Negosiasi Gaji Karyawan dan Kiat Sukses untuk Mendapatkan Kompensasi yang Layak
Pernahkah kamu merasa bahwa kompensasi atau gaji yang kamu terima belum sesuai dengan kualifikasi dan kontribusi yang kamu berikan pada perusahaan? Atau mungkin, saat melamar pekerjaan baru, kamu merasa ragu untuk menyampaikan ekspektasi gaji yang kamu inginkan? Kamu enggak sendirian kok. Faktanya, banyak dari kita sering kali merasa canggung atau tidak yakin saat membahas topik negosiasi gaji karyawan ini.
Negosiasi gaji karyawan bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang menghargai diri sendiri, mengetahui nilai kontribusi yang bisa kamu berikan, dan tentunya mendapatkan hak yang layak atas kerja keras yang telah kamu investasikan.
Di sisi lain, bagi pemberi kerja, memberikan kompensasi yang tepat juga penting agar karyawan merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan performa terbaiknya.
Karena itu, dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang negosiasi gaji karyawan dan bagaimana kamu bisa mendekati proses ini dengan persiapan dan strategi yang matang. Simak terus artikel ini sampai selesai ya.
Tantangan dalam Negosiasi Gaji Karyawan
Membahas gaji karyawan sering kali menjadi momen yang penuh tekanan. Kenapa? Karena ada beberapa tantangan yang mungkin kamu hadapi saat melakukan negosiasi. Tantangan seperti apa? Mari kita lihat satu per satu.
Kesalahpahaman antara Ekspektasi dan Realitas
Banyak karyawan beranggapan bahwa mereka seharusnya mendapatkan lebih berdasarkan kontribusi atau keahlian mereka.
Sementara itu, pemberi kerja mungkin memiliki anggaran atau pertimbangan lain yang membatasi tawaran yang mereka berikan. Kesalahpahaman ini bisa memicu frustrasi dan ketidakpuasan.
Kurangnya Informasi tentang Standar Gaji Karyawan
Tanpa informasi yang tepat mengenai standar gaji karyawan di industri tertentu, kamu mungkin merasa bingung tentang berapa seharusnya gaji yang layak untuk posisimu. Di sisi lain, pemberi kerja mungkin juga tidak memiliki informasi yang akurat untuk menentukan tawaran yang kompetitif.
Rasa Takut atau Ketidaknyamanan
Banyak yang merasa tidak nyaman, takut, hingga jengah untuk membuka topik negosiasi gaji karyawan ini. Rasa takut ditolak, dianggap serakah, atau bahkan kehilangan peluang pekerjaan membuat banyak orang memilih untuk menerima apa yang ditawarkan tanpa bernegosiasi.
Kurangnya Keterampilan Negosiasi
Memang enggak semua orang memiliki keterampilan (juga keberanian) atau pengalaman dalam bernegosiasi, apalagi jika ini adalah kali pertama dilakukan. Rasanya canggung, betul? Tanpa persiapan yang matang, kamu bisa jadi merasa enggak pede atau enggak yakin bagaimana cara menyampaikan argumenmu dengan efektif.
Nah, sebenarnya, dengan mengetahui tantangannya seperti ini, kamu sudah satu langkah untuk lebih siap untuk menghadapinya dan mendorong percakapan menuju hasil yang lebih positif. Tinggal diteruskan ke beberapa kiat sukses untuk nego berikut.
Kiat-kiat Sukses untuk Negosiasi Gaji Karyawan
Memperoleh kompensasi yang sesuai dengan kemampuan dan kontribusi kamu tentunya menjadi tujuan dalam negosiasi gaji. Namun, bagaimana cara mencapainya? Berikut beberapa kiat yang bisa kamu terapkan.
1. Percaya pada Nilai Diri
Sebelum memulai negosiasi, pastikan kamu mengetahui kelebihan, keahlian, dan pengalaman yang kamu miliki. Ini akan membantu kamu menyampaikan argumen dengan lebih percaya diri.
Kalau perlu, catat prestasi atau kontribusi yang telah kamu berikan (atau yang potensial bisa kamu berikan) pada perusahaan. Ini akan memperkuat posisi kamu dalam negosiasi.
2. Komunikasikan secara Profesional
Saat menyampaikan ekspektasi gaji, gunakan data dari riset gaji yang kamu lakukan. Menyebutkan standar industri atau benchmarking gaji juga dapat membuat argumenmu lebih objektif.
Hindari emosi berlebihan, tetap tenang dan profesional. Fokus pada fakta yang sudah kamu kumpulkan.
3. Berpikir Fleksibel
Pahami bahwa gaji karyawan bukan satu-satunya bentuk kompensasi. Manfaat lain seperti bonus, saham, asuransi kesehatan, atau waktu libur juga penting. Jika gaji yang ditawarkan kurang dari ekspektasi, mungkin kamu bisa bernegosiasi pada manfaat lainnya.
Selain itu, daripada memberikan satu angka spesifik, tawarkan rentang gaji yang kamu harapkan. Hal ini dapat memberi ruang fleksibilitas dan menunjukkan kesiapan kamu untuk bernegosiasi.
4. Jangan Takut Mengatakan “Tidak”
Kamu memiliki hak untuk menolak tawaran yang menurutmu tidak sesuai. Jika kamu merasa bahwa tawaran tersebut jauh dari ekspektasi dan tidak ada ruang untuk bernegosiasi, mungkin lebih baik untuk menunggu peluang yang lebih sesuai.
5. Siapkan Opsi Cadangan
Selalu punya rencana B. Jika negosiasi tidak berjalan sesuai harapan, pertimbangkan apa langkah selanjutnya yang akan kamu ambil. Apakah kamu akan mencari pekerjaan lain atau menerima tawaran dengan kondisi tertentu? Dengan mempunyai opsi cadangan, kamu akan merasa lebih aman dan percaya diri.
Dengan menerapkan kiat-kiat di atas, kamu akan lebih siap untuk menghadapi negosiasi gaji karyawan dan meningkatkan peluang mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan nilai dan keahlianmu. Ingatlah bahwa negosiasi adalah proses timbal balik; dengan komunikasi yang baik dan persiapan yang matang, kamu dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua pihak.
Kesalahan Umum dalam Negosiasi Gaji
Dalam proses negosiasi gaji, terdapat beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh karyawan. Kesalahan-kesalahan ini bisa menghambat peluang untuk mendapatkan kompensasi yang lebih baik. Mari kita pelajari apa saja kesalahan tersebut agar kamu bisa menghindarinya.
Menerima Tawaran Pertama tanpa Bernegosiasi
Banyak karyawan yang menerima tawaran gaji pertama yang diberikan oleh pemberi kerja tanpa mencoba bernegosiasi. Padahal, banyak pemberi kerja yang sudah mengantisipasi adanya negosiasi dan memberikan tawaran awal di bawah anggaran yang mereka miliki.
Tidak Mempertimbangkan Manfaat Lainnya selain Gaji
Fokus hanya pada gaji pokok bisa membuat kamu melewatkan kesempatan untuk mendapatkan manfaat lain seperti bonus, insentif, fasilitas kesehatan, cuti yang lebih banyak, atau fleksibilitas jam kerja.
Terlalu Agresif atau Terlalu Pasif
Menyampaikan ekspektasi dengan terlalu agresif bisa membuat pemberi kerja merasa terintimidasi atau merasa kamu tidak fleksibel. Sementara dengan sikap yang terlalu pasif, kamu mungkin tidak akan mendapatkan kompensasi yang kamu layak.
Tidak Melakukan Riset Gaji Sebelumnya
Tanpa pengetahuan tentang standar gaji di industri atau untuk posisi tertentu, kamu mungkin akan menetapkan ekspektasi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Riset gaji adalah kunci untuk membekali diri dengan informasi yang objektif saat bernegosiasi.
Mengungkapkan Ekspektasi Gaji Terlalu Dini
Jika kamu menyampaikan ekspektasi gaji terlalu dini dalam proses wawancara, kamu mungkin kehilangan ruang bernegosiasi. Sebaiknya tunggu sampai kamu mendapatkan tawaran atau setidaknya sampai tahap akhir wawancara.
Berdasarkan pada Kebutuhan Pribadi
Menggunakan alasan pribadi seperti mau melunasi utang atau memenuhi kebutuhan hidup sebagai alasan untuk mendapatkan gaji lebih tinggi bisa membuat kamu tampak tidak profesional. Bahkan, hal ini mengindikasikan kalau keterampilan pengelolaan keuanganmu enggak mumpuni.
Fokuslah pada kualifikasi, pengalaman, dan kontribusi yang kamu bawa untuk perusahaan. Atau, kalau memang benar pengelolaan keuanganmulah yang kurang mumpuni, kamu bisa meminta perusahaan untuk memberikan kelas keuangan.
Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Merekrut Generasi Z sebagai Karyawan, 5 Hal yang Harus Diperhatikan
Dengan semakin mendekatinya para generasi Z menuju dunia kerja, maka perusahaan memang mulai mempersiapkan metode-metode khusus untuk perekrutan mereka.
Mengapa harus khusus dipersiapkan? Karena seperti halnya angkatan kerja generasi millenial, angkatan kerja generasi Z juga punya karakter tersendiri terkait bagaimana mereka akan berkontribusi di dunia kerja.
Siapa saja sih generasi Z ini?
Meski masih menjadi kontroversi di beberapa sumber, namun sebagian besar menyebutkan bahwa generasi Z adalah mereka yang terlahir antara tahun 1995 hingga 2010.
Mereka benar-benar lahir di era internet; enggak pernah ngerasain perjuangan menulis surat dengan tangan dan kertas folio, enggak pernah menggunakan telepon umum koin di pinggir jalan, juga belum pernah mendengar jeritan khas sambungan internet dial up.
Hal-hal ini juga turut membentuk karakteristik generasi Z yang lebih unik lagi dibandingkan generasi-generasi sebelumnya, terutama di dunia kerja.
So, berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menjaring karyawan dari generasi Z
1. Metode rekrutmen yang tepat untuk generasi Z
Menurut Ryan Jenkins, seorang Millennial and Generation Z speaker and generations expert, generasi Z masih mempunyai metode pelamaran pekerjaan yang hampir sama dengan generasi millenial, yaitu melalui referensi pribadi dan email.
Generasi Z cenderung akan mencari informasi pekerjaan yang menarik minat mereka melalui:
- Situs web perusahaan yang bersangkutan
- Job fair
- Media sosial: LinkedIn dan media sosial lain seperti Instagram
- Informasi dari teman
So, mau merekrut karyawan baru? Sebarkanlah pengumuman lowongan di 4 tempat di atas.
2. Karakteristik khas generasi Z di dunia kerja
Generasi Z punya karakter yang unik, yang berbeda dengan generasi millenial apalagi generasi X. Sebagian sudah sedikit disinggung di atas sih, karakter generasi Z ini di antaranya:
- Phigital, alias physic and digital. Tak hanya bekerja secara fisik, para generasi Z juga mempunyai keterampilan digital yang mumpuni–sangat lebih baik ketimbang generasi X dan generasi millenial.
- Realistis
- Webconomists, ini pastinya ada kaitannya dengan kedekatan mereka dengan dunia digital sejak lahir, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomis akan mereka lakukan secara digital pula. Mereka belanja online, punya e-wallet, berinvestasi secara online, dan seterusnya.
- Independent, mereka cenderung untuk bekerja sendiri, karena itu remoting job menjadi tren terbaru di dunia kerja.
- Hyper customizers, mereka cenderung untuk bisa menyesuaikan segala sesuatunya dengan tingkat kenyamanan mereka sendiri. Misalnya, soal lingkungan kerja, generasi Z akan lebih kurang adaptif, sehingga mereka akan berusaha mencari cara mengubah lingkungan kerja agar sesuai preferensi pribadi mereka.
Meski individualistis, namun generasi Z sebenarnya masih menghargai nilai-nilai kebersamaan. Berada di sebuah tim atau organisasi yang bisa menghargai pendapat dan ide mereka, akan membuat mereka betah. Mereka cenderung sangat lebih aktif untuk ikut berpendapat–bahkan berdebat–untuk mencari solusi dari setiap masalah yang timbul.
Good sign, right?
3. Yang dicari oleh generasi Z di dunia kerja
Ya, umumnya tentu saja, orang bekerja untuk mencari imbalan berupa gaji dan benefit finansial lainnya. Tapi, tak hanya berorientasi pada gaji semata, angkatan kerja generasi Z juga akan mencari hal lain, di antaranya:
- Akses teknologi canggih. Ini jelas menjadi salah satu “syarat” mereka saat mereka memutuskan untuk bergabung dengan sebuah perusahaan. Canggih tidaknya sebuah perusahaan akan ikut menentukan, apakah mereka tertarik untuk melamar lowongan pekerjaan, atau skip saja dan mencari yang lain.
- Peran pekerjaan yang beragam, hal ini terkait keterampilan multitasking mereka yang lebih advanced ketimbang generasi sebelumnya.
- Minta dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. Ini sudah dijelaskan di poin kedua di atas.
- Kompetisi. Yes, jiwa kompetitif mereka sangat tinggi. Hal ini tentu bisa “dimanfaatkan” oleh perusahaan, agar dapat mendorong mereka untuk meningkatkan performa kerja.
4. Cara berkomunikasi
Generasi Z terlahir di dunia yang serbacepat dan instan, sehingga mereka cenderung untuk mempunyai attention span yang lebih sempit dibanding generasi sebelumnya.
Karena itu, perusahaan perlu segera menemukan cara paling praktis dan efektif agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan mereka.
Salah satunya, tinggalkan meeting-meeting panjang. Efektifkan hanya pada pokok permasalahan umum, yang kemudian nanti dilanjut di kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk detailnya.
Yes, mereka enggak suka meeting terlalu lama.
5. Belum memikirkan rencana pensiun
Karena mereka masih muda, maka sedikit sekali dari mereka yang sudah memikirkan rencana pensiun. Bahkan mungkin nggak ada.
Nah, ini menjadi PR perusahaan untuk membuat mereka sadar, bahwa mereka perlu menyiapkan diri untuk pensiun sejak dini. Mereka harus tahu, bahwa dengan mempersiapkan pensiun sejak dini, maka itu berarti akan memperingan beban menabung mereka.
Salah satu caranya adalah dengan mengadakan training keuangan khusus untuk membahas dana pensiun.
QM Financial dapat membantu lo. Dengan kurikulum dan silabus yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi karyawan, #QMTraining hadir dengan materi-materi interaktif yang pasti akan bermanfaat menambah pengetahuan literasi keuangan. Sila WA ke 0811 1500 688, untuk mendiskusikannya lebih lanjut.
Nah, bagaimana? Sudah siap menyambut para generasi Z untuk bergabung di dunia kerja?
Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru ya!