5 Contoh Masalah Pajak di Indonesia yang Sering Terjadi
Buat sebagian orang, masalah pajak pribadi memang agak-agak rumit. Memahami peraturannya pun kadang masih kurang paham, masih diminta untuk menghitung sendiri pajak yang dibayarkan dari penghasilannya.
Karena itu, nggak heran, meski sudah dilakukan setiap tahun, masalah pajak pribadi yang muncul kadang ya sama saja. Terjadi lagi, terjadi lagi.
Sebel enggak sih? Ya, sebel. Apalagi kalau ada kurang bayar cukup banyak. Gemes juga rasanya. Tapi ya, gimana lagi kan ya? Itu sudah jadi kewajiban kita untuk membayar pajak, sebagai wajib pajak. Mau nggak mau ya, harus dipenuhi.
Jadi, apa saja sih masalah pajak pribadi yang sering terjadi ini? Jangan-jangan kita juga masih saja melakukannya, berulang kali pula. Yuk, disimak, biar nggak salah-salah terus. Berikut ini adalah contoh masalah pajak di Indonesia yang sering terjadi.
5 Masalah Pajak Pribadi yang Sering Terjadi
1. Tidak merasa perlu melapor pajak
Ada memang yang belum punya kesadaran untuk membayar pajak. Memprihatinkan? Iya. Tapi, inilah tantangan kita semua.
Kalau kamu merupakan salah satu dari mereka yang belum sadar akan arti pentingnya taat membayar pajak, sekarang saatnya kamu untuk menyadari dan memahami, bahwa pajak merupakan tulang punggung negara untuk dapat melaksanakan operasionalnya.
Apalagi di masa-masa sulit–seperti ketika artikel ini ditulis, Indonesia sedang terlanda bencana COVID-19–negara butuh kita untuk bergotong royong demi mengatasi kesulitan bersama. Dengan taat membayar pajak, kita sudah separuh jalan membantu negara agar dapat mencari jalan terbaik untuk kita semua.
2. Tidak melaporkan pajak dari penghasilan lainnya
Ada beberapa orang yang mungkin belum paham, bahwa penghasilan pribadi yang wajib dilaporkan pada negara tak hanya penghasilan berupa gaji dari kantor saja, tetapi juga penghasilan-penghasilan sampingan lainnya. Misalnya, kamu punya side hustle berupa bisnis toko online, atau punya booth kopi franchise, itu semua juga wajib dilaporkan lo.
Pun kamu yang misalnya sering menjadi speaker atau mungkin kamu mengerjakan beberapa gigs based on project dan menghasilkan uang darinya, kamu pun wajib melaporkannya.
Masalah pajak pribadi yang biasanya timbul akibat kelalaian ini adalah ada kekurangan bayar, karena akan ada denda 2% yang dihitung selama 24 bulan dari kekurangan pajaknya. Lumayan juga lo, dendanya apalagi kalau kumulatif.
3. Kesalahan administrasi
Masalah pajak pribadi yang sering terjadi akibat kesalahan administrasi biasanya adalah kesalahan email. Biasanya, banyak yang mempergunakan email bisnis untuk mendaftar efilling, padahal seharusnya kamu menggunakan email pribadi.
Kenapa harus email pribadi? Ya, karena pajak meskipun berkaitan dengan gaji dan kerjaan, tapi itu adalah urusan pribadi. Bukan urusan kantor, tetapi menjadi tanggung jawab kita sendiri. Kalau daftarnya pakai email kantor, nanti kalau kita sudah tidak bekerja di kantor yang sama, gimana dong? Malah jadi susah kan?
Kesalahan admnistrasi lain adalah salah mengisi form laporan SPT. Biasanya yang rancu adalah form SPT Tahunan 1770S untuk yang berpenghasilan lebih dari Rp60 juta per tahun, dan SPT Tahunan 1770SS untuk yang berpenghasilan kurang dari Rp60 juta per tahun. Biasanya ini terjadi, lantaran si wajib pajak salah menghitung penghasilannya sendiri.
Ya, ini juga salah satu risiko dari sistem pelaporan pajak yang self assessment ini sih ya. Kalau kita salah menghitung, ya kita juga yang harus bertanggung jawab.
Kesalahan administrasi lain yang kerap menimbulkan masalah pajak pribadi adalah kesalahan input nomor NPWP. Misalnya, yang dimasukkan no NPWP perusahaan pemberi kerja, alih-alih nomor NPWP si wajib pajak.
Yes, sepele, tapi bikin pusing juga kalau sampai salah.
4. Lupa meminta bukti potong
Ini adalah kesalahan berikutnya yang juga sering terjadi, kita lupa minta bukti potong.
Hal ini rentan terjadi kalau kita lagi ngerjain pekerjaan sampingan. Misalnya, ada proyek. Klien kadang lupa memberikan bukti potong pajak atas fee kita, setelah invoice cair. Nah, kita sendiri juga lupa meminta. Akhirnya, kita harus membayar kekurangan pajak, padahal sebenarnya sudah dipotong terlebih dahulu.
Ini yang kadang bikin membengkak deh, pengeluaran untuk pajaknya.
So, jangan pernah lupa untuk meminta bukti potong untuk kelengkapan pengiriman SPT Tahunanmu ya, termasuk bukti potong dari penghasilan-penghasilan sampingan.
5. Terlalu mepet batas waktu pelaporan
Memang sih, batas waktu pelaporan biasanya ada di akhir Maret. Tapi sebenarnya kita bisa melaporkannya sejak sebulan sebelumnya.
Jangan mepet-mepet batas waktu pelaporan, apalagi kalau kamu melaporkannya secara online. Kasihan server kantor pajaknya, jadi terlalu berat. Nanti malah jadi error, siapa hayo yang pusing sendiri?
Masih bingung ya? Yuk, belajar keuangan, termasuk juga belajar seluk-beluk pajak. Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
6 Jenis Pajak di Indonesia yang Penting untuk Diketahui
Sebagai warga negara (yang baik), kita tentu tak lepas dari kewajiban untuk membayar pajak. Memang, dalam kehidupan bernegara, pajak merupakan salah satu pemasukan yang menjadi tulang punggung pendapatan negara. Termasuk di Indonesia.
Untuk apa sih kita harus membayar pajak? Ya, pastinya kan kita ingin negara kita bertumbuh dan berkembang. Nantinya, kita sendiri juga yang akan merasakan manfaatnya. Makanya, sebagai warga negara yang baik, kita harus taat pajak.
So, ada baiknya juga kita, sebagai wajib pajak, juga tahu jenis-jenis pajak yang ada di Indonesia. So far, mungkin hanya beberapa saja yang kita tahu ya? Biasanya kita familier dengan jenis pajak yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kita sehari-hari. Yang masuk ke dalam pengeluaran tahunan, iya kan? Yang enggak, ya kurang paham.
Ya enggak apa-apa sih, cukup tahu yang memang jadi kewajiban kita saja itu juga sudah baik. Tapi, kalau bisa tahu beberapa jenis pajak yang lain, enggak ada salahnya juga bukan?
Jadi, mari kita lihat beberapa jenis pajak yang ada di Indonesia. Sekilas saja, tapi ada perlunya kamu paham.
Pajak sebenarnya dibagi ke dalam dua kategori, berdasarkan pengelolanya. Yaitu pajak pusat, yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP), dan pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah–yang kemudian dibagi lagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota, yang administrasinya dipegang oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Nah, mari kita lihat satu per satu.
Pajak Pusat
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan–atau PPh–adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik perseorangan maupun instansi dan badan usaha. Ternyata, jenis pajak penghasilan ini juga banyak, enggak cuma Pajak Penghasilan pribadi doang yang dilaporkan setiap Maret itu lo!
Apa saja? Coba simak deh:
- PPh pasal 15: mengatur pajak penghasilan pelayaran, maskapai, asuransi asing, pengeboran minyak, dan perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan infrastruktur negara.
- PPh pasal 21: mengatur pajak pribadi yang berupa gaji, upah, hadiah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan pekerjaan.
- PPh pasal 22: mengatur pajak perdagangan barang.
- PPh pasal 23: mengatur pajak penghasilan atas modal, hadiah, atau hal lain, selain yang tercakup dalam PPh pasal 21.
- PPh pasal 24: mengatur wajib pajak yang mempergunakan hak pajaknya di luar negeri, agar tidak terjadi pajak ganda.
- PPh pasal 26: mengatur pajak yang dibebankan pada wajib pajak yang memiliki penghasilan di luar negeri, tetapi bukan badan usaha tetap.
Hmmm, banyak ya? Pajak mana yang terbebankan pada kamu? PPh pasal 21-kah?
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan pada setiap jenis barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Gampangannya begini, PPN biasanya dibebankan pada konsumen terakhir terhadap barang atau jasa yang dibelinya tetapi tidak secara langsung, melainkan dibayarkan melalui pedagang atau pengedar barang tersebut. Baru dari pedagang disetorkan pada Dirjen Pajak. Istilahnya mereka ini adalah Pengusaha Kena Pajak.
Di Indonesia, PPN ini besarnya adalah 10% untuk barang yang diperdagangkan dalam negeri, dan 0% untuk ekspor.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Selain PPN, juga ada jenis Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini nih, yang dibebankan dalam kegiatan perdagangan dalam negeri.
Kriteria barang mewahnya seperti apa? Di antaranya:
- Barang yang hanya bisa dibeli oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi
- Barang yang hanya dikonsumsi oleh kelompok orang tertentu.
- Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
- Barang yang dibeli demi status atau gengsi
- Barang yang dapat mengganggu kesehatan atau moral masyarakat.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, yang sudah diubah beberapa kali dan terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Jenis pajak barang mewah ini diatur dan dihitung bersama dengan PPN, karena tidak bisa lepas dari Pajak Pertambahan Nilai itu sendiri.
4. Materai
Jenis pajak keempat yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah bea materai. Biasanya ini dikenakan pada kita yang sedang mengurus surat-surat atau perjanjian yang bernilai tertentu. Ini adalah pajak atas pemanfaatan dokumen.
Ketentuannya:
- Untuk surat-surat penting seperti surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan yang dibuat untuk membuktikan suatu perbuatan atau kondisi yang bersifat perdata, bea materainya Rp6.000
- Untuk surat-surat dan akta-akta notaris dan Pembuat Akta Tanah, bea materainya Rp6.000
- Surat yang memuat jumlah uang, kalau nilainya kurang dari Rp250.000 tidak ada bea materai, antara Rp250.000 – Rp1.000.000 dikenakan bea materai Rp3.000, dan di atas Rp1.000.000 ada bea materai Rp6.000.
5. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan yang dikelola oleh Dirjen Pajak pusat adalah pajak untuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan untuk bangunan di pedesaan dan perkotaan dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga masuk ke pajak daerah.
Hal ini mulai berlaku sejak tahun 2014 yang lalu, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pajak Daerah
1. Pajak Provinsi
Pajak Provinsi adalah jenis pajak yang dikelola oleh pemerinta provinsi, meliputi Pajak Kendaraan–termasuk di dalamnya adalah pajak kendaraan bermotor tahunan, 5 tahunan, bea balik nama, dan sebagainya–Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota
Pajak Kabupaten/Kota merupakan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat II, yaitu kabupaten atau kota. Berupa pajak hotel, hiburan, restoran, reklame, parkir, air tanah, dan sebagainya.
Nah, banyak kan jenis pajak yang ada di Indonesia? Sebagian besar kamu pasti juga sudah familier ya?
Mau belajar lebih jauh tentang pajak? QM Financial juga menyediakan beberapa kelas terkait pajak lo! Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, lalu pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.