Cara Menyusun Skala Prioritas Ketika Bujet Keuanganmu Terbatas
Namanya manusia, maka wajar saja kalau BM–banyak mau. Tapi ya, sayangnya, kadang sumber dayanya terbatas. Iya, kita lagi membicarakan tentang uang, pastinya. Maunya banyak, cita-citanya tinggi, tapi uang ya kan sudah “dijatah”. Makanya kita harus bisa mengelola keuangan dengan baik. Salah satunya dengan cara menyusun skala prioritas.
Dengan adanya skala prioritas, kita lantas bisa memilih, mana yang bisa didahulukan dan mana yang bisa ditunda sembari menunggu rezeki masuk lagi.
Apa Sih Skala Prioritas?
Prioritas, di Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah “yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain”.
Sedangkan, skala menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “lajur yang dipakai untuk menentukan tingkatan atau banyaknya sesuatu (seperti pada peraturan gaji dan pada daftar bunga uang), ukuran”.
Nah, kalau diterjemahkan secara bebas, skala prioritas berarti adalah ukuran untuk menentukan mana yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain. Kalau dalam konteks yang akan kita bahas sekarang ya soal kebutuhan hidup serta apa saja yang kita ingin raih.
Tujuan adanya skala prioritas dalam keuangan pribadi ini adalah menghindari pemenuhan kebutuhan yang tidak tepat sasaran. Pendeknya, dengan menentukan skala prioritas, kita lantas bisa melihat mana yang lebih penting untuk dipenuhi lebih dahulu dengan sumber daya yang ada.
Nah, untuk lebih jelasnya, coba cek diagram berikut deh. Ini adalah tabel yang dibuat oleh Stephen R. Covey yang sebenarnya dibuat sebagai panduan bagi kita untuk manajemen waktu. Tetapi, diagram ini juga dapat kamu gunakan untuk membantumu menentukan skala prioritas.
Dalam diagram di atas, kita dapat melihat ada 4 kuadran sifat kebutuhan hidup.
- Penting dan mendesak, misalnya seperti makanan, rumah tempat tinggal
- Penting tetapi tidak mendesak, misalnya baju kerja yang pantas dan formal
- Kurang penting tetapi mendesak, misalnya beli handphone yang didiskon 90% hari ini
- Kurang penting dan tidak mendesak, misalnya main games, jajan boba, dan sejenisnya
Nah, ketahuan kan, bedanya ya??
“Ilmu” dari Stephen R. Covey ini bisa banget kita gunakan untuk keuangan kita, mulai ketika kita sedang menyusun tujuan keuangan dan kemudian membuat rencana realistisnya, sampai menentukan belanja sehari-hari. Tentu saja, kamu harus mendahulukan apa yang sifatnya penting dan mendesak lebih dulu. Yang sifatnya kurang penting dan tidak mendesak adalah hal terakhir yang dipenuhi setelah yang lainnya.
Bagaimana Cara Menyusun Skala Prioritas Agar Keuangan Terkelola secara Efisien?
Ada beberapa hal yang biasanya menjadi pertimbangan kita dalam menentukan skala prioritas ini.
Urgensi
Urgensi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya keharusan yang mendesak; hal sangat penting. Jadi, pertimbangan urgensi bisa kamu lakukan ketika memilih sesuatu harus segera dilakukan, kalau tidak, maka akan “membahayakan” hal lainnya. Kalau dalam tabel Steven R. Covey di atas, bisa jadi yang masuk dalam tingkat urgensi tinggi adalah yang bersifat penting dan mendesak.
Contohnya begini. Sudah biasa bagimu untuk pergi ke kantor dengan menggunakan kendaraan pribadi. Namun, pagi ini ternyata ban kendaraanmu bocor. Padahal pagi ini, kamu sudah ada meeting appointment dengan klien penting. Maka, tak bisa lain, kamu harus segera berangkat dengan moda transportasi yang lain, yang juga cepat meski mungkin agak mahal. Dengan taksi online, misalnya.
Kesempatan
Kesempatan juga bisa jadi satu hal yang penting dipertimbangkan untuk menentukan skala prioritas pemenuhan kebutuhan.
Maksudnya begini. Sering kali kita menemui kesempatan untuk memenuhi suatu kebutuhan yang datang hanya sekali. Maka, ini bisa kamu ubah skala prioritasnya, dibandingkan hal-hal lain yang kesempatan untuk memenuhinya bisa datang berkali-kali.
Misalnya, jarang ada kelas bisnis di rangkaian kelas finansial online QM Financial. Suatu kali, ternyata ada jadwal kelas bisnis di minggu ini, sudah begitu ada promonya juga. Diskon! Karenanya, kamu yang sudah berniat ikut kelas lain, yang secara reguler diadakan setiap bulannya–yang bisa kamu ambil lagi bulan depan, memprioritaskan untuk ikut kelas bisnis dulu karena kamu memang berniat memulai bisnis bulan ini.
Masa Depan
Maksudnya di sini adalah pertimbangan jangka panjang ke depan. Masa depan adalah waktu jauh ke depan, yang harus disiapkan sedari sekarang. Karena, kalau tidak, bisa jadi di masa depan kita akan mengalami masalah.
Sering kali kita merasa menyesal akan sesuatu yang terjadi sekarang, karena salahnya pilihan yang kita ambil di masa lalu. Karena itu, dalam menentukan skala prioritas, masa depan juga menjadi pertimbangan yang sangat penting, apalagi jika berpotensi mendatangkan masalah.
Contohnya begini. Kamu mendapatkan bonus tahunan dari kantor. Kebetulan sudah banyak wishlist yang menunggu untuk dipenuhi nih. Tetapi, enggak mungkin juga bisa memenuhi semuanya. Di dalam wishlist itu ada poin membayar premi asuransi jiwa. Di antara beberapa pilihan, kamu pun menempatkan pembayaran premi asuransi jiwa menjadi prioritas utama untuk dipenuhi lebih dulu. Baru jika ada sisa, maka wishlist yang lain bisa dipenuhi sesuai skala prioritas.
Kamu menempatkan “masa depan” sebagai pertimbangan untuk menentukan skala prioritas di sini, karena kalau sampai premi tak terbayar, bisa jadi kamu akan mengalami masalah keuangan ke depannya.
Kemampuan
Kemampuan diri juga bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan skala prioritas ini. Justru sepertinya, pertimbangan inilah yang terpenting–apalagi hidup di masa sekarang.
Prioritaskan hal-hal yang memang kamu mampu melakukannya. Yang enggak mampu, ya lebih baik tunda saja, sampai kamu mampu.
Ngomongin soal kemampuan merely ngomongin soal memahami dan jujur pada diri sendiri. Nggak usah memaksakan diri “memenuhi kebutuhan” yang sebenarnya kamu tak mampu. Sesuaikan saja dengan kemampuan.
Kamu tak perlu harus punya handphone keluaran paling baru yang harganya sampai dua puluh juta hanya karena teman-temanmu sudah membelinya. Uang Rp20 juta itu bisa kamu gunakan untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih penting. Jika memang butuh handphone, yang seharga lima jutaan pun sudah cukup canggih dan punya banyak fitur yang pas dengan kebutuhanmu.
Nah, itu dia beberapa hal tentang menentukan skala prioritas ketika kamu punya bujet terbatas. Enggak sulit kan? Enggak dong. Dengan mengatur skala prioritas, kamu pun bisa mengelola keuanganmu dengan lebih baik.
Semoga artikel ini bermanfaat ya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
6 Upaya Menciptakan Budaya Kerja yang Positif untuk Mengembangkan Potensi Karyawan
Budaya kerja perusahaan yang positif ibarat tulang punggung semua jenis bisnis. Bisa dibilang, perusahaan-perusahaan besar mungkin dapat mengandalkan jumlah gaji besar dan berbagai tunjangan demi mempertahankan ataupun merekrut orang untuk bergabung, namun perusahaan kecil biasanya harus bergantung pada budaya kerja perusahaan yang positif demi mendorong karyawannya agar tetap bertahan.
So, jika Anda memiliki jenis usaha kecil apa pun, Anda tahu betapa pentingnya untuk dapat merekrut orang yang tepat untuk bergabung menjadi karyawan. Dan, setelah mendapatkan karyawan yang bisa berkontribusi untuk perusahaan, berikutnya ada sejumlah PR yang harus Anda lakukan demi bisa mengelola aset terbesar perusahaan ini, terutama jika mereka adalah karyawan terbaik.
Berikut ada 6 cara perusahaan dapat menciptakan lingkungan dan budaya kerja yang positif sehingga dapat menghindari turnover karyawan yang tinggi
1. Apresiasi terhadap karyawan
Seseorang akan dapat menghargai orang lain, jika ia lebih dulu mendapatkan apresiasi atas apa yang sudah dilakukannya. Ini sudah hukum alam.
Jadi, jika Anda ingin karyawan Anda menghargai perusahaan dan loyal, maka perusahaan harus mengapresiasi mereka terlebih dahulu. Give what they want, and then ask what you need from them.
Dengan demikian, terjalin hubungan mutualisme dan saling membutuhkan.
2. Eliminate toxicity
Toxicity can never be tolerated. Toxicity bisa memupus positiveness budaya kerja yang sedang Anda bangun. Karena itu, waspadai kemunculannya sedini mungkin.
Memang sih, kadang ada saja yang membawa hal-hal dan pengaruh buruk (yang tidak dapat dikontrol) dari luar yang masuk. Misalnya saja, merekrut karyawan baru dan ternyata yang bersangkutan sudah membawa negativity yang bisa memperburuk kondisi. Hal ini harus segera diatasi sebelum terlambat, karena toxicity itu seperti virus. Cepat sekali menular, dan bisa memengaruhi budaya kerja positif yang sedang dibangun.
3. Konsisten
Setelah perusahaan telah memiliki budaya kerja yang bisa berfungsi dengan baik, maka pertahankanlah.
Memang sih, kadang kita harus menyesuaikannya dengan kondisi. Misalnya saja, selama ini kita menawarkan tunjangan cuti hamil dan sakit, sedangkan perusahaan lain sudah mulai menawarkan benefit lain yang lebih “millenial” dan kekinian, seperti free member gym.
Boleh saja sih disesuaikan, tetapi ingat, bahwa terlalu banyak perubahan pada benefit untuk karyawan juga bisa membuat budaya perusahaan menjadi tidak stabil lagi.
Jadi, jika perlu mengadakan perubahan, pastikan manfaat atau kebijakan baru itu menguntungkan bagi seluruh perusahaan dan aset-asetnya.
4. Ubah masalah menjadi peluang
Untuk membentuk budaya kerja yang baik di perusahaan, positivity memang sangat penting. Menjadi tugas para manajer untuk bisa memimpin dengan sikap yang baik.
Salah satunya, alih-alih membiarkan rintangan memengaruhi bisnis, akan lebih baik jika perusahaan memotivasi karyawan Anda untuk mengubah cara memandang setiap masalah sebagai peluang.
Misalnya saja, ajak karyawan untuk selalu bersiap akan adanya kesalahan. Kesalahan itu bisa terjadi setiap saat, pada siapa saja, terhadap apa saja. Dengan bersiap melakukan kesalahan, maka kita bisa siap pula untuk belajar. Kesalahan akan membuat perusahaan tumbuh.
5. Manajemen waktu yang lebih baik
Waktu setiap karyawan sangat berharga. Dari pekerja magang hingga manajer, waktu adalah komoditas yang paling berharga, jadi penting untuk mendorong mereka agar bisa menggunakannya dengan bijak.
Banyak hal yang bisa “mengancam” efektivitas dan efisiensi waktu kerja ini. Pihak manajemen dan perusahaan sendiri harus benar-benar waspada mengenai hal ini. Manajemen waktu yang kurang baik bisa membuat bisnis perusahaan menjadi kurang produktif, yang memengaruhi semua karyawan juga, pada akhirnya.
So, mendorong karyawan agar bisa bekerja dengan cepat, efisien, dan menyeluruh akan dapat membantu menumbuhkan budaya kerja yang positif dan produktif.
6. Dukung perkembangan karyawan
Budaya kerja yang positif adalah budaya kerja yang mendorong karyawan menjadi aset yang berkembang. So, pastikan karyawan Anda bisa berkembang bersama perusahaan.
Adakan program-program pelatihan yang dapat membantu mereka meningkatkan skill. Salah satunya adalah dengan memberikan training keuangan. Keterampilan karyawan mengelola keuangan pribadi mereka akan sangat berpengaruh pada etos kerja mereka di kantor.
Jadi, pastikan mereka bisa mengelola gaji dengan baik, menghindari utang, mempunyai proteksi, hingga belajar berinvestasi, demi kebaikan mereka sendiri dan perusahaan, tentunya.
Anda dapat mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan. Sila WA ke 0811 1500 688, untuk mengatur silabus dan materi yang paling pas dengan kebutuhan di perusahaan Anda.
Budaya kerja sepertinya memang hal remeh temeh saja, namun jika diabaikan bisa memengaruhi jalannya bisnis perusahaan. So, akan lebih baik jika ada perhatian khusus untuk pembentukan dan juga pengelolaannya.
Semoga perusahaan Anda selalu berkembang ya. Yuk, jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk berbagai tip keuangan pribadi, human capital, serta info-info kelas finansial online terbaru.