembali mengingat, bahwa karena perjuangan Kartini, mereka kini bisa berdaya dengan lebih kuat.
Ya, memang sih, persoalan pemberdayaan perempuan ini bisa enggak hanya diperingati setiap Hari Kartini doang. Namun, yah namanya momen, tentu harus dimanfaatkan. Mumpung Hari Kartini, yuk, kita saling menyemangati agar semakin berdaya, kuat, dan mandiri ke depannya.
Tak ketinggalan bagi perempuan-perempuan tulang punggung keluarga nih! Hari Kartini ini bisa jadi momen khusus kamu untuk berbenah diri.
Kamu-kamu yang merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, mulai dari para single mothers, atau istri-istri yang dengan tulus ikhlas mengambil alih tugas mencari nafkah suami karena berbagai alasan, anak-anak perempuan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya dalam keluarga yang menghidupi keluarga besar, … pokoknya siapa pun yang saat ini memberikan hidup untuk bisa menanggung kebutuhan banyak orang di rumah …. Kamu semua hebat!
Enggak semua orang bisa melakukannya, tapi kamu bisa. Karena itu, artikel kali ini dipersembahkan khusus untuk kamu di Hari Kartini ini.
Perempuan Menjadi Tulang Punggung Keluarga
Perempuan sering kali menjadi tulang punggung keluarga karena berbagai sebab. Faktanya memang dalam banyak keluarga, perempuan harus memikul beban keuangan keluarga, baik sebagai penghasil utama atau sebagai pendamping penghasil utama. Saat menjadi pendamping penghasil utama, ketika pencari nafkah utamanya tak dapat lagi menunaikan tugas, maka perempuan akan mengambil alih.
Sementara, perempuan juga memiliki tugas keuangan tersendiri. Tugas keuangan perempuan di keluarga meliputi pengelolaan keuangan keluarga, memenuhi kebutuhan sehari-hari, mempersiapkan dana untuk kebutuhan masa depan, serta memikirkan kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga. Semua tanggung jawab ini sering kali sangat berat bagi perempuan, karena mereka juga harus memikirkan pekerjaan rumah tangga dan peran sebagai ibu. Masih ditambah lagi dengan masalah pekerjaan.
Namun, berperannya perempuan sebagai tulang punggung keluarga ini memiliki dampak positif lho. Ketika perempuan mampu menghasilkan dan mengelola keuangan keluarga dengan baik, mereka bisa menjadi contoh bagi anggota keluarga lainnya. Apalagi jika ia adalah seorang ibu, bisa menjadi contoh yang nyata banget buat anak-anaknya.
Ingat kan, bahwa anak itu akan cenderung menirukan? Sehingga, cara terbaik untuk mengajarkan sesuatu adalah dengan mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam hal keuangan.
Selain itu, keberhasilan perempuan dalam memikul tanggung jawab keuangan bisa meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan dalam diri mereka, serta memperkuat hubungan keluarga.
Kartini dan Perempuan Tulang Punggung Keluarga
Menjadi tulang punggung keluarga yang tangguh, artinya adalah perempuan memang bisa dan harus bisa menjadi mandiri. Utamanya, mandiri secara finansial.
Nah, soal kemandirian, perempuan sebenarnya punya role model yang kuat, yakni Ibu Kartini. Kita tahu, bahwa dalam hidupnya, Ibu Kartini memperjuangkan kemandirian perempuan melalui pendidikan dan keterampilan.
Meneladani sikap mandiri Ibu Kartini, hal ini bisa menjadi inspirasi bagi perempuan dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal menjalankan tanggung jawab keuangan keluarga.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meneladani sikap mandiri Ibu Kartini terkait peran sebagai tulang punggung keluarga.
Mengembangkan keterampilan dan kemampuan
Ibu Kartini sangat peduli dengan pendidikan dan keterampilan perempuan. Oleh karena itu, perempuan bisa meneladani sikap ini dengan terus mengembangkan keterampilan dan kemampuannya masing-masing. Kamu dapat memulainya di Hari Kartini ini.
Hal ini bisa dilakukan dengan membaca buku, mengikuti kursus atau pelatihan, atau bahkan memanfaatkan platform e-learning yang tersedia secara online.
Meningkatkan pemahaman tentang keuangan
Kemandirian Ibu Kartini juga bisa diwujudkan dengan meningkatkan keterampilan mengelola keuangan pribadi dan keluarga.
Hal ini bisa dilakukan dengan membaca buku tentang manajemen keuangan, mengikuti seminar atau workshop, atau memanfaatkan sumber daya online seperti situs web atau aplikasi keuangan.
Memiliki rencana keuangan yang jelas
Ibu Kartini selalu memiliki rencana dan strategi yang jelas dalam hidupnya. Demikian pula dalam mengelola keuangan, perempuan bisa meneladani sikap ini dengan membuat rencana keuangan yang jelas dan teratur.
Hal ini bisa dilakukan dengan membuat daftar pengeluaran, menyusun anggaran keluarga, serta menabung untuk kebutuhan masa depan.
Menghindari utang yang berlebihan
Sikap mandiri yang juga harus mulai dibangun—mumpung masih di Hari Kartini—adalah dengan mengelola utang secara bijak. Pasalnya, utang yang diambil tidak dengan bijak akhirnya akan dapat mengganggu kemandirian finansial, dan akhirnya bisa membahayakan rencana keuangan secara keseluruhan. Kebebasan finansial jadi bisa enggak tercapai deh.
Karena itu—utang boleh, tapi harus diperhitungkan dengan saksama. Jangan sampai berlebihan, cicilan tidak boleh lebih dari 30% penghasilan rutin setiap bulannya. Kan, enggak lucu, sudah jadi tulang punggung keluarga, eh … malah terlibat utang mencekik yang enggak ada habisnya. Mana utang konsumtif lagi, enggak jadi aset.
Menjaga kesehatan fisik dan mental
Perempuan tangguh dan mandiri yang menjadi tulang punggung keluarga harus juga dapat menjaga kesehatan fisik dan mentalnya agar selalu kuat dan mampu menghadapi tantangan hidup. Jadi, jangan lupa berolahraga ya, juga makan makanan yang sehat dan bergizi, serta mengelola stres dengan baik.
Itu dia berbagai hal yang bisa dilakukan oleh para perempuan tangguh yang menjadi tulang punggung keluarga. Tentu saja, hal ini bisa dilakukan enggak hanya di momen Hari Kartini saja, tetapi juga harus dilanjutkan di hari-hari ke depannya. Karena, jadi tulang punggungnya enggak hanya hari ini kan?
Dengan meneladani sikap mandiri Ibu Kartini, perempuan bisa menjadi sosok yang tangguh dan mandiri finansial dalam menghadapi tantangan kehidupan. Selain itu, perempuan bisa menjadi contoh bagi anggota keluarga lainnya dalam banyak hal, terutama pengelolaan keuangan yang sehat dan mandiri.
Semangat ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
#FinClic Perempuan dan Uang
Kalau kalian perempuan menikah dan punya anak biasanya timbul kegalauan mulai dari mau tetap bekerja di kantor, mengundurkan diri atau mendedikasikan diri untuk keluarga.
Perempuan mau jadi apa pun, mau memiliki bisnis sendiri, menjadi filantropis atau menjadi ibu rumah tangga saja, hal terpenting yang perlu mereka lakukan adalah mengelola keuangan dengan baik dan benar.
Beberapa alasan mengapa perempuan penting untuk dapat mengelola keuangan:
Usia Produktif Perempuan Itu Pendek – Benarkah? 5 Hal Ini Bisa Menjawabnya
Entah bisa disebut sebagai tradisi ataukah mindset, tapi kecenderungan ini banyak terjadi di Indonesia. Perempuan akan berhenti berkarier begitu mereka menikah atau melahirkan, sehingga bisa dibilang, usia produktif perempuan hanya sebatas itu saja. Pendek.
Sebagian perempuan mampu kembali bekerja lagi setelah anak-anaknya bisa ditinggal, sebagian lagi memilih berusaha membangun bisnis sendiri, atau bekerja dari rumah. Namun, banyak pula yang memang total berhenti bekerja dan memilih fokus mengurus keluarganya.
Meski hal tersebut bisa kita lihat di sekeliling, namun pola pandang yang melihat bahwa perempuan tidak bisa menjanjikan karier yang panjang jika sudah berkeluarga ini perlu digali dan dievaluasi lebih jauh.
Apakah memang semua perempuan begitu? Atau bisa saja hal ini terlihat lantaran kita hidup di tengah orang sekitar yang kebetulan tidak menaruh minat tinggi pada karier dan tak peduli pada passion, sehingga punya usia produktif yang relatif pendek.
Jadi, jika kita adalah seorang perempuan dan berstatus karyawan serta kini sedang meniti karier puncak namun sebentar lagi menikah atau melahirkan, sebelum memutuskan resign (dan mungkin memilih bekerja dari rumah), ada baiknya mempertimbangkan beberapa hal berikut.
Sebelum memutuskan untuk mengakhiri usia produktif kita lantaran menikah atau melahirkan, lakukan 5 hal berikut dulu
1. Cari role model
Kumpulkan data sebanyak-banyaknya, mengenai berapa banyak perempuan yang “survive” untuk mempertahankan karier di bidang yang sedang digeluti saat ini. Akan lebih bagus, mereka yang menggeluti bidang yang sama dengan kita, dengan posisi jabatan yang sama pula.
Terutama perempuan-perempuan yang bisa mencetak karya-karya luar biasa, terlepas dari segala macam rintangan dan kesulitan yang mereka temui di sepanjang usia produktif mereka.
Mereka yang survive, mereka yang bisa mencetak prestasi mengagumkan, mereka yang terus berdedikasi dalam karyanya dalam kondisi up and down kehidupan, adalah bukti bahwa perempuan juga bisa punya passion tinggi di bidang yang ditekuninya. Dengan demikian, mereka bisa tetap tegar dan kreatif, serta selalu bisa menemukan solusi atas segala permasalahan yang mungkin menghambatnya dalam meniti karier.
Bukalah wawasan kita dengan banyak-banyak berdiskusi dan melakukan konsultasi dengan mereka, para senior tersebut.
2. Jangan berhenti saat berada di fase pause button
Ya, kondisi saat kita berhenti bekerja dan kemudian fokus memilih mengurus keluarga ini sering disebut dengan pause button. Dan, kita tak sendirian kok, bahkan Ligwina Hananto–lead trainer QM Financial–pun juga pernah melewati fase ini.
Perempuan-perempuan yang ditantang usia produktif pendek dan harus menghadapi dilema seperti ini harus benar-benar mengevaluasi diri sendiri dan juga situasi yang melingkupinya.
Coba lihat dan pikirkan, adakah bidang lain yang sesuai dengan minat dan passion? Jika ada, buatlah perencanaan dengan saksama jika memang terpaksa harus menjalani fase pause button ini. Sebisa mungkin, jangan biarkan usia produktif kita memendek begitu saja dengan sia-sia. Berhenti bekerja oke saja, tapi jangan berhenti mengasah diri sendiri.
Antara lain, apakah dari penghasilan saat ini, kita bisa menabung untuk kuliah lagi atau mengambil kursus sesuai minat dan passion?
3. Mencari alternatif penghasilan lain
Memang saat kita berada dalam pause button, keseharian kita mungkin akan melulu seputar mengurus anak dan suami. Namun, sebenarnya bisa lebih dari itu, jika memang kita mau berusaha.
Selagi tidak berstatus karyawan, sebaiknya pertimbangkan kemungkinan adanya sumber finansial lain agar kita tetap bisa mempunyai penghasilan sendiri.
Mengapa harus mempunyai penghasilan sendiri? Supaya keluarga kita tak hanya bergantung pada satu pemberi nafkah saja. Bahkan kalau perlu, kita harus belajar investasi, agar meski dalam fase pause button, kita akan tetap bisa berperan dalam pencapaian tujuan keuangan keluarga.
4. Tanyakan pada diri sendiri, “Benarkah ini passion saya?”
Ada juga orang yang memilih resign dan berhenti bekerja dengan alasan pekerjaan yang digeluti sekarang bukanlah passion mereka. Jika kita punya pemikiran seperti ini, sebelum akhirnya benar-benar resign, coba tanyakan dulu pada diri sendiri, apakah benar karena tak sesuai passion ataukah sekadar bosan karena merasa monoton?
Kita harus bisa membedakan mana saja yang kurang tantangan dengan sekadar punya sikap yang kurang tekun dan tangguh. Bedakan pula mana yang berorientasi pada solusi, dan manakah yang berorientasi pada halangan tanpa mau memikirkan solusi.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa memengaruhi keputusan kita pada akhirnya. Jangan biarkan emosi sesaat yang memutuskan, alih-alih pikiran yang jernihlah yang seharusnya dilibatkan.
5. Rencanakan strategi
Setelah melalui beberapa pertimbangan yang sudah dipikirkan matang-matang, mungkin kita memutuskan untuk tetap bekerja. Apa pun bidang kerjanya, kita juga perlu mempertimbangkan, dengan kondisi telah berkeluarga nanti, kita akan tetap membutuhkan penyesuaian dan strategi bila ingin survive dan terus berkarya sambil menjaga keharmonisan keluarga.
Bukan perkara mudah, memang.
Jangan berhenti bereksplorasi sampai kita lebih paham mengenai passion dan bisa meniti karier secara lebih matang.
Pada akhirnya, kita harus ingat, if you believe that you can do it, you will.
Jika tak ingin terjebak pada mindset bahwa usia produktif perempuan itu pendek, maka jangan pernah mensugesti diri dengan kalimat ini. Lingkungan bisa saja menjadi pengaruh, tapi semua tetap kembali pada diri sendiri.
Percayalah, saat semakin banyak masalah dan rintangan yang harus dicari solusi, maka saat itu pulalah kita semakin kreatif dan produktif.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
Inspirasi Kartini: Sebuah Perjuangan Kemandirian
Siapa yang tak kenal Kartini? Setiap tanggal 21 April kita memperingati hari lahir Raden Ajeng Kartini atau yang lebih dikenal dengan Kartini. Kartini merupakan salah satu inspirasi perjuangan kemandirian. Kartini berjuang agar perempuan bisa mandiri dan sejajar dengan laki-laki. Pertanyaannya, sudahkah kita perempuan menjadi mandiri, termasuk mandiri secara finansial?
Perempuan yang mandiri secara finansial ini diwujudkan dalam dua hal: bisa menghasilkan uang sendiri dan punya kebiasaan mengatur uang dengan baik. Dalam kehidupan kita akan melewati tiga fase: muda, mapan, dan pensiun. Di tahapan mana pun kita saat ini, kita harus bisa mengurus uang. Kebiasaan baik mengurus uang seperti apa sih yang sebaiknya kita lakukan di tiga tahap kehidupan tersebut?
MUDA
Masa muda adalah masa yang paling tepat untuk memulai kebiasaan keuangan yang baik. Enggak perlu ribet. Buat kamu yang berusia kurang dari 30 tahun, mulai dari yang basic dulu seperti:
- Memilih mau mulai membangun karir, kuliah lagi, atau mulai bisnis? Pilihan hidup mana yang kamu pilih? Mau mulai membangun karir di perusahaan top? Mau kuliah lagi? Atau mau mulai bisnis sendiri? Pilihannya terserah kamu. Setiap pilihan disertai konsekuensi, termasuk konsekuensi keuangan.
- Biasakan menabung minimal 10% dari penghasilan. Menabung minimal 10% dari penghasilan ini kelihatannya sepele, padahal kenyataannya enggak. Jangan nunggu sisa kalau mau nabung. Aktifkan fasilitas auto debet dari rekeningmu setiap bulan sehabis gajian. Sebelum kamu sempat berkedip, sebagian penghasilan sudah berhasil disisihkan untuk masa depan.
- Kumpulin DP untuk rumah. Memiliki properti sendiri adalah sebuah perjalanan yang menghangatkan hati. Tak perlu buru-buru, yang penting mulai aja dulu. Kumpulkan dana down payment senilai 30% harga rumah.
- Investasi senilai 1/2 pasang sepatu untuk Dana Pensiun. Kebutuhan dana pensiun kita itu besar. Dengan berinvestasi sejak muda, dana yang kamu investasikan bisa lebih kecil. Read more: Investasi Dana Pensiun Mulai Dari Setengah Harga Sepatumu!
- Liburan vs shopping tolong dijaga! Untuk kategori lifestyle ini, kamu boleh alokasikan maksimal 20% dari penghasilan bulanan. Kalau belum punya cukup dana untuk liburan, nabung dulu lah. Jangan sampai kamu utang buat Dana Liburan.
MAPAN
Di usia mapan – biasanya kepala empat – kita sudah harus melangkah lebih lanjut ke fase akumulasi aset. Di usia ini biasanya penghasilan sedang tinggi-tingginya. Sebagian penghasilan sebaiknya diubah menjadi aset. Aset yang dikumpulkan adalah aset aktif yang terdiri dari kombinasi bisnis, properti, dan surat berharga. Kebiasaan keuangan di tahap ini antara lain:
- Memiliki penghasilan dari banyak pintu. Di tahap ini penghasilan tidak hanya dari gaji saja, tapi juga dari aset aktif yang sudah mulai memberikan penghasilan pasif.
- Menjaga porsi cicilan max 30%. Jumlah cicilan, termasuk rumah, mobil, dan cicilan lain harus dijaga maksimal 30% dari penghasilan bulanan keluarga.
- Sudah punya properti sendiri. Kalau di usia muda memiliki properti sendiri masih merupakan opsi. Saat mapan, kita sudah harus punya properti sendiri. Bahkan perlu ditanya, punya properti berapa? ☺
- Membeli aset aktif. Dengan tingkat penghasilan yang tinggi, usia mapan adalah usia yang tepat untuk membeli aset aktif. Aset aktif inilah yang akan memberikan penghasilan pasif saat masa pensiun nanti.
- Menjaga pengeluaran lifestyle.Penghasilan naik, gaya hidup naik? Tetap dijaga maksimal 20% saja ya.
PENSIUN
Pensiun tidak selalu berarti berhenti bekerja loh. Bisa jadi ini kesempatan karir kedua. Tapi di usia ini kita tak lagi bekerja demi sesuap nasi. Kita bekerja karena kecintaan pada apa yang kita kerjakan. Kebiasaan keuangan di tahap ini antara lain:
- Terima uang pensiun. Di usia pensiun saatnya kita menerima uang pensiun. Uang pensiun bisa berasal dari beberapa sumber antara lain, dana pensiun dari kantor, dana pensiun lembaga keuangan, BPJS Ketenagakerjaan, atau dana pensiun yang disiapkan sendiri.
- Bebas utang. Seharusnya di usia ini kita tak lagi mempunyai utang. Semua utang sudah dilunasi di fase mapan. Kita pun bisa menjalani masa pensiun tanpa beban.
- Memiliki rumah pensiun. Setelah berlelah-lelah bekerja di masa produktif, mungkin ada keinginan untuk menjalani masa pensiun di daerah yang lebih tenang, bebas dari keruwetan lalu lintas. Ini harus dipikirkan sejak awal.
- Punya aset yang menghasilkan. Di fase ini sebaiknya kita sudah mencapai fase kebebasan finansial, di mana penghasilan pasif sudah melebihi pengeluaran bulanan. Penghasilan pasif didapat dari kombinasi kepemilikan aset aktif.
- Menjalani lifestyle pensiun yang diinginkan. Lifestyle pensiun seperti apa yang ingin Anda jalani? Tinggal di kota kecil yang tenang, menghabiskan waktu dengan cucu tercinta, atau berlibur keliling dunia? Setiap pilihan membawa konsekuensi finansial. Pastikan dana pensiunmu cukup untuk membiayaai pilihan lifestyle ini ya!
Ada di fase manakah kamu sekarang? Di fase mana pun, miliki kebiasaan keuangan yang baik. Kita bisa kok jadi perempuan yang mandiri secara finansial!
– QM Admin –
Pentingnya Perempuan Belajar Mengelola Keuangan
Setelah seorang perempuan menikah dan mempunyai anak, biasanya akan timbul kegalauan. Apakah dia akan terus bekerja atau menjadi ibu rumah tangga dan mendedikasikan dirinya bagi keluarga. Kedua hal ini mestinya menjadi alternatif pilihan untuk perempuan, bukan paksaan. Namun, apa pun pilihannya setiap perempuan harus punya kemampuan mengelola keuangan.
Alasan Pentingnya Perempuan Belajar Mengelola Keuangan
Perempuan yang dapat mengelola keuangan bisa menjadi perempuan yang mandiri, tidak tergantung pada orang lain. Bahkan mampu memberdayakan orang lain. Tentunya kalau punya penghasilan sendiri, perempuan memang bisa ikut berkontribusi ke keuangan keluarga. Tapi sebagai ibu rumah tangga pun, seorang perempuan harus dibekali dengan kemampuan mengelola keuangan. Seharusnya tidak ada halangan bagi perempuan untuk mengelola keuangan walaupun penghasilannya dari pasangan. Faktanya, dari pelatihan finansial yang dilakukan QM Financial, tidak sedikit perempuan yang tidak memiliki akses keuangan dan tidak bisa menghasilkan uang sendiri.
Mengapa penting bagi perempuan untuk belajar mengelola keuangan?
Salah satunya agar bisa tetap survive kalau terjadi hal yang tidak diinginkan kepada suami sebagai pencari nafkah utama. Sebagai pencari nafkah utama keluarga, suami wajib memiliki proteksi berupa asuransi jiwa. Jika pencari nafkah utama meninggal, sang istri akan menerima sejumlah uang pertanggungan yang bisa digunakan untuk melanjutkan hidup dan merencanakan dana pendidikan untuk anaknya. Kebayang gak kalau perempuan tidak mampu mengelola uang? Tanpa pengetahuan tentang pengelolaan keuangan, sejumlah besar uang yang diterima bisa langsung habis dalam sekejap.
Apa yang Harus Dilakukan Perempuan?
Jika seorang perempuan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, dia bisa mulai mengelola penghasilan pasangan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyisihkan minimal 10% untuk ditabung atau diinvestasikan. Akan lebih keren lagi kalau sudah punya tujuan keuangan misalnya Dana Darurat, Dana pendidikan Anak, Dana DP Rumah.
Sisihkan sesuai pos
Jadi, hal pertama yang dilakukan saat terima “jatah” dari pasangan adalah menyisihkannya ya, bukan menunggu sisa. Biasanya kalau kita menunggu pemenuhan kebutuhan dulu baru sisanya ditabung, gak akan ada sisa ☺.
Setelah menyisihkan 10% di depan untuk ditabung, jaga juga cicilan utang maksimal 30% dari penghasilan. Ini termasuk cicilan KPR, cicilan mobil, sampai cicilan Kredit Tanpa Agunan. Kalau masih punya cicilan kartu kredit segera lunasi! Kartu kredit itu banyak gunanya dengan satu syarat bayar lunas setiap bulan. Kalau berani gesek kartu kredit, pastikan uangnya memang ada di rekening, jangan halu! Bukan berarti tidak boleh bersenang-senang. Boleh-boleh aja kok punya anggaran maksimal 20% untuk pengeluaran lifestyle dari jumlah penghasilan yang diberikan pasangan.
Setelah 10% penghasilan ditabung/diinvestasikan, 30% cicilan, 20% untuk pengeluaran gaya hidup, sisanya sekitar kurang lebih 40% digunakan untuk pengeluaran rumah tangga.
Lengkapi dengan proteksi
Jangan lupa perencanaan keuangan tak lengkap tanpa proteksi. Proteksi umumnya berupa asuransi. Ibaratkan kita punya rumah, asuransi ini atapnya. Kalau kita berhadapan dengan musim hujan, asuransi itu payungnya. Proteksi berupa asuransi kesehatan wajib dimiliki semua orang tanpa terkecuali mulai dari bayi sampai orang dewasa. Semua perlu perlindungan kesehatan karena kalau sakit, bisa menimbulkan biaya yang besarnya tidak terduga dan menggerus uang kita. Kalau punya asuransi, kita jadi bisa punya perlindungan. Kalau sampai harus diopname, ada yang bayarin. Kalau kecelakaan, ada yang bayarin. Sedangkan untuk penghasil nafkah utama keluarga harus dilindungi dengan asuransi jiwa.
Yuk, pastikan kamu jadi perempuan yang bisa mengatur keuangan!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
– QM Admin –
5 Hal Keuangan Yang Perlu Perempuan Ketahui
Apa pun profesimu.
Mahasiswi, rumah tangga, wanita karir, bekerja sendiri, profesional, wirausaha, pensiunan.
Sebagai perempuan, ada 5 hal yang kamu perlu ketahui tentang keuangan. Silakan baca, catat poin yang penting tapi yang lebih penting, tolong sebarkan ke sebanyak-banyaknya teman perempuanmu, ya. Rada panjang nih artikelnya, but bear with me. Yuk kita mulai!
1. Penghasilan
Yup! Tidak ada potong kompas untuk yang satu ini. Nasihat nenek saya, “Kamu harus selalu punya uang sendiri!”
Ini berlaku untuk semua profesi, lho. Bagaimana pun juga, proses belajar menghasilkan uang ini tidak pernah bisa instan. Apa pun yang kamu kerjakan, kamu perlu belajar menghasilkan uang.
Termasuk ibu rumah tangga!
Jangan lupa. Saat menjadi ibu rumah tangga –tidak bekerja menghasillkan uang (bukan pedagang, wirausaha atau bekerja sendiri), seorang ibu rumah tangga mendapatkan nafkah dari suaminya. Maka, perlakukanlah uang tersebut sebagai penghasilanmu. Dengan demikian, proses mengapresiasi uang tetap terjadi. Pisahkan bagian untuk keluarga dan bagian yang memang kamu simpan sendiri.
Tautan penting: http://qmfinancial.com/3-hal-yang-harus-diketahui-ibu-rumah-tangga/
2. Pengeluaran
Eh, tunggu dulu. Ternyata saat sudah punya penghasilan –besaran penghasilan itu gak penting. Yang lebih penting adalah bagaimana cara kita menghabiskan uang tersebut!
Nah, lho. Berapa banyak dari kita yang sering dituduh sebagai perempuan tukang ngabisin duit? Enak aja! Kita adalah perempuan yang jago mengurus uang. Jadi, perhatikanlah ke mana saja uangmu pergi.
Catat pengeluaranmu untuk periode pendek saja: weekdays vs weekend. Dengan cara ini, kamu bisa tahu bagaimana pola hidupmu yang sebenarnya. Ada 5 kategori pengeluaran, cek apakah pengeluaranmu sudah sesuai dengan batasan yang tertera di bawah ini.
- Menabung/Investasi: 10 – 30%
- Cicilan Utang: maks. 30%
- Pengeluaran Sosial: bebas
- Pengeluaran Rutin: 20 – 40%
- Pengeluaran Lifestyle: maks. 20%
Jadikan pola pengeluaran yang sehat sebagai kebiasaan. Dengan begitu kamu terhindari dari bocor-bocor halus. Kamu pun bisa rutin berinvestasi dan yang lebih penting, bebas belanja ataupun liburan !
Tautan penting: http://qmfinancial.com/13-tips-hemat-melalui-masa-bokek-paska-lebaran/
3. Kesehatan & Pensiun
Setelah jago mengatur penghasilan pengeluaran, kamu juga perlu melindungi masa depanmu. Perhatikan fasilitas kesehatan seperti apa yang kamu miliki. Cek ya, apakah sama atau berbeda dengan daftar berikut ini.
- Mahasiswa: tanyakan pada orang tua apakah kamu masih dalam tanggungan kantor mereka atau ada asuransi tersendiri.
- Ibu rumah tangga: periksa fasilitas kesehatan apa yang tersedia dari suami.
- Wanita karir: periksa fasilitas kesehatan yang tersedia dari kantor. Jangan sampai sudah sakit dan diopname, kamu baru cari tahu berhak dapat fasilitas kesehatan seperti apa.
- Bekerja sendiri/Profesional/Wirausaha/Pensiunan: siapkan fasilitas kesehatan sendiri dalam bentuk BPJS Kesehatan dan/atau asuransi kesehatan swasta. Untuk wirausaha, sebaiknya ini diatur dari bisnismu saja, sehingga dapat membeli fasilitas perlindungan kesehatan grup dengan biaya lebih efisien. Sementara, untuk para pensiunan, hal ini bisa juga dilakukan dengan menyediakan dana kas dalam jumlah besar (seperti dana darurat) yang disebut dana kesehatan pensiun.
Sementara itu untuk pensiun, ada beberapa cara yang harus dipikirkan. Silakan pilih setidaknya salah satu cara untuk memulai. Tapi saya lebih memilih untuk melakukan semuanya, hehe.. Mending berlebih daripada kurang, kan.
- Dana pensiun sendiri: investasi rutin di produk yang menghasilkan imbal hasil kumulatif (contohnya reksadana)
- Dana pensiun dari kantor: BPJS Ketenagakerjaan dan DPLK
- Menyiapkan aset aktif: Bisnis, properti, surat berharga.
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/membuat-dana-pensiun-sendiri/
http://qmfinancial.com/life-expectancy-perempuan-indonesia-72-tahun-dana-pensiun-sudah-siap/
4. Pengelolaan Aset
Aset. Ini jarang banget dikaitkan dengan perempuan. Biasanya aset identik dengan kepemilikan laki-laki. Padahal kamu juga bisa lho, belajar mengelola aset, terutama aset aktif. Modal menyiapkan aset ini bisa dimulai dengan persiapan dana pensiun di poin no 3.
Aset aktif yang saya maksud ada 3 jenis:
- Bisnis: Untuk kamu yang berwirausaha, jangan senang dulu. Yang saya maksudkan sebagai aset aktif adalah bisnis yang sudah bisa ditinggal, ada profesional yang mengelola dan kamu tinggal terima bagi hasil secara reguler.
- Properti: rumah yang kamu tempati tidak termasuk properti sebagai aset aktif, ya. Properti di sini pun bukan rumah yang bisa dijual kembali. Properti sebagai aset aktif adalah properti yang disewakan, sehingga kamu bisa menerima penghasilan rutin.
- Surat berharga: orang jaman dulu bisa pensiun dengan gajian dari bunga deposito. Sekarang sudah ada obligasi ritel yang bisa dibeli dalam pecahan lebih kecil, dan memberikan imbal hasil reguler berupa kupon obligasi. Untuk itu, sebagai investor kita perlu lho, berkenalan dengan produk pasar modal seperti saham dan obligasi.
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/summary-tweet-finclic-4-maret-2013-tentang-aset-aktif/
5. Lain-lain yang gak kalah penting: pajak, legal, waris, zakat, proteksi dll.
Yang terakhir ini yang paling gak diperhatiin. Apalagi saat efeknya gak langsung.
- Pajak: It’s 2016! Cepat atau lambat sistem perpajakan kita akan menggali data secara terbuka dan kamu ke mana ajaaa, kok gak pernah beresin SPT?
- Legal: tahukah kamu bahwa menurut undang-undang perkawinan tahun 1974 harta dan utang yang dihasilkan saat menikah adalah milik bersama suami dan istri? Apakah kamu sudah tahu apa konsekuensinya? Pernah terpikir membuat perjanjian pra nikah? Bukan hanya dengan pasangan, lho. Soal hal legal kita sering gak perhatian. Misalnya ada utang atas nama kamu, padahal yang pakai uangnya adik. Atau ibumu punya rumah, tapi atas nama kakaknya. Ini harus dibenahi.
- Waris: Urusan waris harus kamu pelajari dan perhatikan selagi masih sehat, baik fisik maupun mental. Ada 3 jenis hukum waris di Indonesia: hukum barat, hukum Islam dan hukum adat. Apakah ahli warismu akan terkena dampak dari ketiga hukum waris tersebut?
- Zakat: untuk yang satu ini, perempuan punya peran penting lho. Ada zakat penghasilan yang harus diurus. Ada juga zakat maal (zakat hart). Kalau tidak berkomunikasi dengan baik soal daftar harta dan utang dengan pasangan, terus bagaimana kamu bisa tahu berapa besar zakat yang harus diurus?
- Proteksi: selain proteksi kesehatan di poin no 3, ada juga proteksi jiwa yang perlu kita perhatikan. Untuk ibu rumah tangga, tolong cek asuransi jiwa suamimu. Untuk perempuan bekerja, perhatikan perhatikan asuransi jiwa dirimu sendiri. Untuk pensiunan, mungkin tidak perlu lagi asuransi jiwa sebagai perlindungan penghasilan, tetapi asuransi jiwa ini masih bisa berguna untuk ahli waris untuk mengurusi pajak, biaya pemakaman, pelunasan utang, dan sebagainya.
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/pre-nuptial-agreement-perlu-gak-sih/
http://qmfinancial.com/5-tips-ngobrolin-uang-dengan-pasangan/
http://qmfinancial.com/zakat-dan-sedekah-serupa-tapi-tak-sama/
http://qmfinancial.com/anda-ibu-rumah-tangga-pastikan-suami-punya-asuransi-jiwa/
OK, itu tadi 5 hal keuangan yang kamu perempuan harus betul-betul kuasai. Mau gak, kamu bantuin perempuan lain dengan share artikel ini sebanyak-banyaknya? Kita gak bisa kuat sendirian. Kita perlu menggerakkan perempuan sebanyak mungkin semampu kita.
Kalau kata teman-teman di Facebook Headquarter dalam program #shemeansbusiness,
“When women succeed, everyone wins.”
Silakan Sista!
Ligwina Hananto / @mrshananto / Founder / CEO
Saya, Perempuan Berkarya dan Berdaya!
Di Indonesia, bulan April identik dengan perempuan. Sebagian besar klien QM Financial adalah perempuan. Memang, sumber nafkah kebanyakan masih ada pada laki-laki, tetapi peran perempuan dalam mengelola keuangannya sendiri maupun rumah tangga tidak bisa dianggap sepele.
Oleh karena itu, menurut saya penting menjadi perempuan berkarya dan berdaya.
Nilam Sari, Inspirasi Dari Pengusaha Kebab Baba Rafi
Nilam Sari @nilambabarafi menikah dengan Hendy Setiono dan dikaruniai 3 orang anak. Tahun 2003, saat Nilam masih kuliah di Surabaya, mereka mengawali bisnis dari sebuah gerobak di pinggir jalan. Kini, bisnis Nilam dan Hendy telah berkembang pesat menjadi 1200 outlet di 8 negara.