Bangun Loyalitas Karyawan dengan 5 Hal Berikut
Karyawan merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, maka loyalitas karyawan akan rendah dan tingkat turnover karyawan bisa tinggi.
Loyalitas karyawan yang rendah akan membawa dampak kurang baik bagi perusahaan, baik itu secara materi ataupun bukan.
Jika sebuah perusahaan ingin agar karyawan betah, sehingga tak harus kehilangan karyawan yang sudah berpengalaman dan menghabiskan banyak waktu untuk rekrutmen, maka perusahaan tersebut perlu membangun loyalitas karyawan.
Lalu, bagaimana cara membangun loyalitas karyawan yang paling efisien?
Berikut ini adalah beberapa cara untuk membangun loyalitas karyawan
Memberikan Kesempatan Kepada Karyawan untuk Terlibat
Karyawan adalah aset terbesar karena mereka dapat menjadi keunggulan kompetitif perusahaan. So, membuat karyawan merasa bahwa mereka merupakan bagian dari perusahaan adalah penting.
So, libatkan mereka dalam misi atau proyek besar perusahaan. Jika perusahaan memiliki proyek, sebaiknya berikanlah mereka tugas yang tepat.
Tugas yang tepat adalah tugas yang sesuai dengan kemampuan mereka. Karyawan akan merasa dihargai jika mendapat kepercayaan untuk menyelesaikan suatu proyek. Jika karyawan merasa dihargai maka karyawan akan semakin loyal terhadap perusahaan.
Apresiasi
Nah, yang kedua ini ada kaitannya dengan poin pertama di atas.
TinyPulse telah melakukan survei dengan subjek karyawan. Hasil survei tersebut cukup menarik, karena hanya 12,4 % karyawan semakin loyal setelah mereka sukses melakukan pekerjaan besar dan diberi pengakuan dan apresiasi dari perusahaan
Ya memang sih. Salah satu kebutuhan emosional manusia adalah merasa dihargai.
Mungkin hal ini sepele, namun memberikan apresiasi kepada karyawan akan memberikan dampak yang cukup signifikan lho. Jika selama ini perusahaan belum terbiasa memberikan apresiasi, maka mulailah untuk memberikan apresiasi dari hal-hal kecil dulu. Seperti sapaan dan pujian. Berikutnya, bonus.
Apresiasi seperti ini dapat membuat karyawan merasa apa yang telah dia lakukan kepada perusahaan terlihat sehingga akan meningkatkan loyalitas karyawan.
Gaji yang Seimbang
Hal pertama yang dapat digunakan untuk membangun loyalitas karyawan adalah memberikan gaji sesuai peraturan dan kesepakatan.
Tak dapat dimungkiri kan, bahwa salah satu alasan mengapa karyawan mau bertahan di sebuah perusahaan adalah upahnya. Bagaimanapun, karyawan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Uang adalah elemen penting yang dapat digunakan sebagai kontrol yang signifikan untuk kehidupan.
Belum lagi, untuk karyawan yang sudah berkeluarga. Mereka tentunya berusaha memberikan apa yang terbaik bagi keluarganya—anak-anaknya. Mereka juga akan melakukan apa pun untuk memastikan bahwa anak-anaknya memiliki masa depan yang cemerlang.
Karena itu, mereka akan mengukur layak tidaknya sebuah perusahaan diberikan loyalitas dari gaji yang diberikan.
Pengembangan Karyawan
Namun, kadang, meski gaji yang diberikan sudah sesuai kesepakatan dan aturan resmi, rasanya gaji masih kurang terus juga.
Nah, perlu diketahui, bahwa salah satu alasan yang juga dapat menyebabkan rendahnya loyalitas karyawan terhadap perusahaan adalah karyawan merasa kurang dipahami kebutuhannya oleh perusahaan. Seperti misalnya, dalam hal gaji yang kurang memuaskan ini.
Namun, kalau memang sudah sesuai dengan kesepakatan dan aturan, menaikkan gaji lagi bukanlah solusi yang pas. Lalu, bagaimana cara membantu mereka?
Untuk memenuhi “kebutuhan” karyawan yang satu ini, sekaligus memberikan pembimbingan terhadap pengelolaan gaji, maka training pengelolaan keuangan pribadi bisa jadi solusi yang baik.
Pelatihan atau training keuangan dapat membantu karyawan untuk belajar mengelola keuangan dengan baik. Jika karyawan terbebas dari masalah keuangan, dan merasa puas dengan gajinya, maka mereka pun akan bisa bekerja dengan lebih fokus dan produktif. Tak hanya gaji yang harus dikelola dengan baik lo, tetapi juga bonus-bonus.
Semakin produktif karyawan, semakin mereka merasa ikut andil dalam kesuksesan bisnis perusahaan, loyalitas karyawan pun semakin tinggi.
Jenjang Karier
Hidup ini seperti berjalan di antara anak tangga. Seseorang harus bergerak ke atas untuk mencapai tujuan. Bekerja di perusahaan yang memiliki jenjang karier yang jelas bagi karyawannya akan membangun loyalitas karyawan dengan cepat.
Sebaiknya setiap perusahaan memiliki rencana bagi setiap karyawannya di masa yang akan datang. Jenjang karier bagi karyawan ini bisa disesuaikan dengan kemampuannya dan berapa lama dia bekerja. Lama waktu bekerja tentunya akan memengaruhi pengalaman kerja seseorang. Oleh sebab itu seseorang yang telah lama bekerja di perusahaan akan berharap lebih pada perusahaan yaitu peningkatan karier.
Jika dari awal jenjang karier ini sudah jelas, karyawan akan lebih termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, dan berpotensi tidak tergiur untuk pindah ke perusahaan lain.
Itulah hal-hal yang dapat membangun loyalitas karyawan.
Ingin memberikan training keuangan untuk membangun loyalitas karyawan? Ataukah, punya kebutuhan training finansial yang lain? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Training Keuangan, Kapan Dibutuhkan Karyawan? Ini 7 Tandanya
Sudah tahu kan, pentingnya memberikan training keuangan pada karyawan? Di samping untuk memperkenalkan habit baru yang baik terhadap pengelolaan keuangan, training keuangan karyawan juga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas karyawan.
Lalu, kapan waktu terbaik untuk memberikan training keuangan ini? Simak ulasannya sampai selesai berikut ini yuk!
Tanda dan Kapan Perlu Memberikan Training Keuangan untuk Karyawan
Ketika karyawan baru saja mulai masuk untuk bekerja (entry level)
Adalah penting bagi karyawan yang baru mulai masuk kerja dan menerima gaji pertama untuk segera dapat mengelola keuangan dengan baik. Ini berlaku baik bagi yang memang sudah berpengalaman kerja di perusahaan lain sebelumnya, ataupun yang baru pertama kali kerja alias fresh graduates dan first jobbers.
Kesadaran dan keterampilan mengelola keuangan akan sangat lebih baik jika dimiliki sejak dini. Dengan demikian, karyawan masih punya banyak waktu untuk menyusun berbagai tujuan finansial dan kemudian membuat rencana yang komprehensif.
Ketika produktivitas karyawan mulai menurun
Salah satu penyebab produktivitas karyawan yang menurun adalah ketika mereka mengalami financial insecurities dalam hidup mereka. Financial insecurities ini bisa jadi kecemasan terhadap cash flow yang mereka khawatirkan tidak cukup, memiliki utang yang tak kunjung lunas, hingga kekhawatiran menghadapi masa depan yang tak jelas.
Ada data penelitian yang membuktikan, bahwa 1 dari 4 karyawan di kantor mengalami stres dan penurunan produktivitas karena masalah keuangan.
So, ketika produktivitas karyawan dirasa mulai menurun, bisa jadi ini adalah salah satu indikator bahwa mereka sedang ada masalah yang membuat kurang fokus. Besar kemungkinan masalah tersebut adalah masalah keuangan. Itulah waktu yang tepat untuk mengadakan training keuangan bagi mereka.
Ketika karyawan mulai terlalu sering kasbon atau memiliki terlalu banyak utang
Kadang perusahaan memang menyediakan fasilitas pemberian pinjaman dana pada karyawan dengan bunga lunak, demi membantu kesejahteraan karyawan. Pinjaman ini bisa berupa pinjaman dengan jangka tertentu, ataupun yang berupa kasbon.
Namun, kadang ada saja satu dua karyawan yang kasbon terus menerus, atau malah terlibat dengan pinjaman online ilegal yang dewasa ini marak terjadi.
Kalau sudah begini, bisa dipastikan bahwa karyawan pasti memiliki masalah keuangan yang cukup besar. Ada baiknya, perusahaan membantu dengan memberikan training keuangan agar karyawan lebih terampil mengelola keuangannya sendiri tanpa harus utang lagi.
Saat karyawan mendapatkan kenaikan gaji
Kenaikan gaji memang menjadi hal yang paling ditunggu. Tetapi, tak jarang, kenaikan gaji juga diikuti dengan kenaikan lifestyle—gaya hidup yang kalau tidak dikelola dengan baik bisa menjebak karyawan hingga hidup melebihi kemampuan.
Ini tentu saja membawa kerugian bagi diri karyawan sendiri.
So, ada baiknya, saat perusahaan berencana untuk menaikkan gaji para karyawan, saat itu juga direncanakan untuk memberikan training keuangan agar karyawan dapat mengelola gajinya dengan lebih baik lagi.
Ketika karyawan sudah bekerja cukup lama di perusahaan yang sama
Ketika karyawan sudah cukup lama bekerja di suatu perusahaan—misalnya sudah beberapa tahun—maka saat itulah ia memasuki fase retain.
Training keuangan karyawan akan sangat baik jika diberikan lagi, untuk mengingatkan karyawan agar mereview apa yang sudah dicapai sejauh ini. Selanjutnya, karyawan juga perlu diingatkan lagi untuk terus membangun aset, sehingga pada waktunya nanti dapat dikonversi menjadi aset aktif menjelang pensiun.
Ketika lifestyle karyawan terlihat melebihi kemampuan finansialnya
Memang menjadi hak karyawan mana pun untuk memanfaatkan gajinya untuk keperluan apa pun. Namun, ketika ada tanda-tanda bahwa karyawan hidup dengan lifestyle yang melebihi kemampuannya, maka saat itu pula perusahaan wajib mengingatkannya.
Salah satu caranya adalah dengan memberikan training keuangan yang sesuai dengan kondisi si karyawan.
Jangan sampai sudah terlanjur terlilit utang, baru diberi training. Bisa jadi, saat itu sudah terlambat.
Ketika karyawan perlu disadarkan tentang pentingnya dana pensiun
Sering terjadi ketika karyawan merasa belum perlu memikirkan dana pensiun, karena mereka merasa masih muda, masih punya banyak sekali waktu untuk berkarya dan menghasilkan uang.
Well, pendapat ini enggak salah, tetapi perlu untuk membuat mereka sadar, bahwa masa pensiun perlu untuk direncanakan sejak dini.
Mereka punya privilege pada jangka waktu yang masih panjang, sehingga beban untuk menabung masih akan ringan. Jangan tunggu sampai berusia 45 tahun dulu, baru kemudian berencana untuk pensiun. Khawatirnya, beban menabung akan lebih berat, dan waktunya terlalu singkat untuk membangun aset.
Nah, itulah tanda karyawan perusahaan perlu mendapatkan training keuangan.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Begini Cara Karyawan Merumuskan Tujuan Keuangan Jangka Pendek di Tahun 2020
Sebagai karyawan, tentulah kita memiliki gaji yang diterima secara rutin. Besar kecil, itu adalah masalah nominal. Mau berapa pun, kalau kita tak bisa mengelolanya dengan baik, kebutuhan sekecil apa pun ya akan sulit untuk dipenuhi. Yah, apalagi ini tahun 2020, ya kan? Tahun yang memprihatinkan buat sebagian besar dari kita. Karenanya, untuk berbagai tujuan keuangan yang kita miliki, kita harus punya rencana yang komprehensif agar dapat mencapai tujuan tersebut dengan baik.
Nah, kamu pasti sudah tahu juga, bahwa tujuan keuangan kita itu terbagi dalam 3 kelompok besar berdasarkan jangka waktunya, yaitu tujuan keuangan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah cita-cita atau semua keinginan yang pengin kamu capai dalam waktu kurang dari 5 tahun. Kalau sesingkat itu, berarti perlukah kamu membuat rencana keuangannya?
Ya perlu sekali, karena–kembali lagi–bahwa gaji kita memang terbatas, meski nominalnya mungkin besar. Tujuan jangka pendek juga butuh biaya kan? Tetapi kebutuhan akan selalu besar, karenanya kita perlu membuat rencana keuangan jangka pendek juga, sama seperti kita membuat rencana keuangan jangka panjang. Tanpa rencana yang realistis dan komprehensif, tujuan jangka pendek juga bisa membuat kondisi keuangan jadi nggak stabil loh!
Misalnya nih, laptop kesayangan sudah mulai menampakkan tanda-tanda kerewelan. Ya maklum, sudah 4 tahun dipakai nonstop setiap hari, 7 hari dalam seminggu. Kayaknya bisa sih diservis dulu, tapi ya butuh dana juga. Nah, kalau kayak gini, kita bisa nih atur. Servis misalnya pakai dana darurat, lalu segera buat rencana untuk membeli laptop baru. Seenggaknya satu tahun lagi bisa punya laptop baru. Dengan begini, kondisi keuangan tetap stabil, kebutuhan yang penting lainnya tetap terpenuhi, kamu pun punya planning untuk membeli laptop baru, nggak perlu pakai utang.
Cara yang Bisa Dilakukan Karyawan untuk Merumuskan Rencana dan Tujuan Keuangan Jangka Pendek
1. Tentukan tujuan
Yes, selalu kembali ke #TujuanLoApa, baik saat kita menentukan rencana jangka panjang maupun pendek.
Jadi, apa nih yang kamu inginkan dalam jangka waktu maksimal satu tahun ke depan? Banyak ya? Kalau begitu, susunlah secara prioritas. Mungkin dibagi dalam 3 bulan, 6 bulan, 1 hingga 5 tahun. Ganti laptop, ganti smartphone, beli air fryer, robot pengepel, … apa lagi? Mana nih yang paling urgent. Jangan jawab urgent semua ya, karena pasti ada yang harus lebih diprioritaskan ketimbang yang lain.
Semuanya adalah pilihan, dan kamu sendirilah yang harus memutuskan.
Dengan tujuan yang jelas, kamu bisa menentukan kebutuhan dana dengan tepat pula. Dengan demikian, kamu bisa memperkirakan, kamu harus saving berapa setiap bulannya hingga kemudian bisa mencapai jumlah yang ditargetkan.
2. Financial check up
Berapa modal yang kamu punya sekarang? Seberapa besar kemampuanmu untuk menyisihkan sebagian gaji agar dapat mencapai target tujuan keuangan jangka pendekmu? Apakah arus kas kamu saat ini sudah baik, dan memungkinkan untuk “ditambah” beban lagi? Sudah berapa rasio utangmu saat ini?
Yuk, lakukan financial check up!
Dengan melakukan financial check up, kamu akan tahu dengan pasti seberapa mampu kamu bisa mencapai tujuanmu. Ingat, jangan memaksakan diri. Kalau memang belum mampu, coba cari alternatif lain yang lebih terjangkau. Menurunkan spesifikasi laptop incaran, misalnya.
3. Tentukan “kendaraan”-nya
Sekarang, tentukan dengan “kendaraan” apa kamu bisa mencapai tujuan keuangan yang sudah kamu tentukan di atas.
Buatlah rekening khusus untuk menampung dana yang kamu simpan untuk tujuan keuangan jangka pendek ini. Kamu bisa memilih di tabungan biasa, tabungan berjangka, deposito (pilihlah yang bertenor pendek), atau di Reksa Dana Pasar Uang. Tabungan biasa dan Reksa Dana Pasar Uang cukup likuid sehingga dengan mudah kamu ambil kapan saja. Tabungan berjangka dan deposito bisa membantu menjauhkan dari “tangan usil” yang selalu pengin banget pakai uang buat ini itu yang bukan jadi tujuan utama.
Sesuaikan dengan kebutuhanmu dan juga profil dirimu sendiri ya.
4. Komitmen dan konsisten
Sebagai karyawan, kita seharusnya sudah terbiasa dengan komitmen. Ya kan? Jadi, agar bisa mewujudkan tujuan kita memang perlu punya komitmen dan konsisten terhadap rencana yang sudah disusun.
Percuma juga rencana sudah detail dan rapi, eh kitanya malah nggak disiplin melakukannya. Jadi niatkan yang besar dulu deh, sebelum mulai ya.
5. Hemat pengeluaran
Sudah punya planning untuk menyisihkan dana demi tujuan keuangan jangka pendek, maka mesti juga di-support dengan gaya hidup hemat. Rasanya sulit juga tuh, kita bisa konsisten menabung demi tujuan keuangan kalau kita sendiri punya gaya hidup yang berlebihan. Ya enggak?
Nah, saat pandemi begini memang kita mesti lebih bijak lagi atur keuangan terutama mengelola gaji kita. Ingat, di luar sana ada banyak orang harus kehilangan pekerjaan. Maka dari itu, kita yang saat ini masih dikasih kesempatan untuk tetap bisa bekerja, harus bisa bersyukur dan mewujudkan rasa syukur itu dalam bentuk mengelola keuangan yang lebih baik.
Yuk, usulkan pada perusahaan tempat kamu bekerja untuk mengadakan training keuangan.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Pentingnya Financial Training di 3 Jenjang Karier Karyawan Perusahaan
Adalah penting bagi perusahaan untuk memberikan support berupa pemberian financial training bagi karyawan, agar kemudian mereka merasakan financial security yang akhirnya dapat membuat mereka bisa nyaman dan produktif bekerja.
Kenapa?
Bukti survei yang dilakukan oleh International Foundation of Employee Benefit Plans menyebutkan bahwa umumnya karyawan memiliki dan menghadapi isu finansial yang sama, yaitu seputar masalah utang, dana pensiun, dana pendidikan anak, kebutuhan hidup sehari-hari, dan masalah dana kesehatan.
Namun, financial training tak sembarang financial training. Financial training yang diberikan ini harus kontinyu. Baik karyawan maupun perusahaan sebaiknya sama-sama berkomitmen untuk membentuk budaya keuangan yang baik, dimulai dari kantor yang lantas dibawa ke kehidupan sehari-hari karyawan–yang akhirnya akan berdampak baik kembali ke kantor.
Karenanya, financial training yang diberikan hanya sekali saja kurang memadai. Financial security akan semakin terbentuk ketika karyawan diberikan pelatihan di setiap jenjang atau fase kariernya, yang meliputi fase recruit (fase awal), fase retain (fase menengah), dan fase exit (fase akhir). Hal ini penting lantaran di setiap fasenya, karyawan akan memiliki masalah keuangan yang berbeda, yang menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan yang dijalaninya. Seperti halnya ujian naik kelas, tantangannya akan naik level ketika karyawan itu beranjak ke jenjang karier berikutnya.
Lalu, financial training seperti apa sih yang diperlukan oleh karyawan di setiap fase atau jenjang karier yang ditapakinya? Akankah rumit? Ternyata tidak lo! Pihak perusahaan “hanya” perlu menyiapkan hal-hal seperti di bawah ini.
Jenis Financial Training sesuai Jenjang Karier Karyawan
1. Fase Recruit
Adalah fase atau jenjang ketika karyawan baru saja mulai bekerja di perusahaan, atau yang dikenal dengan istilah first jobber.
Saat seorang karyawan baru menerima gaji pertama, maka saat itu pula ia harus sudah mulai sadar akan pentingnya keterampilan untuk mengelola gaji dengan baik. Ia sebaiknya sudah sadar, bahwa ke depannya, ia akan perlu untuk membuat tujuan dan rencana keuangan yang komprehensif untuk mewujudkan tujuan keuangan ini.
Kesadaran untuk berinvestasi, mengelola utang, memilih proteksi, dan mengelola keuangan sehari-hari harus sudah dibentuk di jenjang karier paling awal ini.
2. Fase Retain
Fase atau jenjang kedua yang dilewati oleh karyawan adalah ketika ia sudah beberapa tahun bekerja dan sudah mulai beranjak ke level mapan. Secara pendapatan, ia sudah sangat stabil; gaji naik, bahkan mungkin beberapa tujuan keuangannya juga sudah tercapai dengan baik.
Dengan financial training yang tepat, karyawan akan diingatkan untuk mereview apa yang sudah dicapai sejauh ini. Mereka akan diajak untuk melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan terkait pengelolaan keuangan mereka sebelumnya; tentang cash flow, utang, investasi, proteksi, dan melihat lagi, apakah ada yang perlu ditingkatkan atau ada yang perlu disesuaikan dengan kondisi yang berubah.
Di fase ini, karyawan juga harus diingatkan kembali tentang pentingnya membangun aset, yang nantinya dapat diakumulasi dan dikonversi menjadi aset aktif menjelang pensiun.
3. Fase Exit
Inilah fase menyiapkan diri untuk tidak produktif lagi. Jangan sampai, karyawan enggak siap untuk pensiun. Jangan sampai juga, kita membentuk generasi roti isi–alias sandwich generation–yang baru. Setiap karyawan sudah seharusnya bisa mempersiapkan diri untuk pensiun mandiri dan sejahtera.
So, financial training di fase ini akan fokus pada perencanaan dana pensiun. Pertanyaan besarnya adalah kamu pengin pensiun di mana, dan seperti apa?
Itulah yang menjadi objektif dari perencanaan dana pensiun karyawan.
Bagaimana? Apakah siap untuk memberikan financial training secara lengkap untuk karyawan, sebagai upaya untuk mendukung kesejahteraannya–tak hanya saat ini, tapi dalam jangka panjang hingga pensiun?
Jika iya, QM Financial bisa membantu lo!
Yuk, undang tim QM Financial untuk datang ke perusahaanmu, untuk mengembangkan training keuangan karyawan yang dikemas secara interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
5 Tipe Kepribadian Pengelola Keuangan Pribadi: Kamu yang Mana?
Financial is personal. Apa yang dilakukan oleh satu orang untuk mengelola keuangan pribadinya, belum tentu bisa dilakukan oleh orang yang lainnya.
Kebiasaan dan perilaku dalam mengelola keuangan inilah yang akan menentukan kondisi kita, mulai dari kemampuan kita mengendalikan keuangan, mengelola investasi, utang, dan yang lainnya.
So, apakah tipe kepribadian berikut ini adalah tipe kepribadian kamu dalam mengelola keuangan? It’s just for fun, jadi mari kita lihat ada tipe kepribadian apa saja. Setidaknya, kamu akan tahu harus bagaimana bersikap jika memang ada tipe kamu dalam mengelola keuangan di list ini.
5 Tipe Kepribadian dalam Pengelolaan Keuangan
1.Si Trader
Tipe kepribadian satu ini adalah mereka yang memanfaatkan sebagian besar aset dananya untuk berinvestasi, bahkan lebih jauh lagi, ia melakukan trading dengan jumlah atau modal yang besar. Tentu bukan hal yang salah, karena memang ia menganggap trading ini merupakan bisnisnya untuk membiayai hidup.
Namun, untuk menjadi seorang trader itu butuh ilmu dan keterampilan yang memadai, agar paham segala risiko dan bijak menyikapi keuntungan yang akan datang silih berganti. Dan, enggak semua orang bisa melakukannya dengan baik.
So, kalau kamu memang merupakan tipe ini (atau pengin seperti ini) bekalilah dirimu sendiri dengan ilmu yang cukup, agar risiko keuangan yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.
2.Si Penimbun
Tipe kepribadian kedua ini adalah tipe-tipe orang yang suka menabung. Yah, tentu bukan hal yang buruk. Malahan, ini adalah kebiasaan baik.
Tapi, kebanyakan tipe ini kurang percaya dengan instrumen investasi. Mereka merasa investasi identik dengan kerugian, sehingga mereka akan memilih instrumen-instrumen tabungan saja sebagai tempat mereka menyimpan uang.
Bisa dibilang, ini adalah tipe konservatif. Mereka yang masuk ke tipe ini, bisa menaruh dana di deposito saja sudah bagus. Boro-boro menaruhnya di saham. Reksa dana saja masih merupakan instrumen yang risky buat mereka.
Padahal, kalau dimanfaatkan sebagaimana mestinya, instrumen investasi akan sangat membantu untuk mewujudkan tujuan keuangan kita yang butuh jumlah dana yang besar. Misalnya, untuk dana pendidikan anak atau dana pensiun, keduanya jelas tidak akan dapat tercover kalau hanya dengan menabung saja, karena inflasi itu nyata. Setiap tahun harga kebutuhan pokok dan biaya sekolah meningkat tajam loh!
3.Si FOMO dan YOLO
Yang termasuk dalam tipe kepribadian ini adalah mereka yang berusaha untuk keep up dengan apa yang sedang trending sekarang di media sosial, maupun di lingkaran pergaulannya. Meski kondisi keuangannya sebenarnya tidak begitu memadai, tapi mereka tidak peduli. Atau, berusaha tidak peduli?
FOMO–alias Fear of Missing Out–memang merupakan “penyakit” yang harus diwaspadai, terutama di zaman serbabebas dengan informasi yang dapat diakses dari mana pun dengan cara apa pun seperti sekarang.
It’s ok sih kalau memang kamu pengin keeping up dengan apa yang trending, asalkan kamu pun sudah mempersiapkan kondisi keuanganmu dengan baik. Pisahkan pengeluaran untuk mengikuti mode atau tren ini dari pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari, terutama yang menyangkut kewajiban dan masa depan.
Dengan demikian, kondisi keuanganmu bisa tetap terjaga dengan baik.
4.Si Cuek
Tipe kepribadian keempat ini sebenarnya hanya belum sampai pada taraf pemahaman bahwa ia butuh mengelola keuangannya dengan baik. Bisa jadi, memang ia belum sadar akan pentingnya pengelolaan uang, karena ia masih seorang first jobber, misalnya. Baru seneng-senengnya dapat gaji pertama, lalu semua yang pernah diinginkan dibeli.
Ia belum tahu pentingnya membuat anggaran dan catatan pengeluaran. Apalagi investasi, hal yang masih sangat jauh dari pemikirannya.
Bisa jadi ia masih punya faham, bahwa mumpung masih muda, sudah bekerja keras setiap harinya, maka wajar jika gaji dipakai untuk bersenang-senang.
Well, enggak menyalahkan sama sekali juga sih, karena memang tipe-tipe ini memang biasanya usianya masih muda. Tapi, ada baiknya mulai belajar sedikit demi sedikit. Seenggaknya, berusahalah untuk tidak hidup from paycheck to paycheck; berusaha untuk nggak sampai merasakan ada tanggal tua–bikin semua tanggal jadi tanggal muda.
Dari sini, akan timbul kesadaran betapa pentingnya pengelolaan gaji dan uang demi masa depan.
5.Si Pengendali
Tipe kepribadian terakhir ini adalah mereka yang selalu memperhitungkan setiap pengeluaran dengan cermat. Saking cermatnya, kadang ia bahkan tak “sempat” bersenang-senang, merayakan achievement yang sudah dicapainya sejauh ini.
Sebenarnya sih ini bagus, karena berarti pemahaman pengelolaan uangnya sudah baik juga. Tetapi, kamu juga sebaiknya memberi dirimu sendiri kesempatan untuk bersenang-senang, menikmati hasil jerih payahmu sendiri. Alokasikan sebagian (misalnya, maksimal 10%) dari penghasilanmu untuk sekadar memanjakan diri. Membeli baju yang membuat penampilanmu jadi semakin menarik, ganti gadget dengan yang lebih canggih, berlibur, dan sebagainya.
Tak ada yang salah dengan bersenang-senang menikmati uang hasil kerja kerasmu kan? Asalkan, kamu memang sudah mengalokasikannya dan habiskan sesuai alokasi tersebut.
Jadi, kamu termasuk tipe kepribadian yang mana?
Yang pasti, jangan berhenti belajar mengelola uang dengan lebih baik ya. Karena, ingat kata pepatah, uang memang bukan segalanya, tetapi segalanya butuh uang. Tak hanya hari ini, tapi sampai masa depan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Gaji Tidak Naik Juga Setelah Lama Bekerja, Mungkin 4 Hal Ini Penyebabnya
Seseorang bekerja pastilah dengan mengharapkan imbalan. Tapi, setelah sekian lama bekerja, gaji tidak naik juga. Padahal teman-teman seangkatan yang diterima kerja bareng sudah pada dipromosikan (yang pasti dibarengi dengan besaran gaji yang disesuaikan).
Ada apa ya?
Kalau peraturannya sih, gaji akan selalu disesuaikan setiap tahun lantaran adanya inflasi. Tapi, hmmm … bukankah seharusnya ada jenjang-jenjang tertentu yang disesuaikan juga, seiring lama waktu kita bekerja?
Ada yang sedang mengalami kebingungan seperti ini?
Memang ya, jadi karyawan itu adaaa aja permasalahannya. Mulai dari soal beban kerja hingga hubungan antar rekan. Apalagi masalah gaji, yang menyangkut hajat hidup sehari-hari. Duh, padahal ada cicilan KPR yang harus disetor setiap bulan, belum tagihan kartu kredit. Masih ada kebutuhan kuota dan pulsa HP, terus makan. Dan seterusnya. Biaya hidup ini setiap tahun selalu naik dan bertambah.
Masa gaji tidak naik juga sih, setelah sekian lama?
Apa ya penyebabnya? Mungkin ada salah satu dari beberapa alasan berikut ini.
4 Alasan mengapa gaji tidak naik juga setelah sekian lama bekerja
1. Termasuk karyawan toxic
Nah, yang paling baik memang mari kita introspeksi diri dulu deh, kenapa gaji tidak naik juga padahal kita sudah bekerja keras selama ini. Jangan-jangan kesalahan itu ada pada diri kita sendiri.
Jangan-jangan kita termasuk karyawan toxic?
Duh! Hayuk, coba-coba dicek ya. Apakah selama ini kita ngeselin? Mungkin menurut kita, tindakan kita selama ini sudah tepat. Tapi ingat, kita enggak kerja sendirian. Kita punya rekan kerja, atasan, dan organisasi lo. Apakah menurut mereka, ada tindakan kita yang merugikan?
2. Tidak ada prestasi signifikan
Hal kedua yang harus dicek mengapa gaji tidak naik juga setelah sekian lama adalah apakah kita sudah menunjukkan performa yang cukup baik? Apakah kita sudah memberikan hasil kinerja optimal, yang bermanfaat untuk seluruh organisasi?
Yes, introspeksi memang merupakan langkah pertama yang harus kita lakukan jika kita menghadapi masalah seperti ini, sebelum kemudian kita mencari-cari kesalahan orang lain.
Jika memang kita belum perform secara optimal, kinerja kita masih standar-standar aja, masih hanya melakukan apa yang dijelaskan dalam job desc, dan tidak mau mencoba melangkah keluar dari zona nyaman, ya sepertinya wajar saja sih kalau gaji tidak naik. Gaji yang naik karena alasan inflasi itu berarti sudah bagus untuk kita.
3. Soft skill kurang
Soft skill ini bisa sangat luas sih cakupannya. Tapi lagi-lagi ini merupakan bagian dari introspeksi diri. Bisa jadi masalah soft skill ini berkaitan dengan profesionalitas hingga kecerdasan mengelola emosi.
Misalnya saja, leadership. Hal ini memang tidak dipunyai oleh setiap orang, meski bisa dilatih. Perusahaan–melalui staf HR–biasanya memantau siapa saja yang punya sifat kepemimpinan yang lebih. Mereka-mereka yang dianggap mampu memimpin, punya kemampuan manajerial yang baik, kecerdasan emosi yang matang, dan mampu berkomunikasi dengan baik, pasti akan menjadi kandidat untuk dipromosikan.
Kalau dipromosikan, sudah pasti ada gaji dan tunjangan-tunjangan yang mengikuti.
So, kamu merasakan setelah sekian lama bekerja tidak ada kemajuan dalam jenjang karier? Well, mungkin kamu perlu melatih lagi soft skill kamu agar lebih baik lagi.
4. Perusahaan sedang bermasalah
Salah satu ciri perusahaan yang bermasalah adalah ketika mereka tidak bisa menaikkan benefit bagi karyawan–tapi ini juga nggak melulu berarti kalau gaji tidak naik itu pasti karena perusahaan bermasalah lo. Belum tentu juga.
So, ada baiknya kamu melihat-lihat situasi, apakah ada tanda-tanda perusahaan tempat kamu bekerja sedang mengalami masalah?
Jika iya, well, ada baiknya kamu bersabar dan menahan diri untuk menanyakan kenaikan gaji yang mungkin sudah layak kamu dapatkan. Pihak manajemen pasti sekarang sedang fokus untuk menangani masalah yang ada, yang menjadi prioritas mereka.
Bahkan, ada baiknya bagi kamu untuk juga ikut berpartisipasi memberikan pendapat atau ide agar masalahnya cepat terselesaikan.
Solusi
Jadi, sambil menunggu ada perbaikan–baik dari dalam diri kita sendiri maupun dari pihak perusahaan–ada baiknya kita benahi lagi saja apa yang ada dulu. Jangan-jangan perasaan gaji yang enggak pernah cukup ini disebabkan oleh kita sendiri yang kurang terampil mengelola cash flow?
Coba cek catatan keuangan yang sudah pernah kita buat? Apakah cash flow sudah sehat? Bagaimana dengan rasio utangmu? Apakah kamu masih bisa menabung/berinvestasi?
Lakukan financial checkup ini secara berkala–3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun, agar kamu bisa memastikan kondisi kesehatan keuanganmu. Kalau ada masalah dan kamu butuh pencerahan, segera cek jadwal kelas finansial online QM Financial. Cari kelas yang kamu butuhkan, dan cus, segera daftar sebelum ketinggalan.
Jadi, belajar finansial apa hari ini?
Gaji Besar Utang Semakin Banyak, Apa yang Salah? Ini Dia 3 Penyebabnya!
Saat baru saja terima bekerja, berharap sih mendapat gaji besar, tapi ya namanya pemula merasa layak aja dapat gaji seberapa pun asal masih dalam batas UMR.
Setelah beberapa lama bekerja, gaji naik sedikit demi sedikit sesuai wewenang dan tanggung jawab yang juga mulai banyak. Dapat promosi, lalu naik gaji. Yang tadinya cukup ngangkot, tiba-tiba merasa enggak cukup. Karena tuntutan mobilitas yang cukup tinggi juga sih, akhirnya ambil deh kredit mobil.
Kredit mobil belum lunas, sudah ketemu seseorang dengan siapa pengin menua bersama. Biaya menikah, masih didukung orang tua sih. Tapi, berhubung sekarang sudah jadi manajer, punya gaji besar, rasanya gimana gitu kalau enggak bikin resepsi di hotel berbintang. Ambil deh kredit untuk tambahan biaya menikah.
Hidup bareng pasangan pasti enggak nyamanlah kalau masih di kos. Kebetulan, di kantor juga baru saja dipromosikan lagi, gaji pastinya menyesuaikan. Kredit yang diambil untuk biaya menikah masih ada, tapi tinggal tipis. Coba ambil kredit di tempat lain, untuk DP rumah yang kemudian disusul dengan cicilan KPR. Gaji besar ini, pasti cukuplah ya, untuk KPR.
Dan, kemudian punya anak. Butuh mobil yang lebih besar, supaya kalau pergi bisa muat sekeluarga.
Hasilnya, sudah qerja bagai quda, gaji naik sih, tapi boro-boro bisa nabung, rasanya enggak pernah pegang duit beneran. Semuanya cuma numpang lewat. Kok bisa?
Apakah ilustrasi di atas juga menjadi kisah hidupmu, wahai karyawan? Hvft!
Mari kita lihat, kesalahan apa saja yang biasanya dilakukan oleh karyawan sehingga gaji besar pun akhirnya enggak kerasa, karena utang juga semakin banyak.
3 Hal penyebab mengapa gaji besar tetapi utang juga semakin banyak
1. FOMO
FOMO–Fears of Missing Out–bisa dibilang semacam perasaan takut ketinggalan sesuatu; takut kudet, takut kuper, takut nggak ikut hype. Semakin ke sini, FOMO ini semakin mirip dengan penyakit. Gejalanya dilanda kecemasan, gelisah, enggak fokus dengan apa yang dikerjakan, sampai merasakan juga sakit fisik seperti sakit kepala.
Salah satu tanda FOMO ini–terutama yang terjadi di Indonesia–adalah tingginya tingkat utang untuk beli gadget. Ibaratnya, di Amerika, Apple baru saja rilis Iphone 7, konsumen di sini sudah menunggu Iphone 8 keluar. Lebih cepat hype-nya. Coba saja lihat di mal-mal atau pasar handphone, tiap kali ada rilis gadget terbaru, antrean mengular.
Ini bukan cuma khayalan, tapi fakta di lapangan yang sempat diungkap oleh salah seorang teman yang bekerja di sebuah penyedia jasa pinjaman, yang bekerja sama dengan mal-mal besar. Jasa pinjaman ini memungkinkan siapa saja untuk belanja barang elektronik terbaru–termasuk gadget dan handphone–dengan uang muka yang “sangat ringan”. Tentu saja ini akan jadi godaan buat mereka yang punya gaji besar.
“Ngeliat raut muka para konsumen setelah mendapatkan barang terbaru ini luar biasa banget deh!” Begitu tambahnya.
2. Nggak punya tujuan finansial
Seperti sudah tradisi atau menjadi bagian dari hidup, banyak orang menganggap punya utang itu biasa. Kayaknya enggak afdal aja gitu kalau enggak ada utang.
Yes, memang ada yang punya mindset begini. Utang menjadi motivasi diri untuk terus bekerja. Kalau utang sudah dilunasi semua, segera cari cara supaya bisa utang lagi.
Nggak heran, makanya punya gaji besar, utang juga banyak. Gaji ada untuk membayar utang. Karena ada gaji, maka punya utang. Pemasukan bukan untuk membangun masa depan, tetapi untuk menutup masa lalu–yang berupa utang.
Ini adalah “hasil” dari hidup tanpa tujuan finansial. Enggak tahu mau ngapain dengan uangnya. Enggak ada bayangan sama sekali ke depan mau hidup seperti apa. Mau punya rumah apa enggak, pengin hidup setelah pensiun seperti apa, dan sebagainya. Maka, cicilan utang pun menjadi tujuan finansialnya.
3. Kurang paham bahwa harta itu belum tentu aset
Nah, inilah hasil dari kurangnya edukasi literasi keuangan. Enggak bisa membedakan mana harta, mana aset. Punya gaji besar juga enggak menjamin si empunya gaji mendapatkan edukasi literasi keuangan yang cukup.
Secara umum, harta adalah aset kita. Tapi, ini pengertian kuno. Sekarang enggak begini lagi. Harta adalah segala hal yang sudah kita punya. Sedangkan, aset adalah barang-barang yang bisa memberi kita pemasukan. Begitu sih secara sederhananya, menurut Robert Kiyosaki.
Terus, sekarang, bagaimanakah dengan komposisi harta terhadap aset yang kita miliki? Jangan-jangan kita memang banyak harta, tetapi kekurangan aset?
Jika memang kita sudah bisa membedakan, maka mau beli mobil pun kita bisa menimbang, apakah akan menjadi sekadar harta (karena ada penurunan nilai), ataukah akan menjadi aset (karena lantas direntalkan, atau jadi taksi online sehingga mendatangkan penghasilan)?
Kalau hanya sekadar harta, apakah memang perlu ganti mobil berharga miliaran? Kalau misalnya masih bisa dijangkau pergi dengan taksi online, kenapa enggak?
Masalahnya, banyak yang enggak paham (atau nggak peduli?) tentang hal ini. Beli handphone sekadar buat gaya dan gengsi. Bukan karena butuh handphone karena punya online shop yang akan butuh kamera bagusnya, memory besarnya, ataupun kapasitas yang lebih besar demi kelancaran usaha.
Saat kita sudah paham akan konsep harta versus aset, maka kita akan bisa melogika, mana barang yang hanya “menyedot” gaji kita semata dan mana barang yang memang bisa kita ulik supaya bisa menghasilkan lebih banyak pemasukan.
Banyak hal memang kemudian membuat kita lost focus dari sesuatu yang lebih penting. Soal keuangan, apalagi. Ketiga hal di atas biasanya lantas membuat kita jadi enggak bisa membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang bisa ditunda bahkan dicoret dari wishlist.
Gaji besar memang nggak jaminan kita lantas menjadi kaya sih. Bisa saja di balik gaji besar itu juga ada gunung utang yang jauh lebih besar.
Yuk, ikutan kelas finansial online yang sesuai dengan kebutuhan dalam Financial Clinic Online Series. Silakan cek jadwalnya ya. Jangan lupa follow juga akun Instagram QM Financial untuk berbagai tip keuangan yang praktis dan applicable.
5 Cara Menghemat Pos Pengeluaran Transportasi saat Berangkat Kerja untuk Karyawan di Jakarta
Ternyata, kalau dihitung-hitung, kerja di Jakarta itu pemborosan paling besar bisa jadi dari pos pengeluaran transportasi lo!
Belum lagi ada fakta yang menyebutkan, bahwa berangkat kerja adalah hal yang paling menyebalkan dalam aktivitas seorang karyawan. Masih mending bersih-bersih rumah, katanya. Enggak heran sih, karena berangkat dan pulang kerja berarti harus selalu berdamai dengan kemacetan!
Dan, tahu enggak, ada penelitian yang dilakukan oleh Scandinavian Journal of Economics yang menemukan, bahwa pekerja yang menghabiskan waktu sekitar 22 menit ke kantor, memiliki pengeluaran 35% lebih banyak tiap bulannya ketimbang yang tidak. Maka, enggak heran lagi, kalau begitu sampai di kantor, karyawan sudah mengalami gejala 3L–lemah, letih, lesu–duluan. Begitu juga saat harus pulang ke rumah, belum jalan sudah stres.
And we have to deal with this, everyday! Ouch!
Makanya ada cerita, ada seorang karyawan yang mendapatkan fasilitas mobil dinas dari kantor. Dengan car ownership program dari kantornya, ia berhak menggunakan mobil itu selama untuk keperluan pekerjaan sampai batas waktu tertentu, hingga mobil bisa benar-benar jadi miliknya. However, si karyawan yang tinggal di daerah Tangerang, malah lebih suka meninggalkan mobil di rumah. Apa pasal? Boros! Boros pengeluaran, dan boros energi serta emosi, katanya.
Hal ini akhirnya juga jadi masalah tersendiri antara si karyawan dengan kantor. Pihak perusahaan merasa sudah memberikan fasilitas, tapi akhirnya tidak efisien. Sedangkan karyawan merasa malah dibebani oleh fasilitas dan benefit yang diberikan oleh kantor.
Hmmm. Dari cerita ini kita bisa menarik satu kesimpulan, adalah perlu untuk dipertimbangkan juga bagi perusahaan, apakah pemberian benefit tertentu itu memang dibutuhkan oleh karyawan atau enggak? Jangan-jangan malah membebani, seperti halnya kasus si karyawan yang mendapatkan car ownership program di atas?
Jadi, bagaimana ya caranya menghemat pos pengeluaran transportasi ini supaya kita enggak stres duluan? Well, mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk ganti moda transportasi saja. Nggak usah pakai kendaraan pribadi.
5 Moda yang bisa dipertimbangkan untuk mengganti kendaraan pribadi demi menghemat pos pengeluaran transportasi ke kantor
1. Commuter Line
Commuter line, atau kereta rel listrik komuter, bisa jadi adalah moda transportasi umum yang jadi andalan banget untuk para karyawan di Jakarta. Selain bisa mengurangi kemacetan, biaya untuk naik KRL juga relatif lebih murah banget ketimbang harus naik kendaraan pribadi.
Untuk naik KRL, kita perlu memilih mau pakai Kartu Multi Trip atau mau tiket harian aja. Kalau dihitung-hitung, pastinya dengan punya Kartu Multi Trip ya akan jauh lebih murah dan mudah buat kita-kita yang tiap hari akan memanfaatkan KRL untuk berangkat kerja. Kurang lebih dengan isi ulang saldo minimal Rp30.000, itu sudah bisa dipakai untuk beberapa kali perjalanan. Pos pengeluaran transportasi jadi bisa dipangkas banyak deh.
Coba bandingkan dengan habisnya bensin untuk naik kendaraan pribadi.
Memang saat ini KRL masih belum senyaman itu. Mari berharap pada pemerintah agar bisa meningkatkan pelayanan KRL yang kini sangat vital bagi masyarakat.
2. MRT
Dengan diresmikannya MRT pada bulan Maret 2019 yang lalu, kini moda transportasi umum ini pun menjadi primadona bagi para warga Jakarta yang ingin bepergian.
Sama seperti KRL, untuk dapat naik MRT kita akan butuh kartu bayar, yang dinamai Jelajah. Ada 2 tipe juga: single trip dan multi trip. Dan sudah seperti yang bisa diduga juga, yang multi trip jatuhnya akan lebih murah.
Dengan ongkos Rp3.000 hingga Rp14.000 sekali jalan, tergantung jauh dekat tujuan, pastinya pos pengeluaran transportasi akan lebih terselamatkan.
Mari berharap, agar MRT menjangkau lebih banyak area lagi secepatnya.
3. TransJakarta
Bus TransJakarta–sejak diresmikan–jelas menjadi moda transportasi umum yang paling laris digunakan oleh para karyawan dan pekerja di Jakarta. Dengan tarif Rp3.500, asalkan enggak keluar dari halte, kita dapat menjangkau area mana pun di Jakarta dengan lebih mudah.
Meski yah, sekarang TransJakarta juga nggak bebas-bebas macet banget sih, lantaran selalu saja ada oknum-oknum yang mengganggu busway. Hvft!
4. Ojek online
Nah, ketimbang pakai kendaraan sendiri, masih mending pakai ojek online yang kini punya tarif sekitar Rp1.600/km. Memang lebih mahal sih jatuhnya dibandingkan dengan moda transportasi umum yang lain. Tapi kita bisa kok ngulik supaya bisa menghemat pos pengeluaran transportasi. Paling enggak, pasti lebih hemat ketimbang bawa kendaraan pribadi.
Sesuaikan saja dengan jalur perjalananmu, lalu utak-atik deh. Dari mana sampai mana pakai KRL, lalu mungkin bisa dilanjut dengan TransJakarta, dan kemudian supaya sampai kantor tepat waktu, kita harus menyambung dengan ojek online. Coba bandingkan dengan saat kita menggunakan kendaraan pribadi. Bandingkan.
5. Ikut komunitas nebengers
Sudah tahu komunitas nebengers belum? Komunitas ini terdiri atas orang-orang yang suka barengan berangkat kerja.
Komunitas ini berawal di Twitter, kemudian ngehits. Kalau enggak salah, sebelumnya hanya untuk “trayek” Jakarta-Bandung dan sebaliknya saja. Tapi sekarang merambah ke kota-kota lain, meski yang paling sibuk tetaplah di Jakarta.
Mau coba sesuatu yang baru? Coba gabung di komunitas ini. Ada aplikasi mobilenya juga lo, sehingga sekarang lebih mudah lagi. Nggak cuma bisa menghemat pos pengeluaran transportasi, tapi bisa tambah kenalan dan teman. Seru kan?
Nah, itu dia beberapa trip memangkas pos pengeluaran transportasi buat kita, para karyawan yang bekerja di Jakarta.
Terus, kalau sudah begini berarti gaji sudah aman? Well, coba cek juga pos pengeluaran yang lain; pos makan sehari-hari, pos ngopi, pos boba, pos nonton bioskop …
Yuk, ikutan kelas finansial online-nya QM Financial aja yuk! Kamu bisa belajar mengenali pos-pos pengeluaran mana yang bisa dipangkas, dan mana yang bisa dipindah alokasinya ke hal-hal yang lebih bermanfaat. Cek jadwalnya di web Event QM Financial ya. Dan jangan lupa, follow Instagram QM Financial untuk mendapatkan update, info, dan trik keuangan terbaru dari QM Financial.