Training Keuangan, Kapan Dibutuhkan Karyawan? Ini 7 Tandanya
Sudah tahu kan, pentingnya memberikan training keuangan pada karyawan? Di samping untuk memperkenalkan habit baru yang baik terhadap pengelolaan keuangan, training keuangan karyawan juga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas karyawan.
Lalu, kapan waktu terbaik untuk memberikan training keuangan ini? Simak ulasannya sampai selesai berikut ini yuk!
Tanda dan Kapan Perlu Memberikan Training Keuangan untuk Karyawan
Ketika karyawan baru saja mulai masuk untuk bekerja (entry level)
Adalah penting bagi karyawan yang baru mulai masuk kerja dan menerima gaji pertama untuk segera dapat mengelola keuangan dengan baik. Ini berlaku baik bagi yang memang sudah berpengalaman kerja di perusahaan lain sebelumnya, ataupun yang baru pertama kali kerja alias fresh graduates dan first jobbers.
Kesadaran dan keterampilan mengelola keuangan akan sangat lebih baik jika dimiliki sejak dini. Dengan demikian, karyawan masih punya banyak waktu untuk menyusun berbagai tujuan finansial dan kemudian membuat rencana yang komprehensif.
Ketika produktivitas karyawan mulai menurun
Salah satu penyebab produktivitas karyawan yang menurun adalah ketika mereka mengalami financial insecurities dalam hidup mereka. Financial insecurities ini bisa jadi kecemasan terhadap cash flow yang mereka khawatirkan tidak cukup, memiliki utang yang tak kunjung lunas, hingga kekhawatiran menghadapi masa depan yang tak jelas.
Ada data penelitian yang membuktikan, bahwa 1 dari 4 karyawan di kantor mengalami stres dan penurunan produktivitas karena masalah keuangan.
So, ketika produktivitas karyawan dirasa mulai menurun, bisa jadi ini adalah salah satu indikator bahwa mereka sedang ada masalah yang membuat kurang fokus. Besar kemungkinan masalah tersebut adalah masalah keuangan. Itulah waktu yang tepat untuk mengadakan training keuangan bagi mereka.
Ketika karyawan mulai terlalu sering kasbon atau memiliki terlalu banyak utang
Kadang perusahaan memang menyediakan fasilitas pemberian pinjaman dana pada karyawan dengan bunga lunak, demi membantu kesejahteraan karyawan. Pinjaman ini bisa berupa pinjaman dengan jangka tertentu, ataupun yang berupa kasbon.
Namun, kadang ada saja satu dua karyawan yang kasbon terus menerus, atau malah terlibat dengan pinjaman online ilegal yang dewasa ini marak terjadi.
Kalau sudah begini, bisa dipastikan bahwa karyawan pasti memiliki masalah keuangan yang cukup besar. Ada baiknya, perusahaan membantu dengan memberikan training keuangan agar karyawan lebih terampil mengelola keuangannya sendiri tanpa harus utang lagi.
Saat karyawan mendapatkan kenaikan gaji
Kenaikan gaji memang menjadi hal yang paling ditunggu. Tetapi, tak jarang, kenaikan gaji juga diikuti dengan kenaikan lifestyle—gaya hidup yang kalau tidak dikelola dengan baik bisa menjebak karyawan hingga hidup melebihi kemampuan.
Ini tentu saja membawa kerugian bagi diri karyawan sendiri.
So, ada baiknya, saat perusahaan berencana untuk menaikkan gaji para karyawan, saat itu juga direncanakan untuk memberikan training keuangan agar karyawan dapat mengelola gajinya dengan lebih baik lagi.
Ketika karyawan sudah bekerja cukup lama di perusahaan yang sama
Ketika karyawan sudah cukup lama bekerja di suatu perusahaan—misalnya sudah beberapa tahun—maka saat itulah ia memasuki fase retain.
Training keuangan karyawan akan sangat baik jika diberikan lagi, untuk mengingatkan karyawan agar mereview apa yang sudah dicapai sejauh ini. Selanjutnya, karyawan juga perlu diingatkan lagi untuk terus membangun aset, sehingga pada waktunya nanti dapat dikonversi menjadi aset aktif menjelang pensiun.
Ketika lifestyle karyawan terlihat melebihi kemampuan finansialnya
Memang menjadi hak karyawan mana pun untuk memanfaatkan gajinya untuk keperluan apa pun. Namun, ketika ada tanda-tanda bahwa karyawan hidup dengan lifestyle yang melebihi kemampuannya, maka saat itu pula perusahaan wajib mengingatkannya.
Salah satu caranya adalah dengan memberikan training keuangan yang sesuai dengan kondisi si karyawan.
Jangan sampai sudah terlanjur terlilit utang, baru diberi training. Bisa jadi, saat itu sudah terlambat.
Ketika karyawan perlu disadarkan tentang pentingnya dana pensiun
Sering terjadi ketika karyawan merasa belum perlu memikirkan dana pensiun, karena mereka merasa masih muda, masih punya banyak sekali waktu untuk berkarya dan menghasilkan uang.
Well, pendapat ini enggak salah, tetapi perlu untuk membuat mereka sadar, bahwa masa pensiun perlu untuk direncanakan sejak dini.
Mereka punya privilege pada jangka waktu yang masih panjang, sehingga beban untuk menabung masih akan ringan. Jangan tunggu sampai berusia 45 tahun dulu, baru kemudian berencana untuk pensiun. Khawatirnya, beban menabung akan lebih berat, dan waktunya terlalu singkat untuk membangun aset.
Nah, itulah tanda karyawan perusahaan perlu mendapatkan training keuangan.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
5 Skill yang Dibutuhkan di Dunia Kerja di Tahun 2021
Ada beberapa skill yang dibutuhkan di dunia kerja di tahun 2021 ini. Mungkin tidak baru, tetapi sekarang menjadi lebih penting.
Memangnya beda? Well, di tahun 2020, kita terpaksa banyak menyesuaikan diri dengan perubahan cepat yang terjadi. Salah satunya konversi dari offline menjadi online, dalam sebagian besar hal yang kita kerjakan.
Termasuk di dunia kerja.
Perusahaan mau enggak mau juga harus beradaptasi. Jika memang sejauh ini, karyawannya sudah dapat “diajak” untuk naik kelas, maka itu hal bagus. Dan, kalaupun berniat untuk menambah lagi sumber daya manusia, maka ya sebaiknya mempertimbangkan hal dan kebiasaan baru yang ada sekarang, demi kelancaran operasional pekerjaan.
Berikut beberapa skill yang dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan untuk bertahan di tahun 2021 ini. Dan, beberapa di antaranya adalah soft skill yang bisa dikembangkan dengan training yang pas dengan kebutuhan.
5 Skill yang Dibutuhkan di Dunia Kerja
Familier dengan berbagai bentuk teknologi dan bisa belajar dengan cepat
Kalau mau bertahan, dan kemudian bisa berkembang, maka mau tak mau setiap aset dalam perusahaan juga disesuaikan dengan kondisi terkini. Termasuk para karyawannya.
Pada akhirnya, seleksi alam juga berlaku. Mereka yang tak bisa belajar teknologi dengan cepat harus pasrah digantikan. Tak hanya digantikan oleh sesama manusia, tetapi digantikan oleh mesin dan robot. Memang menyedihkan sih, tapi ya ini tuntutan zaman.
Kecerdasan emosional (EQ)
Keterampilan ini barangkali bukan tuntutan yang baru. Tetap dengan kondisi yang sekarang, maka keterampilan untuk mengelola emosi menjadi skill yang dibutuhkan di dunia kerja juga. Pasalnya, dengan kondisi sekarang, orang dengan kecerdasan emosional yang baik akan lebih mampu beradaptasi.
In fact, meskipun nantinya sebagian besar pekerjaan akan dilakukan oleh robot ataupun mesin, tetapi mereka juga tetap tidak dapat menggantikan peran manusia yang memiliki rasa dan indera yang lebih tajam.
Karenanya, di masa teknologi canggih, tak hanya IQ saja yang berperan, para karyawan dituntut untuk memiliki EQ yang juga sama tingginya.
Kreativitas
Pandemi COVID-19 yang terjadi di tahun 2020 menuntut setiap bisnis, baik yang dijalankan oleh perusahaan maupun perseorangan, untuk kreatif agar bisa bertahan. Kebanyakan merasa perlu untuk mengubah strategi bisnisnya. Tentunya, strategi perusahaan yang berubah ini tidak akan mulus dilakukan tanpa adanya kreativitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
Tanpa kreativitas karyawan, perusahaan tidak akan lincah mencari celah untuk bertahan.
Ini juga bukan termasuk keterampilan baru, tetapi menjadi skill yang dibutuhkan di dunia kerja di tahun 2021 ini.
Berkomunikasi secara efektif
Dalam sebuah perusahaan, teamwork itu akan selalu menjadi hal penting. Tanpa keterampilan berkomunikasi yang baik, teamwork tidak akan bisa terbangun dengan baik.
Keterampilan untuk berkomunikasi secara efektif juga bukan skill yang dimiliki oleh setiap orang loh. Ada banyak orang yang cukup kesulitan untuk mempelajari salah satu skill yang dibutuhkan di dunia kerja ini. Jika saat ini karyawan masih kurang dapat menguasai keterampilan ini, ada baiknya diberikan training yang pas.
Kepemimpinan
Skill yang dibutuhkan di dunia kerja lainnya adalah kepemimpinan.
Well, kan, enggak semua karyawan harus jadi pemimpin? Kalau semua pemimpin, siapa dong anak buahnya?
Ya, bukan gitu juga sih artinya. Setidaknya, jika karyawan memiliki keterampilan memimpin, maka mereka juga akan mahir memimpin diri mereka sendiri. Dengan demikian, mereka akan kaya inisiatif, punya kemampuan problem solving yang baik juga, dan tak harus menunggu instruksi untuk bekerja dan menghasilkan yang terbaik.
Itulah arti keterampilan kepemimpinan yang sesungguhnya.
Di samping kelima keterampilan di atas, ada lagi skill yang dibutuhkan di dunia kerja di tahun 2021 ini yang juga sangat penting. Yaitu keterampilan untuk mengelola keuangan pribadi.
Mengapa sangat penting?
Ini juga berkaitan dengan kondisi dan kebiasaan yang berubah. Pandemi tahun 2020 masih menyisakan dampak sampai sekarang, hingga ke soal keuangan. Banyak orang tak siap menghadapi krisis lantaran mereka belum memiliki literasi keuangan yang baik. Di antaranya, tidak memiliki dana darurat yang memadai, sedangkan ada utang juga yang menjadi beban.
Karyawan yang mampu mengelola keuangannya dengan baik, akan siap menghadapi situasi apa pun. Hal ini tentunya akan memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Betul kan ya?
Kabar baiknya, seperti halnya skill yang lain, keterampilan mengelola keuangan ini juga bisa dilatih melalui training keuangan.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Punya Penghasilan Sampingan Selain Pekerjaan Utama, Mengapa Penting?
Banyak dari kita yang sudah merasa puas dengan memiliki satu pintu penghasilan, apalagi jika ternyata gaji yang kita terima sudah sangat cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan sampai “tumpah-tumpah”. Di sini kita lantas lupa, bahwa penting juga bagi kita untuk punya penghasilan kedua, alias penghasilan sampingan.
Tapi mengapa ini penting?
Mengapa Kita Harus Punya Penghasilan Kedua atau Penghasilan Sampingan?
1. Tidak ada yang 100% dijamin aman
Dalam hidup, kita harus menghadapi banyak kemungkinan. Ada kemungkinan yang baik, tapi kemungkinan yang buruk juga kadang lebih banyak. Begitu juga ketika kita sedang membicarakan mengenai penghasilan.
Mari belajar dari pandemi yang menyerang kita di sepanjang tahun 2020 ini. Tidak ada yang pernah menduga kan, kalau dunia bakalan sempat lumpuh selama beberapa waktu akibat COVID-19?
Hal ini tak pelak memengaruhi perekonomian global, hingga akhirnya banyak negara terjerumus ke jurang resesi. Tak ketinggalan pula Indonesia.
Bisnis gulung tikar, perusahaan ditutup. Karyawan dirumahkan, sampai sudah diputus PHK. Ini adalah bukti bahwa sestabil apa pun penghasilan kita saat normal tetap tak akan bisa lepas dari risiko jika kondisinya seperti ini.
2. Lebih cepat mencapai tujuan keuangan
Pernahkah kamu menghitung, dengan satu penghasilan sekarang dan sudah dibantu dengan investasi, masih berapa lama lagi kamu bisa mencapai tujuan keuanganmu?
Mungkin kamu memang sudah menentukan horizon waktunya ya? Ya, itu sudah bener sih. Tapi, kalau bisa lebih cepat mencapai tujuan dengan bantuan penghasilan sampingan atau tambahan, pastinya akan lebih baik kan?
Misalnya, tujuan keuanganmu setahun ke depan adalah bebas semua utang konsumtif. Nah, akan ada baiknya, tujuan keuangan seperti ini dipercepat, supaya kamu bisa segera merasakan bebas dari beban utang. Hal ini bisa kamu capai dengan menambah penghasilan.
3. Memperluas networking
Dengan memiliki penghasilan sampingan–baik itu berupa bisnis ataupun pekerjaan lain–yang berbeda dengan pekerjaan utama akan membuka peluang networking yang lebih luas untukmu.
Berinteraksi dengan orang baru itu semacam suntikan semangat baru juga loh. Kamu pun bisa mencoba untuk keluar dari zona nyaman, dan upgrade diri sendiri agar lebih baik.
Nantinya, hal ini juga akan menjadi keuntungan tersendiri untuk karier–dan pasti akan berpengaruh juga pada penghasilanmu secara keseluruhan.
4. Menambah semangat kerja
Konon katanya, punya penghasilan sampingan di luar pekerjaan utama itu melelahkan. Bahkan bisa menambah stres.
Nah, kalau begini, ya kembali ke pertanyaan: penghasilan sampingannya berupa apa?
Untuk menghindari stres tambahan, carilah penghasilan sampingan dari sesuatu yang kamu sukai, what you’re passionate about. Mengerjakan hal yang kita sukai di sela-sela rutinitas pekerjaan utama pastinya akan menyenangkan kan ya? Bahkan bisa jadi, capek pun hilang.
Pada akhirnya, hal ini akan memengaruhi tingkat kebahagiaan kita, dan akhirnya berpengaruh juga pada semangat kerja di pekerjaan utama. Kalau semangatnya bagus, produktivitas akan mengikuti. Betul?
5. Mengembangkan minat
Kadang kita bekerja di sektor yang memang kurang kita minati. Tetapi, karena sudah jadi rezeki, ya harus ditekuni.
Tetapi bukan berarti lantas kita harus melupakan minat kita loh. Sebisa mungkin harus tetap diasah. Sayang banget kan, sudah dikasih bakat, talenta, atau minat, tapi disia-siakan.
Dengan mempunyai pekerjaan sampingan di luar pekerjaan utama yang sesuai dengan minat, bakat, dan talenta, maka kita pun bisa mengembangkan keahlian, wawasan, dan pengetahuan kita di sektor tersebut dengan lebih baik.
Banyak sekali memang alasan mengapa penting buat kita untuk punya penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama. Kamu barangkali punya opini lain selain yang sudah disebutkan di atas? Yuk, share di kolom komen!
Secure your income dengan memiliki penghasilan tambahan yuk! Dengan demikian, kamu sudah mengamankan kondisi keuangan pribadi dengan lebih baik lagi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Cara Menyusun Skala Prioritas Ketika Bujet Keuanganmu Terbatas
Namanya manusia, maka wajar saja kalau BM–banyak mau. Tapi ya, sayangnya, kadang sumber dayanya terbatas. Iya, kita lagi membicarakan tentang uang, pastinya. Maunya banyak, cita-citanya tinggi, tapi uang ya kan sudah “dijatah”. Makanya kita harus bisa mengelola keuangan dengan baik. Salah satunya dengan cara menyusun skala prioritas.
Dengan adanya skala prioritas, kita lantas bisa memilih, mana yang bisa didahulukan dan mana yang bisa ditunda sembari menunggu rezeki masuk lagi.
Apa Sih Skala Prioritas?
Prioritas, di Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah “yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain”.
Sedangkan, skala menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “lajur yang dipakai untuk menentukan tingkatan atau banyaknya sesuatu (seperti pada peraturan gaji dan pada daftar bunga uang), ukuran”.
Nah, kalau diterjemahkan secara bebas, skala prioritas berarti adalah ukuran untuk menentukan mana yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain. Kalau dalam konteks yang akan kita bahas sekarang ya soal kebutuhan hidup serta apa saja yang kita ingin raih.
Tujuan adanya skala prioritas dalam keuangan pribadi ini adalah menghindari pemenuhan kebutuhan yang tidak tepat sasaran. Pendeknya, dengan menentukan skala prioritas, kita lantas bisa melihat mana yang lebih penting untuk dipenuhi lebih dahulu dengan sumber daya yang ada.
Nah, untuk lebih jelasnya, coba cek diagram berikut deh. Ini adalah tabel yang dibuat oleh Stephen R. Covey yang sebenarnya dibuat sebagai panduan bagi kita untuk manajemen waktu. Tetapi, diagram ini juga dapat kamu gunakan untuk membantumu menentukan skala prioritas.
Dalam diagram di atas, kita dapat melihat ada 4 kuadran sifat kebutuhan hidup.
- Penting dan mendesak, misalnya seperti makanan, rumah tempat tinggal
- Penting tetapi tidak mendesak, misalnya baju kerja yang pantas dan formal
- Kurang penting tetapi mendesak, misalnya beli handphone yang didiskon 90% hari ini
- Kurang penting dan tidak mendesak, misalnya main games, jajan boba, dan sejenisnya
Nah, ketahuan kan, bedanya ya??
“Ilmu” dari Stephen R. Covey ini bisa banget kita gunakan untuk keuangan kita, mulai ketika kita sedang menyusun tujuan keuangan dan kemudian membuat rencana realistisnya, sampai menentukan belanja sehari-hari. Tentu saja, kamu harus mendahulukan apa yang sifatnya penting dan mendesak lebih dulu. Yang sifatnya kurang penting dan tidak mendesak adalah hal terakhir yang dipenuhi setelah yang lainnya.
Bagaimana Cara Menyusun Skala Prioritas Agar Keuangan Terkelola secara Efisien?
Ada beberapa hal yang biasanya menjadi pertimbangan kita dalam menentukan skala prioritas ini.
Urgensi
Urgensi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya keharusan yang mendesak; hal sangat penting. Jadi, pertimbangan urgensi bisa kamu lakukan ketika memilih sesuatu harus segera dilakukan, kalau tidak, maka akan “membahayakan” hal lainnya. Kalau dalam tabel Steven R. Covey di atas, bisa jadi yang masuk dalam tingkat urgensi tinggi adalah yang bersifat penting dan mendesak.
Contohnya begini. Sudah biasa bagimu untuk pergi ke kantor dengan menggunakan kendaraan pribadi. Namun, pagi ini ternyata ban kendaraanmu bocor. Padahal pagi ini, kamu sudah ada meeting appointment dengan klien penting. Maka, tak bisa lain, kamu harus segera berangkat dengan moda transportasi yang lain, yang juga cepat meski mungkin agak mahal. Dengan taksi online, misalnya.
Kesempatan
Kesempatan juga bisa jadi satu hal yang penting dipertimbangkan untuk menentukan skala prioritas pemenuhan kebutuhan.
Maksudnya begini. Sering kali kita menemui kesempatan untuk memenuhi suatu kebutuhan yang datang hanya sekali. Maka, ini bisa kamu ubah skala prioritasnya, dibandingkan hal-hal lain yang kesempatan untuk memenuhinya bisa datang berkali-kali.
Misalnya, jarang ada kelas bisnis di rangkaian kelas finansial online QM Financial. Suatu kali, ternyata ada jadwal kelas bisnis di minggu ini, sudah begitu ada promonya juga. Diskon! Karenanya, kamu yang sudah berniat ikut kelas lain, yang secara reguler diadakan setiap bulannya–yang bisa kamu ambil lagi bulan depan, memprioritaskan untuk ikut kelas bisnis dulu karena kamu memang berniat memulai bisnis bulan ini.
Masa Depan
Maksudnya di sini adalah pertimbangan jangka panjang ke depan. Masa depan adalah waktu jauh ke depan, yang harus disiapkan sedari sekarang. Karena, kalau tidak, bisa jadi di masa depan kita akan mengalami masalah.
Sering kali kita merasa menyesal akan sesuatu yang terjadi sekarang, karena salahnya pilihan yang kita ambil di masa lalu. Karena itu, dalam menentukan skala prioritas, masa depan juga menjadi pertimbangan yang sangat penting, apalagi jika berpotensi mendatangkan masalah.
Contohnya begini. Kamu mendapatkan bonus tahunan dari kantor. Kebetulan sudah banyak wishlist yang menunggu untuk dipenuhi nih. Tetapi, enggak mungkin juga bisa memenuhi semuanya. Di dalam wishlist itu ada poin membayar premi asuransi jiwa. Di antara beberapa pilihan, kamu pun menempatkan pembayaran premi asuransi jiwa menjadi prioritas utama untuk dipenuhi lebih dulu. Baru jika ada sisa, maka wishlist yang lain bisa dipenuhi sesuai skala prioritas.
Kamu menempatkan “masa depan” sebagai pertimbangan untuk menentukan skala prioritas di sini, karena kalau sampai premi tak terbayar, bisa jadi kamu akan mengalami masalah keuangan ke depannya.
Kemampuan
Kemampuan diri juga bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan skala prioritas ini. Justru sepertinya, pertimbangan inilah yang terpenting–apalagi hidup di masa sekarang.
Prioritaskan hal-hal yang memang kamu mampu melakukannya. Yang enggak mampu, ya lebih baik tunda saja, sampai kamu mampu.
Ngomongin soal kemampuan merely ngomongin soal memahami dan jujur pada diri sendiri. Nggak usah memaksakan diri “memenuhi kebutuhan” yang sebenarnya kamu tak mampu. Sesuaikan saja dengan kemampuan.
Kamu tak perlu harus punya handphone keluaran paling baru yang harganya sampai dua puluh juta hanya karena teman-temanmu sudah membelinya. Uang Rp20 juta itu bisa kamu gunakan untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih penting. Jika memang butuh handphone, yang seharga lima jutaan pun sudah cukup canggih dan punya banyak fitur yang pas dengan kebutuhanmu.
Nah, itu dia beberapa hal tentang menentukan skala prioritas ketika kamu punya bujet terbatas. Enggak sulit kan? Enggak dong. Dengan mengatur skala prioritas, kamu pun bisa mengelola keuanganmu dengan lebih baik.
Semoga artikel ini bermanfaat ya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
3 Alasan Terbesar Mengapa Pegawai Negeri Sipil (PNS) Harus Dapat Mengelola Uang Sejak Dini
Menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil itu diartikan oleh sebagian orang bahwa kita akan mendapatkan berbagai macam privilege dan fasilitas, yang tak semua orang berkesempatan untuk mendapatkannya. Fasilitas ini tentulah memberikan keuntungan tersendiri bagi PNS yang bersangkutan. Namun, ternyata di balik itu, ada kewaspadaan pula yang seharusnya muncul dalam soal mengelola uang dengan bijak.
Ini pastinya akan menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pegawai negeri sipil, di samping adanya keuntungan yang didapatkan. Yah, namanya juga hidup kan, tantangan dan peluang itu kan selalu datang dalam satu paket, sejatinya.
Jika seorang pegawai negeri sipil abai akan tantangan keuangan yang timbul bersamaan dengan keuntungan dari pemanfaatan fasilitas dan privilege yang disediakan, tentunya hal ini akan berpotensi munculnya masalah keuangan di kemudian hari. Contohnya, banyak pensiunan PNS yang akhirnya harus menggantungkan hidupnya di masa pensiun dari keturunannya. Mata rantai sandwich generation pun menjadi tak dapat diputuskan.
Karenanya, adalah penting bagi setiap pegawai negeri sipil untuk bisa mengelola uang sejak dini, sejak ia dinyatakan diterima dalam tes CPNS. Selain karena alasan di atas, juga karena alasan-alasan berikut ini.
Perlunya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk Dapat Mengelola Uang Sejak Dini
1. Bahaya Psikologis atas Keamanan dan Kenyamanan yang Diberikan
Rasa aman itu memang membuat kita nyaman. Betul enggak? Tapi kadang yang terjadi justru menjadi terlalu nyaman, sehingga kita abai akan “bahaya” yang semakin mendekat.
Jaminan pensiun, misalnya, sudah menjadi salah satu fasilitas yang ditawarkan pemerintah kepada mereka yang mengabdikan diri untuk negara. Karena sudah merasa dijamin, akhirnya banyak dari PNS yang merasa tidak perlu untuk melakukan apa pun untuk mempersiapkan masa pensiun.
Setelah masa pensiun tiba, dan menerima uang pensiun sesuai yang ditetapkan, baru deh terasa bahwa uang pensiun ternyata tak bisa mencukupi kebutuhan yang sudah terlanjur mengikuti gaya hidup sebelumnya. Tak jarang, para pensiunan ini jadi terpaksa kembali bekerja apa saja, demi mendapatkan tambahan uang.
Rasa aman ini memang bisa membahayakan, jika kita tak pandai-pandai mengelola keuangan sejak dini.
2. Tidak semua fasilitas bersifat permanen
PNS golongan tertentu memang mendapatkan fasilitas yang menjadi benefit sebagai abdi negara. Misalnya saja berupa rumah ataupun mobil dinas. Fasilitas ini boleh dipakai dan dipergunakan selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai pegawai negeri sipil, alias ASN.
Sayangnya, banyak yang lantas lupa, bahwa begitu sudah tidak berstatus PNS, maka fasilitas ini harus dikembalikan ke kantor tempatnya bekerja. Alhasil, rumah dinas pun harus diserahkan kembali begitu memasuki usia pensiun.
Jika kita tidak bersiap, lalu mau tinggal di mana?
Hal ini bisa menjadi mimpi buruk setiap pensiunan pegawai negeri sipil yang mengalaminya. Sebagian besar mungkin bisa menjawab, bahwa mereka bisa menumpang tinggal di rumah anak. Namun, apakah enggak pengin bisa hidup mandiri di rumah sendiri? Pastinya hal ini akan lebih nyaman kan?
3. Uang pensiun hanya diperhitungkan dari gaji pokok
Kadang kita lupa, bahwa gaji yang diterima sekarang adalah take home pay. Artinya, gaji yang diterima meliputi gaji pokok, tunjangan-tunjangan, dan insentif-insentif yang menjadi kompensasi benefit dari kantor tempat kita bekerja.
Sedangkan, perhitungan alokasi dana pensiun yang diberikan dari BPJS Ketenagakerjaan dilakukan dari persentase gaji pokok. So, bisa dibayangkan, para pensiunan pegawai negeri sipil yang sebelumnya bisa hidup dari gaji pokok + tunjangan, sekarang harus bisa bertahan hidup dengan sekian persen dari gaji pokok.
Cukup berat kan ya?
Beberapa riset membuktikan, bahwa seseorang dikatakan menjalani masa pensiun sejahtera, ketika ia bisa mendapatkan at least 70% dari gaji terakhirnya sebelum pensiun setiap bulannya. Namun, dengan perhitungan Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan, maka seorang pensiunan “hanya” akan mendapatkan 10 – 30% dari gaji terakhirnya sebelum pensiun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.
Nah, dengan beberapa alasan di atas, rasanya kita sudah yakin sekarang bahwa adalah penting bagi PNS untuk dapat mengelola keuangan dengan baik sejak dini.
Apakah kantor atau komunitasmu mengalami masalah keuangan yang sama? Ataukah, punya kebutuhan training finansial yang lain? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Begini Cara Karyawan Merumuskan Tujuan Keuangan Jangka Pendek di Tahun 2020
Sebagai karyawan, tentulah kita memiliki gaji yang diterima secara rutin. Besar kecil, itu adalah masalah nominal. Mau berapa pun, kalau kita tak bisa mengelolanya dengan baik, kebutuhan sekecil apa pun ya akan sulit untuk dipenuhi. Yah, apalagi ini tahun 2020, ya kan? Tahun yang memprihatinkan buat sebagian besar dari kita. Karenanya, untuk berbagai tujuan keuangan yang kita miliki, kita harus punya rencana yang komprehensif agar dapat mencapai tujuan tersebut dengan baik.
Nah, kamu pasti sudah tahu juga, bahwa tujuan keuangan kita itu terbagi dalam 3 kelompok besar berdasarkan jangka waktunya, yaitu tujuan keuangan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah cita-cita atau semua keinginan yang pengin kamu capai dalam waktu kurang dari 5 tahun. Kalau sesingkat itu, berarti perlukah kamu membuat rencana keuangannya?
Ya perlu sekali, karena–kembali lagi–bahwa gaji kita memang terbatas, meski nominalnya mungkin besar. Tujuan jangka pendek juga butuh biaya kan? Tetapi kebutuhan akan selalu besar, karenanya kita perlu membuat rencana keuangan jangka pendek juga, sama seperti kita membuat rencana keuangan jangka panjang. Tanpa rencana yang realistis dan komprehensif, tujuan jangka pendek juga bisa membuat kondisi keuangan jadi nggak stabil loh!
Misalnya nih, laptop kesayangan sudah mulai menampakkan tanda-tanda kerewelan. Ya maklum, sudah 4 tahun dipakai nonstop setiap hari, 7 hari dalam seminggu. Kayaknya bisa sih diservis dulu, tapi ya butuh dana juga. Nah, kalau kayak gini, kita bisa nih atur. Servis misalnya pakai dana darurat, lalu segera buat rencana untuk membeli laptop baru. Seenggaknya satu tahun lagi bisa punya laptop baru. Dengan begini, kondisi keuangan tetap stabil, kebutuhan yang penting lainnya tetap terpenuhi, kamu pun punya planning untuk membeli laptop baru, nggak perlu pakai utang.
Cara yang Bisa Dilakukan Karyawan untuk Merumuskan Rencana dan Tujuan Keuangan Jangka Pendek
1. Tentukan tujuan
Yes, selalu kembali ke #TujuanLoApa, baik saat kita menentukan rencana jangka panjang maupun pendek.
Jadi, apa nih yang kamu inginkan dalam jangka waktu maksimal satu tahun ke depan? Banyak ya? Kalau begitu, susunlah secara prioritas. Mungkin dibagi dalam 3 bulan, 6 bulan, 1 hingga 5 tahun. Ganti laptop, ganti smartphone, beli air fryer, robot pengepel, … apa lagi? Mana nih yang paling urgent. Jangan jawab urgent semua ya, karena pasti ada yang harus lebih diprioritaskan ketimbang yang lain.
Semuanya adalah pilihan, dan kamu sendirilah yang harus memutuskan.
Dengan tujuan yang jelas, kamu bisa menentukan kebutuhan dana dengan tepat pula. Dengan demikian, kamu bisa memperkirakan, kamu harus saving berapa setiap bulannya hingga kemudian bisa mencapai jumlah yang ditargetkan.
2. Financial check up
Berapa modal yang kamu punya sekarang? Seberapa besar kemampuanmu untuk menyisihkan sebagian gaji agar dapat mencapai target tujuan keuangan jangka pendekmu? Apakah arus kas kamu saat ini sudah baik, dan memungkinkan untuk “ditambah” beban lagi? Sudah berapa rasio utangmu saat ini?
Yuk, lakukan financial check up!
Dengan melakukan financial check up, kamu akan tahu dengan pasti seberapa mampu kamu bisa mencapai tujuanmu. Ingat, jangan memaksakan diri. Kalau memang belum mampu, coba cari alternatif lain yang lebih terjangkau. Menurunkan spesifikasi laptop incaran, misalnya.
3. Tentukan “kendaraan”-nya
Sekarang, tentukan dengan “kendaraan” apa kamu bisa mencapai tujuan keuangan yang sudah kamu tentukan di atas.
Buatlah rekening khusus untuk menampung dana yang kamu simpan untuk tujuan keuangan jangka pendek ini. Kamu bisa memilih di tabungan biasa, tabungan berjangka, deposito (pilihlah yang bertenor pendek), atau di Reksa Dana Pasar Uang. Tabungan biasa dan Reksa Dana Pasar Uang cukup likuid sehingga dengan mudah kamu ambil kapan saja. Tabungan berjangka dan deposito bisa membantu menjauhkan dari “tangan usil” yang selalu pengin banget pakai uang buat ini itu yang bukan jadi tujuan utama.
Sesuaikan dengan kebutuhanmu dan juga profil dirimu sendiri ya.
4. Komitmen dan konsisten
Sebagai karyawan, kita seharusnya sudah terbiasa dengan komitmen. Ya kan? Jadi, agar bisa mewujudkan tujuan kita memang perlu punya komitmen dan konsisten terhadap rencana yang sudah disusun.
Percuma juga rencana sudah detail dan rapi, eh kitanya malah nggak disiplin melakukannya. Jadi niatkan yang besar dulu deh, sebelum mulai ya.
5. Hemat pengeluaran
Sudah punya planning untuk menyisihkan dana demi tujuan keuangan jangka pendek, maka mesti juga di-support dengan gaya hidup hemat. Rasanya sulit juga tuh, kita bisa konsisten menabung demi tujuan keuangan kalau kita sendiri punya gaya hidup yang berlebihan. Ya enggak?
Nah, saat pandemi begini memang kita mesti lebih bijak lagi atur keuangan terutama mengelola gaji kita. Ingat, di luar sana ada banyak orang harus kehilangan pekerjaan. Maka dari itu, kita yang saat ini masih dikasih kesempatan untuk tetap bisa bekerja, harus bisa bersyukur dan mewujudkan rasa syukur itu dalam bentuk mengelola keuangan yang lebih baik.
Yuk, usulkan pada perusahaan tempat kamu bekerja untuk mengadakan training keuangan.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
3 Tujuan Keuangan Terbesar yang Harus Segera Dimiliki oleh First Jobbers
Sebagai karyawan di entry level, barangkali para first jobber saat ini belum memiliki gaji yang sebesar mereka yang sudah lama menjalani karier. Namun, bisa dibilang di sinilah saat-saat krusial untuk segera mendapatkan keterampilan mengelola keuangan pribadi, dan segera merumuskan tujuan keuangan.
Karenanya, financial training pada level ini sangat diperlukan.
Entry level akan membentuk budaya dan etos kerja seseorang yang baru saja bekerja–yang disebut dengan first jobber ini–hingga ke masa yang akan datang.
Lalu, harus mulai dari mana? Dorong para first jobbers untuk membangun financial habit yang baik, dan membuat tujuan keuangan.
3 Tujuan Keuangan yang Seharusnya Dimiliki oleh Para First Jobber
1. Dana Darurat
Yes, inilah tujuan keuangan pertama yang seharusnya menjadi prioritas first jobbers.
Dana darurat adalah jaring pengaman saat sedang dalam kondisi darurat. Misalnya, seperti ketika kita mulai masuk ke masa pandemi. Tanpa dana darurat yang kuat, rasanya cukup susah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sementara gaji dikurangi karena WFH, proyek-proyek berhenti, bonus juga tertunda.
Tak ada yang pernah mengira kalau tahun 2020 akan seperti ini, bukan? Ini tak terencana, dan akibatnya bisa menimbulkan risiko kerugian finansial untuk hidup kita.
Di saat-saat seperti inilah dana darurat akan berperan. Tidak ada yang bisa menjamin hidup juga akan baik-baik saja ke depannya. So, persiapkan jika hari hujan dengan sedia payung yang cukup–berupa dana darurat.
2.Dana pensiun
Yes, walaupun karyawan baru mulai bekerja, saat ini mereka pun seharusnya sudah memiliki rencana untuk membangun dana pensiun. Inilah tujuan keuangan kedua yang harus diprioritaskan.
Karena, pensiun itu sudah pasti akan datang, akan membawa dampak finansial (karena kita sudah tak bisa bekerja lagi saat itu), dan butuh persiapan yang sangat panjang.
Dana pensiun akan menjadi bekal biaya hidup menjalani masa pensiun yang mandiri dan sejahtera. Ya, masa mau menggantungkan hidup pada anak cucu? Enggak dong ya, mereka sudah punya hidup mereka masing-masing. Kita harus tetap survive sebagai pensiunan mandiri.
Nah, mulailah membuat rencana untuk menyiapkan pensiun sejak dini, karena waktu adalah teman terbaik untuk rencana jangka panjang seperti ini.
3.Rumah pertama
Apalah artinya sudah punya penghasilan sendiri, jika kamu nggak juga punya aset properti atas nama sendiri. Tsah. Karena rumah adalah simbol kemandirian.
Ya, rumah pertama di sini berarti properti. Tentu saja, bentuknya enggak harus berupa rumah petak. Kamu juga bisa mempertimbangkan untuk membeli apartemen. Setiap orang punya kebutuhan masing-masing, yang harus diakomodasi sebaik-baiknya, bukan?
Dana untuk properti pertama ini juga butuh nominal yang besar.
Kebanyakan angkatan pekerja zaman sekarang (millenials dan generasi Z) merasa ciut nyali kalau menyangkut pembelian properti. Mengapa? Karena dengan harga yang melangit setiap tahunnya, dengan gaji yang “hanya” naik sesuai inflasi, cita-cita punya rumah itu seperti terlalu tinggi untuk dijangkau.
Tanpa perencanaan yang komprehensif, memang akan mustahil. Tapi, dengan keterampilan mengelola keuangan yang cukup, dengan gaji berapa pun, tujuan keuangan paling besar juga bisa dicapai.
Caranya gimana? Nah, ya butuh financial training.
Nah, selain 3 tujuan keuangan terbesar di atas, tentu karyawan harus punya planning untuk menikmati hasil jerih payahnya. Mengapa harus ada perencanaan? Karena kebutuhan karyawan ke depannya akan semakin banyak dan berkembang seiring waktu mereka bekerja. Tanpa perencanaan, rasanya sulit banget bisa memenuhi segala kebutuhan mendesak, yang semuanya butuh uang itu.
Mau liburan ke Korea atau ke Eropa? Mau gadget tercanggih? Pengin berangkatkan umrah orang tua, jika sudah memungkinkan? Semua itu adalah pemanfaatan gaji yang memang sudah seharusnya. Memangnya bisa, merencanakan liburan ke Eropa sekaligus pengin punya rumah sendiri? Bisa dong, asalkan ada perencanaan keuangan pribadi yang komprehensif.
Lalu yang terakhir, jangan lupa lengkapi dengan proteksi, yaitu berupa asuransi.
Bisa? Bisa!
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Pentingnya Financial Training di 3 Jenjang Karier Karyawan Perusahaan
Adalah penting bagi perusahaan untuk memberikan support berupa pemberian financial training bagi karyawan, agar kemudian mereka merasakan financial security yang akhirnya dapat membuat mereka bisa nyaman dan produktif bekerja.
Kenapa?
Bukti survei yang dilakukan oleh International Foundation of Employee Benefit Plans menyebutkan bahwa umumnya karyawan memiliki dan menghadapi isu finansial yang sama, yaitu seputar masalah utang, dana pensiun, dana pendidikan anak, kebutuhan hidup sehari-hari, dan masalah dana kesehatan.
Namun, financial training tak sembarang financial training. Financial training yang diberikan ini harus kontinyu. Baik karyawan maupun perusahaan sebaiknya sama-sama berkomitmen untuk membentuk budaya keuangan yang baik, dimulai dari kantor yang lantas dibawa ke kehidupan sehari-hari karyawan–yang akhirnya akan berdampak baik kembali ke kantor.
Karenanya, financial training yang diberikan hanya sekali saja kurang memadai. Financial security akan semakin terbentuk ketika karyawan diberikan pelatihan di setiap jenjang atau fase kariernya, yang meliputi fase recruit (fase awal), fase retain (fase menengah), dan fase exit (fase akhir). Hal ini penting lantaran di setiap fasenya, karyawan akan memiliki masalah keuangan yang berbeda, yang menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan yang dijalaninya. Seperti halnya ujian naik kelas, tantangannya akan naik level ketika karyawan itu beranjak ke jenjang karier berikutnya.
Lalu, financial training seperti apa sih yang diperlukan oleh karyawan di setiap fase atau jenjang karier yang ditapakinya? Akankah rumit? Ternyata tidak lo! Pihak perusahaan “hanya” perlu menyiapkan hal-hal seperti di bawah ini.
Jenis Financial Training sesuai Jenjang Karier Karyawan
1. Fase Recruit
Adalah fase atau jenjang ketika karyawan baru saja mulai bekerja di perusahaan, atau yang dikenal dengan istilah first jobber.
Saat seorang karyawan baru menerima gaji pertama, maka saat itu pula ia harus sudah mulai sadar akan pentingnya keterampilan untuk mengelola gaji dengan baik. Ia sebaiknya sudah sadar, bahwa ke depannya, ia akan perlu untuk membuat tujuan dan rencana keuangan yang komprehensif untuk mewujudkan tujuan keuangan ini.
Kesadaran untuk berinvestasi, mengelola utang, memilih proteksi, dan mengelola keuangan sehari-hari harus sudah dibentuk di jenjang karier paling awal ini.
2. Fase Retain
Fase atau jenjang kedua yang dilewati oleh karyawan adalah ketika ia sudah beberapa tahun bekerja dan sudah mulai beranjak ke level mapan. Secara pendapatan, ia sudah sangat stabil; gaji naik, bahkan mungkin beberapa tujuan keuangannya juga sudah tercapai dengan baik.
Dengan financial training yang tepat, karyawan akan diingatkan untuk mereview apa yang sudah dicapai sejauh ini. Mereka akan diajak untuk melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan terkait pengelolaan keuangan mereka sebelumnya; tentang cash flow, utang, investasi, proteksi, dan melihat lagi, apakah ada yang perlu ditingkatkan atau ada yang perlu disesuaikan dengan kondisi yang berubah.
Di fase ini, karyawan juga harus diingatkan kembali tentang pentingnya membangun aset, yang nantinya dapat diakumulasi dan dikonversi menjadi aset aktif menjelang pensiun.
3. Fase Exit
Inilah fase menyiapkan diri untuk tidak produktif lagi. Jangan sampai, karyawan enggak siap untuk pensiun. Jangan sampai juga, kita membentuk generasi roti isi–alias sandwich generation–yang baru. Setiap karyawan sudah seharusnya bisa mempersiapkan diri untuk pensiun mandiri dan sejahtera.
So, financial training di fase ini akan fokus pada perencanaan dana pensiun. Pertanyaan besarnya adalah kamu pengin pensiun di mana, dan seperti apa?
Itulah yang menjadi objektif dari perencanaan dana pensiun karyawan.
Bagaimana? Apakah siap untuk memberikan financial training secara lengkap untuk karyawan, sebagai upaya untuk mendukung kesejahteraannya–tak hanya saat ini, tapi dalam jangka panjang hingga pensiun?
Jika iya, QM Financial bisa membantu lo!
Yuk, undang tim QM Financial untuk datang ke perusahaanmu, untuk mengembangkan training keuangan karyawan yang dikemas secara interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
5 Tipe Kepribadian Pengelola Keuangan Pribadi: Kamu yang Mana?
Financial is personal. Apa yang dilakukan oleh satu orang untuk mengelola keuangan pribadinya, belum tentu bisa dilakukan oleh orang yang lainnya.
Kebiasaan dan perilaku dalam mengelola keuangan inilah yang akan menentukan kondisi kita, mulai dari kemampuan kita mengendalikan keuangan, mengelola investasi, utang, dan yang lainnya.
So, apakah tipe kepribadian berikut ini adalah tipe kepribadian kamu dalam mengelola keuangan? It’s just for fun, jadi mari kita lihat ada tipe kepribadian apa saja. Setidaknya, kamu akan tahu harus bagaimana bersikap jika memang ada tipe kamu dalam mengelola keuangan di list ini.
5 Tipe Kepribadian dalam Pengelolaan Keuangan
1.Si Trader
Tipe kepribadian satu ini adalah mereka yang memanfaatkan sebagian besar aset dananya untuk berinvestasi, bahkan lebih jauh lagi, ia melakukan trading dengan jumlah atau modal yang besar. Tentu bukan hal yang salah, karena memang ia menganggap trading ini merupakan bisnisnya untuk membiayai hidup.
Namun, untuk menjadi seorang trader itu butuh ilmu dan keterampilan yang memadai, agar paham segala risiko dan bijak menyikapi keuntungan yang akan datang silih berganti. Dan, enggak semua orang bisa melakukannya dengan baik.
So, kalau kamu memang merupakan tipe ini (atau pengin seperti ini) bekalilah dirimu sendiri dengan ilmu yang cukup, agar risiko keuangan yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.
2.Si Penimbun
Tipe kepribadian kedua ini adalah tipe-tipe orang yang suka menabung. Yah, tentu bukan hal yang buruk. Malahan, ini adalah kebiasaan baik.
Tapi, kebanyakan tipe ini kurang percaya dengan instrumen investasi. Mereka merasa investasi identik dengan kerugian, sehingga mereka akan memilih instrumen-instrumen tabungan saja sebagai tempat mereka menyimpan uang.
Bisa dibilang, ini adalah tipe konservatif. Mereka yang masuk ke tipe ini, bisa menaruh dana di deposito saja sudah bagus. Boro-boro menaruhnya di saham. Reksa dana saja masih merupakan instrumen yang risky buat mereka.
Padahal, kalau dimanfaatkan sebagaimana mestinya, instrumen investasi akan sangat membantu untuk mewujudkan tujuan keuangan kita yang butuh jumlah dana yang besar. Misalnya, untuk dana pendidikan anak atau dana pensiun, keduanya jelas tidak akan dapat tercover kalau hanya dengan menabung saja, karena inflasi itu nyata. Setiap tahun harga kebutuhan pokok dan biaya sekolah meningkat tajam loh!
3.Si FOMO dan YOLO
Yang termasuk dalam tipe kepribadian ini adalah mereka yang berusaha untuk keep up dengan apa yang sedang trending sekarang di media sosial, maupun di lingkaran pergaulannya. Meski kondisi keuangannya sebenarnya tidak begitu memadai, tapi mereka tidak peduli. Atau, berusaha tidak peduli?
FOMO–alias Fear of Missing Out–memang merupakan “penyakit” yang harus diwaspadai, terutama di zaman serbabebas dengan informasi yang dapat diakses dari mana pun dengan cara apa pun seperti sekarang.
It’s ok sih kalau memang kamu pengin keeping up dengan apa yang trending, asalkan kamu pun sudah mempersiapkan kondisi keuanganmu dengan baik. Pisahkan pengeluaran untuk mengikuti mode atau tren ini dari pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari, terutama yang menyangkut kewajiban dan masa depan.
Dengan demikian, kondisi keuanganmu bisa tetap terjaga dengan baik.
4.Si Cuek
Tipe kepribadian keempat ini sebenarnya hanya belum sampai pada taraf pemahaman bahwa ia butuh mengelola keuangannya dengan baik. Bisa jadi, memang ia belum sadar akan pentingnya pengelolaan uang, karena ia masih seorang first jobber, misalnya. Baru seneng-senengnya dapat gaji pertama, lalu semua yang pernah diinginkan dibeli.
Ia belum tahu pentingnya membuat anggaran dan catatan pengeluaran. Apalagi investasi, hal yang masih sangat jauh dari pemikirannya.
Bisa jadi ia masih punya faham, bahwa mumpung masih muda, sudah bekerja keras setiap harinya, maka wajar jika gaji dipakai untuk bersenang-senang.
Well, enggak menyalahkan sama sekali juga sih, karena memang tipe-tipe ini memang biasanya usianya masih muda. Tapi, ada baiknya mulai belajar sedikit demi sedikit. Seenggaknya, berusahalah untuk tidak hidup from paycheck to paycheck; berusaha untuk nggak sampai merasakan ada tanggal tua–bikin semua tanggal jadi tanggal muda.
Dari sini, akan timbul kesadaran betapa pentingnya pengelolaan gaji dan uang demi masa depan.
5.Si Pengendali
Tipe kepribadian terakhir ini adalah mereka yang selalu memperhitungkan setiap pengeluaran dengan cermat. Saking cermatnya, kadang ia bahkan tak “sempat” bersenang-senang, merayakan achievement yang sudah dicapainya sejauh ini.
Sebenarnya sih ini bagus, karena berarti pemahaman pengelolaan uangnya sudah baik juga. Tetapi, kamu juga sebaiknya memberi dirimu sendiri kesempatan untuk bersenang-senang, menikmati hasil jerih payahmu sendiri. Alokasikan sebagian (misalnya, maksimal 10%) dari penghasilanmu untuk sekadar memanjakan diri. Membeli baju yang membuat penampilanmu jadi semakin menarik, ganti gadget dengan yang lebih canggih, berlibur, dan sebagainya.
Tak ada yang salah dengan bersenang-senang menikmati uang hasil kerja kerasmu kan? Asalkan, kamu memang sudah mengalokasikannya dan habiskan sesuai alokasi tersebut.
Jadi, kamu termasuk tipe kepribadian yang mana?
Yang pasti, jangan berhenti belajar mengelola uang dengan lebih baik ya. Karena, ingat kata pepatah, uang memang bukan segalanya, tetapi segalanya butuh uang. Tak hanya hari ini, tapi sampai masa depan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Tipe dan Cara Suami Istri Mengelola Keuangan Keluarga
Menikah dan menjadi pasangan suami istri berarti sharing life, berarti juga harus siap selalu berkompromi tentang segala hal, dan yang paling utama soal keuangan.
Bagaimana pengelolaannya, tentunya kembali ke kebutuhan masing-masing serta kondisi juga. Setidaknya, ada 5 tipe pengelolaan keuangan suami istri yang banyak diterapkan. Barangkali, salah satunya juga kamu lakukan.
5 Tipe dan Cara Pengelolaan Keuangan Pasangan Suami Istri
1.Gabungan
Tipe pengelolaan keuangan yang pertama adalah tim gabungan; suami istri dua-duanya bekerja, lalu penghasilan digabung dan kemudian dipergunakan seluruhnya untuk kepentingan dan kebutuhan keluarga.
Dengan begini, biasanya keuangan keluarga akan sangat kuat. Tujuan keuangan bisa dengan cepat dan banyak tercapai. Namun, ada kekurangannya juga, yakni ketika salah satu butuh untuk belanja kebutuhan pribadi. Kemungkinan akan memicu perasaan kurang adil bagi yang lain, jika ada yang menghabiskan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Salah satu solusi yang mungkin bisa dilakukan adalah masing-masing menentukan uang belanja kebutuhan sendiri, dan kemudian menggunakannya sesuai plafon masing-masing.
2.100% terbeban ke suami
Pengelolaan keuangan kedua ini, penghasilan suami sepenuhnya menjadi milik keluarga, sedangkan jika istri juga berpenghasilan, maka sepenuhnya menjadi milik pribadi.
Bagaimana menurutmu pengelolaan keuangan yang kedua ini?
Kalau ini memang menjadi kesepakatan berdua, dan dua-duanya merasa ini yang terbaik, ya enggak masalah pastinya. Tapi jadi ingat beberapa waktu yang lalu, ada kisah viral online shop yang menjual khusus peralatan hobi bapak-bapak yang sering banget diminta oleh pelanggannya untuk “memalsukan” nota pembelian demi menghindari omelan istri karena belanjanya terlalu banyak.
Well, ada baiknya, jika memang hendak mengelola keuangan keluarga dengan cara ini, ada alokasi tersendiri bagi suami agar ia pun bisa bebas berbelanja atau mempergunakan uang untuk kebutuhan pribadinya sesuai jumlah yang disepakati bersama. Selama suami tidak berbelanja melebihi bujet, pastinya enggak harus jadi masalah dong ya?
Istri–sebagai menteri keuangan–mesti banget punya keterampilan mengelola uang, kalau enggak ya ambyar sudah.
3.Suami beri jatah
Kalau menerapkan model pengelolaan keuangan seperti ini, biasanya suami sudah menentukan (atau bisa juga melalui diskusi dengan istri), seberapa banyak ia akan memberikan uang bulanan pada istri. Mungkin 50 – 80%-nya. Sementara, sisanya akan disimpan sendiri.
Banyak alasan mengapa suami istri memilih cara ini, biasanya adalah karena ada tanggungan khusus yang harus menjadi beban. Misalnya, suami masih harus menghidupi keluarga besarnya.
Jika suami memang punya keterampilan mengelola uang yang baik, pun memiliki habit yang baik juga, maka aset keluarga bisa bertumbuh. Sedangkan, jika istri memiliki keterampilan yang sama bagusnya, keuangan keluarga juga akan baik-baik saja.
Minusnya, kalau jatah suami kurang, maka istri harus putar otak, baik dengan cara menghemat atau menambah penghasilan lagi. Di sini akan muncul potensi utang dari pihak istri.
4.Bagi tugas
Misalnya, suami tugasnya mengurus investasi, asuransi, dan tagihan rutin besar, seperti pajak-pajak cicilan rumah, dan sebagainya. Istri kebagian memenuhi kebutuhan rumah dan dapur, serta kebutuhan sekolah anak-anak.
Hal ini juga bisa menjadikan keuangan keluarga adil dan kuat. Satu kunci terbesarnya adalah jangan sampai satu sama lain nggak mengetahui penghasilan pasangannya, karena hal ini bisa berisiko pada pengelolaan keuangan secara keseluruhan.
Apa pun model pengelolaan keuangan keluarga sudah seharusnya diiringi dengan keterbukaan pasangan suami istri satu sama lain. Meski sudah dibagi tugas, masing-masing pun harus tahu betul kondisi pasangannya.
5.Penghasilan satu pintu
Model pengelolaan ini terjadi ketika salah satunya enggak berpenghasilan, bisa suami atau istri. Dengan begini, salah satu yang tidak berpenghasilan ini akan meminta uang pada yang lain jika ada kebutuhan. Kadang, misalnya istri yang tidak bekerja, maka suami memberikan kartu debit atau kartu kredit untuk dipakai oleh istri.
Lagi-lagi, kalau hal ini memang menjadi kesepakatan antara suami istri, maka semua seharusnya akan baik-baik saja. Memang ada suami yang pengin bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan keluarganya, dan lebih suka meminta istri untuk full fokus mengurus keluarga. Setiap kondisi rumah tangga berbeda, dan pastinya punya cara pandang dan solusi yang berbeda untuk setiap masalah.
Hanya satu lagi kuncinya, yaitu keterbukaan. Menyembunyikan rahasia–apalagi soal keuangan–satu sama lain bukanlah langkah pengelolaan keuangan keluarga yang aman.
Nah, sudah ada 5 model pengelolaan keuangan suami istri yang sudah dibahas di sini. Apakah kamu dan pasanganmu menerapkan salah satu yang di atas? Ataukah, ada yang berbeda?
Nggak ada yang selalu salah dan selalu benar dalam pengelolaan keuangan, apalagi keuangan keluarga dan pribadi, karena situasi dan kondisi orang akan sangat berpengaruh di sini. Yang penting, kita tahu prinsip dasar pengelolaan keuangan dan kemudian bisa menerapkannya sesuai kebutuhan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.