NIK Jadi NPWP, Ini Artinya, dan Yuk, Kelola Keuangan Agar Bisa Bayar Pajak Tepat Waktu!
Pemerintah telah mengumumkan kebijakan integrasi NIK jadi NPWP, dan hal ini akan berlaku secara efektif mulai tahun 2023. Wacana ini sebenarnya sudah lama sekali didengungkan, dan sepertinya akan benar-benar dilaksanakan dalam waktu dekat.
Kebijakan ini bukan untuk mempersulit atau untuk memaksa rakyat membayar pajak, tetapi justru untuk memudahkan administrasi, terutama dalam hal pajak. Selama ini, kita sering menemukan kasus ketika data pajak dan kependudukan jadi ruwet karena ketidaksesuaian ini dan itu. Dari website Kemenkeu sendiri juga dijelaskan, justru penyatuan identitas ini akan mempersingkat birokrasi dan memudahkan wajib pajak sekaligus warga negara Indonesia.
Untuk lebih jelasnya, berikut serba-serbi soal kebijakan NIK jadi NPWP yang perlu kamu pahami.
Fakta-Fakta NIK Jadi NPWP
1. Berlaku tahun 2023
Kebijakan NIK jadi NPWP akan dimulai secara efektif dan sepenuhnya tahun 2023. Realisasi kebijakan ini akan ditandai dengan penandatanganan kerja sama soal pemanfaatan semua data kependudukan, mulai dari NIK hingga E-KTP dalam layanan perpajakan Ditjen Pajak Indonesia, bekerja sama dengan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil.
Jadi, mari kita tunggu realisasinya ini.
2. Tidak semua orang wajib pajak
Salah satu hal yang menjadi “biang” keributan penolakan kebijakan ini adalah banyaknya orang yang mengira, bahwa dengan NIK jadi NPWP, maka semua orang otomatis diharuskan membayar pajak.
Nah, ini adalah salah paham ya. Bukan begitu mainnya.
Memang semua orang yang menjadi warga negara Indonesia wajib memiliki NIK, tetapi tidak lantas semua menjadi wajib pajak. Anak-anak yang belum masuk usia produktif, lansia, pekerja sektor riil dengan penghasilan minim, mereka punya NIK, tetapi mereka adalah beberapa contoh individu yang tidak wajib membayar pajak. Dengan demikian, ketika kebijakan NIK jadi NPWP berlaku, bukan berarti mereka secara otomatis harus membayar pajak.
Tentang siapa saja yang menjadi wajib pajak tetap mengikuti peraturan yang berlaku, yaitu UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa orang yang menjadi wajib pajak adalah mereka yang berusia produktif dan berpenghasilan minimal Rp60 juta per tahun, atau Rp4.5 juta per bulan.
Jadi, yang tidak berpenghasilan—seperti anak-anak dan pensiunan atau lansia, juga mereka yang pengangguran—tidak secara otomatis diharuskan membayar pajak ketika kebijakan NIK jadi NPWP berlaku.
3. Tidak perlu membuat NPWP, hanya perlu aktivasi
Lalu, seperti apa prosedurnya kalau penerapan wajib pajaknya tetap mengikuti UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan? Berarti kan, ada yang tidak membayar pajak, dan ada yang wajib membayar pajak?
Simpel saja. Nantinya akan diatur skema aktivasi NIK jadi NPWP bagi wajib pajak sesuai peraturannya.
Dilansir dari Kompas, dijelaskan bahwa saat ini sedang dibahas prosedur pola aktivasi NIK jadi NPWP ini. Opsi pertama, wajib pajak menghubungi Ditjen Pajak melalui saluran-saluran yang nantinya akan disiapkan untuk mengaktivasi NIK jadi NPWP. Selain itu, jika memang datanya sudah lengkap, Ditjen Pajaklah yang akan mengaktivasi NIK para wajib pajak menjadi NPWP secara otomatis. Kemudian, pihak Ditjen Pajak yang akan menghubungi para wajib pajak untuk menginfokan bahwa NPWP-nya sudah aktif dan sesuai dengan NIK.
Nah, jadi, kita tunggu saja ya soal prosedurnya. Nggak perlu heboh dari sekarang. Kalau dibayangkan, dengan satu data kependudukan nasional yang terintegrasi seperti ini, beberapa prosedur bisa dipangkas. Nantinya, jika diperlukan, kita hanya perlu menyebutkan NIK, dan langsung deh terhubung ke data perpajakan.
Yah, siapa tahu, entar dengan NIK juga bisa langsung dimanfaatkan untuk mengakses data SIM, e-wallet, sampai kartu kredit? Ya, siapa tahu kan? Teknologi kan berkembang terus.
Tip Taat Membayar Pajak
Pajak adalah kewajiban warga negara seperti kita. Dengan membayar pajak, kita berkontribusi dalam pembangunan dan pertumbuhan negara kita. Dari siapa lagi negara bisa meminta bantuan, kalau bukan dari warganya?
Tanpa diiringi pengelolaan keuangan yang baik, membayar pajak itu memang bisa jadi beban tersendiri. Jadi, yuk, simak beberapa tip mengelola keuangan agar kita bisa memastikan diri kita taat membayar pajak.
1. Anggarkan
Menganggarkan adalah salah satu tip keuangan untuk mengatasi segala kondisi dan situasi. Begitu juga soal pajak.
Pajak ada yang ditarik bulanan, misalnya seperti potongan PPh oleh kantor. Ada juga yang harus dibayarkan secara mandiri setiap tahun, misalnya seperti pajak bermotor, pajak bumi dan bangunan. Untuk segala macam jenis pajak, jangan lupa untuk memasukkannya ke dalam daftar pengeluaranmu. Dengan demikian, pada periode berikutnya kamu juga tidak akan lupa membuat anggarannya.
Pajak adalah kewajiban, sifatnya seperti cicilan utang. Jika kita tidak disipin membayarnya, bisa jadi kita akan terkena masalah karena ada denda yang diberlakukan. Jangan sampai deh mengeluarkan uang untuk denda, padahal ini sebenarnya bisa dihindari.
2. Menabung
Untuk beberapa jenis pajak, kamu bisa mengumpulkan uang dulu dengan menabung. Misalnya untuk Pajak Bumi dan Bangunan yang tergolong tinggi dan dibayarkan setahun sekali. Kamu bisa membuat pos khusus, dan setiap bulan menyisihkan uang sesuai perhitungan. Dengan demikian, beban pun tidak akan terasa terlalu berat.
Begitu juga jika misalnya karena satu dan lain sebab, ada tunggakan PPh. Jika memang besar, perhitungkanlah, agar bisa menabung dulu.
Ini adalah cara old school, tapi terbukti efektif untuk mengatasi pengeluaran-pengeluaran wajib dalam nominal besar seperti pajak.
3. Pasang reminder
Sekali lagi, jangan bebani dirimu sendiri dengan denda hanya gara-gara lupa jatuh tempo pajak. Pasang reminder, kalau perlu. Beberapa aplikasi keuangan atau mobile banking bahkan menyediakan juga fitur reminder dan juga autodebit. Manfaatkan fitur ini, supaya enggak sampai lupa.
Nah, demikian sekilas serba-serbi mengenai kebijakan NIK jadi NPWP. So, tak perlu berlebihan dalam menyikapi. Mari kita sadari bahwa pajak nantinya juga akan kembali pada kita manfaatnya. Mari kita kawal, agar penggunaannya sesuai peraturan yang ada.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Serba-Serbi Menjadi Wajib Pajak yang Perlu Diketahui
Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas serba-serbi pajak penghasilan. Nah, dalam artikel ini kita akan membahas serba-serbi mengenai Wajib Pajak. Ya, kita-kita ini.
Kira-kira siapa saja sih yang bisa disebut sebagai Wajib Pajak itu? Dan, apa saja kewajiban kita? Apakah sudah dipenuhi semua, sebagai warga negara Indonesia yang baik?
Enggak tahu jawabannya? Atau, nggak pasti? Nah, makanya, simak artikel ini sampai selesai ya.
Wajib Pajak Itu Siapa?
Wajib Pajak adalah siapa saja yang memenuhi persyaratan untuk menjadi subjek pajak yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak pada pemerintah. Subjek pajak di sini bisa berarti individu ataupun berupa badan usaha.
Sebagai yang memiliki kewajiban, yang bersangkutan bisa bertempat tinggal di dalam wilayah Indonesia, ataupun di luar negeri, tetapi mendapatkan penghasilan dari Indonesia. Nah, makanya ada Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri.
Wajib Pajak Dalam Negeri
Seperti yang disebutkan dalam undang-undang pajak penghasilan, Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 36 Tahun 2008, mereka yang termasuk dalam Wajib Pajak dalam negeri adalah:
- Mereka yang bertempat tinggal di Indonesia.
- Mereka yang menetap di Indonesia sekurang-kurangnya 183 hari dalam 1 tahun pajak.
- Mereka yang memiliki keinginan untuk menetap di Indonesia dalam satu tahun pajak ke depan.
Wajib Pajak Luar Negeri
Mereka yang termasuk ke dalam Wajib Pajak luar negeri, menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
- Orang-orang yang tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun pajak dengan penghasilan pribadi, ataupun melakukan usaha dan kegiatan yang memberinya penghasilan melalui badan usaha di Indonesia.
- Orang-orang yang yang selama 183 hari lebih tidak tinggal di Indonesia, tetapi mendapatkan penghasilan dari Indonesia, meski kegiatannya tidak di Indonesia.
Nah, semoga jelas deh, definisi antara kedua pengertian Wajib Pajak luar negeri itu ya. Memang agak rancu sih, tapi bisa kok dipahami.
Apa Kewajiban Wajib Pajak?
Sebagai warga negara yang baik, kita memiliki beberapa kewajiban, di antaranya:
1. Mendaftar sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan NPWP
NPWP, atau Nomor Pokok Wajib Pajak, merupakan nomor identitas kita, yang dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kewajiban membayar pajak berikut hak-hak yang menyertainya.
Untuk mendaftar dan mendapatkan NPWP, kamu bisa datang ke Kantor Pelayananan Pajak terdekat di kotamu, atau bisa juga ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Atau, kalau kebetulan sambil jalan-jalan, kamu menemui Mobile Tax Unit, kamu juga bisa sekalian mendaftarkan diri.
Untuk kebutuhan zaman now yang serbadigital, Direktorat Jendral Pajak juga menyediakan sarana online untuk mendaftar NPWP ini. Jadi, enggak ada alasan untuk nggak mendaftar ya.
2. Menghitung dan membayar Pajak
Kewajiban keduanya adalah harus menghitung dan membayar pajak pada pemerintah, sesuai dengan pajak terutang yang sudah dihitung.
Untuk menghitung besaran pajak yang harus kita bayarkan, tarifnya adalah sebagai berikut, seperti yang tercantum di undang-undang:
Wajib Pajak dalam negeri:
- Penghasilan sampai dengan Rp50.000.000: 5%
- Penghasilan antara Rp50.000.001 hingga Rp250.000.000: 15%
- Penghasilan antara Rp250.000.001 hingga Rp500.000.000: 25%
- Penghasilan di atas Rp500.000.001: 30%
Untuk Wajib Pajak luar negeri tarif pajak penghasilannya adalah 20%.
Untuk membayar pajak, kamu harus memiliki kode billing terlebih dahulu. Pembuatannya sudah dijelaskan langkah demi langkah di Klikpajak. Cukup mudah diikuti kok.
Setelah mendapatkan kode billing, kita bisa membayar pajak sesuai perhitungan ke bank, kantor pos, ATM, atau yang praktis bisa juga melalui SMS Banking atau Internet Banking. Nggak harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak. Mudah, jadi seharusnya sih enggak telat lagi memenuhi kewajibanmu kan?
3. Laporkan SPT Pajak Tahunan
Setelah menghitung dan membayarkan pajaknya, maka selanjutnya kita berkewajiban untuk melaporkan penghasilan melalui SPT, atau Suprat Pemberitahuan Tahunan.
Sistem dari pelaporan SPT yang berlaku di negara kita adalah self assessment, yang berarti negara memberikan wewenang dan kepercayaan penuh kepada setiap pribadi untuk menghitung, membayar, dan membuat laporan penyetoran pajak.
Demi mempersingkat langkah dan praktisnya, pemerintah juga sudah menyediakan layanan online untuk pelaporan SPT ini. Lagi-lagi, enggak ada alasan untuk tidak bisa melakukannya tepat waktu, ya kan?
Itu dia beberapa hal terkait apa itu yang dimaksud dengan Wajib Pajak dan juga apa saja kewajibannya.
Jadi, apakah kamu sudah melaksanakan kewajibanmu tahun ini? Kalau belum–apalagi kalau masih bingung–kenapa kamu enggak bergabung dengan kelas khusus pajak yang diadakan oleh QM Financial? Yuk, cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial di sini, dan pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.