Pajak Investasi: Sudah Tahu Belum Apa Pentingnya dan Cara Menghitungnya?
Bulan Maret nih, bulan terakhir kesempatan kita untuk lapor pajak. Kalau kamu yang berstatus karyawan, mungkin sudah tahu kalau ada PPh, atau pajak penghasilan, yang menjadi kewajibanmu. Lalu, kalau sebagai investor, sudah tahu belum kalau ada pajak investasi?
Yes, pajak adalah pendapatan terbesar negara Indonesia, yang bisa dibilang seperti ‘tumpuan’ karena saking pentingnya. So, untuk ikut andil dalam pembangunan negara, warga negara yang baik perlu secara rutin melaporkan pajak dan membayarkannya setiap tahun. Hal inilah yang melatarbelakangi mengapa setiap orang harus melakukan pelaporan SPT Tahunan Pajak, baik untuk wajib pajak pribadi ataupun badan.
Perlu diingat jika lapor wajib pajak pribadi serta badan ini punya batas waktu. Lapor SPT pajak pribadi maksimal dilakukan tiga bulan setelah tahun pajak berakhir, atau akhir Maret. Sedangkan, lapor SPT pajak badan batasnya empat bulan setelah tahun pajak berakhir, yakni akhir April.
Lalu, kenapa warga negara wajib lapor pajak padahal pemerintah telah memiliki data pendapatan dari NPWP?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perpajakan, SPT punya fungsi sebagai sarana bagi wajib pajak dalam melaporkan dan juga mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak tahunan yang sebenarnya terutang, juga sebagai pemenuhan pembayaran pajak setahun terakhir.
Maksudnya, SPT dijadikan sebagai alat dalam penelitian atas kebenaran perhitungan pajak terutang yang telah diberitahukan wajib pajak sebelumnya, lantaran ada kemungkinan wajib pajak yang memperoleh penghasilan lain di luar yang sudah dipotong oleh perusahaan. Contohnya punya beberapa jenis investasi.
Nah, ini nih yang akan kita bahas kali ini.
Objek Pajak Investasi
Jika kamu memiliki portofolio investasi, dan juga sudah mendapatkan keuntungan atas hasil investasi, maka wajib bagi kamu untuk membayar pajak investasi.
Sederhananya, jika kamu punya kepemilikan aset pasar modal yang bernilai uang, maka itu artinya dapat dicatat sebagai harta. Sedangkan, jika modal investasi tersebut berasal dari pinjaman, maka dicatat di kewajiban. Jika investor mendapatkan keuntungan, entah itu dalam bentuk selisih jual beli, dividen, dan bagi hasil, maka bisa dicatat sebagai penghasilan sesuai kategorinya.
Produk investasi yang dikenakan pajak adalah saham, obligasi, logam mulia, dan beberapa investasi lainnya. Nah, tapi ada satu yang dikecualikan, yaitu reksa dana.
Reksa dana bukan termasuk objek pajak investasi, sehingga setiap hasil investasinya tidak dikenakan pajak, termasuk transaksi penjualan atau pembeliannya. Cara kerja reksa dana menjadi alasan mengapa tidak masuk dalam objek pajak.
Mengapa demikian?
Reksa dana bukan tergolong objek pajak karena termasuk dalam kontrak investasi kolektif yang telah diatur dalam UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 3 pada poin (i). Meski bukan objek pajak, tetapi kepemilikan reksa dana tetap harus dilaporkan lo!
Cara Mudah Hitung Pajak Investasi
Berikut ini adalah cara lapor pajak investasi sederhana yang mudah dilakukan, yaitu:
1. Pajak Investasi Saham
Pajak investasi saham yang wajib dilaporkan adalah ketika adanya transaksi penjualan. Individu atau badan dikenakan pajak sebesar 0,1% dari nilai bruto transaksi penjualan sahamnya.
Contoh:
Seorang investor memiliki modal sebesar Rp100 juta
Transaksi saham yang dilakukannya yaitu:
- 12 Januari 2022 membeli saham PGAS senilai Rp100 juta
- Februari 2022 menjual saham PGAS Rp120 juta (keuntungan Rp20 juta)
- Februari 2022 membeli saham TINS Rp120 juta
- Februari 2022 menjual saham TINS Rp80 juta (rugi Rp40 juta)
- Maret 2021 membeli saham KAEF Rp80 juta
- Desember akhir 2021 nilai saham KAEF sebesar Rp150 juta, tapi belum dijual
Lapor pajak investasi yang harus dilakukan investor yaitu:
- Penghasilan yang dikenakan PPh Final atau sifatnya final
- Sumber penghasilan: penjualan saham di bursa efek
- Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau penghasilan bruto sebesar Rp200 juta (penjumlahan dari transaksi nomor 2 dan 4)
- PPh Terutang: Rp 200 juta x 0,1% = Rp 200.000
Maka, tarif pajak yang harus dibayarkan investor senilai Rp200 ribu saja. Saham yang masih ditahan dan belum ada transaksi penjualan, dalam contoh di atas adalah saham KAEF, dilaporkan saja sebagai aset.
2. Dividen Saham
Untuk dividen, umumnya beberapa emiten akan membagikannya setiap tahun. Jadi, ketika kamu mendapatkan dividen tersebut, kamu pun wajib lapor pajak investasi.
Contohnya masih dilanjut menggunakan poin nomor 1 ya.
Misalnya di bulan Maret 2021, saham TINS membagikan dividen sebesar Rp10 juta. Maka laporan pajaknya yaitu:
- Penghasilan yang dikenakan PPh final atau sudah final
- Sumber atau jenis penghasilan: Dividen
- Dasar pengenaan Pajak (DPP)/penghasilan bruto: Rp10 juta
- PPh Terutang: Rp10 juta x 10% = Rp1.000.000
Jadi, tarif pajak untuk dividen pemegang saham dengan kepemilikan di bawah 25% dikenakan 10%. Jadi saat dividen dibayar dan dipotong pajak, yang diterima investor yaitu senilai Rp9 juta.
3. Diskonto Obligasi
Diskonto atau capital gain dikenakan pajak investasi sebesar 15%. Diskonto harus dilapokan ketika tahun diterima. Jadi misalnya ketika kamu membeli di tahun 2020, dan kemudian menjualnya di tahun 2022, maka kamu harus melaporkannya di tahun 2022. Sedangkan bagi yang membeli hingga jatuh tempo, maka dilaporkannya saat tahun jatuh tempo.
Namun, jika mengalami kerugian, misalnya seperti membeli di nilai Rp70 juta, dan dijual harga Rp65 juta maka tidak perlu lapor pajak di bagian diskonto. Pasalnya, kerugian yang ditanggung di pasar modal tidak mengurangi kewajiban pajak investasi secara keseluruhan.
Nah, ternyata simpel kan, soal pajak investasi dan cara menghitungnya ini?
Untuk lapor pajak saat ini juga sangat mudah dan tidak perlu repot datang ke kantor pajak karena SPT bisa dilaporkan secara online lewat e-filling. e-filling ini bekerja secara real time yang dapat diakses melalui website Direktorat Jenderal Pajak, DJP Online.
So, tidak ada alasan lagi ya untuk tidak lapor pajak. Yuk, jadi warga negara yang baik!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Hal tentang Pajak Penghasilan yang Harus Diketahui
Maret adalah waktunya mengirimkan laporan SPT Pajak Penghasilan pribadi. Kamu sudah?
Semakin banyak orang sadar akan pentingnya taat pajak. Seneng enggak sih lihat negara kita bertumbuh dari hari ke hari? Kian kuat menghadapi masalah dan krisis? Itu semua tak lepas dari peran serta kita sebagai warga negara yang baik, yang taat dalam membayar pajak lo!
Meski mkamu adalah salah satu dari mereka yang taat pajak, tetapi mungkin saja kamu juga belum paham betul mengenai seluk-beluk pajak, terutama pajak penghasilan.
Nah, bagaimana kalau kita bahas kali ini? Kita akan merangkum dari UU Pajak Penghasilan, tepatnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, dan membuatnya menjadi lebih mudah dipahami ya. Kamu boleh menambahkan informasi lain yang belum tercakup dalam artikel ini di kolom komen ya, supaya informasinya semakin lengkap.
Serba-Serbi Pajak Penghasilan yang Perlu Diketahui
1. Apa Itu Pajak Penghasilan?
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima oleh seseorang ataupun badan tertentu, dalam kurun waktu 1 tahun pajak.
Ini artinya setiap pihak yang mendapatkan penghasilan di Indonesia–baik yang asli Indonesia ataupun pendatang dari luar Indonesia dan berpenghasilan di Indonesia, yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun menambah kekayaan–wajib untuk membayar pajak ini pada pemerintah.
2. Jenis-Jenis Pajak Penghasilan
Jenis Pajak Penghasilan berdasarkan wajib pajaknya ada dua, yaitu:
- Pajak Penghasilan pribadi, yaitu pajak yang dikenakan atas penghasilan individu atau pribadi yang bekerja di dalam wilayah Indonesia, berdasarkan penghasilan kotor yang diterima yang dikurangi oleh faktor pengurangnya.
- Pajak Penghasilan badan usaha, yaitu pajak yang dikenakan atas penghasilan badan usaha–atau perusahaan–yang berbentuk perseroan, CV, dan sebagainya, yang dihitung berdasarkan laba dalam satu tahun pajak.
3. Siapa yang Termasuk dan Tidak Termasuk Subjek Pajak?
Subjek pajak adalah mereka berkewajiban untuk membayar pajak sesuai jenisnya, yang kemudian disebut sebagai wajib pajak.
Untuk Pajak Penghasilan, subjek pajaknya adalah:
- Orang pribadi, yang bertempat tinggal di Indonesia, atau selama 183 hari berturut-turut tinggal di Indonesia dalam 12 bulan, yang kemudian disebut Subjek Pajak dalam negeri.
- Badan usaha yang berbasis di Indonesia, dan menjalankan kegiatan usahanya secara teratur di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah agen, kantor cabang, kantor perwakilan, dan sebagainya–meski jika perusahaan induknya tidak berada di Indonesia.
- Ada pula pihak-pihak yang tidak berkedudukan di Indonesia, tetapi mendapat penghasilan dari Indonesia, yang kemudian disebut dengan Subjek Pajak luar negeri.
Sedangkan, yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah para konsulat, perwakilan diplomatik, pejabat-pejabat negara lain (termasuk staf yang bekerja pada mereka), serta pihak-pihak yang ditentukan oleh Mentri Keuangan, misalnya seperti pejabat organisasi internasional atau semacamnya, selama mereka bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Nah, semoga jelas deh, siapa saja yang punya kewajiban membayar pajak ya?
4. Apa Saja yang Termasuk dan Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan?
Objek pajak ini meliputi apa saja yang dapat menambah kemampuan ekonomis, bisa dipakai untuk konsumsi, ataupun menambah kekayaan Subjek Pajak, yang bisa berupa:
- Gaji dan/atau upah
- Honorarium, hadiah, penghargaan, dan sejenisnya
- Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta
- Hasil menyewakan sesuatu, royalti, dividen, bunga, dan sejenisnya.
Nah, jadi kalau kamu adalah pengusaha kontrakan rumah, atau indekos, jangan lupa juga untuk membayar pajak juga ya, karena termasuk dalam penghasilan yang terkena pajak. Termasuk deposito, juga ada pajak atas bunga yang diterima.
Ada objek terkena pajak, ada pula objek yang tak terkena pajak. Apa saja? Di antaranya:
- Santunan asuransi untuk orang yang meninggal atau cacat
- Beasiswa
- Harta hibahan atau warisan, yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan atau jabatan pada yang bersangkutan
- Hasil iuran dana pensiun, yang disetujui oleh Mentri Keuangan
- Penghasilan dari yayasan nirlaba yang bekerja untuk kepentingan umum
- Dividen yang diterima dari perusahaan yang berkedudukan di Indonesia, dengan syarat-syarat tertentu yang disetujui oleh Mentri Keuangan.
5. Penghitungan Pajak Penghasilan
Nah, perhitungan Pajak Penghasilan ini sebenarnya sederhana, tetapi memang butuh fokus untuk memahaminya. Kalau mau prinsipnya, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 17 yang dilansir oleh situs Klikpajak, bisa dirangkum sebagai berikut:
- Tarif Pajak penghasilan < Rp50.000.000 per tahun: 5%.
- Tarif Pajak Penghasilan Rp50.000.000 – Rp250.000.000: 15%.
- Tarif Pajak Penghasilan Rp250.000.000 – Rp500.000.000: 25%.
- Tarif Pajak Penghasilan > Rp500.000.000: 30%.
- Untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan dan memenuhi kriteria membayar pajak tapi tidak memiliki NPWP, tarifnya akan 20% lebih tinggi.
Untuk Wajib Pajak yang berupa badan usaha, ketentuannya sebagai berikut, menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 dan PPP Tahun 2013 Nomor 46:
- Tarif pajak untuk perusahaan beromzet bruto < Rp4.8 miliar per tahun: 1%.
- Tarif pajak untuk perusahaan beromzet bruto antara Rp4.8 miliar – Rp5 miliar per tahun: (0,25 – (0,6 Milyar / omzet bruto x Penghasilan Kena Pajak)
- Tarif pajak untuk perusahaan beromzet bruto lebih dari Rp50 miliar per tahun: 25% dari PKP
Nah, kalau kamu pengin tahu lebih banyak mengenai perhitungan Pajak Penghasilan–apalagi jika kamu masih kesulitan membuat laporan SPT–kamu bisa gabung di kelas pajak yang diadakan oleh QM Financial. Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.